Está en la página 1de 72

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN TRAUMA T HORAK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU


Anatomi Thorak

Ambulans Gawat Darurat 118


BT&CLS 118
ANATOMI
a. Dinding dada

Dinding dada merupakan pembungkus untuk organ didalamnya, yang


terbesar adalah jantung dan paru.

Tulang-tulang iga (kosta 1-12) bersama dengan tulang sternum


membentuk rangka dada.

Otot-otot interkostal serta diafragma pada bagian kaudal menutup rongga


dada shg terbentuk rongga torak.

b. Pleura dan paru

Pleura parietalis melapisi satu sisi dari rongga torak (kiri dan kanan)
dengan melekat erat pada dinding dada dan diafragma.
Pleura viseral melapisi seluruh paru (kiri dan kanan).
Antara pleura parietalis dengan viseralis ada tekanan negatif (menghisap), shg
pleura parietalis dan viseralis saling bersinggungan. Ruangan antara ke dua
pleura disebut rongga pleura.
Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm) dengan rongga pleura,
misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan memasuki rongga
pleura shg terjadi open pneumo-thorax. Tentu saja paru (bersama pleura
viseralis) akan kuncup/kolaps.
Dinding Dada (Thorak)
Pleura
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura parietalis robek, dan ada hubungan
antara bronkus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh,
maka udara akan masuk rongga pleura shg dapat terjadi pneumothorax.

Karena tertutup disebut closed pneumo-thorax (simple pneumothorax).


Apabila ada suatu mekanisme “ventile” shg udara dari bronkhus masuk
rongga pleura, tetapi tidak dapat keluar kembali, maka akan terjadi
pneumothorax yang semakin berat yang pada akhirnya akan mendorong paru
sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension pneumothorax”.

Bila ada perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal sbg
“hematothorax”.
MEDIASTINUM
Antara kedua paru dan pleura viseralis terdapat jantung dan pembuluh darah
besar.

Apabila ada tension pneumothorax, maka mediastinum akan terdorong ke sisi


yang sehat, shg ada gangguan arus balik darah melalui vena cava. Keadaan ini
akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal mencurahkan darah.

Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sbg perikardium.


Apabila ada luka tusuk jantung, maka darah mungkin akan keluar dari jantung
dan mengisi rongga perikardium shg denyut jantung akan terhambat dan ada
gangguan arus balik darah melalui vena cava.
Kedua keadaan tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik.

Fisiologi
a. Pernapasan
Pernapasan terdiri dari inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(mengeluarkan napas).
Saat inspirasi udara masuk secara pasif karena perbedaan tekanan,
sedangkan saat ekspirasi udara keluar secara aktif karena didorong.
Apabila pernapasan buatan dibuat lebih dari 24 x/menit, maka dikenal sbg
hiperventilasi.
Tachypnoe dapat sbg akibat keadaan fisiologis (ketakutan, kecapean dsb),
tetapi juga dapat merupakan indikator bahwa ada yang tidak beres dengan
masalah breathing.
b. Hipoksia dan hiperkapnia
Pada dasarnya proses pernapasan bertujuan untuk memasukkan oksigen ke
dalam tubuh, yang kemudian akan berdifusi dalam darah.
Gangguan pernapasan akan mengakibatkan gangguan oksigenasi (kadar O2
rendah) yang dikenal sbg hipoksia.
Apabila gangguan pernapasan disertai dengan penimbunan CO2 dalam darah,
maka akan timbul hiperkapnia.
Pada umumnya hipoksia akan bermanifestasi sbg dyspnoe sedangkan
hiperkapnia yang berat akan bermanifestasi sbg sianosis.
Hipoksia ringan umumnya sudah akan memberikan gejala tachypnoe dan
dyspnoe. Keadaan ini juga dapat dikenali dengan menggunakan alat yang
dinamakan pulse oxymeter (alat yang mengukur saturasi O2 dalam darah).
Saturasi O2 yang normal diatas 95%.
Hiperkapnia ringan tidak mungkin dikenal secara klinis, hanya dapat
memakai alat yang disebut sebagai capnograph.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
Lihat adanya jejas pada kedua sisi dada, dan ekspansi kedua paru simetris
atau tidak.
b. Palpasi
Dengan kedua tangan memegang kedua sisi dada. Nilai peranjakan kedua
sisi dada penderita, apakah teraba simetris atau tidak oleh kedua tangan
pemeriksa.
c. Perkusi
Lakukan perkusi diatas dada. Pada daerah paru berbunyi sonor, pada
daerah jantung berbunyi redup (dull), sedangkan diatas lambung dan usus
berbunyi timpani.
Pada pneumotorak akan berbunyi hipersonor, berbeda dengan bagian paru
yang lain.
Pada keadaan hematotorak akan berbunyi redup (dull).
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni : dibawah kedua klavikula pada
garis mid klavikula, dan pada kedua mid aksila (kosta 4-5).
Bunyi napas harus sama antara kiri dan kanan
TRAUMA THORAK
A. PENDAHULUAN
Trauma thorak sering ditemukan, sekitar 25% penderita multi-trauma ada
komponen trauma thorak.
90% penderita dengan trauma thorak ini dapat diatasi dengan tindakan
yang sederhana oleh dokter atau paramedik di lapangan, shg hanya 10%
yang memerlukan operasi. Sebagian besar pasien trauma thorak
meninggal saat datang di rumah sakit, di samping itu banyak kematian
yang dapat dicegah dengan upaya diagnosis dan tata laksana yang akurat.
• Penilaian dan tatalaksana awal pasien dengan
trauma thorak terdiri dari primari survey,
secondary survey yang teliti dan penanganan
definitif.
• Intervensi awal pada primary survey ditujukan
untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia.
• Trauma thorak yang dapat mengancam jiwa harus
segera ditangani secepat mungkin dengan
tatalaksana , yaitu mempertahankan kontrol
saluran pernapasan atau memasang chest tube.
• Secondary survey dilakukan berdasarkan
anamnesis trauma dan kecurigaan tinggi akan
adanya trauma yang spesifik.
Trauma Thorak yang mengancam
Nyawa Pada Primary Survey

1. Obstruksi airway A
2. Open pneumotoraks
3. Tension pneumotoraks
4. Flail Chest + kontusio paru
B
5. Masif hematotoraks 
6. Tamponade jantung C
JENIS TRAUMA THORAK
Ada enam jenis trauma thorak yang harus dikenali pada survei primer, karena
apabila tidak dikenali akan menyebabkan kematian dengan cepat.
A. Manifestasi : Gangguan air way (obstruksi)
Penekanan pada trakea di daerah torak dapat terjadi karena misalnya
fraktur sternum.
Pada pemeriksaan klinis penderita akan ada gejala penekanan airway
seperti stridor saat inspirasi dan perubahan bermakna kualitas suara (suara
serak), sesak napas.
Penatalaksanaan :
Reduksi tertutup bahu dengan
meluruskan bahu atau fiksasi klavikula
dengan “pointed clamp” dan reduksi
fraktur secara manual. Setelah direduksi,
berikan posisi supinasi.
Biasanya penderita perlu jalan napas
definitif.
B. Manifestasi : Gangguan Breathing (sesak)
1. Pneumotoraks terbuka/open pneumo-thorax (sucking chest wound)
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan
pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera
menjadi sama dengan tekanan atmosfer.
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa shg ada hubungan udara
luar dengan rongga pleura yang menyebabkan paru menjadi kuncup.
Seringkali hal ini terlihat sbg luka pada dinding dada yang menghisap pada
setiap inspirasi (sucking chest wound).
Apabila lubang ini lebih besar daripada 2/3 diameter trakea, maka pada
inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan
melewati mulut, shg terjadi sesak yang hebat.
Akibatnya ventilasi terganggu shg menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Dengan demikian maka langkah awal pada open pneumotoraks adalah
menutup luka dengan kassa oklusif steril yang diplester hanya pada 3 sisinya
saja.
Penutupan ini diharapkan akan terjadi efek katup, dimana saat inspirasi kassa
penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat
ekspirasi kassa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu
maka sesegera mungkin konsulkan untuk pemasangan selang dada (chest
tube).
Kassa penutup sementara yang dapat digunakan adalah palstic wrap atau
petroleum gauze.
Bila dilakukan penutupan luka dengan kassa kedap udara, maka harus sering
dilakukan evaluasi paru. Pada luka yang sangat besar, maka dapat dipakai
plastik infus yang digunting sesuai ukuran.
Tanda dan gejala open pneumothorak :
Pasien sangat sesak, frekuensi napas cepat dan dangkal
Ekspansi dinding dada tidak simetris
Luka terbuka/tembus pada dada
Hasil perkusi hipersonor
Terdengar suara sucking chest wound (paru menghisap udara lewat lubang
luka) pada luka tembus/terbuka
OPEN PNEUMOTHORAX
Anatomi

Bila cavum
pleura tekanan
menjadi
positif :
kolaps
TINDAKAN MENUTUP LUKA DENGAN KASSA
OKLUSIF STERIL YANG DIPLESTER 3 SISI DAN
TINDAKAN CHEST TUBE PADA OPEN
PNEUMOTHORAK.
2. Tension pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal dari paru-paru
atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura, paru-paru
atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak
dapat keluar lagi (one-way-valve), maka udara akan semakin banyak pada satu
sisi rongga pleura.
Akibatnya adalah paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang
berat shg mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok.
Tension Pneumo-thorax

Pneumothorax  Tension ?
TENSION PNEUMOTHORAX
TENSION PNEUMOTHORAX BILATERAL
Penyebab tersering adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
(ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada
kerusakan pada pleura viseral.
Dapat juga timbul akibat cidera thorak, misalnya cidera tulang belakang
thorak yang mengalami pergeseran.
Tanda dan gejala : nyeri dada, sesak yang berat, distress pernapasan,
takikardia, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara napas pada satu sisi, dan
distensi vena leher.
Diagnosa tension pneumothorax ditegakkan secara klinis, pada perkusi yang
hipersonor dan hilangnya suara napas pada hemithorak yang terkena pada
tension akan membedakan dengan hasil klinis tamponade jantung.
Pada tension pneumothorak yang berat, maka petugas harus mengambil
tindakan dengan melakukan dekompresi memakai jarum besar (needle
thoracocentesis), yaitu menusukkan jarum besar ini pada ruang interkostal 2
(ICS 2) pada garis midklavikula.
Kolaborasi dengan ahli bedah untuk dilakukan tindakan chest tube.
T IN D A K A N N E E D L E T H O RA C O - C E N T ES I S D A N C H E S T T U B E PA D A T E N S I O N
P N E U MO T H O R A K
3. Hematothorax Masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga . Kondisi ini akan
terjadi sesak napas karena ada darah dalam rongga dada dan rongga pleura,
serta terjadi syok karena kehilangan darah. Pada perkusi dada akan terdengar
redup (dullness) karena ada darah dalam rongga pleura.
Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya
cara adalah dengan mengganti darah yang hilang dengan pemasangan infus
dan membawa penderita secepatnya mungkin ke RS dengan harapan masih
dapat terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD yaitu tindakan chest tube
dan bila perdarahan masif maka dilakukan thorakotomy.
Massive Hematothorax
Manifestasi :
• Breathing
• Circulation

Bila : 1500 cc
(initial)
Bila > 200 cc/ Jam
RADIOLOGIS HEMOTHORAX MASIF
CHEST TUBE
SUBSEQUENT
THORACOTOMY
THORACOTOMY
4. Flail Chest
Terjadi flail chest dikarenakan fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang
dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada.
Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, dan pada inspirasi justru akan
masuk ke dalam. Ini dikenal sbg pernapasan paradoksal.
Kelainan ini mengganggu ventilasi, namun lebih diwaspadai adalah adanya
kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
4. Flail Chest + Kontusio Paru
Manifestasi : Breathing !

Inspirasi
Pernafasan
Ekspirasi Paradoksal
Di RS penderita akan dipasang respirator, jika analisa gas darah menunjukkan
PO2 yang rendah atau PCO2 yang tinggi.
Flail chest mungkin tak tampak kurang jelas pada awalnya, karena spilnting
pada dinding thorak.
Gerakan pernapasan menjadi buruk dan torak bergerak secara asimetris dan
tidak terkoordinasi.
Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosis.
Tindakan yang dapat dilakukan : berikan analgesik, oksigen, plester area
fraktur, rib fixation (ORIF).
A CT SCAN SHOWING A PULMONARY
CONTUSION (RED ARROW) ACCOMPANIED
BY A RIB FRACTURE (BLUE ARROW)
FIKSASI FRAKTUR TULANG IGA
FAIL CHEST
RADIOLOGI FAIL CHEST
FAIL CHEST
C. MANIFESTASI : CIRCULATION (SYOK)

Cidera toraks akan mempengaruhi sirkulasi dan yang harus


ditemukan pada primary survey adalah hematothorax masif karena
terkumpulnya darah dengan cepat di rongga pleura.
Juga dapat terjadi pada tamponade jantung, walaupun penderita
datang tidak dalam keadaan sesak namun dalam keadaan syok (syok
non hemaoragik). Terjadi paling sering karena luka tajam jantung,
walaupun trauma tumpul juga dapat menyebabkannya.
Karena darah terkumpul dalam rongga perikardium, maka kontraksi jantung
terganggu shg timbul syok berat (syok kardiogenik). Biasanya ada pelebaran
pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan nadi yang
kecil.
Infus yang diguyur tidak banyak menimbulkan respon. Seharusnya penderita
dilakukan perikardio-sintesis, yaitu dilakukan penusukan rongga perikardium
dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut.
TAMPONADE JANTUNG
TAMPONADE JANTUNG
TINDAKAN PERIKARDIO-SINTESIS
Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survai sekunder adalah :
5. Fraktur Iga
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti, shg pada
fraktur iga multipel atau fraktur iga pertama, dan/atau iga kedua harus
dicurigai bahwa cidera yang terjadi pada thorak dan jaringan lunak
dibawahnya sangat berat.
Gejalanya adalah nyeri pada pernapasan. Ketakutan akan nyeri pada
pernapasan ini menyebabkan pernapasan menjadi dangkal, serta takut batuk.
Patah tulang iga sendiri berbahaya, dan di pra-RS tidak memerlukan tindakan
apa-apa. Yang harus lebih diwaspadai adalah timbulnya pneumo/hematotorak.

6. Kontusio paru

Pada kontusio paru yang sering ditemukan adalah kegagalan bernapas yang
dapat timbul perlahan atau berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi
setelah kejadian.

Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita


berulang-ulang.
Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat shg pada fase pra-RS
tidak menimbulkan masalah.
Beberapa cidera thorak yang mungkin mematikan seperti pneumotorak
sederhana, ruptur aorta, ruptur difragma, perforasi esofagus dsb. Tidak
mungkin dapat dikenali pada fase pra-RS.
Untuk di RS dapat dikenali melalui pemeriksaan radiologi : USG, X-ray, CT-
Scan dll.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
1. TRAUMA THORAK
Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
cairan/udara), nyeri, gangguan muskuloskeletal ditandai dengan sesak
napas, takipneu, perubahan kedalaman/kesamaan pernapasan, gangguan
pengembangan dada, penggunaan otot aksesoris, sianosis, analisis gas
darah (AGD) tidak normal.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan pola napas efektif dengan kriteria
frekuensi napas normal, tidak ada tanda/gejala hipoksia, atau sianosis dan
nilai AGD dalam batas normal.
Intervensi/Rasional :
1. Identifikasi penyebab/faktor pencetus, seperti trauma dada, kolaps
spontan, komplikasi ventilasi mekanik  Pemahaman penyebab kolaps
paru perlu untuk pemasangan chest tube yang tepat dan memilih tindakan
terapeutik lain.
2. Evaluasi fungsi pernapasan dan catat frekuensi napas, dispneu, sangat
sesak, kedalaman, kesulitan bernapas, adanya hipoksia atau sianosis,
perubahan tanda-tanda vital  Distres pernapasan dan perubahan TTV
dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologis, nyeri atau adanya syok s.d
hipoksia/perdarahan.
Monitor kesesuaian pola napas bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat
perubahan tekanan udara  Kesulitan bernapas dengan ventilator dan/atau
peningkatan tekanan jalan napas diduga memburuknya kondisi/terjadinya
komplikasi
( pnemothorak, ruptur spontan bleb).
Auskultasi bunyi napas  Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada
lobus, segmen paru atau seluruh area paru (unilateral).
Catat pengembangan dada dan posisi trakea  Pengembangan dada sama
dengan ekspansi paru. Deviasi trakea pada sisi yang sakit indikasi tension
pneumothorak.
Kaji fremitus pada dada  Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada
jaringan yang terisi cairan.
Beri posisi nyaman dengan meninggikan kepala tempat tidur. Motivasi pasien
untuk duduk sebanyak mungkin  Meningkatkan inspirasi maksimal,
ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
Pertahankan perilaku pasien tenang, bantu untuk mengontrol diri dengan
bernapas lebih lambat/dalam  Membantu pasien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dimanifestasikan sebagai kecemasan dan/atau takut.
Lakukan tindakan pemasangan kasa oklusif dengan fiksasi tiga sisi pada
pasien open pneumothorak dan tindakan needle thoracosintesis pada ICS ke-2
pada mid klavikula pada pasien tension pneumothorak  mengeluarkan udara
dalam rongga thorak.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi 
Memenuhi kebutuhan oksigen dalam paru.
Lakukan pemeriksaan series foto thorak  Memantau kemajuan perbaikan
hematothorak/pneumothorak dan eskpansi paru.
Lakukan pemasangan chest tube pada pasien pneumothorak, tension
pneumothorak dan hematothorak  Untuk mengeluarkan udara atau cairan
dalam rongga thorak .
Monitor seri analisa gas darah dan pulse oksimetri. Kaji pengukuran volume
tidal  Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi, perlu untuk kelanjutan
atau ganguan dalam terapi.
Jika terpasang chest tube atau WSD, lakukan perawatan WSD dan
penggantian botol, serta periksa kondisi dan karakteristik drainase WSD
(jumlah, warna, undulasi).
2. Risiko henti napas b.d penyakit saat ini/proses cidera, terpasang sistem
drainase dada (WSD), kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
Tujuan : Pasien akan mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk
mencegah komplikasi, pemberi perawatan akan :
memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik.
Intervensi/rasional :
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada dan catat gambaran
keamanan  memberikan informasi tentang bagaimana sistem bekerja
yang memberikan keyakinan, menurunkan kecemasan pasien.
Pertahankan selang WSD ke dinding dada dan yakinkan panjang selang ekstra
sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien  Mencegah terlepasnya
selang dada atau selang terlipat dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan s.d
penarikan atau menggerakkan selang.
Amankan sisi sambungan selang WSD  Mencegah terlepasnya selang.
Berikan bantalan pada sisi dengan kasa/plester  Melindungi kulit dari
iritasi/tekanan.
Amankan selang unit selang dada pada tempat tidur pasien atau pada
sangkutan/tempat tidur tertentu pada area dengan lalulintas rendah 
Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakaan
jatuh/unit pecah.
Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, karakteristik
drainase. Lakukan penggantian kasa penutup steril sesuai kebutuhan 
Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi/infeksi kulit.
Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang WSD 
Menurunkan risiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.
Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan
diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas cairan yang
tepat, ada/tidaknya gelembung, adanya/derajat/waktu pasang surut. Perlu atau
tidak selang dada diklem atau dilepas dari sumber penghisap.
 Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan/udara selama
pemindahan. Jika pasien mengeluarkan banyak jumlah cairan atau udara dari
dada, selang harus tidak diklem atau penghisapan dihentikan karena risiko
akumulasi ulang cairan/udara, mempengaruhi status pernapasan.
Identifikasiperubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat, contoh
perubahan bunyi gelembung, sangat sesak (lapar udara) tiba-tiba dan nyeri
dada, lepaskan alat  Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi
serius.
Observasi tanda distres pernapasan bila kateter thorak lepas/tercabut 
Pneumothorak dapat terulang/memburuk karena mempengaruhi fungsi
pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.

También podría gustarte