Está en la página 1de 26

TESIS TERBUKA

PERBEDAAN PEMBERIAN NEBULISASI LIDOKAIN DENGAN SPRAY


LIDOKAIN DALAM MENURUNKAN NYERI, BATUK DAN SESAK
PADA TINDAKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR

TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Do
kter Spesialis Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi

Oleh
Vita Ovaria
S601502002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PU


LMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI F
K UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
Vita Ovaria, 2020. Tesis. Perbedaan Pemberian Nebulisasi Lidokain Dengan Spray Lidokain Dalam
Menurunkan Nyeri, Batuk Dan Sesak Pada Tindakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur. Supervisi I:
DR. Yusup Subagio Sutanto, Dr., Sp.P(K), FISR.. Supervisi II:,A. Farih Raharjo, Dr., Sp.P (K), Mkes,
FISR.Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

RINGKASAN
Perbedaan Pemberian Nebulisasi Lidokain Dengan Spray Lidokain Dalam
Menurunkan Nyeri, Batuk Dan Sesak Pada Tindakan Bronkoskopi Serat
Optik Lentur
Vita Ovaria, Yusup Subagio Sutanto, A. Farih Raharjo
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Unive
rsitas Sebelas Maret Surakarta/RSUD dr. Moewardi
Surakarta

Latar Belakang: Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) merupakan pemeriksaan


saluran napas secara visual yang bertujuan sebagai alat diagnostik maupun
terapeutik. BSOL sering menyebabkan ketidaknyamanan pasien, seperti muncul
batuk, sesak maupun nyeri. Lidokain merupakan anestesi topikal yang disarankan
sebagai intervensi premedikasi dalam bronkoskopi. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisa perbedaan pemberian nebulisasi lidokain dengan spray lidokain
dalam menurunkan nyeri, batuk dan sesak pada tindakan bronkoskopi serat optik
lentur.
Metode: Penelitian klinis dengan pretest dan postest control group design pada
pasien yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi di RSUD Dr. Moewardi pada
bulan Februari sampai Maret 2020 secara consecutive sampling. Variabel bebas
penelitian ini adalah pemberian lidokain secara nebulisasi dan spray, sedangkan
variabel ikat adalah skor VAS untuk menilai batuk dan nyeri serta skor Borg untuk
menilai sesak. Uji statistik penelitian ini adalah Chi-Square. Sampel tidak
berpasangan diuji dengan Independent t Test. Apabila distribusi data tidak normal
maka digunakan Mann Whitney.
Hasil:Nilai penurunan post-pre skor sesak pada kelompok nebulisasi (-0.08 +0.55)
lebih banyak dari pada kelompok spray (-0.06 +0.42) namun tidak signifikan
(p=1,000). Pada skor batuk nilai penurunan post-pre kelompok nebulisasi (-17.78
+11.66) lebih banyak dari pada kelompok spray (-8.33 +6.18)dan signifikan (p=0,005).
Sedangkan skor nyeri nilai penurunan post-pre pada kelompok nebulisasi (-16.67
+11.38) lebih banyak dari pada kelompok spray (-9.44 +7.25)dan signifikan (p=0,045).
Kesimpulan: Pemberian premedikasi nebulisasi lidokain pada tindakan bronkoskopi
lebih efektif menurunkan nyeri dan batuk dibanding spray, namun memiliki
efektivitas yang sama dalam menurunkan sesak.
Kata kunci: batuk, bronkoskopi, lidokain, nyeri, sesak
2
Vita Ovaria 2020. Thesis. The Effectbetween Lidocaine Nebulisation and Lidocaine Spray in
Decreasing Pain, Coughing and Breathless in Flexible Fiber Optic Bronchoscopy. Supervisor I:. DR.
Yusup Subagio Sutanto, Dr., Sp.P(K), FISR Supervisor II: A. Farih Raharjo, Dr., Sp.P (K), Mkes,
FISR.Pulmonology And Respiratory Medicine Residency Program, Medical Faculty, Sebelas Maret
University, Surakarta
ABSTRACT
Lidocaine Nebulisation Compared to Lidocaine Spray in Decreasing Pain, Cough
and Breathless in Flexible Fiber Optic Bronchoscopy
Vita Ovaria, Yusup Subagio Sutanto, A. Farih Raharjo
Departement of Pulmonologyand Respiratory Medicine Med
ical Faculty of Sebelas Maret University / Dr. Moewardi General Hospital
Surakarta

Background: Flexible optical fiber bronchoscopy (BSOL) is a visual airway tract


examination for of diagnostic and therapeutic purposes. This procedure often causes
discomfort for patients, such as cough, breathlessness and pain. Lidocaine is a topical
anesthetic premedication used in bronchoscopy. This study compared the use of
lidocaine nebulisasion to lidocaine spray in decreasing pain, cough and breathlessness
in complexity of flexible fiber optic bronchoscopy.
Method: Pretest and posttest control group clinical study was conduct in patients who
will be performed bronchoscopy at RSUD Dr. Moewardi from February to March
2020. The samples were taken by consecutive sampling technique, then randomly
assigned into either lidocaine spray or nebulisation. Cough and pain were assessed
with VAS scorewhile breathlessness used Borg score. The data were analyzed
statically bu using Chi-square test with p value of < 0.05 was considered significant.
The unpaired sample was tested by Independent t Test. If the data distribution is not
normal using Mann Whitney.
Results: The value of post-pre reduction in borg score were -0.08 +0.55 for
nebulisation and -0.06 +0.42 for spray. The value of post-pre reduction in cought
were -17.78 + 11.66 for nebulisastion and -8.33 +6.18 for spray. While the post-pre
reduction in pain score were -16.67 + 11.38 for nebulisation and -9.44 +7.25 for
spray.
Result: Cough scores were -17.78 + 11.66 for nebulisation and -8.33 +6.18 for spray
(p=0.005). Pain score were -16.67 + 11.38 and -9.44 +7.25 for nebulisation and spray
respectively (p=0.045). Borg score obtained the scores for nebulisation and 0.06 +0.42
for spray (p=1.000).
Conclusion: Both lidocaine nebulisation and spray are effective decreasing
breathlessness during bronchoscopy. However lidocaine in nebulisation is more
effectiveness in preventing cought and pain.
Keyword: breathless, bronchoscopy, cough, lidocaine,

3
PENDAHULUAN

Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) adalah pemeriksaan saluran


napas secara visual atau disebut juga endoskopi saluran napas yang dapat
memvisualisasikan area trakeobronkial. Tindakan BSOL dilakukan sebagai
sarana diagnosis untuk mengambil sampel mukus saluran napas maupun
jaringan. Bronkoskopi serat optik lentur merupakan tindakan yang paling sering
dilakukan untuk pemeriksaan penyakit paru. Tindakan invasif untuk diagnosis
dan terapi penyakit paru yang cukup berkembang seiring kemajuan teknologi.
Indikasi tindakan ini terbagi menjadi indikasi diagnosis dan terapeutik.1,2
Tindakan BSOL paling banyak digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis kanker paru karena insidensi kanker paru semakin meningkat. Kanker
paru adalah penyebab utama kematian terkait kanker di dunia. Angka ketahanan
hidup 5 tahun pada stadium awal lebih dari 70% sedangkan pada stadium lanjut
sekitar 20%. Skrining dan deteksi dini kanker paru sangat penting untuk
meningkatkan ketahanan hidup penderita. Bronkoskopi serat optik lentur dengan
segala modalitas tindakan yang dilakukan pada lesi sentral memberikan
sensitivitas 88% dan sensitivitas pada lesi perifer mencapai 78%. Modalitas
tindakan yang dilakukan berguna untuk mendapatkan spesimen sitologi dan
histopatologi. Perencanaan pembedahan yang tepat untuk mendiagnosis penyakit
kanker paru dapat terlaksana melalui evaluasi luas, lokasi, permukaan tumor,
motilitas pita suara, dan lumen saluran napas.3,4,5
Tindakan minimal invasif pada BSOL sering menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien tetapi dapat meningkatkan nilai diagnosis dan
terapi yang lebih efektif. Meminimalkan kontaminasi pada saat pelaksanaan
tindakan invasif sangat penting dilakukan agar dalam tindakan tersebut tidak

1
menyebabkan infeksi sekunder. Tindakan ini umumnya dilakukan pada pasien
yang menggunakan sedasi sedang dengan premedikasi intravena tetapi dapat
juga dilakukan tanpa sedasi dan anestesi umum. Pasien dengan penyakit kritis
pun dapat dilakukan tindakan BSOL sebagai sarana menegakkan diagnosis dan
terapi. Tindakan BSOL dianggap tidak nyaman oleh pasien terkait efek samping
tindakan yang dilakukan. Ketidaknyamanan dan komplikasi tindakan ini
diantaranya adalah nyeri, batuk, dan sesak. Kenyamanan dan kerjasama pasien
pada saat dilakukan sangat mempengaruhi keberhasilan tindakan dan
mempengaruhi keseluruhan hasil yang akan dicapai.6,7,8
Lidokain merupakan anestesi topikal yang disarankan sebagai intervensi
premedikasi dalam BSOL. Nebulisasil idokain sebagai premedikasi diharapkan
dapat mengurangi rasa nyeri, batuk dan sesak, serta menghilangkan sensasi yang
tidak menyenangkan saat tindakan berlangsung. Dosis efektif minimum harus
digunakan dan harus digunakan hati-hati pada pasien dengan usia lanjut,
gangguan fungsi hati, atau gagal jantung kongestif. Hubungan dokter dan pasien
yang baik, serta informed consent juga diharapkan mampu mengurangi rasa
kurang nyaman pada pasien pada saat tindakan BSOL. Penelitian yang dilakukan
oleh Sudarto et al menunjukkan bahwa pemberian anestesi spray dan nebulisasi
akan memberikan kenyamanan pada pasien yang akan dilakukan tindakan
BSOL. Penelitian oleh Dreher e tal menunjukkan pemberian lidokain selama
tindakan melalui nebulisasi ditemukan toleransi dengan baik dan aman
dibanding dengan pemberian melalui jarum suntik. Tindakan bronkoskopi
dengan anestesi umum masih menjadi kendala karena memperpanjang durasi
tindakan bronkoskopi, meningkatkan biaya, dan meningkatkan komplikasi
umum diantaranya gangguan hemodinamik dan depresi pernapasan.7,8
Penelitian mengenai efek pemberian nebulisasi lidokain dan spray pada
premedikasi tindakan BSOL dalam menurunkan nyeri, batuk, dan sesak masih
belum diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memperlihatkan perbedaan penggunaan nebulisasi lidokain dan spray dalam
menurukan keluhan pada pasien yang akan melaksanakan tindakan BSOL di

4
RSUD Dokter Moewardi Surakarta, serta dapat diterapkan untuk mencapai hasil
tindakan yang lebih baik.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian klinis dengan rancangan penelitian


yang digunakan adalah pretest- posttest control group design. Populasi target p
enelitian ini adalah pasien yang dilakukan tindakan BSOL di RSUD Dr. Moewar
di Surakarta pada bulan Februari-Maret 2020 sampai dengan sampel terpenuhi.
Cara pemilihan sampel penelitian adalah Penentuan sampel penelitian dengan ca
ra consecutive sampling. Setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian pada c
onsecutive sampling dimasukkan dalam penelitian selama kurun waktu tertentu h
ingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi. Penentuan kelompok kontrol yai
tu urutan pasien dengan nomor ganjil dan kelompok perlakuan yaitu urutan pasie
n dengan nomor genap. Besar sampel yang digunakan untuk penelitian uji klinis
dua kelompok pada penelitian ini didapatkan hasil total jumlah subjek penelitian
untuk masing-masing kelompok yaitu minimal 18 sampel, maka total sampel
dalam penelitian ini adalah 36.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan
tindakan bronkoskopi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam perawatan
medis, bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent,
umur ≥ 18 tahun, pasien sadar tidak ada gangguan mental, pasien dapat melihat
jelas, dapat membaca, menulis, dan komunikasi verbal dengan baik, pasien
kooperatif dan memenuhi syarat dilakukan tindakan BSOL. Adapun kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang memiliki alergi atau intoleransi
dengan lidokain, menolak penelitian, tidak dapat melihat dengan jelas, tidak
dapat membaca, menulis, dan komunikasi verbal dengan baik, pasien kelainan
jantung dimana toleransi tindakan risiko berat, penyakit paru berat dengan
pemeriksaan faal paru dengan toleransi tindakan risiko berat, keadaan umum
yang buruk, hipoksia, koagulopati atau diathesis haemorragik.
Pasien datang ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk melakukan
tindakan BSOL. Pasien sebagai subjek penelitian terlebih dahulu diberikan
5
penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Semua subjek penelitian
dijelaskan mengenai edukasi standar pada pelaksanaan bronkoskopi. Subjek
penelitian yang bersedia ikut dalam penelitian diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan (informed consent). Subjek yang memenuhi kriteria inklusi
diberikan edukasi. Subjek penelitian dibagi dua secara consecutive sampling
dimana subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan dan
kontrol. Subjek penelitian yang telah dijelaskan mengenai edukasi standar pada
pelaksanaan bronkoskopi dan edukasi pengisian kuesioner. Kelompok pertama
perlakuan diberikan nebulisasi lidokain 2% 5 cc untuk premedikasi sebelum
tindakan BSOL. Kelompok kedua perlakuan diberikan spray lidokain 10% 3
aktuasi di orofaring untuk sebelum tindakan BSOL. Operator dalam tindakan
BSOL yaitu chief, residen paru atau spesialis paru. Penilaian skor nyeri, batuk
dan sesak dilakukan sebelum dan setelah tindakan BSOL selesai dan selanjutnya
dilakukan analisis hasil secara statistik.
Analisis data dilakukan dengan memakai SPSS version 19 for Windows da
n penyajian data menggunakan Microsoft Office 2010. Seluruh data penelitian di
lakukan uji normalitas dan data penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-
Wilk karena sampel berjumlah <50 subjek. Penelitian ini menggunakan sampel
tidak berpasangan sehingga data penelitian diuji dengan Independent t Test jika
data berdistribusi normal dan uji Mann Whitney jika data tidak berdistribusi
normal, sedangkan uji sampel kelompok berpasangan menggunakan paired t
test apabila distribusi data normal. Apabila distribusi data tidak normal
digunakan uji Wilcoxon jika data berdistribusi normal atau uji wilcoxon.

6
HASIL

Penelitian ini dilakukan pada 36 sampel yang terdiri masing-masing


kelompok dibagi menjadi 2 grup. Tiap kelompok terdiri dari 18 sampel yaitu
kelompok nebulisasi lidokain dan 18 sampel kelompok spray lidokain. Subjek
penelitian yang telah dijelaskan mengenai edukasi standar pada pelaksanaan
BSOL dilakukan penilaian awal. Penilaian awal nyeri menggunakan VAS nyeri,
batuk dengan VAS batuk dan sesak dengan skala Borg yang dimodifikasi.
Penilaian awal dilakukan di ruang bronkoskopi sebelum tindakan. Kelompok
pertama diberikan nebulisasi lidokain 10% 5cc untuk premedikasi sedangkan
kelompok kedua diberikan spray lidokain 10% 3 kali aktuasi di orofaring untuk
premedikasi sebelum tindakan BSOL. Penilaian tahap kedua pada nyeri, batuk
dan sesak dilakukan setelah BSOL selesai.

1. Karakteristik Subjek Penelitian


Karakteristik pada subyek penelitian dalam penelitian ini adalah usia, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, indeks brigman, dan penyakit penyerta.
Karakteristik subyek penelitian ini berupa data kategorik yang disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi dan prosentase. Uji statisktik yang digunakan adalah
uji chi square atau fhiser exact test. Data numerik disajikan dengan nilai rata-
rata dan standar deviasi, uji statistik yang digunakan adalah uji independent t test
jika data berdistribusi normal, sedangkan uji mann whitney jika data tidak
berdistribusi normal dan data kategorik ordinal. Uji normalitas dilakukan
dengan uji Shapiro wilk, dimana nilai signifikansi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah α =5 %. Hasil gambaran karakteristik subyek penelitian
dapat dilihat pada tabel 1 berikut

7
Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian
Kelompok
Karakteristik p-value
Nebulisasi Spray
Umura 50.06 +12.72 60.61 +12.45 0,017
Jenis kelaminb 1,000
L 14 (77.8%) 13 (72.2%)
P 4 (22.2%) 5 (27.8%)
Pekerjaanb 0,152
Buruh 2 (11.1%) 1 (5.6%)
IRT 2 (11.1%) 0 (0.0%)
Pensiun 0 (0.0%) 1 (0.0%)
Petani 3 (16.7%) 9 (50.0%)
PNS 2 (11.1%) 0 (0.0%)
Wiraswasta 8 (44.4%) 7 (38.9%)
Tidak Bekerja 1 (5.6%) 0 (0.0%)
Pendidikanc 0,487
SD 4 (22.2%) 8 (44.4%)
SMP 8 (44.4%) 3 (16.7%)
SMA 4 (22.2%) 6 (33.3%)
PT 2 (11.1%) 1 (5.6%)
c
IB 0,852
Tidak Merokok 7 (38.9%) 7 (38.9%)
Ringan 4 (22.2%) 0 (0.0%)
Sedang 4 (22.2%) 11 (61.1%)
Berat 3 (16.7%) 0 (0.0%)
Penyakit penyertab 0,050
Efusi 3 (16.7%) 0 (0.0%)
Haemoptisis 1 (5.6%) 0 (0.0%)
Hidropneumotora 1 (5.6%) 0 (0.0%)
HT 2 (11.1%) 0 (0.0%)
Pneumoni 5 (27.8%) 3 (16.7%)
PPOK 1 (5.6%) 1 (5.6%)
SVKS 1 (5.6%) 0 (0.0%)
Tidak Ada 4 (22.2%) 14 (77.8%)
Keterangan : a Data numerik berdistribusi normal, uji Independent sampel t test;b
data kategorik nominal; frekuensi (%), ujichi square/fisher exact test;
dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.c Kategorik ordinal : f (%)
uji mann whitney

8
2. Hasil Uji Beda Skor Nyeri Pre, Post, Dan Selisih Post-Pre Kelompok
Nebulisasi Dan Spray Lidokain
Selisih dan penurunan skor nyeri pre-post pemberian lidokain nebulisasi
dan spray dapat dilihat pada tabel 2 dibawah
Tabel 2. Uji Beda Skor Nyeri Antara Kelompok Nebulisasi Dan
Kelompok Spray Lidokain
Nyeri
Kelompok
Pre Post ρb Post – Pre

Nebulisasi 27.22+21.91 10.56+12.59 0,000 -16.67+11.38

Spray 25.56+9.22 16.11+7.78 0,001 -9.44+7.25

ρa 0,135 0,043 0,045

Keterangan: Hasil pengamatan dideskripsikan dengan mean SD,aujibeda kelompok tidak


berpasangan tidak lulus syarat normalitas (mann whitney); buji beda kelompok berpasangan tidak
lulus syarat normalitas (wilcoxon rank test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji
menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 2 didapatkan skor nyeri pretest pada kelompok nebuliasi


rata- rata 27.22+21.91 dan skor nyeri posttest rata-rata 10.56+12.59. Selisih
perubahan skor nyeri post-pre kelompok nebulisasi mengalami penurunan rata-
rata 16.67+11.38. Skor nyeri pretest pada kelompok spray didapatkan rata-rata
25.56+9.22 dan skor nyeri posttest rata-rata 16.11+7.78. Selisih perubahan skor
nyeri post-pre kelompok spray didapatkan mengalami penurunan rata-rata-
9.44+7.25
Kelompok nebulisasi mendapatkan nilai p=<0,001 yang berarti pada
kelompok nebulisasi mengalami perubahan skor nyeri yang signifikan.
Kelompok spray mendapatkan nilai p=0,001 yang berarti bahwa pada
kelompok spray mengalami perubahan skor nyeri yang signifikan. Perlakuan
nebulisasi dan spray mampu menurunkan skor nyeri pasien dimana subyek
yang diberikan perlakuan nebulisasi mengalami penurunan skor nyeri lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok spray dan signifikan secara statistik.
Hal tersebut dibuktikan pada uji beda tidak berpasangan pada nilai selisih post-
pre (p= 0,045). Dapat disimpulkan bahwa nebulisasi menurukan skor nyeri
9
lebih banyak dibandingkan dengan spray.

3. Hasil Uji Beda Skor Batuk Pre, Post, Dan Selisih Post-Pre Kelompok
Nebulisasi Dan Spray Lidokain
Selisih dan penurunan skor batuk pre-post pemberian lidokain nebulisasi
dan spray dapat dilihat pada tabel 3. dibawah
Tabel 3. Uji Beda Skor Batuk Antara Kelompok Nebulisasi Dan
Kelompok Spray Lidokain
Batuk
Kelompok
Pre Post ρb Post – Pre

Nebulisasi 25.00+15.43 7.22+8.26 <0,001 -17.78+11.66

Spray 25.56+11.49 17.22+8.95 0,001 -8.33+6.18

ρa 0,684 0,002 0,005

Keterangan: Hasil pengamatan dideskripsikan dengan mean SD,uji beda kelompok tidak
berpasangan tidak lulus syarat normalitas (mann whitney); uji beda kelompok berpasangan tidak
lulus syarat normalitas (wilcoxon rank test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji
menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 3 skor batuk pretest pada kelompok nebuliasi didapatkan


rata-rata 25.00+15.43 dan skor batuk posttest rata-rata 7.22+8.26. Selisih
perubahan skor batuk post-pre kelompok nebulisasi didapatkan mengalami
penurunan rata-rata -17.78+11.66. Skor batuk pretest pada kelompok spray
didapatkan rata-rata 25.56+11.49 dan skor batuk posttest rata-rata 17.22+8.95.
Selisih perubahan skor batuk post-pre kelompok spray didapatkan mengalami
penurunan rata-rata -8.33+6.18
Kelompok nebulisasi mendapatkan nilai p=<0,001 yang berarti pada
kelompok nebulisasi mengalami perubahan skor batuk yang signifikan.
Kelompok spray mendapatkan nilai p=0,001 yang berarti pada kelompok spray
mengalami perubahan skor batuk yang signifikan. Perlakuan nebulisasi dan
spray mampu menurunkan skor batuk pasien dimana subyek yang diberikan
perlakuan nebulisasi mengalami penurunan skor batuk lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok spray dan signifikan secara statistik. Hal
10
tersebut dibuktikan pada uji beda tidak berpasangan pada nilai selisih post-pre
(p= 0,005). Dapat disimpulkan bahwa nebulisasi menurukan skor batuk lebih
banyak dibandingkan dengan spray.

4. Hasil Uji Beda Skor Sesak Pre, Post, Dan Selisih Post-Pre Kelompok
Nebulisasi Dan Spray Lidokain
Selisih dan penurunan skor sesak pre-post pemberian lidokain nebulisasi
dan spray dapat dilihat pada tabel 4. dibawah
Tabel 4. Uji Beda Skor Sesak Antara Kelompok Nebulisasi Dan
Kelompok Spray Lidokain
Sesak
Kelompok
Pre Post ρb Post – Pre

Nebulisasi 1.19+1.32 1.11+1.36 0,593 -0.08+0.55

Spray 1.94+0.73 1.89+0.58 0,564 -0.06+0.42

Ρa 0,010 0,007 1.000

Keterangan: Hasil pengamatan dideskripsikan dengan mean SD,a uji beda kelompok tidak
berpasangan tidak lulus syarat normalitas (mann whitney); b uji beda kelompok berpasangan tidak
lulus syarat normalitas (wilcoxon rank test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji
menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4 skor sesak pretest pada kelompok nebuliasi didapatkan


rata-rata 1.19 +1.32 dan skor sesak posttest rata-rata 1.11 +1.36. Selisih
perubahan skor sesak post-pre kelompok nebulisasi didapatkan mengalami
penurunan rata-rata -0.08 +0.55. Skor sesak pretest pada kelompok spray
didapatkan rata-rata 1.94 +0.73 dan skor sesak post rata-rata 1.89 +0.58. Selisih
perubahan skor sesak post-pre kelompok spray didapatkan mengalami
penurunan rata-rata -0.06 +0.42
Kelompok nebulisasi mendapatkan nilai p=0,593 yang berarti bahwa
kelompok nebulisasi mengalami perubahan skor sesak tidak signifikan.
Kelompok spray mendapatkan nilai p=0,564 yang berarti bahwa pada
kelompok spray tidak mengalami perubahan skor sesak yang signifikan.
Subyek yang diberikan perlakuan nebulisasi mengalami penurunan skor sesak
11
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok Spray, akan tetapi tidak
signifikan secara statistik, hal ini dibuktikan pada uji beda tidak berpasangan
pada nilai selisih post-pre (p= 1,000).

PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifitasan lidokain
menggunakan teknik nebulisasi maupun spray sebagai premedikasi BSOL
melalui penilaian skor sesak, batuk, dan nyeri. Lidokain terbukti efektif
mengontrol keluhan batuk dan nyeri melalui penurunan yang signifikan pada
skor VAS, sedangkan lidokain sebagai kontrol sesak napas terbukti kurang
efektif karena penurunan nilai skala Borg yang tidak signifikan secara statistik.
Variabel karakteristik dasar dan variabel penelitian dibandingkan antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas distribusi data sebagai dasar pemilihan uji statistik yang akan
digunakan.
Penelitian ini telah dilakukan pada 36 pasien yang dilakukan tindakan
bronkoskopi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok perlakuan yaitu 18 pasien kelompok pertama diberikan nebulisasi
lidokain 2% 5cc untuk premedikasi bronkoskopi sebelum tindakan bronkoskopi
dan 18 pasien kelompok kedua diberikan spray lidokain.
Pada penelitian ini, jenis kelamin pada pasien kelompok nebulisasi yaitu laki-
laki berjumlah 14 pasien (77,8%), dan pada pasien kelompok spray juga
sebagian besar dengan jenis kelamin laki-laki yaitu ada 13 pasien (72,2%). Hal
ini sesuai dengan data riset yang menunjukan bahwa laki-laki memiliki risiko
kanker paru lebih besar dari pada perempuan, sehingga jumlah pasien yang akan
melakukan tindakan bronkoskopi lebih banyak pada laki-laki dibanding
perempuan. Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadi penyakit paru.
Semakin tua umur akan mempengaruhi kondisi fisiologis sehingga menyebabkan
penurunan pada sistem imun. Selain itu, fungsi sel juga akan mengalami
penurunan sehingga paparan stres yang berlebihan akan menyebabkan sel lebuh
mudah cidera dan berakhir pada mutasi gen. Penyakit yang bisa terjadi adalah
12
sesak, batuk darah hingga kearah keganasan. Subjek penelitian ini menunjukan
bahwa usia pasien yang melakukan tidakan bronkoskopi dengan Nebulisasi rata-
rata diatas 50 tahun dan usia pasien dengan spray rata-rata diatas 60 tahun.
Mayoritas pekerjaan pada pasien kelompok nebulisasi adalah wiraswasta
yaitu ada 8 pasien (44,4%), dan pada pasien kelompok spray sebagian besar
dengan pekerjaan sebagai petani yaitu ada 9 pasien (50,0%), sesuai dengan data
penelitian GCO yang menyatakan petani memiliki risiko lebih terkena penyakit
paru akibat zat kimia yang kemungkinan terhirup. Pekerjaan menggambarkan
riwayat sosio ekonomi seseorang. Pendidikan dapat pula mempengaruhi kejadian
penyakit paru sepertikanker paru, hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan
mengenai risiko kanker paru seperti asap rokok, pajanan zat-zat berbahaya tanpa
menggunakan alat pelindung diri, dan gaya hidup yang tidak sehat.
Pada penelitian ini pasien kelompok nebulisasi besar mayoritas pendidikan
terakhir adalah SMP yaitu ada 8 pasien (44,4%), dan pada pasien kelompok
spray sebagian besar dengan pendidikan terakhir adalah SD yaitu ada 8 pasien
(44,4%). Jumlah dan lamanya merokok menjadi faktor risiko paling besar pada
kejadian kanker paru. Hal ini dapat dilihat melalui Indek Brinkman (IB). IB pada
pasien kelompok nebulisasi besar tidak merokok yaitu ada 7 pasien (38,9%), dan
pada pasien kelompok spray sebagian besar dengan IB perokok sedang yaitu ada
11 pasien (61,1%).

1. Perbedaan Nebulisasi Dan Spray Lidokain untuk Menurunkan Keluhan


Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi perasaan tidak enak yang dirasakan oleh
seseorang dan penyebabnya selain rangsang nosiseptif juga rangsang
psikologi. Bronkoskopi dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman akibat
stress psikis serta nyeri pada hidung dan tenggorokan (disfagia) pada pasien.
Persepsi ini berupa rasa tidak nyaman atau sensasi tidak menyenangkan dan
emosi negatif yang diartikan sebagai ancaman pada tubuh. Pemberian
premedikasi lidokain berperan mengurangi sensasi nyeri akibat BSOL.52,53
Pada penelitian ini terjadi penurunan rasa nyeri yang didapatkan melalui
13
penilaian VAS oleh pasien. Penggunaan metode nebulisasi dan spray sama-
sama menurunkan rasa nyeri, namun metode nebulisasi lebih efektif dalam
menurukan nyeri dibandingkan spray, sesuai dengan hasil penelitian ini
dimana menunjukan selisih rerata perubahan skor nyeri post-pre kelompok
nebulisasi dengan kelompok spray yang memiliki nilai signifikan. Didapatkan
skor nyeri post-pre nebulisasi mengalami penurunan lebih besar dibanding
skor nyeri post-pre spray. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
nebulisasi dan spray mampu menurunkan skor nyeri pasien, namun nebulisasi
menurunkan skor nyeri lebih besar dari pada menggunakan spray lidokain.49,50
Peranan lidokain dalam menurunkan rasa nyeri melalui penghambatan
transmisi (salah satu rangkaian proses nyeri) yaitu suatu proses penyaluran
impuls nyeri melalui serabut A delta dan serabut C tak bermielin dari perifer
ke medula spinalis. Kerja lidokain akan memblokade kanal natrium yang
menyebabkan proses konduksi listrik yang meliputi influx Na-K pompa ion
terhambat sehingga mencegah konduksi impuls. Melalui cara nebulizer,
pemberian lidokain dapat bekerja lebih maksimal karena nebulizer dapat
memecah partikel zat aktif menjadi ukuran yang sangat kecil sekitar 5 µm
dan masuk kedalam saluran napas. Ukuran partikel 5 µm memiliki potensi
untuk terdeposisi ke seluruh cabang bronkus sampai dalam saluran napas
bronkiolus terminal dan alveolus dengan cara sedimentasi. Deposisi ini terjadi
akibat impaksi partikel tersebut di saluran napas atas akibat kecepatan udara
serta turbulensi aliran udara. Lidokain berdifusi menembus membran yang
merupakan matriks lipoprotein terdiri dari 90% lemak dan 10% protein masuk
ke dalam aksoplasma kemudian memasuki kanal natrium dan berinteraksi
dengan reseptor di dalamnya sehingga terjadi blokade kanal Natrium dan
menghambat proses depolarisasi impuls saraf sehingga rangsang nyeri dapat
dihambat.30,31,33,34
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sudarto et al yang menilai ketidaknyamanan pasien menggunakan skor
VAS pada pasien yang akan dilakukan bronkoskopi serat optik lentur dengan
premedikasi anestesi lokal secara nebulisasi dengan spray yang menunjukan
14
bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna terhadap penurunan nyeri yang
dirasakan oleh pasien pada kelompok yang menggunakan nebulisasi maupun
spray. Hal tersebut diakibatkan karena pada penelitian Sudarto et al total
sampel yang digunakan lebih besar dan pada kelompok nebulisasi lebih
sedikit menggunakan lidokain dibandingkan kelompok spray. 76,78

2. Perbedaan Nebulisasi Dan Spray Lidokain untuk Menurunkan Keluhan


Batuk
Batuk dan gejolak hemodinamik pada saat bronkoskopi merupakan
“emergence phenomenon” adalah problem klinis sehari-hari yang secara
potensial memiliki bahaya karena dapat menyebabkan gerakan pasien yang
tidak terkontrol, hipertensi, takikardia atau aritmia, iskemi miokard,
perdarahan surgikal, bronkospasme, dan peningkatan tekanan intrakranial dan
intraokular. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk membantu
mengurangi batuk termasuk pemberian opiat intravena, atau pemberian
lidokain intravena, Spray maupun nebulisasi sebagai premedikasi, karena
opiat dan lidokain sistemik memiliki sifat antitusif.75,76
Pada penelitian ini terjadi penurunan reflek batuk pada pasien yang
dinilai menggunakan skala VAS terhadap pasien yang akan dilakukan
bronkoskopi dengan premedikasi lidokain. Penggunaan metode nebulisasi dan
spray sama-sama menurunkan kejadian batuk, namun metode nebulisasi lebih
efektif dalam menurukan batuk dibandingkan spray. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian ini dimana selisih perubahan skor batuk post-pre pada
kelompok nebulisasi mengalami penurunan lebih besar dibandingkan dengan
kelompok spray. Dengan demikian baik perlakuan nebulisasi dan spray
mampu menurunkan skor batuk pasien namun metode nebulisasi mengalami
penurunan skor batuk lebih banyak dibandingkan dengan Spray.
Penggunaan lidokain telah diteliti di Iran pada tahun 2011 bahwa
pemberian lidokain 2% 1,5 mg/kgBB intravena dapat menurunkan angka
kejadian batuk saat ektubasi. Lidokain bekerja melalui penghambatan
penghantaran impuls RAR dan serabut C jalur aferen nervus vagus ke medula
15
oblongata sebagai pusat batuk, sehingga reflek batuk dapat ditekan. Blok
refleks batuk oleh lidokain dapat terjadi karena obat ini mendepresi fungsi
batang otak dengan memblok reseptor perifer pada trakea dan hipofaring.
Lidokain juga akan memblok kanal natrium (Na+) pada neuronsensorik
sehingga tidak terjadi pembentukan potensial aksi dan konduksi neuron yang
dipicu oleh berbagai stimulasi serabut aferen jalan napas, sehingga akan
mengurangi terjadinya potensial reaksi pada kejadian reflek batuk. Pemberian
nebulisasi menggunakan nebulizer akan mengalirkan gas yang terkompresi
sehingga timbul area bertekanan negatif. Larutan yang mengalami aerosolisasi
masuk kedalam aliran gas dan diubah menjadi liquid film yang pecah menjadi
partikel berukuran 5 µm sehingga dapat terdistribusi sampai cabang
bronkiolus terminal.60,61
Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Keane et al yang menyimpulkan bahwa anestesi menggunakan nebulasi
ataupun spray memiliki efikasi yang sama dalam menekan batuk selama
BSOL. Hal itu disebabkan karena pada penelitian Keane et al kelompok
pasien nebulisasi dan spray diberikan 100 mg lignocaine sebelum diberikan
nebulisasi lignocaine 2,5 ml 4% dan spray lignocaine 100 mg, sehingga hasil
yang didapat adalah skor batuk yang tidak berbeda secara bermakna.
Penelitian ini juga memiliki karateristik yang tidak homogen antara lain dari
umur, riwayat merokok dan penyakit penyerta yang dimiliki oleh subjek
penelitian pada metode pemberian nebulisasi lidokain dengan spray lidokain
dapat mempengaruhi hasil dari penelitian.77,78

3. PerbedaanNebulisasi Dan Spray Lidokain untuk Menurunkan Keluhan


Sesak
Gejala sesak akibat tindakan bronkoskopi merupakan hal yang mungkin
terjadi. Keadaan tersebut terjadi karena peningkatan stres psikis akibat
tindakan bronkoskopi yang merangsang aktivasi saraf parasimpatis yang akan
mengakibatkan terlepasnya asetilkolin dari postganglion nervus vagus, untuk
selanjutnya menyebabkan asetilkolin berikatan dengan reseptor muskarinik
16
(M3) pada otot polos bronkus dan mengakibatkan peningkatan frekuensi
napas dan bronkospasme. Proses ini dijembatani oleh potensial aksi yang
tejadi di seluruh membran sel. Beberapa neurotransmiter juga berperan
sebagai neuromodulator serta sebagai agonis, dimana neurotransmiter akan
mempengaruhi sensitivitas reseptor terhadap neurotransmiter lainnya seperti
glycine. Glycine merupakan suatu agonis reseptor N-methyl-d-aspartate
(NMDA). Proses ini pada akhirnya menyabkan bronkospasme dan manifestasi
sesak.58,59
Pada penelitian ini terjadi penurunan manifestasi sesak pada pasien, dinilai
menggunakan skala Borg pada pasien yang dilakukan bronkoskopi dengan
premedikasi lidokain. Penggunaan metode nebulisasi dan spray sama-sama
dapat menurunkan kejadian sesak. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
dimana didapatkan selisih perubahan skor sesak post-pre kelompok nebulisasi
mengalami penurunan rata-rata lebih besar dibanding kelompok spray namun
tidak signifikan secara statistik, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
penggunaan metode nebulisasi maupun spray tidak memiliki efek yang
berbeda secara bermakna dalam menurunkan kejadian sesak pada pasien post
bronkoskopi.
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak
signifikan, kemungkinan ini disebabkan pasien pada penelitian ini memiliki
keadaan tidak hipoksia, tidak memiliki keluhan sesak sebelumnya dan dari
hasil pengukuran faal paru memiliki nilai faal paru yang baik, sehingga
penilaian skor sesak pre dan post pemberian lidokain secara nebulisasi
maupun spray tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Penelitian ini juga
membuktikan tidak adanya efek samping bronkokontriksi sehingga tidak ada
kecenderungan pasien akan sesak serta aman untuk digunakan. Penelitian oleh
Michelle et al yang membandingkan efek pemberian anetesi secara nebulisasi
dengan spray. Hasil penelitian berupa tidak ada perbedaan output yang
diberikan antara pemberian anestesi sebagai premedikasi menggunakan
metode nebulisasi maupun spray.73,74

17
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini baru dapat membuktikan hipotesis pengaruh premedikasi
lidokain yang diberikan secara nebulisasi dan spray dapat menurunkan
keluhan nyeri dan batuk pada pasien bronkoskopi, sedangkan pengaruh
premedikasi lainya masih belum diteliti. Penelitian lebih lanjut masih
diperlukan untuk membuktikan hipotesis pengaruh premedikasi selain
lidokain yang digunakan untuk mengurangi keluhan nyeri, batuk dan sesak
pada bronkoskopi.

SIMPULAN
1. Nebulisasi Lidokain dan spray lidokain dapa tmenurunkan nyeri pada pasien
BSOL dimana skor penurunan nebulisasi lidokain lebih tinggi di banding dengan
skor spray lidokain
2. Nebulisasi Lidokain dan spray lidokain dapat menurunkan batuk pada pasien
BSOL dimana skor penurunan nebulisasi lidokain lebih tinggi disbanding dengan
skor spray lidokain
3. Nebulisasi Lidokai dan spray lidokain tidak dapat menurunkan sesak pada pasien
BSOL (tidak terdapat perbedaan

IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian ini maka dapat diimplikasikan bahwa secara teoritis pemb
erian lidokain pada pasien BSOL dapat menurunkan keluhan nyeri dan batuk serta pe
mberianya mudah, tersedia secara luas, dan risiko efek samping rendah.

SARAN
1. Tidak adanya efek samping pemberian lidokain nebulisasi dapat dipertimbangkan
untuk premedikasi BSOL.
2. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui premedikasi lain yang
dapat menurunkan keluhan nyeri, batuk, dan sesak.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kupeli E, Feller-Kopman D, Mehta AC. Diagnostic bronchoscopy. In: Broaddus


VC editor. Murray and nadel’s textbook of respiratory medicine. 6th ed. Philadel
phia: Elsevier; 2016. p. 372-8.
2. Antony P, Deshmukh H. Bronchoscopic finding of flexible bronchoscopy. Int J
Res Med Sci. 2018;6(2):591-6.
3. Andolfi M, Potenza R, Capozzi R. The role of bronchoscopy in the diagnosis of
early lung cancer. J Thorac Dis. 2016;8(11):3329-37.
4. Jusuf A, Haryanto A, Syahruddin E, Endart S, Mudjiantoro S, Sutantio N. Kanke
r paru jenis karsinoma bukan sel kecil. In: Jusuf A, editor. Pedoman diagnosis da
n penatalaksanaan kanker paru bukan sel kecil di Indonesia. 1st ed. Jakarta : PD
PI&POI; 2016. p. 1-15.
5. Allemani C, Weir HK, Carreira H, Harewood R, Spica D, Wang XS, et al. Globa
l surveillance of cancer survival 1995-2009: analysis of individual data for 25,67
6,887 patients from 279 population-based registries in 67 countries (CONCOR
D-2). Lancet. 2015;385:977-1010.
6. Martin-Loeches I, Artigas A, Gordo R. Current status of fiberoptic bronchoscop
y in intensive care medicine. Med Intensiva. 2012;36(9):644-9.
7. Sudarto, Soeroso NN, Hasibuan P. Perbandingan Kenyamanan Pasien yang Me
njalani Prosedur Anestesi Lokal secara Spray dengan Nebulisasi pada Pemeriksa
an Bronkoskopi Serat Optik Lentur. J Respir Indo Vol2.2015
8. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Respiratory system. In: Barrett
KE, editor. Ganongs review of medical physiology. 25th ed. New York: Lange;
2015. P. 642-6.
9. Mintz ML. The basic. In: Skolnik N, editor. Disorder of the respiratory tract. Ne
w Jersey: Humana Press; 2006. p. 3-17.
10. Jardins TD. The anatomy and physiology of the respiratory system. In: Dearborn
R, Janco C. editors. Cardiopulmonary anatomy and physiology essential for resp
iratory care. 5th ed. New York: Delmar; 2008. p. 22-40.
19
11. Hickin S, Renshaw J, Williams R. Basic science and physiology. In: Horton-Sza
r D. editor. Respiratory system. 4th ed. London: Elsevier; 2013. p. 2-5.
12. Becker HD. A short history of bronchoscopy. In: Ernst A, editor. Introduct
ion to bronchoscopy. 2nd ed. New York : Cambridge University Press; 2009. p.
3-10.
13. Kabadayi S, Bellamy D. Bronchoscopy in critical care. BJA Education. 2017;17
(2):48-56.
14. Reynisson PJ. Bronchoscopy. In: Reynisson PJ, editor. Improved bronchosc
opy by new image guided approach. Norwegia: NTNU; 2018. p. 2-6.
15. Panchabhai TS, Mehta AC. Historical perspectives of bronchoscopy connecting t
he dots. Annal ATS. 2015;12(5):630-8.
16. Waxmann AB. Flexible bronchoscopy: indications, contra indications, and cons
ent. In: Ernst A, editor. Introduction to bronchoscopy. 2nd ed. New York: Cambr
idge University Press; 2009. p. 78-84.
17. Daniel JM. Flexible Bronchoscopy. In: Bals R, editor. Interventional pulmonolo
gy. London: ERS Monograph; 2017. p. 3-15.
18. Araque HF, Orgaz OV, Vicentec RL, Vidal SE. Airway anatomy for the broncho
scopist: an anesthesia approach. Rev Colomb Anestesiol. 2014;42(3):192-8.
19. Kumaran R, Sung A. Airway anatomy for the bronchoscopist. In: Ernst A, editor.
Introduction to bronchoscopy. 2nd ed. New York: Cambridge University Press;
2009. p. 38-44.
20. Lawrence DA, Branson B, Olivia I, Rubinowitz A. The wonderful world of the
windpipe: a review of central airway anatomy and pathology. Can AssocRadiol J.
2015;66(1):30-43.
21. Ryan B, Yendamuri K, Yendamuri S. Anatomical consideration in bronchoscop
y. J Thorac Dis. 2017;9(10):1123-7.
22. Stahl DL, Richard KM, Papadimos TJ. Complication of bronchoscopy: a concise
synopsis. Int J Crit Ill Inj Sci. 2015;5(3):189-195.
23. Du Rand IA, Blaikley J, Booton R, Chaudhuri N, Gupta V. Guideline for diagno
20
stic flexible bronchoscopy. Thorax. 2013;68:12-21.
24. Noah I, Haya RR, Mollie J, Peter W. Predictors of pain control in patients under
going flexible bronchoscopy. Am J Respir Crit Care. 2000;162:440-5.
25. Feller-Kopman D, Mehta AC, Wahidi MM. Therapeutic bronchoscopy. In: Broa
ddus VC, editor. Murray and nadel’s textbook of respiratory medicine. 6th ed. P
hiladelphia: Elsevier; 2016. p. 383-9.
26. Chanda M, Kularestha M, Biyani A. Anaesthesia for bronchoscopy. Indian J An
aesth. 2015;59(9):565-73.
27. Morris M, Herbert P, Kwon, Zanderes B. Monitoring, sedation and anesthesia fo
r flexibel fiberoptic bronchoscopy. Global Perspectives on Bronchoscopy. 2008:
1:1-47.
28. Dhooria S et al (2019). A Randomized Trial of Nebulized Lignocaine, Lignocain
e Spray, or Their Combination for Topical Anesthesia During Diagnostic Flexibl
e Bronchoscopy. CHEST. Article in Press
29. Stolz, D., Chhajed, P. N., Leuppi, J., Pflimlin, E., & Tamm, M. (2005). Nebulize
d lidocaine for flexible bronchoscopy: A randomized, double-blind, placebo-con
trolled trial. Chest. 128(3): 1756-1760
30. Bose AA, Colt HG. Lidocaine in Bronchoscopy Practical Use and Allergic React
ions. J Bronchol. 2008;15:163–166.
31. Madan K. Nebulized lignocaine for topical anaesthesia in no-sedation bronchosc
opy (NEBULA): A randomized, double blind, placebo-controlled trial. Lung Ind
ia. 2019;348-18.
32. Malamed SF. Handbook of local anesthesia. 6th ed. Elsevier Mosby, 2013 : 1- 2.
33. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi dasar dan klinik. Vol.1 Edisi
12. Alih Bahasa. BrahmU.Jakarta:EGC, 2014:512-514.
34. Syarif A. et al. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indone
sia-Jakarta ed 5. 2017: 259-260, 265,267.
35. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ. Pharmacology. Churchill Livingston
e: Elsevier. 2007:641.

21
36. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Alih bahasa: Juwalita S. Edisi 5. Pener
bit Erlangga. 2006:70-73.
37. Frey WC, Emmons EE, Morris MJ. Safety of High Dose Lidocaine in Flexible B
ronchoscopy. J Bronchol. 2014;15:33–37.
38. Keane D, McNicholas WT. Comparison of nebulized and sprayed topical anaes
thesia for fibreoptic bronchoscopy. Eur Respir J. 2015;5:1123–1125.
39. Mac Dougall M, Mohan A, Mill J, Munavvar M. Randomized Comparison of 2
Different Methods of Intrabronchial Lidocaine Delivery During Flexible Bronch
oscopy; A Pilot Study. J BroncholInterventPulmonol. 2011;18:144-8.
40. Graham DR , Hay JG , Clague J , Nisar M , Earis JE. Comparison of three differ
ent methods used to achieve local anesthesia for fiberoptic bronchoscopy. Chest.
2009;102: 704 – 707
41. Nurwidya F, Damayanti T, Yunus F. The role of innate and adaptive immune cel
ls in the immunopathogenesis of chronic obstructive pulmonary disease. Tuberc
Respir Dis. 2016;79:5-13.
42. Ottenheijm CAC, Heunks LMA, Dekhuijzen R. Diaphragm adaptations in patien
ts with COPD. Respir Res. 2008;14:1-14.
43. Barnes PJ. New anti-inflammatory targets for chronic obstructive pulmonary dis
ease. Nat Rev drug Discov. 2013;(June):1-17.
44. Chung KF. Inflammatory Mediators in Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
2005:619-625.
45. Ottenheijm CAC, Heunks LMA, Dekhuijzen P. Diaphragm muscle fiber dysfunc
tion in COPD toward a pathophysiological concept. Am J RespirCrit Care Med.
2007;175:1233-40.
46. Holloway RA, Donnelly LE. Immunopathogenesis of chronic obstructive pulmo
nary disease. CurrOpinPulm Med. 2013;19(2):95-102.
47. Celli BR, Cote CG, Marin JM, Casanova C, de Oca MM, Mendez RA, et al. The
body-mass index, airflow obstruction, dyspnea, and exercise capacity index in ch
ronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med. 2004;350(10):1005-12.

22
48. Macario CC, Celli B. Should we be paying attention to inspiratory capacity? Arc
h Bronconeumol. 2007;43(5):245-7.
49. Parmar D. Benefits of inspiratory muscle training in COPD patients. Int J Sci Re
s.2015;4(9):680-4.
50. Crisafulli E, Clini E. Measures of dyspnea in pulmonary rehabilitation. Multidisc
ip Respir Med. 2010;5(3):202-10.
51. Lt Col N Sethi, Surg Capt VK Tarnej, Brig TP Madhusudanan. Local Anaesthesi
a for Fiberoptic Intubation : A Comparison of Three Techniques. MJAFI. 2005;
61- 22:25
52. Karloh M, Palu M, Mayer A. Methods for assessing functional capacity in patien
ts with COPD. Con Sci Saude. 2014;13(4):633-49
53. Bailey P. The dyspnea-anxiety-dyspnea cycle COPD patients ’stories of breathle
ssness: “it’s scary/when you can’t breathe.” Qual. Health Res. 2014;14(6):760-7
54. Okutan O, Tas D, Demirer E, Kartaloglu Z. Evaluation of quality of life with the
chronic obstructive pulmonary disease assessment test in chronic obstructive pul
monary disease and the effect of dyspnea on disease-specific quality of life in th
ese patients. Yonsei Med J. 2013;54(5):1214-19
55. Lan CC, Chu W, Yang MC, Lee CH, Wu Y. Benefits of pulmonary rehabilitatio
n in patients with COPD with normal exercise capacity. Respir. Care.2013;4(2):
1-23.
56. Ottenheijm CAC, Heunks LMA, Sieck GC, Zhan WZ, Jansen SM, Degens H. Di
aphragm dysfunction in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Res Crit C
are Med.2005;172:200-6.
57. Enright P. The Six-Minute Walk Test. Respir Care. 2003;48:783-5.
58. Rasekaba T, Lee AL, Naughton MT, Williams TJ, Holland AE. The six-minute
walk test: a useful metric for the cardiopulmonary patient. Intern Med J. 2009;39
(8):495-501.
59. Bolton CE, Bevan-Smith EF, Blakey JD, Crowe P, Elkin SL et al. British Thorac
ic Society guideline on pulmonary rehabilitation in adults. Thorax. 2013;68(Sup

23
pl 2):ii1-30.
60. Nanda R. Lidocaine-an old drug for indication. Intern J Pharmaceut Sci Drug Re
s. 2013;5(3):84–7.
61. Gecaj-Gashi A, Nikolova-Todorova Z, Ismail- Jaha V, Gashi M. Intravenous lid
ocaine suppresses fentanyl-induced cough in children. Cough J. 2013;9(20):1–4.
62. Soltani H, Aqhadavoudi O. The effect of different lidocaine application methods
on postoperative cough and sore throat. J Clin Anesth. 2009;14(1):15–8.
63. Vivancos G, Klamt J, Garcia L. Effects of 2 mg.kg-1 of intravenous lidocaine on
the latency of two different doses of rocuronium and on the hemodynamic respo
nse to orotracheal intubation. Rev Bras Anestesiol. 2011;61(1):1–12.
64. Kim J, Lee S, Kim D, Park S, Min S. Effect-sit concentration of propofol for red
uction of remifentanil-induced cough. Anaesthesia. 2010;65:697–703.
65. Harsoliya M, Patel V, Pathan J, Singh S, Rahman A. A review-cough and treatm
ents. Intern J Natural Product Res. 2011;1(1):9–18.
66. Al-Hasani R, Bruchas M. Molecular mechanisms of opioid receptor-dependent s
ignaling and behavior. Anesthesiology. 2011;115(6):1365 81.
67. Ottenheijm CAC, Heunks LMA, Sieck GC, Zhan WZ, Jansen SM, Degens H. Di
aphragm dysfunction in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Res Crit C
are Med.2005;172:200-6.
68. Enright P. The Six-Minute Walk Test. Respir Care. 2003;48:783-5.
69. WHO. Indonesia Source: Globocan 2018.International Agency for Research Can
cer. 2018 [cited 2020 Mar 19]. p. 2. Available from:https://gco.iarc.fr/today/data/
factsheets/populations/360-indonesia-factsheets.pdf
70. Omran AR. The epidemiologic transition. A theory of the epidemiology of popul
ation change. Milbank Mem Fund Q. 1971; 49: 509‐ 538.
71. Bray F. Transitions in human development and the global cancer burden. In: BW
Stewart, CP Wild, eds. World Cancer Report 2014. Lyon: IARC Press; 2014: 42
‐ 55.

24
72. Van vyve T, Chanez P, Bousquet J, Lacoste J, Michel F, Godard P. Safety of bro
nchoalveolar lavage and bronchial biopsies in patients with ashtma of variable se
verity. Am Rev Respir Dis. 1992;146:116-21.
73. Korttila K, Tarkkanen J, Tarkkanen L. Comparison of laryngotrachealand ultras
onic nebulizer administration of lidocaine in local anaesthesia forbronchoscopy.
Acta Anaesthesiol Scand 1981;25:161-5.
74. Ajay Handa, Sahajal Dhooria, Inderpaul Singh Sehgal, Ritesh Agarwal. Primary
cavitary sarcoidosis: A case report, systematic review, and proposal of new diag
nostic criteria. Lung India. 2018;35(1):41–6.
75. Asano F, Aoe M, Ohsaki Y, Okada Y, Sasada S, Sato S, et al. Bronchoscopic pra
ctice in Japan: A survey by the Japan Society forRespiratory Endoscopy in 2010.
Respirology 2013;18:284-90.
76. Mittal S, Mohan A, Madan K. Ventricular tachycardia and cardiovascularcollaps
e following flexible bronchoscopy: Lidocaine cardiotoxicity.J Bronchology Inter
v Pulmonol 2018;25:e24-e26
77. Keane D, McNicholas WT. Comparison of nebulized and sprayed topical anae
sthesia for fibreoptic bronchoscopy. Eur Respir J. 1992;5:1123-5
78. Adam RH, Medan M. Perbandingan Kenyamanan Pasien yang Menjalani Prosed
ur Anestesi Lokal secara Spray dengan Nebulisasi pada Pemeriksaan Bronkosko
pi Serat Optik Lentur Subject Undergone Flexible Fiberoptic Bronchoscopy. 201
5;35(2):72–7. Available from: http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/20
15/08/JRI-Apr-2015-35-2-72-7.pdf

25

También podría gustarte