Está en la página 1de 27

PAJAK PENGHASILAN UMUM

ANIS TRI INDRIYANINGSIH (1602030064)


NADYA NURUL KHALIZA (1602030065)
HARDIAN DWI PALUPI (1602030069)
FIA TRISWANTI (1602030072)
ARIEF RAHMAN A.H. (1602030101)
WINDI YUNI NURSANTI (1602030116)
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

OBJEK PAJAK

TARIF PAJAK

DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG


PAJAK
A. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

 Subjek Pajak adalah istilah dalam peraturan


perundang-undangan perpajakan untuk
perorangan (pribadi) atau organisasi
(kelompok) berdasaran peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku
 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
SUBJEK PAJAK

• Orang Pribadi
• Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.

Badan Usaha:
• Perseroan (PT, Komanditer, dll)
• BUMN/BUMD
• Firma
• Koperasi
• Persekutuan
• Lembaga
• Dll (Yang termasuk kontrak investasi kolektif)

Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek Pajak Orang Pribadi

Subjek Pajak Badan

Subje
k
Pajak
Waris
an
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang


pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Kantor
Perpajakan
Negara
Asing

Pejabat Tidak
Perwakilan Pejabat
Termasuk
Organisasi Negara
Internasion Subjek Asing
al Pajak

Organisasi
Internasion
al
WAJIB PAJAK

Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri menjadi Wajib


Pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak

Subjek Pajak Badan Dalam Negeri menjadi Wajib Pajak


sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di
Indonesia

Subjek Pajak Luar Negeri baik orang pribadi maupun


badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima
dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia
Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri
dan Wajib Pajak Luar Negeri

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri

• Dikenakan pajak atas • Dikenakan pajak hanya atas


penghasilan baik yang diterima penghasilan yang berasal dari
atau diperoleh dari Indonesia dan sumber penghasilan di Indonesia.
dari luar Indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan
• Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.
penghasilan netto. • Tarif pajak yang digunakan
• Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (Tarif UU
adalah tarif umum (Tarif UU PPh PPh pasal 26).
pasal 17). • Tidak wajib menyampaikan
• Wajib menyampaikan SPT. SPT
B. Objek Pajak

Penggantian atau Imbalan


Premi Asuranasi

Hadiah
Tambahan kekayaan netto

Laba usaha Penghasilan dari usaha


bebasis syariah
Bunga
Imbalan Bunga

Dividen
Surplus Bank Indonesia
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan
menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari maodal atau pengguanaan harta, seperti sewa, bunga,
devide, royalty, keuntungan dari penjualan, harta yang tidak digunakan, dan
sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan
kedalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :
a. Keuntungan karena pembebasan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi
Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang
berasal dari Indonesia saja.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

1. a. Bantuan atau sumbangan


b. Harta hibah
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi
6. Dividen atau bagian laba
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun
8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer
12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan
modal ventura
13. Perusahaan mikro / kecil / menengah
14. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia.
15. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
16. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan
17. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu.
C. Tarif Pajak
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak orang pibadi dalam negeri adalah sebagai berikut;

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000.- 5%

Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000.- 15%

Diatas Rp 250.000.000.- sampai dengan Rp 500.000.000.- 25%

Diatas Rp 500.000.000.- 35%

Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri


dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur
dengan Perpu.
2. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk
Usaha Tetap
Sedangkan tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan
kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap adlah sebesar 28%. Tarif pajak bagi wajib pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku
sejak 2010, diturunkan menjadi 25%.
Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor di perdagangkan di Bursa
Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari pada
tarif yang berlaku.
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp50.000.000.000.- mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif berupa pengurangan tarif 50%
yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000.-.
D. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung
Pajak
Untuk wajib pajak dalam negri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan
kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negri adalah
penghasilan bruto. Dalam bab ini yang akan dibahas hanya wajib
pajak dala negri saja. Untuk wajib pajak luar negri akan dibahas
pada bab PPh pasal 26.

Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak dan badan


hitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan wajib pajak orang
pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat
dirumuskan sebagai berikut :

Penghasilan kena pajak (WP Badan) = penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto


- PTKP
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

1. Menggunakan Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan


secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi
setiap tahun pajak terakhir. Wajib pajak badan dan wajib
pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Rumus

Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)


= Penghasilan netto – PTKP
= (Penghasilan Bruto - Biaya yang di perkenankan UU PPh ) –
PTKP

Penghasilan Kena Pajak (WP Badan )


= Penghasilan netto
= Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh
2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajaknya wajib


pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan netto,
besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya
(presentase) norma penghitungan netto di kalikan dengan jumlah
peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan
disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh direktur
jendral pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri
keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan
netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,00 pertahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama
dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.
Comtoh

Wajib pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan


mempunyai 2 orang anak. Ia seorang dokter bertempat
tinggal di Jakarta. Misalnya besarnya presentase norma
untuk Dokter di Jakarta 45%. Penerimaan bruto praktik
dokter dirumah di Jakarta setahun Rp 500.000.000,-

Penghasilan netto dihitung sebagai berikut :


Sebagai seorang dokter,

45%xRp 500.000.000,- Rp 225.000.000.-


Penghasilan tidak kena
pajak (K/2) (Rp 45.000.000.-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 180.000.000.-
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Besarnya PTKP setahun yang berlaku mulai 1 Januari 2015 adalah :

1. Rp 36.000.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi.


2. Rp 3.000.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
3. Rp 36.000.000 tambahan untuk seorang istriyang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat :
a. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau di[peroleh
dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan
ketentuan berdasarkan undang- undang PPh pasal 21, dan
b. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.
4. Rp 3.000.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus 1 derajat serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maks.3 orang)
Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada
awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Penghitungan PTKP untuk pegawai lama ( tahun
sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan
dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1
Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap
di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya
PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan
dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan


adalah hanya untuk dirinya sendiri. Dalam hal
karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk
dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
Contoh perhitungan PTKP :
1. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak.
PTKP joko adalah:
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak sendiri Rp 36.000.000.-
Tambahan WP kawin Rp 3.000.000.-
Tambahan 1 anak Rp 3.000.000,-
Jumlah Rp 42.000.000.-

2. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada


tanggal 1 maret 2015 dengan kontrak kerja selama 2 tahun.
John sudah menikah dan mempunyai 3 anak. PTKP John
adalah :
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri Rp 36.000.000.-Tambahan WP kawin Rp
3.000.000.- Tambahan 3 anak Rp 9.000.000.-
Jumlah Rp 48.000.000.-
Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk


usaha tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan
penghasilan kena pajak dengan tarif pajak sebagaimana
diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
Pajak Penghasilan (Wajib Pajak Penghasilan (Wajib
Pajak Badan) Pajak Orang Pribadi)

= Penghasilan Kena Pajak x = Penghasilan kena pajak x tarif


Tarif pasal 17 pasal 17
= Penghasilan netto X tarif = Penghasilan netto – (PTKP) x
pasal 17 tarif pasal 17
= [(Penghasilan bruto – biaya
= (Penghasilan bruto-biaya
yang diperkenankan UU PPh) -
yang diperkenankan UU PPh) PTKP] x tarif pasal 17
x tarif pasal 17
Contoh Soal
Peredaran Bruto PT Makmur dalam Tahun Pajak 2015
sebesar Rp 4.500.000.000 dengan penghasilan kena
pajak sebesar Rp 500.000.000. Penghitungan pajak
yang terutang :
Seluruh penghasilan pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50%
dari tarif pajak penghasilan badan yang berlaku karena
jumlah peredaran bruto PT Makmur tidak melebihi RP
4.800.000.000.

Pajak penghasilan yang terutang :


(50%x20%) x Rp 500.000.000 = Rp62.500.000
Peredaran bruto PT. Jaya dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp
30.000.000.000 dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp
3.000.000.000. penghitungan pajak yang terutang :

Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto


yang memperoleh fasilitas :
(Rp 4.800.000.000.000 : Rp 30.000.000.000) x
Rp3.000.000.000 = Rp 480.000.000

Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto


yang tidak memperoleh fasilitas :
Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000

Pajak penghasilan yang terutang :


( 50%x20%) x Rp 480.000.000= Rp 60.000.000
25% x Rp 2.520.000.000 = Rp 630.000.000 (+)
Jumlah pajak penghasilan yang
terutang = Rp 690.000.000
Gunawan pada tahun 2015 mempunyai Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp 241.850.600. Besarnya pajak
penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh
Gunawan adalah :

Penghasilan Kena Pajak Rp 241.850.600


(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)

Pajak penghasilan yang harus dibayar :


5%xRp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15%xRp 191.850.000 = Rp 28.777.500 (+)
Jumlah = Rp 31.277.500

También podría gustarte