Está en la página 1de 6

Sebaran dan Perilaku Bintang Laut Protoreaster nodosus (Filum

Echinodermata, Kelas Asteroidea) di Teluk Gilimanuk, Bali Barat.

Anargha Setiadi1 dan Wisnu Wardhana2


1
Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
2
Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
teuthomagna@gmail.com, wisnu-97@ui.ac.id

Abstrak

Pola sebaran dan perilaku bintang laut Protoreaster nodosus di Teluk Gilimanuk diteliti dari
September 2012 hingga Januari 2013. Pola sebaran dipetakan dengan menggunakan GPS, dan
dikuantifikasikan dengan menggunakan kuadrat 1 m2, yang diletakkan pada total 12 transek. Perilaku
diamati dengan menandakan 10 individu Protoreaster nodosus secara manual dan mengukur titik
perpindahan selama tiga hari. Pemetaan dan analisis nilai sebaran dengan menggunakan Indeks
dispersi Morisita terstandarisasi menghasilkan pola sebaran mengelompok. Sebaran mengelompok
tersebut dapat disebabkan oleh batasan habitat, sebaran makanan dan atraksi intraspesifik. Studi
perilaku memperlihatkan bahwa P. nodosus bergerak secara direksional, dan dapat berpengaruh pada
pola sebarannya di lokasi.

Abstract

Distribution pattern and behavior of sea star Protoreaster nodosus in Gilimanuk Bay were
investigated from September 2012 to January 2013. Distribution pattern was mapped by using GPS
waypoints, and quantified by using 1 m2 quadrats, which were deployed on total 12 transects.
Behavior was observed by using manual tagging of ten individuals of P. nodosus and by measuring
points of displacement throughout a period of three days. Mapping visualization and dispersion
analysis using Morisita’s standardized index of dispersion yielded clumped dispersion pattern. Such
dispersion pattern might be influenced by habitat boundaries, dispersion of food items, and
intraspecific attraction. Behavioral studies showed that P. nodosus moves in a highly directional
manner and might carry further implications to its clumped dispersion at location.

Keywords: Asteroidea, Bali, Dispersion, Behavior, Protoreaster

1. PENDAHULUAN diketahui memiliki pola sebaran acak (random) atau


mengelompok (clumped), dan dipengaruhi oleh
Filum Echinodermata adalah suatu filum keberadaan atau sebaran pakan serta sifat habitat [7].
invertebrata yang terbagi atas lima kelas yang hidup Aspek perilaku seperti arah pergerakan dan sifat
pada masa kini, yaitu Kelas Asteroidea, Kelas berkawan dapat berpengaruh pada pola sebaran pula
Ophiuroidea, Kelas Echinoidea, Kelas Crinoidea, dan [8]
Kelas Holothuroidea. Kelas Asteroidea atau bintang Bintang laut Protoreaster nodosus adalah salah
laut pada umumnya dikarakterisasikan dengan bangun satu bintang laut berukuran besar yang dapat
tubuh radial yang menyerupai bintang (stellate), ditemukan dalam jumlah yang besar di perairan
terdiri atas cakram pusat dengan penjuluran berupa dangkal Indo-Pasifik. Spesies tersebut sebelumnya
lengan yang berjumlah lima atau lebih; lengan telah diketahui dari sejumlah lokasi di Pulau Bali [9].
bersambung dengan cakram pusat tanpa pembatas Spesies tersebut diketahui memakan meiofauna,
yang jelas. Bintang laut merupakan komponen biota mikroorganisme dan makrofauna pasir, serta memilih
di perairan Indo-Pasifik yang umum, dan sejumlah habitat berpasir seperti rataan pasir atau padang lamun
spesies diketahui memiliki peranan yang penting [1] [10].
[2] [3]. Spesies kerabat, Protoreaster lincki diketahui
Namun, relung ekologis kebanyakan spesies mengendalikan populasi bulu babi di pesisir Kenya,
bintang laut belum diketahui dengan jelas, termasuk dan diduga memainkan peranan yang penting dalam
pola sebaran serta perilaku [4]. Baik pola sebaran dan menjaga kesehatan padang lamun setempat. Namun,
perilaku dapat memberikan gambaran mengenai belum diketahui apakah Protoreaster nodosus
ekologi bintang laut yang diteliti. Kedua aspek memiliki peranan yang serupa atau tidak [3].
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
karakter habitat [5] dan biologi internal bintang laut 2. METODE PENELITIAN
[6].
Pola sebaran bintang laut baru dikaji pada
sejumlah kecil spesies saja. Sejumlah spesies

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013


Penelitian dilakukan di gosong pasir pada itu, diperoleh total sebanyak 60 kuadrat. Transek B
dekat mulut Teluk Gilimanuk. Lokasi merupakan ditarik mengikuti sebaran kasar populasi bintang laut
perairan dangkal yang terdiri atas gosong yang pada lokasi dan tidak tergantung oleh posisi garis
didominasi oleh substrat pasir. Pengamatan dan pantai.
pengambilan sampel dilakukan pada koordinat 8°
9'40.53"S dan 114°26'21.49"E hingga 8° 9'53.17"S
dan 114°26'22.60"E pada bulan September 2012
hingga Januari 2013. Pemetaan dan identifikasi
spesimen dilakukan di Laboratorium P2O LIPI, Ancol
dan Laboratorium Biologi Laut Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia. Penelitian berlangsung selama
6 bulan sejak bulan Juni 2012 hingga Januari 2013.

Gbr 2. Susunan Transek A dan B

Data sebaran didapatkan dengan menghitung


jumlah individu bintang laut per spesies di dalam
seluruh kuadrat pada transek. Data jumlah individu
yang dihasilkan kemudian dikaitkan dengan tipe
substrat yang ditemukan dan diinterpretasikan.
Parameter lainnya seperti kedalaman (cm) dan
substrat dicatat per kuadrat pada transek.
Gbr 1. Lokasi penelitian di Teluk Gilimanuk, Bali
Parameter lingkungan diukur bersamaan
Barat.
dengan pengambilan data sebaran. Parameter
lingkungan yang diambil termasuk suhu dan salinitas.
Dokumentasi spesimen dengan fotografi
Kedua parameter tersebut diambil pada titik pusat
dilakukan saat air surut. Masing-masing individu yang
kuadrat awal, tengah dan akhir saat pengambilan data
khas (baik varian fenotip dalam satu spesies maupun
transek kuadrat.
spesies yang berbeda) difoto dengan menggunakan
Pengamatan perpindahan dilakukan dengan
kamera digital. Skala diberikan dengan meletakkan
penandaan (tagging) sepuluh individu dari bintang
persegi panjang dengan panjang 10 cm di sebelah
laut bertanduk Protoreaster nodosus. Penandaan
spesimen yang difoto.
dilakukan dengan pengikatan benang kasur pada
Seluruh individu Protoreaster nodosus yang
cakram pusat bintang laut. Kesepuluh bintang laut
ditemukan di lapangan ditelusuri di masing-masing
yang telah ditandai kemudian dikelompokkan dalam
lokasi penelitian dengan menggunakan opsi waypoint
formasi melingkar mengelilingi satu titik pusat yang
dalam alat GPS. Prosedur pemetaan sebaran populasi
telah diberikan waypoint.
dilakukan sewaktu air surut siang pada tanggal 28 dan
Lokasi pengelompokkan dipilih sehingga
30 September 2012. Pemetaan dihentikan ketika
lokasi tersebut memiliki tipe substrat dan kedalaman
pasang tinggi mulai mengubah kedalaman air secara
yang relatif homogen. Perpindahan kesepuluh
signifikan.
individu tersebut diukur derajat dan jaraknya dari titik
Pencatatan data sebaran, substrat dan kedalaman
pusat dengan menggunakan kompas dan meteran
dilakukan dengan melakukan transek kuadrat pada
gulung sebanyak tiga kali pengukuran dengan jarak
bulan Desember 2012 hingga awal Januari 2013.
waktu 24 jam. Pengelompokkan dimaksudkan untuk
Dilakukan total sebanyak dua set transek kuadrat,
menguji kecenderungan mengelompok pada
yaitu transek A, dan B (Gambar 2). Transek A
Protoreaster nodosus.
dilakukan dengan menarik enam tali transek
Data pola sebaran yang tercatat di dalam GPS
sepanjang 170 m secara tegak lurus terhadap garis
diproyeksikan ke dalam peta dengan memanfaatkan
pantai, dengan jarak antar transek sebesar 10 m.
jasa website GPSvisualizer.com. Data lainnya seperti
Kuadrat berukuran 1 m × 1 m diletakkan di setiap
data tipe substrat dan kedalaman disajikan ke dalam
titik ke-10 m pada panjang transek, dan masing-
bentuk grafik dengan menggunakan software
masing tali transek memiliki 18 kuadrat. Oleh karena
Microsoft Excel. Frekuensi temu relatif terhadap
itu, diperoleh total sebanyak 108 kuadrat. Transek B
substrat dihitung dengan menggunakan modifikasi
memiliki enam tali transek (panjang 45 m) per lokasi
rumus frekuensi relatif, yaitu:
dengan jarak antar transek sebesar 10 m. Kuadrat
berukuran 1 m × 1 m diletakkan pada setiap titik ke-5
Frekuensi temu relatif terhadap substrat (1)
m pada panjang transek, dengan jumlah kuadrat !  !"#"  !"#!$%&$  !
masing-masing tali transek sebanyak 10. Oleh karena =  × 100%
!  !"#"  !"#$%$!  !"#$  !"#!$%&$

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013


!! !  !
Jika 1.0 >   !! > !! maka !! = −0.5
Di mana n adalah jumlah individu suatu spesies  !! !  !
!! !  !!
pada seluruh transek. Frekuensi temu relatif terhadap Jika 1.0 >   !! > !! maka !! = −0.5   +  0.5
 !!
substrat bertujuan untuk mengamati preferensi
substrat masing-masing spesies yang dibahas. Indeks Sebaran Morisita Terstandarisasi berkisar
Tipe sebaran bintang laut dihitung dengan dari -1,0 hingga 1,0, dengan batas kepercayaan
mengolah data jumlah individu per kuadrat dengan (confidence limit) pada 0,5 dan -0,5. Apabila nilai IP
menggunakan Indeks Sebaran Morisita melebihi 0,5 maka nilai tersebut diinterpretasikan
Terstandarisasi atau Standardized Morisita’s Index of sebagai signifikan mengelompok. Apabila nilai IP
Dispersion atau Ip (Krebs 1989: 150) dan kurang dari -0.5 maka nilai tersebut diinterpretasikan
dilaksanakan dengan menggunakan software sebagai signifikan seragam. Nilai IP yang tidak
Programs for Ecological Methodology, 2nd ed. Indeks berhasil melewati batas 0,5 dan -0,5 diartikan sebagai
Sebaran Morisita Terstandarisasi dikalkulasikan acak [11].
sebagai urutan persamaan (2), (3) dan (4).

! ! !   !
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
!! = !   (2)
! ! !   !
Hasil pemetaan sebaran populasi bintang laut di
Di mana !! adalah Indeks Sebaran Morisita. Teluk Gilimanuk menunjukkan terbatasnya sebaran
Kemudian dua bilangan kritis, yaitu Indeks populasi Protoreaster nodosus. Protoreaster nodosus
Keseragaman (Uniform Index) dan Indeks cenderung berkumpul dalam jumlah besar pada sisi
Pengelompokan (Clumped Index), dihitung dengan barat teluk, dan tidak ditemukan satu individu pun di
persamaan (3) dan (4). sisi timur teluk (Gambar 3).

!
 !!.!"# !  !!   !!
Uniform Index = !! = (3)
!!  !  !
!
 !!.!"# !  !!   !!
Clumped Index =  !! = (4)
!!  !  !

Keterangan:
!
!!.!"# = Nilai chi-square pada probabilitas 97,5 %
dari tabel dengan derajat kebebasan n-1
!
!!.!"# = Nilai chi-square pada probabilitas 2,5 % dari
tabel dengan derajat kebebasan n-1
! = ukuran sampel atau jumlah kuadrat
! = total dari perhitungan kuadrat = !! +   !! +
Gbr 3. Pemetaan sebaran P. nodosus di Teluk
 !! +   ….
Gilimanuk. Individu direpresentasikan oleh
! ! = total persegi dari perhitungan kuadrat =
lingkaran kuning.
!! ! +   !! ! +   !! ! +   ….
Hal tersebut didukung oleh analisis indeks sebaran
(IP) yang didapatkan dengan mengolah data dari
Indeks Sebaran Morisita Terstandarisasi (IP)
transek A dan B dengan indeks sebaran Morisita
kemudian dihitung dengan ketentuan berikut:
terstandarisasi (Tabel 1). Pola sebaran yang
!! !  !! didapatkan dari kedua transek adalah mengelompok
Jika !!   ≥   !! > 1.0 maka !! = 0.5   +  0.5 (clumped) secara signifikan (melebihi 0.5).
!  !  !!
!! !  !
Jika !! >   !! ≥ 1.0 maka !! = 0.5
 !! !  !

Tabel 1. Interpretasi pada sebaran bintang laut di Transek A dan B berdasarkan Indeks Sebaran Morisita (IP)

No Transek Nilai IP Interpretasi


1 A 0,5303 Clumped
2 B 0,5682 Clumped
(random). Namun, populasi spesies kerabat
Pola sebaran yang diamati pada P. nodosus di Oreaster reticulatus pada St. Croix, Virgin Islands,
Gilimanuk berbeda dengan pola sebaran yang Amerika Serikat menunjukkan fluktuasi sebaran
diamati oleh Scheibling dan Metaxas [12] di secara temporal, dengan pengelompokkan terendah
kepulauan Palau. Populasi P. nodosus kepulauan pada musim dingin dan mencapai maksimal
Palau tersebut menunjukkan pola sebaran yang acak

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013


(maximally aggregated) pada Bulan Mei dan Juni dapat dilakukan perbandingan antara sebaran yang
serta tiga bulan setelahnya. dilaporkan olehnya dengan pola sebaran bintang
Periode pengelompokkan maksimal tersebut laut yang diamati di Gilimanuk.
merupakan masa pemijahan dan ditandai dengan Frekuensi temu relatif per substrat Protoreaster
pembentukan suatu kawanan besar yang disebut nodosus adalah 92,593% pada pasir, 5,556% pada
sebagai “fronts” [13]. Terdapat kemungkinan campuran pasir dan rubble (pecahan karang), dan
bahwa pengelompokkan pada P. nodosus di lokasi 1,852% pada rubble (Tabel 2). Coleman (2007)
bersifat sementara seperti halnya O. reticulatus. mengungkapkan pengamatan yang serupa, yaitu
Namun, apabila sebaran tersebut bersifat permanen, prevalensi individu pada substrat pasir dan rubble
maka faktor lainnya seperti habitat yang terbatas [15]. Lokasi penelitian memang didominasi oleh
dapat dipertimbangkan. substrat pasir, namun pada kawasan di luar lokasi
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terdapat habitat bersubstrat pecahan karang (rubble)
sebaran yang tidak acak (non-random) termasuk dan karang lunak yang tidak memiliki populasi P.
respon individu terhadap berbagai keadaan nodosus sama sekali.
lingkungan, seperti distribusi pakan, heterogenitas
substrat ataupun ketertarikan intraspesifik yang Tabel 2. Frekuensi temu relatif P. nodosus per tipe
menandai masa reproduksi; faktor-faktor tersebut substrat pada Transek A dan B.
kemudian akan saling berinteraksi dan menciptakan
variasi temporal dan spasial pada sebaran suatu No Tipe Substrat Frekuensi Temu
spesies [13]. Relatif (%)
Pola sebaran pakan yang tidak homogen di 1. Pasir 92,593
Teluk Gilimanuk adalah suatu faktor yang dapat 2. Pasir-Rubble 5,556
dipertimbangkan. Faktor serupa juga dapat 3. Rubble 1,852
berpengaruh pada sebaran Protoreaster nodosus
yang diamati di lokasi [13]. Spesies tersebut dinilai Pengamatan yang dilakukan oleh Bos dkk. [10]
sebagai spesies mikrofag atau detritivor yang di Teluk Davao, Filipina memperlihatkan bahwa P.
memakan mikroorganisme, meiofauna dan detritus nodosus juga terkadang ditemukan pada habitat
[12]. yang dominan akan karang hidup dan bebatuan,
Selain berperan sebagai pemakan organisme dan namun secara signifikan P. nodosus ditemukan
materi organik berukuran kecil, Protoreaster lebih banyak pada habitat dengan tutupan pasir atau
nodosus mampu menjadi predator oportunistik dan lamun.
telah tercatat memakan gastropod, karang lunak dan Keberadaan dan kelimpahan pakan pada
bulu babi hati (heart urchins) [10]. Tidak diketahui substrat tertentu dapat berpengaruh pada preferensi
mengenai sebaran pakan-pakan makrofaunal substrat suatu spesies. Scheibling [13] mengatakan
tersebut dan terdapat kemungkinan bahwa hewan- bahwa spesies kerabat, Oreaster reticulatus,
hewan mangsa tersebut terbatas pada barat teluk bergantung secara fundamental terhadap substrat
seperti halnya P. nodosus, sehingga berpengaruh sebagai sumber pakan. Oleh karena itu, tipe substrat
terhadap sebaran spesies tersebut. yang tidak sesuai dengan kebutuhan pakan dapat
Preferensi pakan yang serupa juga dimiliki membatasi sebaran spesies tersebut. Keserupaan
Oreaster reticulatus perairan St. Croix dan formasi pakan (meiofauna, mikroorganisme dan materi
kelompok front yang ditampakkan oleh spesies organik pada permukaan pasir) antara O. reticulatus
tersebut dapat dengan cepat menciptakan dan P. nodosus [8] [12] menjelaskan absensi P.
heterogenitas sebaran pakan. Dasar laut yang telah nodosus pada substrat keras di luar kawasan
dilalui oleh front tersebut akan menjadi miskin penelitian.
pakan dan ditinggalkan oleh individu-individu Sebaran vertikal Protoreaster nodosus memiliki
tersebut. Apabila sebaran pakan di Gilimanuk rentang dari 0 hingga 100 cm, namun mayoritas
menjadi berpetak-petak (patchy) dan tidak merata individu berada pada kedalaman setelah 10 cm,
akibat posisi individu di periode sebelum dengan salah satu kuadrat yang mengandung 13
pengamatan, maka adalah suatu kemungkinan individu berada pada kedalaman 21 cm saat surut
bahwa sebaran yang diamati selama penelitian (Gambar 4). Coleman [15] mencatat bahwa rentang
merupakan cerminan dari aktivitas mencari makan kedalaman P. nodosus adalah 0 hingga 30 m,
pada masa sebelum pengamatan dilakukan [8]. sedangkan Moosleitner [9] melaporkan bahwa
Faktor-faktor tersebut dapat menjelaskan populasi dari spesies tersebut memiliki rentang
perbedaan yang diamati antara populasi P. nodosus kedalaman dari 0 hingga 2 m di Tanjung Benoa,
Gilimanuk dengan lokalitas lainnya. Pola Bali.
mengelompok pada hewan ekinoderm di Pulau
Menjangan juga dilaporkan oleh Triana [14],
namun perhitungan sebaran yang dilakukan olehnya
tidak dipisahkan berdasarkan spesies, melainkan
disatukan ke dalam filum. Oleh karena itu, tidak

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013


Jumlah  Individu  per  Kuadrat  
0   1   2   3   4   5   6   7   8   9  10  11  12  13  
0  
5  
10  
15  
20  
25  
30  
KEdalaman  (cm)  

35  
40   Protoreaster  
45   nodosus  
50  
55  
60  
65  
70  
75  
80  
85  
90  
95  
100  

Gbr 4. Sebaran per kedalaman P. nodosus pada Gbr 5. Pola perpindahan dan arah gerakan 10
transek A dan B. individu P. nodosus.

Bos [10] memberikan rentang yang lebih luas,


yaitu 0 hingga 33 m untuk populasi di Teluk Davao, Perpindahan awal (antara hari pertama dan
Filipina, namun daerah-daerah terdalam ditempati kedua) yang secara garis besar memiliki satu arah
hanya oleh individu dewasa saja. Tidak diketahui konsisten dengan pengamatan yang dilakukan oleh
secara pasti seberapa dalam jangkauan maksimal Scheibling [8] di St. Croix, Virgin Islands, pada
populasi P. nodosus di Gilimanuk karena studi spesies kerabat, Oreaster reticulatus. Menurut
dilakukan pada daerah intertidal saja, namun Scheibling, pergerakan O. reticulatus dalam front
berdasarkan laporan-laporan tersebut dan (kawanan) pada umumnya bersifat relatif
pengamatan informal oleh penulis dapat dipastikan unidireksional dengan perubahan arah terkadang
P. nodosus berada pada perairan dalam di lokasi terjadi secara spontan pada baris depan kawanan. Ia
pula. menambahkan bahwa perubahan arah secara tiba-
Pembatasan habitat melalui variasi topografi tiba tersebut adalah indikasi terhadap ketertarikan
kedalaman dapat menjadi penyebab pola sebaran intraspesifik, atau dalam satu spesies. Atraksi
yang mengelompok pada P. nodosus. Lokasi intraspesifik diketahui sebagai salah satu faktor
penelitian di Gilimanuk memiliki sisi yang lebih penyebab sebaran yang mengelompok [16].
dalam dibandingkan dengan sisi lainnya. Menurut Protoreaster nodosus juga telah
Scheibling [8], agregasi yang diamati di O. dikonfirmasikan memiliki pergerakan yang sangat
reticulatus kemungkinan adalah fenomena atipikal terarah (highly directional) [6]. Pola pergerakan
yang terjadi pada populasi padat yang menempati terarah tersebut dijelaskan sebagai optimalisasi
habitat yang terbatas atau tertutup. Menurutnya, pencarian makanan dan mencegah pengulangan
front spesies tersebut jarang diamati di habitat yang penempuhan pada daerah yang sudah dilalui.
luas dan terbuka. Apabila P. nodosus memiliki Daerah yang telah dilalui oleh suatu spesies
ketahanan yang rendah terhadap paparan udara, mikrofag seperti P. nodosus dan O. reticulatus
maka faktor kedalaman harus dipertimbangkan. menjadi miskin pakan dan tidak efisien energi
Pola perpindahan (displacement; Gambar 5) apabila ditempuh kembali [8].
yang dihasilkan dari pengamatan perilaku Data parameter lingkungan yang diambil adalah
menunjukkan bahwa kesepuluh individu umumnya salinitas dan suhu. Salinitas pada kedua lokasi
bergerak ke arah barat antara posisi hari pertama utama tidak menunjukkan perbedaan ataupun
dan kedua. Vektor perpindahan mulai menunjukkan fluktuasi yang signifikan, yaitu 35‰ - 37‰.
variasi arah antara posisi hari kedua dan hari ketiga. Kisaran tersebut tergolong normal [17]. Begitu pula
Antara hari ketiga dan kedua, individu 1, 2, 7 dan 8 dengan suhu, dengan kisaran sekitar 25 oC – 28 oC
bergerak ke arah Selatan, sedangkan individu 3 dan Kisaran suhu tersebut dianggap normatif untuk
6 ke arah Timur Laut, dan lainnya ke arah Utara perairan tropis [17].
(ind. 5), Barat Daya (ind. 10), dan Barat Laut (ind.
9 dan 4).

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013


4. KESIMPULAN of Bali, Echinoderms: München, London
(2004) 245 – 248.
Populasi Protoreaster nodosus di Teluk [10] A.R. Bos, G.S. Gumanao, J.C.E. Alipoyo, and
Gilimanuk, Bali Barat memiliki pola sebaran L.T. Cardona, Population dynamics,
mengelompok, dan dipengaruhi oleh kedalaman reproduction and growth of the Indo-Pacific
perairan. Sepuluh individu yang diuji horned sea star, Protoreaster nodosus
menampakkan pola perpindahan dengan arah (Echinodermata; Asteroidea), Marine Biology
umum yang serupa selama kurun waktu tiga hari. 156 (2008) 55 – 63.
[11] C.J. Krebs, Ecological methodology,
HarperCollins Publishers, New York (1989).
UCAPAN TERIMAKASIH [12] R.E. Scheibling and A. Metaxas, Abundance,
spatial distribution, and size structure of the
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada sea star Protoreaster nodosus in Palau, with
Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. atas bimbingannya, notes on feeding and reproduction, Bulletin of
pada Pradina Purwati M.Sc. atas masukannya, dan Marine Science 82 (2008) 221- 235.
pada Bapak Putu Yasa serta Bapak Bejan atas [13] R.E. Scheibling, Abundance, spatial
asistensi di lapangan. distribution, and size structure of populations
of Oreaster reticulatus (Echinodermata:
Asteroidea) on sandy bottoms, Marine
DAFTAR ACUAN Biology 57 (1980) 107 – 119.
[14] C. Triana, Keanekaragaman jenis dan pola
[1] L.H. Hyman, The invertebrates: zonasi Echinodermata di rataan terumbu
Echinodermata, McGraw-Hill Book Pulau Menjangan, Bali. Departemen Biologi
Company, New York (1955). FMIPA-UI, Depok (1996).
[2] A.M. Clark and F.W.E. Rowe, Monograph of [15] N. Coleman, Sea stars: Echinoderms of the
shallow-water Indo-West Pacific Asia/Indo-Pacific. Neville Coleman’s
Echinoderms, Trustees of the British Underwater Geographic, Logan City (2007).
Museum, London (1971). [16] M. Begon, C.R. Townsend, and J.L. Harper,
[3] J.S. Eklöf, S. Frocklin, A. Lindvall, N. Ecology: From individuals to ecosystems, 4th
Stadlinger, A. Kimathi, J.N. Uku, and T.R. edition, Blackwell Publishing, Oxford (2006).
McClanahan, How effective are MPAs? [17] P. Castro and M.E. Huber, Marine Biology,
Predation control and spill-in-effects in 6th edition, McGraw-Hill, New York (2007).
seagrass – coral reef lagoons under
contrasting fishery managements, Marine
Ecology Progress Series 384 (2009) 83 – 96.
[4] J.W. Nybakken, Marine Biology: An
ecological approach, 4th edition, Addison-
Wesley Educational Publishers Inc., Reading
(1997).
[5] A. Aziz, Fauna Echinodermata dari terumbu
karang Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu,
Oseanologi di Indonesia 14 (1981) 41 – 50.
[6] B. Mueller, A.R. Bos, G. Graf, and G.S.
Gumanao, Size-specific locomotion rate and
movement pattern of four common Indo-
Pacific sea stars (Echinodermata; Asteroidea),
Aquatic Biology 12 (2011) 157 – 164.
[7] J.M. Lawrence, J.C. Cobb, and T. Talbot-
Oliver, Density and dispersion of Luidia
clathrata (Echinodermata: Asteroidea) in Old
Tampa Bay, Marine and Freshwater Behavior
and Physiology 45 (2012) 101 – 109.
[8] R.E. Scheibling, Dynamics and feeding
activity of high-density aggregations of
Oreaster reticulatus (Echinodermata:
Asteroidea) in sand patch habitat, Marine
Ecology Progress Series 2 (1980) 321 – 327.
[9] H. Moosleitner, Observation of Asteroidea
(Echinodermata) around the Indonesian island

Sebaran bintang…, Anargha, FMIPA UI, 2013

También podría gustarte