Está en la página 1de 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah sama-sama kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hipertensi”.

Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah
membawa umatnya dari jaman jahilliyah ke jaman yang modern seperti sekarang, beserta ahli
keluarga dan sahabatnya.
Anggota kelompok 2 menyadari bahwa selesainya makalah ini berkat adanya
dorongan dan bantuan dari semua pihak, baik yang bersifat material maupun spiritual, untuk
semua ini kami mengucapkan terima kasih.
Anggota kelompok 2 juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi isi maupun bahannya. Hal ini karena keterbatasan ilmu
pengetahuan yang anggota kelompok 2 miliki. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik yang membangun dan bermanfaat bagi semua pihak terutama kepada Dosen Pengasuh
Mata Kuliah ini, Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak serta mohon
kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini untuk
masa yang akan datang.
Akhirnya hanya kepada Allah kami kelompok 2 berserah diri semoga makalah ini
bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Umum
1.2.2 Khusus

BAB II HIPERTENSI
2.1 Definisi Hipertensi
2.2 Tanda dan gejala Hipertensi
2.3 Penyebab/etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Pathways
2.6 Pemeriksaan penunjang
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan non farmakologi
2.7.2 Penatalaksanaan farmakologi

2.8 Manifestasi klinik

2.9 Anatomi dan fisiologi

2.9.1 Anatomi

2.9.1 Fisiologi

2.10 Klasifikasi

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belakangan ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat, dan merupakan penyakit
yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit menular,
namun kita juga tidak bisa menganggapnya sepele, selayaknya kita harus senantiasa waspada.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arterosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua
kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak
jarang tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini, usaha-usaha
baik untuk mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, hal
ini dikarenakan banyak faktor penghambat yang mempengaruhi, seperti kurang pengetahuan
tentang hipertensi (pengertian, klasifikasi, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan
juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai
6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan
sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu
140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia).
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada
jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak
menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan upaya-upaya untuk menekan angka
peyakit hipertensi terlebih bagi penderita hipertensi perlu diberikan perawatan dan
pengobatan yang tepat agar tidak menimbukan komplikasi yang semakin parah. Selain itu
pentingnya pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan
untuk melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi.
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi
penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kematian karena hipertensi dalam
masyarakat.
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien


hipertensi.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan fisiologi


penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis,
keperawatan dan diet
2. Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan metodologi asuhan
keperawatan yang benar
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai
primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari
kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk,
1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin,
2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas
160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik
sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
2.2 Tanda dan Gejala
(Menurut : Edward K Chung, 1995 ). Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi :
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalamkenyataannya ini merupakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
2.3 Etiologi
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah.
Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:
a. Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis.
b. Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal.
c. Hipertensi hormonal.
d. Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik (Andy Sofyan, 2012).

2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistem saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat.
Yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner
dan Suddarth, 2001).
2.5 Pathways
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
b. Pemeriksaan retina.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung.
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjalterpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan.

2.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
Penatalaksanaan Medis.

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis


penatalaksanaan :
2.7.1 Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet.
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
2.7.2 Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu :
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
2.8 Manisfestasi Klinik
sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-
tahun berupa:
a. nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
b. penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Elizabeth J. Corwin, 2000).
2.9 Anatomi dan Fisiologi Hipertensi
2.9.1 Anatomi
1. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada linea
midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
a. atas: pembuluh darah besar
b. bawah: diafragma
c. setiap sisi: paru-paru
d. belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta
dan cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah
otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
“vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:
a. Aktivitas memompa jantung berkurang,
b. arteri mengalami pelebaran,
c. banyak cairan keluar dari sirkulasi.
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi
ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi
tubuh secara otomatis).
3. Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,
yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah ke normal.
b. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri
renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua
ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
4. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah.
Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat
kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
5. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari
arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh
darah utama
6. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai
empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-
endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-
sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu
sama lain.
2.9.2 Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam
sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi
(darah yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru
untuk reoksigenasi (Black, 2010).
2.10 Klasifikasi
1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-150 90-99
stage I
Hipertensi >150 >100
stage II
2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90

3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia


Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90
Terisolasi
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pemeriksaan Fisik


Melakukan pengkajian:
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
b. Riwayat
1) Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Manifestasi klinis penyakit jantung seperti dyspnea, angina
5) Kebiasaan sehari-hari: nutrisi, istirahat, olah raga
6) Faktor psikologis dan lingkungan: stes emosional, budaya makan, dan status ekonomi
7) Faktor risiko
8) Riwayat alergi
9) Riwayat pemakaian obat: pil KB, steroid, NSAID
c. Pemeriksaan fisik
1) Berat badan dan tinggi badan.
2) Mata: pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan retinal arteriol, perdarahan,
eksudat dan papill edema
3) Leher: JVP, bising karotis dan pembesaran thyroid
4) Paru: pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)
5) Jantung: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal
2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri
sekurangnya setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya
dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi
yang diambil
6) Abdomen: bising, pembesaran ginjal
7) Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi: tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
1) EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit
jantung koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubngan dari sel-sel
terhadap terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
risiko seperti hiperkogulabilitas, anemia
3) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
4) Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5) Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic
6) Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8) Asamm urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi
9) Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang melebar
10) Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga
sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Diklat PJT-RSCM,
2008).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk klien hipertensi mencakup:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vaskonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vasculer serebral
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Doenges, dkk. 1999).
3.3 Intervensi dan Rasional Tindakan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventrikelar.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima
2) berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau kerja jantung
3) memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tekanan darah. Ukur pada Perbandingan dari tekanan
kedua tangan/paha untuk evaluasi memberikan gambaran yang lebih
awal. Gunakan ukuran manset yang langkap tentang keterlibatan/bidang
tepat dan teknik yang akurat. masalah vaskuler. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa
sebagai peningkatan tekanan
diastolik sampai 130 mmHg, hasil
pengukuran diastolik di atas 130
mmHg dipertimbangkan sebagai
peningkatan pertama, kemudian
maligna. Hipertensi sistolit juga
merupakan faktor risiko yang
ditentukan untuk penyakit
serebrovaskular dan penyakit iskemi
jantung bila tekanan diastolik 90-115
Catat keberadaan, kualitas denyutan Denyutan karotis,jugularis, radialis
sentral dan parifer dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari
vasokonstriksi (peningkatan SVR)
dan kongesti vena
Auskultasi tonus jantung dan bunyi S4 umum terdengar pada pasien
napas hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium (peningkatan
volume/tekanan atrium). Perkemba-
ngan S3 menunjukkan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi.
Adanya krakles, mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, Adanya pucat, dingin, kulit lembab
suhu, dan masa pengisian kapiler dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan
vasokonstriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah
jantung.
Catat edema umum/tertentu Dapat mengindikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskular
Berikan lingkungan tenang, nyaman, Membantu menurunkan rangsang
kurangi aktivitas/keributan simpatis meningkatkan relaksasi
lingkungan. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal
Pertahankan pembatasan aktivitas, Menurunkan stres dan ketegangan
seperti: istirahat di tempat yang mempengaruhi tekanna darah
tidur/kursi, jadwalperiode istirahat dan perjalanan peyakit hipertensi
tanpa gangguan, bantu pasien
melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan
Lakukan tindakan-tindakan yang Mengurangi ketidaknyamanan dan
nyaman, seperti: pijatan punggung dapat menurunkan rangsang simpatis
dan leher, meninggikan kepala
tempat tidur
Anjurkan teknik relaksasi, panduan Dapat menurunkan rangsangan yang
imajinasi, aktivitas pengalihan menimbulkan stres, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan
TD
Pantau respon terhadap obat untuk Respon terhadap terapi obat
mengontrol takanan darah “stepped” (yang terdiri dari atas
diuretik, inhibitor simpatis dan
vasodilator) tergantung pada individu
dan efek sinergis obat. Karena efek
samping tersebut, maka penting
untuk menggunakan obat dalam
jumlah paling sedikit dan dosis
paling rebdah
Kolaborasi: Tiazid mungkin digunakan sendiri
Berikan obat-obat sesuai indikasi, atau dicampur dengan obat lain
contoh: untuk menurunkan TD pada pasien
Diuretic tiazin, misalnya: dengan fungsi ginjal yang relative
kortikosteroid (diuri), normal. Diuretic ini memperkuan
hidroklorotiazid agen-agen antihipertensif lain dengan
(esidrix/hidroDIURIL), membatasi retensi cairan.
bendroflumentiazid (Naturetin)
Berikan pembatasan cairan dan diit Pembatasan ini dapat menangani
natrium sesuai indikasi retensi cairan respon hipertensif,
dengan demikian menurunkan kerja
jantung

b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekan vasculer serebral


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah
nyeri teratasi dengan kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan terkontrol
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
INTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan tirah baring selama fase Meminimalkan
akut stimulasi/meningkatkan
relaksasi
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk Tindakan yang menurunkan
menghilangkan sakit kepala, missal: tekanan vaskular serebral
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan yang memperlambat
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, atau memblok respon
teknik relaksasi (panduan imajinasi, simpatis efektif dalam
distraksi) dan aktivitas waktu senggang menghilangkan sakit kepala
dan komplikasinya
Hilangkan/minimalkan aktivitas Aktivitas yang meningkatkan
vasokonstriksi yang dapat meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan
sakit kepala, misalnya mengejan saat BAB, sakit kepala pada adanya
batuk panjang, membungkuk peningkatan tekanan
vaskularserebral
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai Pusing dan penglihatan
kebutuhan kabur sering berhubungan
dengan sakit kepala. Pasien
juga dapat mengalami
episode hipotensi postural
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan Meningkatkan kenyamanan
mulut yang teratur bila terjadi perdarahan umum. Kompres hidung dan
hidung atau kompres hidung telah mengganggu menelan atau
dilakukan untuk menghentikan perdarahan membutuhkan napas dengan
mulut, menimbulkan
stagnasi sekresi oral dan
menger membran mukosa
Kilaborasi: Menurunkan/mengontrol
Berikan sesuai indikasi: analgesik nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf
simpatis
Antiansieta, missal lorazepam (ativan), Dapat mengurangi tegangan
diazepam (valium) dan ketidaknyamanan
diperberat oleh stres

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
1) Peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
2) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji respons pasien terhadap Menyebutkan parameter membantu
aktivitas, perhatikan frekuensi nadi dalam mengkaji respons fisiologi
lebih dari 20 kali permenit di atas terhadap stress aktivitas dan bila
frekuensi istirahat, peningkatan TD ada merupakan indikator dari
yang nyata selama/sesudah aktivitas kelebihan kerja yang berkaitan
(tekanan sistolik meningkat 40 dengan tingkat aktivitas
mmHg atau tekanan diastolik
meningkat 20 mmHg), dispnea atau
nyeri dada, keletihan dan kelemahan
yang berlebihan, diaphoresis, pusing
atau pingsan
Instruksikan pasien tentang teknik Teknik menghemat energi
penghematan energi, missal: mengurangi penggunaan energi,
menggunakan kursi saat mandi, juga membantu keseimbangan
duduk saat menyisir rambut atau antara suplai dan kebutuhan
menyikat gigi, melakukan aktivitas oksigen
dengan perlahan
Berikan dorongan untuk melakukan Kemajuan aktivitas bertahap
aktivitas/perawatan diri terhadap jika mencegah peningkatan kerja
dapat ditoleransi. Berikan bantuan jantung tiba-tiba. Memberikan
sesuai kebutuhan. bantuan hanya sebatas kebutuhan
akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
BAB IV
PENUTUP

1. Simpulan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan
diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik, Usia, keadaan
emosi seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal, Neurologik ,dll.
Orang yang sugah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak komplikasi
yang diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris, CHF, gagal ginjal, infark
miokard, dll.
2. Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas
medis sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih
dan sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum teruji
kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2. Jakarta: EGC.
Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1. Elsevier :St. Louis
Missouri 63146.
Diklat PJT–RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4. Jakarta: RSCM.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

También podría gustarte