Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam
waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005). Agen Infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Parasit dan jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan Faktor alat Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Proses Penularan Infeksi Nosokomial a. Penularan secara kontak Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme b. Penularan melalui common vehicle Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya c. Penularan melalui udara dan inhalasi Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh d. Penularan dengan perantara vektor Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik e.Penularan melalui makanan dan minuman Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seseorang pasien yang memang sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan agar sebersih mungkin dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana, karenanya tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total. Setiap langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada kaidah sepsis dan antisepsis dan perbaikan sikap / perilaku personil rumah sakit. Pada pasien dengan daya tahan yang kurang oleh karena penyakit kronik, usia tua, dan penggunaan imunosupresan, mikroorganisme yang awalnya non-patogen dan hidup simbiosis berdampingan secara damai dengan penjamu, akibat daya tahan yang turun, dapat menimbulkan infeksi oportunistik. Maka infeksi nosokomial bisa merupakan suatu infeksi oportunistik 1) Demam 2) bernapas cepat, 3) kebingungan mental, 4) tekanan darah rendah, 5) urine output menurun, 6) pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika kencing dan darah dalam air seni 7) sel darah putih tinggi 8) radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidakmampuan untuk batuk. 9) infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di sekitar bedah atau luka Pengobatan infeksi nosokomial bergantung pada etiologi yang mendasarinya. Infeksi nosokomial pada daerah bedah atau ulkus dekubitus dapat dilakukan debridement. Sampel dari jaringan harus di kultur untuk identifikasi patogen yang dicurigai. Pada skabies nosokomial dapat diobati dengan antiskabies topikal atau oral. Penggunaan antiskabies topikal, yaitu permetrin 5%, dan lindan 1% dianjurkan 2 kali selang seminggu, sedangkan sulfur presipitatum 5-10% selama 3 hari berturut-turut. Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk : • Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan. • Mengontrol resiko penularan dari lingkungan. • Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. • Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif. • Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.