Está en la página 1de 27

ASPEK HUKUM

DALAM EKONOMI
KELOMPOK 4
1. L E O N A R D O W I J AYA – 0 2 2 0 0 1 7 0 1 0 1 7
2. FERNANDA AHMEL - 022001701020
3. IRMANIA RIZKIA BACHRI – 022001701027
4. L I S N A WAT I D E W I – 0 2 2 0 0 1 7 0 1 0 2 9
5. ALBERT ANDY – 023101014
6. BHANU KAMAL - 022161167
BAB 10
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
10.1 PENGERTIAN
UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu Suatu betuk penguasaan atas
produksi dan pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok
pelaku usaha.
Pelaku usaha tersebut yaitu, Setiap orang perorangan atau badanusaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi
10.3 ASAS DAN TIJUAN
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk ;
◦ 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
◦ 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, maupun
kecil
◦ 3. Mencegah praktik monopoli dan / sesuatu persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha
◦ 4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
10.3 KEGIATAN YANG DILARANG
1. Monopoli
◦ Situasi pengadaan barang dagangan tertentu di pasar local atau nasional sekurang – kurangnya
sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu keolompok sehingga harganya dapat dikendalikan
2. Monopsoni
◦ Keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada
seorang pembeli
3. Penguasaan Pasar
◦ Proses, cara atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian, pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan pasar baik secara sendiri – sendiri maupun bersama pelaku usaha lainnya yang
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
4. Persengkongkolan
◦ Berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan
5. Posisi Dominan
◦ Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan adalah suatu keadaan dimana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berate dipasar bersangkutan dalam posisi tertinggi
diantara pesainnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keungan, akses pada
pasokan, penjualan, serta untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu
6. Jabatan Rangkap
◦ Dalam Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang mendudukan jabatan sebagai
direksi atau komisaris dari suatu perushaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris pada perusahaan lain
7. Pemilikan Saham
◦ Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perushaan sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar
bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perushaan yang sama
8. Penganggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
◦ Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun yang bukan
yang menjalankan perushaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
Dalam menjalankan perushaan tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang akan
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang secara tegas dilarang
10.4 PERJANJIAN YANG DILARANG
1. Oligopoli
◦ Keadaan pasar s dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau
seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar
2. Penetapan Harga
◦ Perjanjian dengan peluku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama
◦ Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan jasa yang sama
◦ Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
3. Pembagian Wilayah
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang atau jasa
4. Pemboikotan
◦ Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya untuk menolak
menjual setiap barang atau jasa dari pelaku usaha lain
5. Kartel
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjajian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
memengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan jasa
6. Trust
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perushaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap – tiap perushaan atau perseroan anggotanya yang
bertujuan untuk mengontrol produksi dan pemasaran atas barang dan jasa
7. Oligopsoni
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara
bersama – sama mengusai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan jasa dalam pasar bersangkutan
◦ Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama – sama mengusai pembelian atau
penerimaan pasokan, apabila lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
8. Integrasi Vertikal
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu
9. Perjanjian Tertutup
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
barang dan jasa tersebut kepada pihak atau tempat tertentu
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
◦ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
10.5 HAL – HAL YANG DIKECUALIKAN DARI
UNDANG – UNDANG ANTI MONOPOLI
1. Perjanjian yang Dikecualikan
◦ Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual.
◦ Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
◦ Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau
menghalangi persaingan
◦ Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang
dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang lebih rendah dari harga yang telah
diperjanjikan.
◦ Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
◦ Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
2. Perbuatan yang Dikecualikan
◦ Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha.
◦ Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.
3. Perbuatan dan atau Perjanjian yang Diperkecualikan
◦ Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
◦ Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak mengganggu kebutuhan atau
pasokan dalam negeri.
10.6 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA
KPPU adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Hal ini diatur berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu KPPU yang bertugas untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli
dan persaingan yang tidak sehat
10.7 SANKSI
1. Sanksi Administrasi
◦ Dapat berupa prnrtapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertical, perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungam,
peleburan dan pengambil alihan badan usaha, penetapatan pembayaran ganti rugi, penetapan denda
serendah – rendahnya satu miliyar rupiah atau setinggi – tinginya dua puluh lima miliyar rupiah

2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan


◦ Dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertical, perjanjian dengan pihak luar negeri,
melakukan monopoli, monopsni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan,
peleburan dan pengambil alihan dikenakan denda minimal dua puluh miliyar dan setinggi – tingginya
seratus miliyar rupiah.
BAB 11
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG
11.1 PENDAHULUAN
Salah satu sarana hukum untuk menyelesaikan utang piutang sebelum tahun 1998 kepailitan
diatur di dalam fillisemement verordening stb.
Undang undang tentang kepailitan dan penundaan ini berdasarkan asas-asas antara lain;
1. Asas Keseimbangan
Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh debitor yang tidak jujur,sedangkan pihak lain dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan
pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik
2. Asas Kelangsungan Usaha
Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap di langsungkan
3. Asas Keadilan
Mencegah terjadinya kesewenanangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap-tiap
tagihan terhadap debitor
4. Asas Integrasi
Sistem hukum formil dan hukum matreialnya merupakan satu kesatuan yg utuh dari sistem hukum
perdata dan hukum acara perdata nasional.
11.2 PENGERTIAN PAILIT
Pengertian pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu
yang cenderung mengelabui pihak kreditornya
11.3 PIHAK – PIHAK YANG DAPAT
MENGAJUKAN KEPAILITAN
1.Debitor yg mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas
2.kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dgn lasan untuk kepentingan umum
3.Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnnya merupakan
kewenangan Bank Indonesia.
4.Debitor adalah perusahaan efek,bursa efek,lembaga kliring dan jaminan
5.Debitor adalah perusahaan asuransi,perusahaan resuransi,dana pensiun,BUMN yang bergerak di
kepentigan publik
11.4 KEPUTUSAN PAILIT DAN AKIBAT
HUKUMNYA
Dalam Pasal 21 Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan
serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Namun, ketentuan sebagaimana dalam Pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang-barang
sebagai berikut:
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya,
alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan dll
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagian penggajian dari suatu jabatan
sebagai upah, pensiun atau uang tunjangan sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas
3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut
undang-undang
11.5 PIHAK – PIHAK YANG TERKAIT
DALAM PENGURUSAN HARTA PAILIT
Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator, tetapi masih
terdapat pihak-pihak lain seperti
1. Hakim pengawas bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit
2. Kurator bertugas melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dalam Pasal 70
kurator dapat dilakukan oleh
a. Balai harta peninggalan
b. Kurator lain, sebagai berikut:
1. Perseorangan yang berdomisili di Indonesia memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan
dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit;
2. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang
hukum dan peraturan undang-undang.
11.6 PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG
Dalam Pasal 22, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai
lebih satu kreditor.
Sementara itu, penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan kepada debitor yang
tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang
sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.
11.7 PENCOCOKAN ( VERIFIKASI )
PIUTANG
Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan karena
dengan pencocokan piutang inilah nantinya di tentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing
kreditor.
Dalam Hal ini hakim pengawas dapat menetapkan :
◦ Batas akhir pengajuan tagihan
◦ Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dibidang perpajakan
◦ Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang
Sementara itu, semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya sendiri-sendiri kepada kurator
disertai dengan perhitungan atau keterangan tertulis lainnya.
Dengan demikian, kurator berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan-
perhitungan yang dimasukkan dengan catatan-catatan dan keterangan-keterangan bahwa debitor telah
pailit.
Setelah itu, kurator harus membuat daftar piutang dengan memilah-milah antara piutang yang
disetujui dan yang dibantah.
Dengan demikian, dalam rapat pencocokan piutang hakim pengawas berkewajiban membacakan
daftar piutang yang sementara telah diakui dan oleh kurator telah dibantah untuk dibicarakan dalam rapat
ini.
11.8 PERDAMAIAN ( ACCORD )
Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian kepada para kreditornya. Namun
apabila debior pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari
sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat
dengan Cuma-Cuma oleh setiap orang yang berkepentingan.
Namun apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus
menentukan :
◦ Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus
◦ Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan di bicarakan dan diputuskan dalam rapat
kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Sementara itu, pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila :
◦ Harta debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda jauh lebih
besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.
◦ Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
◦ Perdamaian itu dicapai karena penipuan tau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau
karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain
bekerja sama untuk mencapai hal ini.
Dalam hal ini, perdamaian atau pengesahan jika ditolak debitor, pailit tidak dapat lagi
11.9 PERMOHONAN PENINJAUAN
KEMBALI
Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, dapat diajukan
permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali dapat
diajukan apabila :
◦ Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan pada waktu perkara diperiksa
di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
◦ Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
BAB 12
PENYELESAIAN SENGKETA
12.1 PENDAHULUAN
PENYELESAIN SENGKETA secara formal berkembang menjadi suatu proses adjudikasi yang terdiri
atas proses melalui pengendalian (litigasi) dan arbirase (perwasitan),serta penyelesaian konflik secara
informal yang berbasik kespakatan antar pihak-pihak yang bersengketa melalui negoisasi.
12.2 CARA – CARA PENYELESAIAN
SENGKETA
Peyeleain sengketa ada 5 cara yaitu:
12.2.1 Negaisasi
◦ Negoisasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama
antara satu pihak (kelompok/ organisasi) dan pihak lainnya.Negoisasi juga diartikan suatu cara
penyelesain sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang berpekara.
12.2.2 MEDIASI
◦ Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyesaian suatu perselisian sebagai
penasehat dan juga terdapat beberapa definisi mengenai mediasi
Terdapat 4 unsur-u sur dalam mediasi:
1.Merupakan sebuah proses penyesaian sengketa berdasarkan perundingan
2.Mediator terlibat dan diterirma oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan
3.Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyesaian
4.Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-
pihak bersengketa guna mengakhiri sengketa
12.2.3 KONSILASI
◦ Konsilasi adalah usaha mempertemukan keiinginan pihak yang berselisih untuk mencapi tujuan dan
penyesaian.menurut UUD no 30 Tahun 1999 terdapat pada pasal 1 angka 10 dan alinea 9 yakni
konsiliasi merupaka suatu lembaga alternative dalam penyelasian sengketa.
12.2.4 ARBITRASE
◦ Arbitrase adalah usaha perantara dalam melerai sengketa dan memungkinkan kedua belah pihak yang
beselisih atau bersengketa untuk menentukan hakim yang mana menjadi eksekutor atau pengambil
keputusan dalam suatu permasalahan
◦ *Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa yang di bidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hokum dan peraturan undang-undang dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa
12.2.5 PERADILAN
◦ Peradilan adalah Suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas
memeriksa,mumutuskan dan mengadili perkara.
12.2.6 PENGADILAN UMUM
◦ Pengadilan umum adalah lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung menjalankan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.

También podría gustarte