Está en la página 1de 25

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

Disusun Oleh :

Nama : dr. Andreas R. Tumbol

Wahana : RSUD Karawang

Periode : 15 September 2017 – 14 September 2018

Dokter Pendamping :

dr. Irwan Hermawan

dr. Lenny Hertidamai

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG


2018

1
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini di Wahana RSUD Karawang telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Andreas R. Tumbol
Kasus : Plasenta Previa
Topik : Obgyn
Nama Pendamping : dr.Irwan Hermawan, dr. Lenny Hertidamai
Nama Wahana : RSUD Karawang
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Andreas R.Tumbol dr. Irwan Hermawan dr. Lenny Hertidamai

2
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pervaginam merupakan hal yang lazim terjadi selama persalinan aktif.
“Bloody show” ini terjadi akibat pendataran dan pembukaan serviks disertai robeknya
pembuluh-pembuluh vena halus. Tetapi perdarahan uterus dari tempat di atas serviks sebelum
terjadinya persalinan merupakan hal yang mengkhawatirkan.(1)

Dalam Reproductive Health Library no.5 terdapat data global mengenai kematian
maternal. Setiap tahun terdapat 180 sampai 200 juta perempuan menjadi hamil dan 585.000
orang diantaranya meninggal akibat salah satu komplikasi sehubungan dengan kehamilan dan
persalinan. Latar belakang kematian maternal adalah perdarahan obstetrik (24,8%), infeksi
(14,9%), eklamsia (12,9%), partus tidak maju/distosia (6,9%), abortus yang tidak aman
(12,9%), dan sebab-sebab langsung lain (7,9%).(2)

Sampai sekarang, perdarahan dalam obstetrik masih memegang peranan penting sebagai
penyebab utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok
sosio-ekonomi lemah. Baik laporan penelitian dari Inggris (1985-1996), maupun laporan
penelitian dari Amerika (1979-1992), keduanya menyatakan bahwa perdarahan obstetrik
merupakan penyebab utama kematian maternal. Laporan dari Amerika menyebutkan 30%
kematian maternal disebabkan oleh perdaraahan di luar keguguran.(1, 2)

Pada sebuah laporan oleh Chicakli dan kawan-kawan (1999) disebutkan bahwa
perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan kematian terdiri atas solusio plasenta (19%)
dan koagulopati (14%), robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri (16%), dan plasenta previa
(7%), plasenta akreta/inkreta dan perkreta (6%), serta atonia uteri (15%). Perdarahan
obstetrik yang tidak cepat diatasi dengan transfusi darah atau cairan infus, serta fasilitas
penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio
sesarea atau hiseterktomi, dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi
penderitanya.(2)

3
BAB II

LAPORAN KASUS

Borang Portofolio Kasus Obgyn

Topik : Plasenta Previa


Tanggal (kasus) : 8 Maret 2018
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr Irwan & dr Lenny
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Pasien datang dengan keluhan keluar darah merah segar dari jalan lahir 12 jam
□ Deskripsi :
SMRS
□ Tujuan : Penegakan diagnosis dan penanganan awal
Bahan □ Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Ny. AS usia 27 tahun No. Registrasi :
Nama Klinik : Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien mengeluh keluar darah warna merah segar dari jalan
lahir sejak 12 jam SMRS. Os telah ganti pembalut sebanyak 8 kali. Os mengeluh lemas dan
pusing 3 jam SMRS. OS menyangkal keluar air-air dan lendir. Mulas-mulas dan nyeri perut
juga disangkal. Keluhan pusing, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah, demam,
menggigil, dan nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Gerakan janin masih aktif saat dibawa
ke RSUD. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan kehamilan di Puskesmas (bidan)
setiap 2 minggu sekali sejak usia kehamilan 3 bulan (pasien baru mengetahui bahwa dirinya
hamil pada saat usia kehamilan 3 bulan). Imunisasi TT (1x), riwayat USG kehamilan 2 kali.
Saat kontrol kondisi kehamilan selalu dikatakan baik, tekanan darah tidak pernah tinggi dan
tidak ada keluhan yang berarti.

4
2. Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, serta
penyakit jantung dalam keluarga disangkal pasien.

4. Riwayat Menstruasi : Menarche pada usia 12 tahun. Menstruasi teratur sebulan sekali,
lamanya 5-7 hari, ganti pembalut sebanyak 2 kali sehari, nyeri haid (-).

5. Riwayat Obstetrik :
- Laki-laki, usia 18 tahun, lahir secara spontan di paraji, berat badan lahir tidak tahu;
- Kembar, Perempuan, usia 13 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan
lahir 1800 gram;
Perempuan, usia 13 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 2200
gram;
- Laki-laki, usia 7 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram;
dan
- Hamil ini.

6. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Ekonomi :Pengobatan menggunakan BPJS non PBI
8. Riwayat KB : Pasien menggunakan kontrasepsi dengan pil, terakhir mengkonsumsi 11 bulan
yang lalu.

Hasil Pembelajaran :

1. Penegakan diagnosis plasenta previa


2. Penatalakanaan plasenta previa

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Pasien mengeluh keluar darah warna merah segar dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS. Os
telah ganti pembalut sebanyak 8 kali. Os mengeluh lemas dan pusing 3 jam SMRS. OS
menyangkal keluar air-air dan lendir. Mulas-mulas dan nyeri perut juga disangkal.
Keluhan pusing, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah, demam, menggigil, dan
nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Gerakan janin masih aktif saat dibawa ke RSUD.
Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan kehamilan di Puskesmas (bidan) setiap 2
minggu sekali sejak usia kehamilan 3 bulan (pasien baru mengetahui bahwa dirinya
hamil pada saat usia kehamilan 3 bulan). Imunisasi TT (1x), riwayat USG kehamilan 2

5
kali. Saat kontrol kondisi kehamilan selalu dikatakan baik, tekanan darah tidak pernah
tinggi dan tidak ada keluhan yang berarti.

2. Objektif :

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6

 TekananDarah : 110/60 mmHg

 Nadi : 96x/menit

 FrekuensiNafas : 20 x/ menit

 Suhu : 36,70 C

Status Internus

Kepala

 Mata : Conjungtiva anemis +/+ Sklera ikterik -/-


 Pupil : Bulat, isokor, Ø 3mm kanan = kiri, reflek cahaya+/+
 Wajah : bengkak (-), hangat, nyeri tekan (-)
Leher

 JVP : 5+0 cmH2O


 Tidak ada pembesaran KGB maupun tiroid

Thorax

 Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, kanan = kiri. Tidak ada retraksi
pada dinding dada
 Palpasi : Vokal fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
 Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
 Auskultasi : suara napas vesikuler kiri dan kanan, tidak ada ronki maupun
wheezing
 Cor : Ictus cordis tidak terlihat, bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)

6
Abdomen

 Inspeksi : Membuncit sesuai dengan usia kehamilan, strie gravidarum (+),


nyeri tekan (-)
 Palpasi :

Leopold
Leopold I : Bulat, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Teraba rata di abdomen sebelah kiri ibu (punggung kiri)
Teraba bagian kecil-kecil di abdomen sebelah kanan ibu
(ekstremitas)
Leopold III : Bulat, melenting (kepala)
Leopold IV : Kepala teraba 5/5 di atas symphisis pubis
TFU : 28 cm, punggung kiri, persentasi kepala, DJJ 143 bpm
His : irreguler

 Auskultasi : Denyut jantung janin (+), 138 x/menit, reguler.

Anogenital

Inspeksi : Perdarahan aktif (+)


Inspekulo : Portio livid, ostium terbuka 1 cm, tampak darah keluar dari OUI
VT : Tidak dilakukan

 Inspeksi : Vagina / Vulva / Uretra : perdarahan aktif (+)


 Inspekulo : portio livide, ostium terbuka 1 cm, tampak darah keluar dari OUI
 Vagina Toucher : tidak dilakukan karena kontraindikasi

Ekstremitas

 Ekstremitas atas : Akral hangat , Edema +/+, CRT <2 detik, deformitas (-)
 Ekstremitas bawah : Akral hangat , Edema +/+, CRT <2 detik, deformitas (-)

7
Laboratorium
Tanggal 21 November 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 10,6 g/dL 12,0-16,0 Menurun
Leukosit 9,32 x10³/uL 3,8-10,60 Normal
Trombosit 212 x10³/uL 150-440 Normal
Hematokrit 30,7 % 35,0-47,0 Menurun
Masa perdarahan 3’ menit 1-3 Normal
Masa pembekuan 10’ menit 5-11 Normal
Golongan darah ABO A -
Golongan darah rhesus Positif -
HBsAg rapid Non Non reaktif -
Reaktif
GDS 97 mg/dL <140 Normal

USG

BPD : 90,2 mm
HC : 324,6 mm
AC : 324,7 mm
FL : 72,1 mm
TBJ : 2979 gram
ICA : 13
Plasenta di korpus anterior menutupi ostium uteri internum. UK 36-37 minggu
Kardiotokografi

Baseline : 130-135 bpm


Variabilitas : 5-20 beat
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
Kontraksi uterus : (+) dalam 20 menit

8
Kesan : kardiotokografi kategori 3 reassuring

Assesment (penalaran klinis) :

A. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum.(2)

B. Epidemiologi

Plasenta previa ditemukan pada 1 dari 200 kelahiran, tetapi hanya 20% yang
berupa plasenta previa lengkap (plasenta menutupi seluruh serviks). Di antara
multipara, insidensinya lebih tinggi yaitu 1 diantara 20 kelahiran.(4)

C. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan letaknya:(2)

a. Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
b. Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir ostium
uteri internum.
d. Plasenta letak rendah, bila tepi bawah plasenta berada pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan


fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm.(1)

9
Gambar 2. Klasifikasi Plasenta Previa Berdasarkan Letaknya
(1) plasenta letak rendah; (2) tipe marginal; (3) tipe parsial; (4) tipe totalis

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan derajatnya:(3)

a. Derajat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi


sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
b. Derajat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (ostium uteri internum).
c. Derajat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu
tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d. Derajat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada
pembukaan hampir lengkap.

Tabel 7. Klasifikasi Plasenta Previa berdasarkan Derajat Penutupan OUI

D. Etiologi
 Usia lanjut
Usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa. Pada
lebih dari 169.000 pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1998-1999,
insiden plasenta previa meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia.
Pada kedua ujung, insidennya adalah 1 dari 1500 untuk wanita usia ≤19

10
tahun dan 1 dari 100 untuk wanita berusia > 35 tahun. Frederiksen dkk.
(1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa meningkat dari 0,3% pada
tahun 1976 menjadi 0,7% pada tahun 1997. Mereka memperkirakan bahwa
hal ini disebabkan oleh bergesernya populasi obstetris ke arah yang lebih
tua.(1)

Gambar 3. Grafik Insiden Plasena Previa

 Multiparitas
Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan terjadinya plasenta previa. Salah
satu teori yang ada mengemukakan bahwa vaskularisasi desidua yang
berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau
dapat menyebabkan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap 314
wanita para 5 atau lebih, Babinski dkk. (1999) melaporkan bahwa insiden
plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastis dibandingkan
dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih
dari169.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk wanita para 3
atau lebih adalah 1 dari 175.(1, 2)
 Cacat pada uterus
Cacat pada uterus karena bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai sebagai faktor resiko
terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan

11
insiden dua sampai tiga kali. Nielsen dkk (1989) mendapatkan peningkatan
insiden plasenta previa lima kali lipat pada wanita Swedia dengan riwayat
seksio sesarea. Di Parkland, insiden ini meningkat dua kali lipat dari 1 di
antara 400 menjadi 1 diantara 200 pada riwayat seksio sesarea minimal satu
kali. Miller dkk. (1996), dari 150.000 lebih pelahiran di Los Angeles County
Women’s Hospital, menyebutkan peningkatan tiga kali lipat plasenta previa
pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Insiden ini meningkat seiring
dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani—angkanya 1,9 persen
pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio tiga
kali atau lebih.(1)
 Merokok
Pada perempuan perokok, dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi
dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
(1, 2)

 Ukuran plasenta yang besar


Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis
fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.(2)

E. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mulai mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui, tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal, yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,
maka plasemnta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.(2)

Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka


(dilatasi), ada bagian tapak plasenta terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi

12
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu, perdarahan
pada plasenta previa berapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding),
perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen
bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibatnya pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan terttutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena
terjadi pembekuan, kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta, maka masa perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap,
maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah terjadi
perdarahan berulang tanpa suatu sebab lainnya.(2)

Darah yang keluar berwarna merah segar, tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah, yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati
atau waktu persalinan dimulai.(2)

Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebih banyak pada


perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mnecegah syok, hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah
30 minggu, tetapi lebih dari separuh kejadiannya terjadi pada usia kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung teempat perdarahhan terletak dekat dengan ostium uteri
internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak
membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan yang lebih luas
dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian,
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.(2)

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dinding segmen baawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta, bahkan perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli den rektum bersamaan dengan terjadinya plasenta previa. Plasenta akreta dan

13
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah menjalani bedah
sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek dan oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat di sana, kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan pada plasenta previa, misalnya
dalam kala tiga persalinan plasenta akan sukar melepas dengan sempurna (terjadi
retensi plasenta), atau setelah uri lepas, karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik, maka terjadi perdarahan.(1, 2)

F. Manifestasi Klinis

Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri
dan biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau
setelahnya. Namun, beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi abnormal
plasenta yang sedang berkembang tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering
muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa disertai nyeri pada wanita yang riwayat
pranatalnya tampak normal. Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras
sehingga menimbulkan kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan, namun
kemudian kambuh. Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya
tertanam dekat tapi tidak menutupi os serviks, perdarahan mungkin belum terjadi
sampai persalinan dimulai; perdarahan ini dapat bervariasi dari ringan sampai berat
dan secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta.(1)

Penyebab perdarahan perlu ditekanakan kembali. Apabila plasenta terletak di


atas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan
menyebabkan terobeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah
oleh ketidakmampuan serat miometrium pada segmen bawah uterus berkontraksi
untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang robek.(1)

Perdarahan dari tempat implantasi palsenta di segmen bawah uterus dapat


berlanjut setelah plasenta dilahirkan karena segmen bawah uterus lebih rentan
mengalami gangguan kotraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi
akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah
pengeluaran plasenta yang agak melekat secara manual.(1)

G. Pemeriksaan Penunjang

14
 USG (ultrasonography)
Metode paling sederhana, tepat dan aman untuk mengetahui lokasi plasenta
adalah dengan USG transabdominal. Menurut Lsing (1996), rata-rata tingkat
akurasinya adalah sekitar 96%, dan angka setinggi 98% pernah dicapai. Hasil
positif palsu sering disebabkan oleh karena adanya distensi kandung kemih.
Karena itu USG pada kasus yang tampaknya positif harus diulang setelah
kandung kemih dikososngkan. Sumber kesalahan yang jarang adalah
identifikasi plasenta yang sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak
disadari bahwa plasenta tersebut besar dan meluas sampai ke os interna
serviks.(1)
Pemakaian USG transvaginal telah secara nyata menyemprnakan tingkat
ketepatan diagnosa plasenta previa. Fraine dkk. (1988) mampu melakukan
visualisasi ke os interna serviks pada semua kasus dengan teknik transvaginal,
berbeda dengan hanya 70% pada penggunaan transabdominal. Leerentveld
mempelajari 100 wanita yang dicurigai mengalami plasenta previa dan mereka
melaporkan nilai prediksi positif sebesar 93% dan nilai prediksi negatif 98%
untuk USG transvaginal. Tan dkk. melaporkan akurasi yang lebih rendah
dengan teknik ini. Dalam studi-studi yang membandingkan USG
transabdominal dan transvaginal, Smith dkk. dan Taipale dkk. mendapatkan
bahwa teknik transvaginal lebih superior. Sekarang, sebagian besar setuju
bahwa apabila pada USG transabdominal plasenta letak rendah atau tampak
menutupi os serviks diperlukan konfirmasi dengan USG transvaginal.(1)

Gambar 4. USG Plasena Previa

15
 MRI (magnetic resonance imaging)
Sejumlah peneliti menggunakan MRI untuk memvisualisasikan kelainan
plasenta, termasuk plasenta previa. Kay dan Spritzer mendiskusikan berbagai
aspek positif teknologi ini. Kecil kemungkinan bahwa dalam waktu dekat
teknologi ini akan menggantikan USG untuk mengevaluasi rutin.(1)
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 24 minggu, tanpa rasa nyeri,
tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya,
terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.(1)
2. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan luar
Inspeksi
· Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan
darah beku; dan
· Bila berdarah banyak ibu tampak pucat atau anemis.

Palpasi
· Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul,
apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul.
· Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
· Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
 Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui asal perdarahan apakah dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa
dapat dicurigai.
 Pemeriksaan letak plasenta

16
· Pemeriksaan .Langsung
Diagnosis plasenta jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis,
kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan
plasenta teraba.
Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali
bila wanita tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala
persiapan untuk pembedahan seksio sesarea segera, karena
pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat menimbulkan
perdarahan hebat.
Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila
semua syarat terpenuhi, yaitu :

- Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah


siap;
- Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram) dan in partu;
atau
- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor
(misalnya anensefali).
- Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati
pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).

3. Pemeriksaan Penunjang
USG dilakukan untuk menentukan letak plasenta. USG dapat dilakukan secara
transabdominal maupun transvaginal.(1)

I. Tatalaksana

Tatalaksana Umum(5)

 Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia


kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara
hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan;
 Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat); dan

17
 Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
· Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea
tanpa memperhitungkan usia kehamilan.
· Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, \
pertimbangkan terapi ekspektatif.

Tatalaksana Khusus

Terapi Konservatif(4, 5)
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
non-invasif.
 Terapi ekspektatif
Perdarahan pada plasenta previa dapat terjadi sebelum paru-paru janin
matang. Dalam kasus ini, kelangsungan hidup janin di intrauterine dapat
tetap dipertahankan dengan terapi ekspektatif. Pada awal kehamilan,
diperlukan transfusi untuk menggantikan kehilangan darah serta terapi
tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur, hingga
kehamilan mencapai usia 32-34 minggu. Setelah 34 minggu, manfaat
pematangan harus dipertimbangkan terhadap terjadinya resiko perdarahan
yang lebih besar. Selain itu penting juga untuk dipertimbangkan resiko
terjadinya perdarahan kembali yang disertai dengan retardasi pertumbuhan
janin intrauterine. Sebagian besar kasus plasenta previa—sekitar 75%—
dilakukan terminasi kehamilan pada usia 36-40 minggu.

Syarat terapi ekspektatif:


· Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik;
· Belum ada tanda inpartu; dan
· Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal).
· Janin masih hidup dan kondisi janin baik;
 Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis;
 Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta;
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:

18
· MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam; atau
· Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 2x12 mg IM
dalam 24 jam atau deksametason 6 mg/12 jam IV atau IM diberkan
sebanyak 4 kali dalam 48 jam untuk pematangan paru janin bila usia
kehamilan antara 24-34 minggu.
 Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg
selama 1 bulan;
 Pastikan tersedianya sarana transfusi; dan
 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit
jika terjadi perdarahan.

Terapi Aktif(5)
 Rencanakan terminasi kehamilan jika:
· Usia kehamilan cukup bulan;
· Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali); dan
· Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan.
 Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan
presentasi kepala, maka dapat dilakukan pemecahan selaput ketuban dan
persalinan pervaginam masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan
seksio sesarea;
 Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan
dari tempat plasenta:
· Jahit lokasi perdarahan dengan benang;
· Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit; dan
· Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang
sesuai, seperti ligasi arteri dan histerektomi.

Terminasi Kehamilan pada Plasenta Previa

19
 Seksio sesarea
Seksio sesarea adalah metode persalinan pilihan utama pada plasenta
previa. Operasi sesar telah terbukti telah menjadi faktor terpenting
dalam menurunkan angka kematian maternal dan perinatal.(4)
Jika memungkinkan, syok hipovolemik harus diperbaiki dengan cairan
intravena dan darah terlebih dahulu sebelum operasi dimulai. Hal
tersebut dilakukan bukan hanya akan melindungi ibu, tetapi keadaan
janin juga akan membaik lebih cepat di dalam rahim daripada jika
dilahirkan dalam keadaan ibu yang masih syok.(4)
Pemilihan teknik operasi sangat penting karena lokasi plasenta dan
perkembangan segmen bawah rahim. Jika sayatan melewati tempat
implantasi plasenta, ada kemungkinan besar bahwa janin akan
kehilangan sejumlah besar darah, bahkan mungkin membutuhkan
transfusi berikutnya. Dengan implantasi di posterior plasenta, sayatan
melintang melintang letak rendah mungkin lebih baik jika segmen
bawah rahim berkembang dengan baik. Jika tidak, sayatan klasik
mungkin diperlukan untuk menghindari sayatan melalui plasenta. Harus
dilakukan persiapan untuk perawatan dan resusitasi bayi juka
diperlukan. Selain itu, kemungkinan kehilangan darah harus dipantau
pada bayi bila plasenta telah disayat.(4)
Dalam persentase kecil kasus, hemostasis di tapak plasenta tidak
memuaskan karena kontraksi yang buruk di segmen bawah rahim.
Jahitan matras atau packing mungkin diperlukan diamping pemberian
oksitosin, prostaglandin, metilergonovine. Jika ditemukan plasenta
akreta ditemukan, hemostasis mungkin diperlukan histerektomi total.
Infeksi nifas dan anemia adalah komplikasi paska operasi yang paling
mungkin.(4)
 Spontan
Persalinan spontan biasanya dilakukan pada psien yang mengalami
plasenta previa tipe marginal dan presentasi kepala. Apabila dipilih
persalinan pervaginam, selaput ketuban harus dipecahkan terlebih
dahulu untuk merangsang terjadinya persalinan (sebaiknya tidak
diberikan oksitosin seblum selaput ketuban dipecahkan, karena akan

20
menyebabkan perdarahan lebih lanjut). Dorongan dari bagian kepala
janin pada tepi plasenta biasanya akan mengurangi perdarahan seiring
dengan majunya persalinan.(4)
Karena adanya kemungkinan terjadi hipoksemi pada janin akibat
pemisahan plasenta maupun penekanan pada tali pusat karena dorongan
dari kepala janin saat terjadi penurunan kepala, maka penting untuk
dilakukan pemantauan janin terus menerus. Dan jika terdapat
abnormalitas DJJ, maka harus segera dilakukan seksio sesarea, kecuali
bila pengeluaran janin sudah dekat.(4)
J. Komplikasi

Maternal

1. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia, bahkan syok.(2)
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta
perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih
kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun
biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta megalami akreta atau
inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala III.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% - 35% pada pasien yang pernah
seksio sesarea satu kali, naik menjadi 60%- 65% bila telah seksio sesarea
tiga kali.(2)
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun mengeluarkan pasenta dengan tangan pada retensio

21
plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan yang banyak
yang tidak terendali dengan cara-cara yang lebih sederhana, seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteri uterina, ligasi arteri ovarika,
pemasangan tampon, atau ligasi arteri hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.(2)

Fetal

Kelahiran preterm terjadi pada 46%-60% pada janin dengan ibu yang
mengalami plasenta previa dan merupakan komplikasi utama pada neonatus.
Komplikasi lain pada janin dengan ibu yang mengalami plasenta previa adalah
anomali kongenital, respiratory distress syndrome, dan anemia. Kehilangan darah
dini atau kronis, perdarahan janin akut dapat terjadi selama dilakukannya seksio
sesarea ketika plasenta previa yang terletak di anterior terkena.(8)

K. Prognosis

Telah terjadi penurunan mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa,
suatu kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan
transfusi yang memadai dan seksio sesarea. Di Amerika terjadi penurunan
mortalitas maternal dari 1% menjadi 0,2%.(1, 8)

Sejak tahun 1945, saat Macafee dan Johnson secara terpisah menyarankan
terapi ekspektatif untuk pasien yang jauh dari aterm. Tercatat bahwa mortalitas
perinatal di Amerika mengalami perbaikan dibanding sebelum dilakukannya
penatalaksanaan yang memadai. Dengan dilakukannya penatalaksanaan terkini,
mortalitas perinatal yang awalnya 15% (atau sekitar 10 kali dibandingkan
kehamilan normal), menjadi 10%. Tetapi, walaupun separuh wanita memiliki
kehamilan mendekati aterm saat perdarahan pertama kali terjadi, persalinan
prematur masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak semua
wanita dengan plasenta previa dan janin prematur dapat menjalani penatalaksanaan
menunggu.(1, 8)

Sekitar 70% pasien dengan plasenta previa paling tidak mengalami satu kali episode
perdarahan. Hal ini tidak berkaitan dengan derajat plasenta previa yang terjadi antara

22
yang mengalami perdarahan dan yang tidak mengalami perdarahan. Tidak ada yang dapat
memprediksi mengenai siapa yang akan mengalami perdarahan dan mana yang tidak.
Perdarahan yang terjadi menyebabkan pengakan diagnosis dini dan pengeluaran janin
dini juga (biasanya 1 minggu). Seksio sesari emergensi sering dilakukan pada wanita
yang mengalami perdarahan.(8)

3. Plan :

DIAGNOSIS KERJA
Hemoragik antepartum et causa plasenta previa totalis pada G4P3A0, hamil 36-37
minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup

TERAPI
 Observasi keadaan umum, tanda vital, his, DJJ, perdarahan
 Rencana pematangan paru
 Terminasi perabdominal

Laporan Operasi (Rabu, 12 November 2014, pk 08.00 WIB)


1. Asepsis dan antisepsis daerah operasi.
2. Insisi Pfannenstill dibuat di kulit menembus sampai peritoneum.
3. Membuka plika vesikouterina.
4. Membuat insisi curvilinear pada segmen bawah rahim.
5. Melahirkan bayi dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, A/S 8/9, BB 2480
gram, PB 44 cm.
6. Plasenta previa totalis menutupi ostium uteri internum sampai pada korpus depan.
7. Menutup uterus 1 lapis dengan vicryl 1-0.
8. Hemostasis
9. Bilateral tubal ligation dengan metode Pomeroy.
10. Peritonealisasi
11. Menutup dinding abdomen lapis demi lapis.
12. Menutup dengan kassa steril.
Operasi selesai

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham GF. Persalinan Normal. In: Profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Yusna D,

23
Kosasih AA, Prawika J, et al, Editors. Obstetri williams vol 1. 21 st ed. Jakarta: EGC;
2005. p. 686-7, 698-703
2. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. In: Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH,
Editors. 2nd ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 493-502
3. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynaecology: antepartum hemorrhage.
1st ed. Edinbuegh: Churchill Livingstone; 2003. p. 36
4. Deherney AH, Nathan L, Goodwin TM. Current diagnosis and treatments in obstetrics
and gynecology: the course and conduct of normallabor and delivery. 10th ed. New York:
McGraw Hill; 2007
5. Kementrian Kasehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013. p.
96-8
6. Hanretty KP. Obstetrics illustrated: vaginal bleeding in pregnancy. 6th ed. Edinburgh:
Churchill Livingstone; 2003. p. 186-7
7. Chamberlain G, Morgan M. ABS of antenatal care: antepartum hemorrhage. 4 th ed.
London: BMJ Publishing Group; 2002. p. 61-4
8. Pernoll ML. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics and gynecology: late pregnancy
complication. 10th ed. New York: McGraw-Hill; 2001. p. 325-9, 334-40

24
DAFTAR PUSTAKA

25

También podría gustarte