Está en la página 1de 47

DIABETES MELLITUS

OLEH
USMAR

Referensi utama : Chapter 83


PENDAHULUAN
• Diabetes mellitus (DM) : gangguan
metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia.
• Berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengakibatkan komplikasi kronik
gangguan mikrovaskular, makrovaskular,
dan neuropatik.
• DM penyebab kebutaan pada orang dewasa
yang berusia 20 – 74 tahun, menunjang
perkembangan penyakit ginjal.
Epidemiology
• DM tipe 1 = gangguan imunologik yang terjadi
pada anak-anak dan remaja
• DM tipe 1 idiopatik = diabetes nonimun yang
sering terjadi pada sebagian kecil masyarakat,
khususnya di Afrika dan Asia, dengan kebutuhan
insulin intermitten
• DM tipe 1 meliputi 5 - 10% dari kasus DM dan
kemungkinan diawali dengan terpaparnya
individu yang rentan secara genetik terhadap zat-
zat dati lingkungan
Epidemiology
• Markers of autoimmunity have been detected in 14%
to 33% of persons with type 2 DM in some
populations and manifest with early failure of oral
agents and insulin dependence. This type of DM has
also been referred to as latent autoimmune diabetes
in adults (LADA).
• Maturity onset diabetes of youth (MODY), which can
be due to one of at least six genetic defects, and
endocrine disorders such as acromegaly and Cushing
syndrome, can be secondary causes of DM. These
unusual etiologies, however, only account for 1% to
2% of the total cases of type 2 DM.
Epidemiology
• Prevalensi DM tipe 2 semakin meningkat
• Faktor-faktor risiko untuk perkembangan DM tipe 2 :
 Riwayat keluarga (orang tua atau saudara diabetes);
 Obesitas (20% melebihi berat ideal, atau BMI 25 kg/m2);
 Kurang aktivitas fisik;
 Ras atau etnik;
 Gangguan tolerasi glukosa (impaired glucose tolerance),
gangguan glukosa puasa, atau HbAlc 5.7%–6.4%;
 Hipertensi (140/90 mm Hg pada orang dewasa);
 Kolesterol HDL 35 mg/dL dan/atau trigliserida 250 mg/dL;
 Riwayat GDM atau kelahiran bayi dengan bobot > 9 pon;
 Riwayat penyakit vaskular;
 Adanya Acanthosis nigricans;
 Penyakit polycystic ovary.
Epidemiology
• The prevalence of type 2 DM increases with age, it is more
common in women than in men in the United States, and
varies widely among various racial and ethnic populations,
being especially increased in some groups of Native
Americans, Hispanic American, Asian American, African
American, and Pacific Island people.
• While the prevalence of type 2 DM increases with age, the
disorder is increasingly being recognized in adolescence.
• Much of the rise in adolescent type 2 DM is related to an
increase in adiposity and sedentary lifestyle, in addition to
an inheritable predisposition.
• Most cases of type 2 DM do not have a well-known cause;
therefore, it is uncertain whether it represents a few or
many independent disorders manifesting as
hyperglycemia.
KLASIFIKASI
• TIPE 1
kerusakan sel , defisiensi absolut insulin
• TIPE 2
 resistensi insulin disertai dengan difisiensi relatif insulin
 kekurangan sekresi insulin disertai dengan resistensi
insulin
• GESTASIONAL
terjadi pada masa kehamilan
• Tipe-tipe lain (MODY = Maturity onset diabetes of youth)
 Biasanya karena faktor genetik : MODY1 – MODY6
DM Tipe 1
• Kerusakan autoimun dari sel-sel  pankreas
• Penanda kerusakan autoimun sel  terdapat saat diagnosis
pada 90 % individu :
 Antibodi sel pulau Langerhans
 Antibodi terhadap glutamat dekarboksilase
 Antibodi terhadap insulin.
• Biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, meskipun bisa
juga pada dewasa
• Pasien yang lebih muda mengalami kerusakan sel yang
lebih cepat disertai dengan terjadinya ketoasidosis
• Pada orang dewasa, sering terjadi kecukupan sekresi insulin
untuk mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun, yang
sering mengarah kepada diabetes autoimun laten
DM Tipe 2
• Ditandai dengan resistensi insulin dan kekurangan relatif
sekresi insulin, dengan penurunan secara perlahan-lahan
sekresi insulin sepanjang waktu
• Kebanyakan penderita menunjukkan kegemukan terutama
pada bagian perut, yang dengan sendirinya menyebabkan
resistensi insulin
• Sering juga disertai hipertensi, dislipidemia (TG tinggi, HDL
rendah), dan peningkatan kadar inhibitor plasminogen
activator-1 (PAI-1)
• Gabungan gejala tersebut sering disebut sebagai "insulin
resistance syndrome“ atau "metabolic syndrome."
• Hal ini menyebabkan pasien dapat mengalami resiko
komplikasi makrovaskular
Treatment
Tujuan utama penanganan DM :
• Mengurangi risiko komplikasi penyakit
mikrovaskular dan makrovaskular
• Menghilangkan gejalanya
• Mengurangi tingkat kematian
• Meningkatkan kualitas hidup
KRITERIA UNTUK DIAGNOSIS DM
• Glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
• Glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L)
• Glukosa darah 2 jam sesudah TTGO (G2PP) ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L)
• HbA1c ≥ 6,5 %
GLUKOSA DARAH
KRITERIA STATUS KADAR GLUKOSA DARAH
• GDP
Normal < 100 mg/dL (5,6 mmol/L)
Tinggi (IFG) 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L)
DM ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
• Glukosa darah 2 jam sesudah TTGO (G2PP)
Normal : sesaat setelah pemberian < 140 mg/dL (7,8 mmol/L)
Tinggi (IFG) 140 – 199 mg/dL (7,8 – 11,1 mmol/L)
DM ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
• HbA1c
Normal : < 5,7 %
Tinggi (risiko DM) 5,7 – 6,4 %
DM ≥ 6,5 %
PATOGENESIS DM TIPE 1

• DM Tipe 1 ditandai dengan defisiensi absolut dari fungsi sel β


pankreas
• Akibat kerusakan imunologik maupun idiopatik
• Kerusakan imunologik : karena gangguan kesetimbangan sel
Th1/Th2, aktivitas Th1 lebih tinggi, merusak sel β pankreas
• Empat kejadian utama
1) Periode praklinik yang lama yang ditandai dengan adanya
penanda imun bila terjadi perusakan sel β
2) Hiperglikemia bila 80% - 90% sel rusak
3) Remisi transien (fase bulan madu)
4) Penyakit menetap dengan risiko komplikasi dan kematian
PATOGENESIS DM TIPE 1 (lanj.)
• Kerusakan fungsi sel β pankreas yang menyebabkan hiperglikemia
dikarenakan difisiensi absolut insulin dan amilin
• Kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah :
 Stimulasi asupan glukosa ke jaringan
 Supressi produksi glukosa oleh hati
 Supressi pelepasan asam lemak bebas (ALB) dari sel-sel lemak
 Supressi ALB berperan penting dalam homeostasis glukosa
 Kadar ALB tinggi menghambat masuknya glukosa ke otot
(jaringan) dan menstimulasi glukoneogenesis hepatik
• Amilin = hormon peptida glukoregulator yang disekresikan bersama
insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan :
 Memperlambat pengosongan lambung
 Mensupressi keluarnya glukagon dari sel α pankreas
 Mempercepat rasa kenyang
• Pada DM tipe 1 produksi amilin sangat rendah
PATOGENESIS DM TIPE 2
Kerja normal insulin
• Dlm keadaan puasa, 75 % dari total pembuangan glukosa tubuh terjadi di dalam jaringan yang
tidak bergantung insulin (non–insulin-dependent tissues): otak dan jaringan splanchnic (hati dan
gastointestinal)
 Faktanya, ambilan glukosa otak terjadi dengan laju yang sama baik pada saat puasa maupun
tidak, dan tidak terpengaruh pada DM tipe 2
• Sebanyak 25 % metabolisme glukosa terjadi di dalam otot, yang merupakan jaringan yang
bergantung pada insulin
• Pada saat puasa, sekitar 85 % produksi glukosa dihasilkan dari hati, selebihnya dari ginjal
• Glukagon disekresi dalam keadaan puasa utuk melawan aksi insulin dan menstimulasi produksi
glukosa hepatik
• Pada saat makan, asupan karbohidrat meningkatkan kadar glukosa plasma dan menstimulasi
pelepasan insulin dari sel pankreas
• Hiperinsulinemia :
1) Menekan produksi glukosa hepatik
2) Menstimulasi ambilan glukosa oleh jaringan perifer (80 – 85 % diambil oleh jaringan perifer
dan dibawa ke otot, 4 – 5 % dimetabolisme oleh adiposit. Pada saat makan, glukagon
disupressi)
PATOGENESIS DM TIPE 2 (lanj.)
Kerja normal insulin (lanjt)
• Meskipun jaringan lemak bertanggung jawab hanya untuk
sejumlah kecil pembuangan total glukosa tubuh, namun
berperan penting dalam memelihara homeostasis glukosa
tubuh
• Kenaikan kecil kadar insulin plasma menghasilkan efek
antilipolitik yang kuat, menyebabkan penurunan nyata kadar
ALB plasma
• Penurunan kadar ALB plasma mengakibatkan
 peningkatan ambilan glukosa ke dalam otot
 menurunkan produksi glukosa hepatik
• DM tipe 2 ditandai dengan :
1) Kurangnya sekresi insulin
2) Resistensi insulin yang melibatkan otot, hati, dan adiposit
• Resistensi insulin terjadi pada penderita DM tipe 2 yang kurus
PATOGENESIS DM TIPE 2 (lanj.)
GANGGUAN SEKRESI INSULIN
• Pankreas dengan sel β yang berfungsi normal
mampu mengatur sekresi insulin untuk
mempertahankan toleransi glukosa normal
• Pada orang nondiabetik, insulin meningkat seiring
dengan tingkat keparahan resistensi insulin dan
toleransi glukosa tetap normal
• Gangguan sekresi insulin merupakan temuan
umum pada pasien DM tipe 2, perkembangan
disfungi sel β telah banyak diketahui pada
berbagai etnik
PATOGENESIS DM TIPE 2 (lanj.)
GANGGUAN SEKRESI INSULIN
• Pada DM tipe 2, penurunan sekresi insulin postprandial
disebabkan oleh kegagalan fungsi sel β pankreas dan
berkurangnya stimulus sekresi insulin dari hormon-
hormon usus.
• Dua hormon yang bertanggung jawab pada lebih 90 %
sekresi insulin :
 Glucagon-like peptide 1 (GLP-1)
 Glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
• Pasien DM tipe 2 tetap sensitif terhadap GLP-1 tetapi
sering resisten terhadap GIP
Homeostasis Insulin, glukagon, dan glukosa
Homeostasis Insulin, glukagon, dan glukosa
A. Kondisi Puasa – Pada orang sehat kadar glukosa plasma berada dalam rentang
4,4 – 5,0 mM, dan asam lemak sekitar 400 M. Dalam kondisi tidak ada absorbsi
nutrien dari saluran GI, glukosa disuplai terutama dari hati, dan asam lemak
dari jaringan adiposa. Ketika puasa, kadar insulin plasma rendah, dan glukagon
plasma meningkat, sehingga mendukung peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis hepatik; kadar insulin rendah juga melepaskan adiposit dari
penghambatan, menyebabkan peningkatan lipogenesis. Kebanyakan jaringan
mengoksidasi asam lemak selama puasa, menghemat penggunaan glukosa
oleh SSP.
B. Kodisi Makan – Ketika makan, absorpsi nutrien menyebabkan peningkatan
kadar glukosa plasma, menghasilkan peningkatan sekresi inkretin dari usus dan
rangsangan saraf yang meningkatkan sekresi insulin. Di bawah kontrol insulin,
hati, otot rangka, dan jaringan adiposa mengambil secara aktif glukosa.
Produksi glukosa hepatik dan lipolisis terhambat, dan oksidasi glukosa tubuh
total meningkat. Otak mengindera kadar glukosa plasma dan menyediakan
input regulasi yang menunjang hemeostasis bahan bakar (energi). Ketebalan
tanda panah mencerminkan intensitas relatif dari aksi; garis putus-putus
menunjukkan sedikit atau tidak ada aktivitas.
Sintesis dan pengolahan insulin
 Peptida pemula, preproinsulin
(110 asam amino) terdiri dari
suatu signal peptide (SP),
rantai B, peptida C, dan rantai
A.
 SP terputus dan ikatan S-S
terbentuk sebagai lipatan
proinsulin.
 Dua prohormon convertase,
PC1 dan PC2, memecah
proinsulin menjadi insulin,
peptida C, dan dua dipeptida.
 Insulin dan peptida C
tersimpan di dalam granul-
granul dan disekresikan
bersama-sama dengan jumlah
molar yang setara.
Pengaturan sekresi insulin dari sel-β pankreas

GLUT = Glucose transpoter


SUR = sulfonylurea receptor
Kir = inward rectifying K+ channel
Pengaturan sekresi insulin dari sel-β pankreas
Pengaturan sekresi insulin dari sel-β pankreas

 Sel β pankreas dalam keadaan istirahat (glukosa darah puasa) mengalami


hiperpolarisasi.
 Glukosa, yang masuk melalui GLUT transporter (terutama GLUT1 pada
manusia, GLUT2 pada rodensia), dimetabolisme dan meningkatkan ATP
seluler, yang menghambat masuknya K+ melalui kanal KATP;
 Penurunan konduktansi K+ mengakibatkan depolarisasi, menghasilkan
eksositosis tergantung Ca2+ dari cadangan insulin.
 Kanal KATP, yang sebenarnya suatu hetero-octamer terdiri dari subunit
SUR1 dan Kir 6.2, merupakan tempat aksi dari beberapa golongan obat :
 ATP berikatan dan menghambat Kir 6.2
 Sulfonilurea dan meglitinida mengikat dan menghambat SUR1
 Ketiganya meningkatkan sekresi insulin.
 Diazoxida dan ADP-Mg2+ (rendah ATP) mengikat dan mengaktivasi
SUR1, sehingga menghambat sekresi insulin.
 Incretin memacu sekresi insulin.
Pengolahan proglukagon menjadi
glukagon, GLP-1, GLP-2, dan GRPP

STN =solitary tract nucleus


 Proglukagon disintesis di dalam sel-sel pulau Langerhans, sel-sel enteroendokrin intestinal (sel L) dan seberkas neuron di
otak belakang.
 Di dalam sel, pengolahan prohormon ini terutama melalui proconvertase-2, melepaskan glukagon, glicentin-related
pancreatic polypeptide (GRPP), dan fragmen utama proglukagon, yang mengandung dua glucagon-like peptides (GLP).
 Di dalam sel L dan neuron, pemecahan proglukagon kebanyakan melalui proconvertase 1/3, menghasilkan peptida
terminal-C besar : glicentin dan oxyntomodulin, serta GLP-1 dan GLP-2 yang lebih kecil.
Pathways of insulin signaling

APS, adaptor protein with PH and SH2 domains; CAP, Cbl associated
protein; CrkII, chicken tumor virus regulator of kinase II; GLUT4, glucose
transporter 4; Gab-1, Grb-2 associated binder; MAP kinase, mitogen-
activated protein kinase; PDK, phosphoinositide-dependent kinase; PI3
kinase, phosphatidylinositol-3-kinase; PIP3, phosphatidylinositol
trisphosphate; PKB, protein kinase B (also called Akt); aPKC, atypical
isoform of protein kinase C; Y, tyrosine residue; Y-P, phosphorylated
tyrosine residue
Jalur-jalur pensinyalan insulin
• Pengikatan insulin pada reseptor membran plasma mengaktivasi sejumlah besar
kejadian pensinyalan.
• Pengikatan insulin mengaktivasi tirosin kinase intrinsik dari dimer reseptor,
menghasilkan fosforilasi tirosin (Y-P) dari subunit β reseptor dan sejumlah kecil
substrat spesifik (kotak kuning) : Insulin Receptor Substrate (IRS) proteins, Gab-1 and
SHC
• Di dalam membran, seberkas reseptor insulin memfosforilasi caveolin (Cav), APS, dan
Cbl.
• Protein-protein yang terfosforilasi tirosin ini berinteraksi dengan cascade pensinyal
via domain SH2 dan SH3 untuk memediasi efek insulin.
• Di dalam jaringan target seperti otot rangka dan adiposait, kejadian penentu adalah
translokasi Glut4 glucose transporter dari vesikel intraseluler ke membran plasma;
ini distimulasi oleh jalur caveolar maupun non-caveolar.
• Pada jalur non-caveolar, aktivasi PI3K adalah krusial, dan melibatkan PKB/Akt (terikat
pada membran oleh PIP3) dan/atau suatu bentuk atipikal dari PKC
• Pada jalur caveolar, protein caveolar, flotillin, melokalisasi kompleks pensinyal ke
caveola; jalur pensinyalan melibatkan serangkaian interaksi domain SH2 yang
menambahkan protein adaptor CrkII, guanine nucleotide exchange protein C3G, dan
protein kecil pengikat GTP, TC10. Jalur ini diinaktivasi oleh phosphoprotein
phosphatase spesifik (spt PTB1B).
• Di samping itu, insulin juga menstimulasi Na+,K+-ATPase membran plasma melalui
mekanisme yang masih dikaji; hasilnya adalah peningkatan aktivitas pompa dan
akumulasi K+ di dalam sel.
GLP-1 & GIP
• GLP-1 disekresi dari sel-L dalam mukosa usus distal sebagai respon
terhadap makanan yang tercampur
• Karena kadar GLP-1 meningkat pada saat masuknya makanan, sinyal-sinyal
saraf yang dimulai dengan masuknya makanan di dalam saluran GI proximal
harus menstimulasi sekresi GLP-1.
• Aksi insulinotropik dari GLP-1 tergantung glukosa, untuk meningkatkan
sekresi insulin, kadar glukosa harus lebih dari 90 mg/dL.
• GLP-1 juga mesupressi sekresi glukagon, memperlambat pengosongan
lambung, dan mengurangi asupan makanan karena cepat merasa kenyang
• Efek GLP-1 ini juga membatasi kenaikan glukosa postprandial
• GIP disekresi oleh sel-K di dalam usus, juga meningkatkan sekresi insulin
• GIP tidak berefek terhadap sekresi glukagon, pengosongan lambung, atau
rasa kenyang
• Waktu paruh GLP-1 dan GIP singkat (<10 menit).
• Keduanya cepat diinaktivasi melalui penghilangan dua asam amino
terminal-N oleh enzim dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4). Kadar GLP-1
menurun bila kadar glukosa meningkat dari normal ke DM tipe 2
RESISTENSI INSULIN PADA DM TIPE 2

TEMPAT RESISTEN MEKANISME SELULER


• Hati • Obesitas
• Otot • Sindroma metabolik
• Adiposit
Presentasi Klinik DM
Karakteristik DM tipe 1 DM tipe 2
Usia < 30 tahun > 30 tahun
Onset Cepat Perlahan
Postur tubuh Kurus Gemuk atau ada riwayat
kegemukan
Resistensi insulin Tidak ada Ada
Autoantibodi Sering ada Jarang terdapat
Simptoma Simptomatik Sering asimptomatik
Keton pada diagnosis Ada Tidak ada
Kebutuhan akan terapi insulin Segera Bertahun-tahun setelah
diagnosis
Komplikasi akut Diabetik Keadaan hiperglikemia
ketoasidosis hiperosmolar
Komplikasi mikrovaskular pada Tidak ada Umum
diagnosis
Komplikasi makrovaskular pada Jarang Umum
saat atau sebelum diagnosis
Nonpharmacologic Therapy (1) - Diet
• Medical nutrition therapy is recommended for all persons with DM
• For individuals with type 1 DM, the focus is on regulating insulin
administration with a balanced diet to achieve and maintain a
healthy body weight.
• A meal plan that is moderate in carbohydrates and low in
saturated fat (<7% of total calories), with a focus on balanced
meals is recommended.
• Patients with type 2 DM often require caloric restriction to
promote weight loss, and portion size and frequency are often
issues.
• Rather than a set diabetic diet, advocate a diet using foods that
are within the financial reach and cultural milieu of the patient.
• As most patients with type 2 DM are overweight or obese,
bedtime and between-meal snacks are not needed if
pharmacologic management is appropriate.
Nonpharmacologic Therapy (2) - Activity
• Most patients with DM can benefit from increased activity
• Aerobic exercise improves insulin sensitivity and glycemic control
in the majority of individuals, and reduces cardiovascular risk
factors, contributes to weight loss or maintenance, and improves
well-being.
• The patient should choose an activity that she or he is likely to
continue. Start exercise slowly in previously sedentary patients.
• In addition, several complications (uncontrolled hypertension,
autonomic neuropathy, insensate feet, and retinopathy) may
require restrictions on the activities recommended.
• Physical activity goals include at least 150 minutes/week of
moderate (50%–70% maximal heart rate) intensity exercise. In
addition, resistance training, in patients without retinal
contraindications, is recommended for 30 minutes 3 times/week.
Pharmacologic Therapy

• Until 1995, only two options for pharmacologic


treatment were available for patients with
diabetes; sulfonylureas (for type 2 DM only)
and insulin (for type 1 or 2).
• Since 1995, a number of new oral agents,
injectables, and insulins have been introduced
in the United States.
Pharmacologic Therapy
Currently, eight classes of oral agents are approved
for the treatment of type 2 diabetes:
1. α-glucosidase inhibitors
2. Biguanides
3. Meglitinides
4. peroxisome proliferator activated receptor
agonists (which are also commonly identified as
thiazolidinediones or glitazones)
5. dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4) inhibitors
6. dopamine agonists
7. bile acid sequestrants
8. Sulfonylureas.
Pharmacologic Therapy
Oral antidiabetic agents are often grouped
according to their glucose-lowering mechanism of
action.
Biguanides and thiazolidinediones are often
categorized as insulin sensitizers due to their
ability to reduce insulin resistance.
Sulfonylureas and meglitinides are often
categorized as insulin secretagogues because
they enhance endogenous insulin release.
Pharmacologic Therapy

• Diabetes treatment options continue to evolve,


with newer oral agents and non-insulin
injectables potentially altering future algorithms
for the treatment of diabetes. The subsequent
sections describe the current antidiabetic
medications that are available to treat type 1 and
type 2 diabetes mellitus.
sediaan-sediaan Insulin
AKSI (JAM)
SEDIAAN
MULA KERJA PUNCAK DURASI
KERJA SINGKAT
Aspart < 0,25 0,5 – 1,5 3–4
Glulisin < 0,25 0,5 – 1,5 3–4
Lispro < 0,25 0,5 – 1,5 3–4
Regular 0,5 – 1,0 2–3 4–6
KERJA LAMA
Detemir 1–4 Minimal 20 – 24
Glargin 1–4 Minimal 20 – 24
NPH 1–4 6 – 10 10 – 16
INSULIN KOMBINASI
75/25-75% protamine lispro, 25% lispro < 0,25 1,5 10 – 16
70/30-70% protamine aspart, 30% aspart < 0,25 1,5 10 – 16
50/50-50% protamine lispro, 50% lispro < 0,25 1,5 10 – 16
70/30-70% NPH, 30% regular 0,5 – 1,0 dual 10 – 16
Struktur proinsulin dan insulin

Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J., 2012, Basic and Clinical
Pharmacology, 12th ed., McGraw Hill, New York. Available as PDF file e-book.
• Modifikasi insulin asli dapat mengubah profil
farmakokinetiknya
Analog Insulin • Pembalikan asam amino 28 dan 29 dalam
rantai B (lispro) atau substitusi Asp dari
Pro28B (aspart) memberikan analog dengan
penurunan tendensi akan asosiasi molecular
yang kerja lebih cepat
• Perubahan Asp3B menjadi Lys dan Lys29B
menjadi Glu menghasilkan insulin glulisine
dengan mula kerja lebih cepat dan durasi
yang lebih singkat
• Substitusi Gly atas Asn21A dan perpanjangan
rantai B dengan menambahkan Arg31 dan
Arg32 menghasilkan derivat glargine dengan
penurunan kelarutan pada pH 7,4 yang
berakbat absorbsi lebih lambat dan bekerja
lebih lama
• Penghapusan Thr30B dan penambahan gugus
myristoyl pada gugus amino f Lys29B
(detemir) meningkatkan ikatan reversible
pada albumin, sehingga memperlambat
transpor melintasi endotel vascular ke
jaringan dan memberikan aksi yang
diperpanjang
Komponen penanganan diabetes
komprehensif
Tujuan terapi diabetes
(rekomendasi ADA)

INDEKS TUJUAN
Kontrol glikemik
A1c < 7,0 %
Glukosa plasma kapiler preprandial 3,9 – 7,2 mmol/L (70 – 130 mg/dL)
Glukosa plasma kapiler postprandial puncak 10,0 mmol/L (<180 mg/dL)d
Tekanan darah < 130/80
Lipid
LDL < 2,6 mmol/L (< 100 mg/dL)
HDL > 1,1 mmol/L (> 40 mg/dL)
Trigliserida < 1,7 mmol/L (< 150 mg/dL)
Tatalaksana penanganan DM tipe 2
Tatalaksana
penanganan
DM tipe 2

Whalen, K. Finkel, R. and


Panavelil, T.A. (editor), 2015,
Lippincott Illustration Reviews :
Pharmacology, 6th ed.Lippincott
Williams and Wilkins, available
as PDF file ebook
Tatalaksana penangan DM tipe 2
 Pasien yang terdiagnosis DM tipe 2, baik dari penilaian GDP, uji toleransi
glukosa oral, ataupun A1C, harus mendapatkan edukasi mengenai terapi
nutris medis dan aktivitas fisik
 Kebanyakan pasien yang baru terdiagnosis DM tipe 2 telah menderita
diabetes subklinis atau tak terdiagnosis selama bertahun-tahun
sebelumnya, dan harus dievaluasi akan komplikasi diabetik
(pemeriksaan retinal, uji kelebihan eksresi rotein atau albumin dalam
urin, serta evaluasi klinis atas neuropati perifer dan insufisiensi
vaskular); gangguan ikutan yang umum (hipertensi dan dislipidemia)
harus segera ditangani.
 Metformin disepakati sebagai terapi lini pertama dan harus dimulai
segera setelah diagnosis
 Kegagalan untuk mencapai target glikemik, umumnya A1C  7% daam 3
– 4 bulan, hendaknya disertai dengan penambahan obat oral kedua
 Perkuat pola hidup setiap kunjungan dan cek A1C setiap 3 bulan.
 Penanganan dapat ditingkatkan ke metformin plus dua obat oral atau
metformin plus insulin, jika perlu.
Senarai obat untuk DM (1)

Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J., 2012, Basic and Clinical
Pharmacology, 12th ed., McGraw Hill, New York. Available as PDF file e-book.
Senarai obat untuk DM (2)

Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J., 2012, Basic and Clinical
Pharmacology, 12th ed., McGraw Hill, New York. Available as PDF file e-book.
Senarai obat untuk DM (3)

Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J., 2012, Basic and Clinical Pharmacology, 12th
ed., McGraw Hill, New York. Available as PDF file e-book.

También podría gustarte