Está en la página 1de 48

ASKEP PENYAKIT TROPIS

DYAH EKOWATININGSIH, S.KEP.,M.KES.


MALARIA
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer,
2001, hal 406)
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa
spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin,
2000, hal 125)
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1)
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Malaria Tertiana

Disebabkan oleh plasmodium vivax.


Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal berupa: sakit kepala,
sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari
pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang
nyata pada pagi dan sore hari, dimana suhu meninggi kemudian turun
menjadi normal.
Malaria Tropika atau Malaria Serebral
Disebabkan oleh plasmodium falciparum.
Penyakit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena
penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak
teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma, dan kematian
mendadak.
Malaria Quartana atau Malaria Malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae.
Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari.
Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat.
Malaria Ovale
Disebabkan oleh plasmodium ovale.
Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya sama hebat
tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih
jarang.
• Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam
darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(Microscopic threshold).
• Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan
pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti
splenomegali. Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah
tepi, tetapi stadium ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.
• Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
• Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang
setiap 48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana.
• Pada malaria kuartana yang disebabkan oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72
jam.
• Masa tunas intrinsik parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12
hari untuk malaria falciparum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk
malaria malariae (terlama). Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam
pertama (first attack).
Stadium Frigonia (menggigil)
• Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil.
• Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan dengan
selimut.
• Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi
biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan
muntah.
• Pada anak sering disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung
antara 15 menit sampai 1 jam.
Stadium Akme (puncak demam)
• Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali.
• Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit
kepala makin hebat.
• Biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras.
• Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41°C (106°F) atau lebih.
• Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.
Stadium Sudoris (berkeringat banyak,
suhu turun)
• Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat
tidurnya basah, suhu turun dengan cepat kadang-kadang sampai di
bawah ambang normal.
• Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa
lemas tetapi sehat.
• Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
• Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu:
sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan
muntah diikuti dengan masa bebas gejala dimana penderita merasa sehat
seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan
berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang.
• Serangan ini makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh
menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya
respon imun hospes.
• Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit
malaria ini.
TEST DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan mikroskopis malaria
• QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
• Pemeriksaan imunoserologis
• Pemeriksan Biomolekuler
Program pemberantasan malaria dikenal
3 cara pengobatan, yaitu :
1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk
mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran

2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps


jangka panjang

3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis


malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat
terjadi wabah.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis,
antara lain:
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil,
pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang
ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina,
klorokuin, dan amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
KOMPLIKASI
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan
penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan
rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau
menyeluruh.
b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini
disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia,
penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi
pada glomerulus.
c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat.
Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun
PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase
demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso
kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot.
Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
PENGKAJIAN
5. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka
traumatik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi,
efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam
tubuh.
4. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat
kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
DHF
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus
dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan
dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ;
45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
ETIOLOGI
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).
PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati.
Sedangkan DBD (Demam Berdarah Dengue) biasanya timbul apabila seseorang
telah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang
virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek
virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi
dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a
dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat
akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan
berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran
fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
TANDA DAN GEJALA
1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak
spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia
dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995 ;
349).
TANDA DAN GEJALA
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi
hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus
di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda –
tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.
WHO mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

1. Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2. Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt), tekanan nadi sempit (
≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
Pemeriksaan Diagnostik

• Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni (


100. 000/ mm3 atau kurang )
• Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
• Rontgen Thorac = Effusi Pleura
PENGKAJIAN
Data subyektif : data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF,
data obyektif yang sering ditemukan (Christianti Effendy, 1995) yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas (demam).
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
PENGKAJIAN
Data obyektif : data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering
dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis,
melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas
dangkal.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
6) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
8 ) Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
FILARIASIS
o Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh
parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009)
o Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan
cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam
berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.
o Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria
yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat
pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat
kelamin, baik perempuan maupun laki-laki.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti,
Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam
tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing
ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili
Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun
dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak
cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
PATOFISIOLOGI
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan
menuju pembuluh limfa dan nodus limfa.
Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit
dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan
menyebabkan dilatasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang
berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka
akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
MANIFESTASI KLINIS
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang
memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah
endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak
semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk
kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
MANIFESTASI KLINIS
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut
dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini
menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani
keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting
dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah
gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan darah
kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi
DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan
gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan
menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun,
occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi
lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati
diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik
dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea. (Marty,Aileen,M.2009)
PENGKAJIAN
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi
manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa
demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah
bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi
jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.
PENGKAJIAN
d. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa, dan
sebagainya
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
PENGKAJIAN
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan
otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal
i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam
berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
PENGKAJIAN
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostik
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA
dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi
kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk
mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae
wanita.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar
getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi
pada kulit
TERIMA KASIH

También podría gustarte