Está en la página 1de 5

Nama : Rohmatul Anisa

NIM : 220204003

Prodi : Pendidikan Matematika

Membumikan Islam Di Indonesia Melalui Akulturasi Budaya

Akulturasi Islam Dengan Budaya Di Indonesia

Islam adalah agama yang berkarakteristikan universal, dengan pandangan hidup (weltanchaung)
mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep
teosentrisme yang humanistic sebagai nilai inti (core value) dari seluruh ajaran islam, dan
karenanya menjadi tema peradaban islam.

Pada saat yang sama, dalam menerjemahkan konsep-konsep langitnya ke bumi, islam
mempunyai karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya local, selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip islam itu sendiri. Permasalahannya terletak pada tata cara
dan teknis pelaksanaan. Inilah yang diistilahkan Gus Dur dengan “Pribumisasi Islam”

Upaya rekonsiliasi memang wajar antara agama dan budaya di Indonesia dan telah di lakukan
sejak lama serta bisa di lacak bukti -buktinya. Masjid demak adalah contok konkrit dari upaya
rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari
konsep ‘Meru’ dari masa Pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan
kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan
seorang muslim. Iman, islam dan ihsan. Pada mulanya, orang baru beriman saja kemudian ia
melaksanakan islam Ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah ia memasuki tingkat
yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat. Hal ini
berbeda dengan Kristen yang membuat gereja dengan arsiktektur asing, arsiktektur barat. Kasus
ini memperlihatkan bahwa Islam lebih toleran terhadap budaya local. Budha masuk ke Indonesia
dengan membawa stupa, demikian juga Hindu. Islam, sementara itu tidak memindahkan simbol-
simbol budaya Islam Timur Tengah Ke Indonesia. Hanya akhir-akhir ini saja bentuk kubah di
sesuaikan. Dengan fakta ini, terbukti bahwa islam tidak anti budaya. Semua unsur budaya dapat
disesuaikan dalam Islam. Pengaruh arsiktektur india misalnya, sangat jelas terlihat dalam
bangunan-bangunan masjidnya,demikian juga pengaruh arsiktekur khas mediaternia. Budaya
Islam memiliki begitu banyak varian.

Proses Akulturasi

Linton dalam bukunya Aclcuturation In Seven American Indian Tribes (1940), menjelaskan
konsep tentang unsur-unsur kebudayaan yang di bedakan antara unsur-unsur kebudayaan yang
mudah berubah (Over culture) dan yang sukar berubah (covert culture). selanjutnya ia
menjelaskan bahwa bagian inti kebudayaan (covert culture) sebagai unsur kebudayaan yang
sukar berubah yang berupa

1. System nilai budaya


2. Keyakinan-keyakinan keagamaan yang di anggap keramat
3. Beberapa data yang sudah di pelajari sangan dini dalam proses sosialisasi individu warga
masyarakat
4. Beberapa adat yang mempunyai fungsi terjaring luas dalam masyarakat.

Sedangkan bagian lahir kebudayaan (overt culture) merupakan kebudayaan fisik yang mudah
berubah seperti ilmu pengetahuan, benda-benda dan alat-alat yang berguna, tatacara pola atau
gaya hidup dan rekreasi. Koentjaringrat mengutip pendapat G.M. foster dalam buku yang
berjudul Radisional cultures And The Impad Of Technologi Change, menjelaskan bahwa
proses akulturasi bisa terjadi karena

1. Awal terjadinya proses akulturasi dalam golongan atas yang tinggal di kota, kemudian
menyebar ke golongan-golongan yang lebih rendah di daerah pedesaan serta dapat
dimalai dari perubahan social ekonomi
2. Perubahan dalam sektor ekonomi ini dapat menyebabkan perubahan yang penting dalam
asas-asas kehidupan kekeluargaan
3. Penanaman tanaman untuk eksport (komoditi perdagangan) perkembangan ekonomi uang
merusak pola-pola gotong royong tradisional, karena berkembangnya system pengerahan
tenaga kerja yang baru
4. Perkembangan system ekonomi uang juga menyebabkan perubahan dalam kebiasaan-
kebiasaan makan yang berakibat pada aspek gizi ekonomi dan social budaya
5. Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan pergeseran social yang tidak
seragam dalam semua unsur-unsur dan sektor masyarakat. Sehingga mengakibatkan
terjadinya kesenjangan masyarakat yang berpotensi terjadinya konflik social.

Islam, Bias Arabisme dan Akulturasi Timbal Balik dengan Budaya Lokal

Walaupun islam sebagai agama bersifat universal yang menembus batas-batas bangsa, ras, iklan
dan peradaban, tak bisa dinapikan bahwa unsur arab mempunyai beberapa keistimewaan dalam
Islam. Ada hubungan kuat yang mengisyaratkan ketiadaan kontradiksi antar Islam sebagai agama
dengan unsur Arab. Menurut Dr. Imarah, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal

Yang pertama Islam diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah, seorang Arab. Juga, mukjizat
terbesar agama ini, Al-Qur’an, didatangkan dengan Bahasa Arab yang jelas (al-Mubin), yang
dengan ketinggian sastranya dapat mengungguli para sastrawan termuka Arab sepanjang sejarah.
Sebagimana memahami dan menguasai Al-Qur’an sangat sulit dengan Bahasa apapun selain
Arab. Implikasinya, Islam menuntut pemeluknya jika ingin menyalami dan mendalami makna
kandungan al-Qur’an maka hendaknya mengarabkan diri. Kedua, dalam menyiarkan dakwah
Islam yang universal, bangsa Arab berada di garda depan, dengan pimpinan kearaban Nabi dan
Al-Qur’an, kebangkitan realita Arab dari segi “sebab turunnya wahyu” dengan peran sebagai
buku catatan interpretative terhadap Al-Qur’an dan lokasi dimulainya dakwah di jazirah Arab
sebagai “peleton pertama terdepan” di barisan tantara dakwahnya. Ketiga, jika agama-agama
terdahulu mempunyai karakteristik yang sesuai dengan konsep islam local kondisional dan
temporal, pada saat Islam berkarakteristikan universal dan mondalia, maka posisi mereka sebagai
“garda terdepan” agama islam adalah menembus batas wilayah merdeka.

Sejarah Akulturasi Islam dan Budaya Nusantara

Penyebaran agama Islam di Indonesia sejak dahulu abad XI-XII, mengikuti jalur perdagangan
yang ada saat itu. Maasuknya islam di daerah jawa sekitar awal abad XII, namun dakwah secara
intensif atau proses Islamisasi baru di mulai sekitar abad XIV. Dakwab Islam yang dilakukan
oleh para wali dilaksanakan secara bijaksana, tanpa pamrih dan tersebar dengan damai dan
lancer. Penyebaran Islam dalam traidisi masyarakat dijawa dikenal dengan sebutan wali songo
(Wali Sembilan). Cara yang digunakan dalam penyebaran Islam sangan menarik, sehingga tidak
terasa adanya perbedaan antara agama yang telah mereka peluk dengan agama baru (Islam)
Sosio theology adalah pendekatan yang di gunakan dalam penyebaran Islam di jawa timur secara
khusus dan pulau jawa secara umum, yakni dengan memperlihatkan kondisi masyarakat dan
kondisi kepercayaan yang ada pada masyarakat. Para wali dan penyebar Islam menempatkan diri
bukan sebagai orang asing, melainkan dengan jalan membaur kepada masyarakat antara lain :

1. Mengadakan Pendekatan Politik


2. Menyelenggarakan Pendidikan
3. Lewat Perkawinan
4. Lewat Tasawuf
5. Melalui Akulturasi Kebudayaan

Cara seperti ini ditempuh untuk adanya penyesuaian, agar di dalam masyarakat tidak di pandang
sebagai sesuatu agama yang terlalu asing. Tentunya kesabaran menjadi point penting dalam
menjalankan dakwah sepeerti ini, bahkan seringkali menempuh cara-cara menyesuaikan diri
dengan alam pikiran serta adat kebiasaan yang telah berlaku di masyarakat yang mereka jumpai .

Pengaruh dan Dampak Akulturasi Budayab

Proses awal Islam berkembang di Indonesia tak bisa di lepaskan dari ajaran tasawuf (sufisme).
Tasawuf memiliki peranan yang sangat penting terhadap perkembangan Islam di Indonesia
terutama di pulau jawa. Orang-orang jawa telah akrab dengan kebudayaan mereka sendiri yang
khas dikalangan rakyat yaitu animism dan dinamisme serta dikalangan elit istana Hinduisme dan
Budhaisme. Ciri kebudayaan ini sangat khas dan halus serta sangat terbuka, sehingga
memungkinkan unsur-unsur luar mudah untuk masuk kedalamnya malalui sinkretisasi atau
akulturasi. Inilah yang terjadi sebelum mereka mengenal ajaran-ajaran tasawuf (Islam) yang di
kembangkan oleh para ulama’ dan mubligh Islam (para wali) .

Islam dijaawa memiliki ciri yang khas dengan pola perkembangan seperti ini. Beberapa upacara-
upacara dan kegiatan-kegiatan ritualistic yang sebenarnya merupakan produk animism,
dinamisme, hinduisme dan Budhaisme di pertahakankan sebagai bingkai dan yang menjadi
intinya adalah nilai-nilai islam, seperti dengan pemberian doa secara Islam, tradisi kenduri,
selamatan dan lain-lain. Menurut Dr. simuh Latar belakang pembingkaian adar dan tradisin non
islam bisa terlaksana karna
1. Warisan budaya jawa yang halus bisa dipertahankan dan di masyarakatkan apabila
dipadukan dengan unsur-unsur Islam
2. Para pujangga dan sastrawan jawa memerlukan bahan-bahan dalam berkarya
3. Sebagai stabilitas budaya antara tradisi pesantren dengan tradisi jawa
4. Istana sebagai pelindung dan pendukung agama perlu membantu untuk syi’ar Islam.

Kesimpulan :

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa akulturasi merupakan suatu proses social yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan satu kebudayaan . Dihadapkan dengan unsur
kebudayaan asing, sehingga dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kebudayaan aslinya.

Daftar Pustaka

Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam. Mizan

Muhammad Imarah. (1996). Al-Islam wa Al-‘Arubah

Simuh.(1996). Transformasi Tasawuf Islam Ke mistik Jawa). Yogyakarta

Sjamsuddhuha (1990). Corak dan gerak Hinduismme dan Islam Di Jawa Timur. Surabaya

Hasyim Muzadi (1999). Nabdlatul ulama di tengah agenda persoalan bangsa. Jakarta

También podría gustarte