Está en la página 1de 59

KELOMPOK 5

MATA KULIAH : Auditing 1


DOSEN : Bpk. Rananda Septanta
NAMA ANGGOTA :
1. Desi Komalasari - 2014122432
2. Desy Apriani -
3. Fella Asti Agatha - 2014121699
4. Intan O. Juningsih - 2014120850
5. Lina Fitriana - 2014122266

Kelas : 04 SAKES / R.654

UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Surya kencana no.1, Pamulang Barat, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, telp. (021) 7412566,
email: info@unpam.ac.id
JUDUL
BUKTI AUDIT, TUJUAN AUDIT,
PROGRAM AUDIT, DAN
KERTAS KERJA AUDIT
PENDAHULUAN
Bukti audit sangat besar pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Oleh karena itu auditor
harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang cukup dan kompeten agar kesimpulan yang
diambilnya tidak menyesatkan bagi pihak pemakai dan juga untuk menghindar dari tuntutan
pihak–pihak yang berkepentingan di kemudian hari apabila pendapat yang diberikannya tidak
pantas. Tipe bukti audit berupa dokumentasi (bukti dokumenter) juga penting bagi auditor.
Namun, dokumentasi pendukung yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien
merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari pihak
luar yang bebas. Bukti audit yang diperoleh selama pekerjaan lapangan harus didokumentasi-kan
dengan baik dalam kertas kerja audit, disertai dengan keterangan mengenai klasifikasi bukti
auditnya. Hal tersebut dimaksudkan agar auditor mudah dalam melakukan analsisis dan evaluasi
lebih lanjut, sehingga proses pengembangan temuan audit dapat dilakukan dengan baik
berdasarkan unsur-unsurnya. Kertas kerja (working paper) merupakan mata rantai yang
menghubungkan catatan klien dengan laporan audit. Oleh karena itu, kertas kerja merupakan alat
penting dalam profesi akuntan publik. Dalam proses auditnya, auditor harus mengkumpulkan atau
membuat berbagai tipe bukti. Untuk mendukung simpulan dan pendapatnya atas laporan
keuangan auditan. Untuk kepentingan pengumpulan dan pembuata bukti itulah auditor membuat
kertas kerja. SA Seksi339 kertas kerja memberikan panduan bagi auditor dalam penyusunan kertas
kerja dalam auditatas laporan keuangan atau perikatan audit lainnya, berdasarkan seluruh standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Kertas Kerja Audit (KKA) merupakan media
yang digunakan auditor untuk mendokumentasikan seluruh catatan, bukti dan dokumen
yang dikumpulkan dan simpulan yangdibuat auditor dalam setiap tahapan audit. Kertas kerja audit
akan berfungsi mendukung laporan hasil audit. Begitu pentingnya KKA ini sehingga KKA harus
dijaga mutunya melalui proses review secara berjenjang.
BUKTI AUDIT

PENGERTIAN BUKTI AUDIT


Bukti Audit adalah informasi yang digunakan oleh Auditor
untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan
sesuai dengan criteria yang ditetapkan. Bukti Audit mencakup informasi
yang sangat persuasif, misalnya perhitungan auditor atas sekuritas yang
dapat diperjualbelikan, dan informasi yang kurang persuasif,
misalnya respons atas pertanyaan-pertanyaan dari para karyawan klien.
Pendekatan Auditor biasanya datang dari dua arah secara simultan.
Pada satu sisi, auditor bertolak dari pemahaman mereka atas bisnis dan
industri yang dikombinasikan dengan pemahaman atas keunggulan
kompetitif klien untuk mengembangkan harapan yang berkenaan
dengan laporan keuangan. Pada sisi lain, auditor juga mengaudit
pencatatan transaksi-transaksi individual dan kumpulan dari transaksi-
transaksi tersebut. Salah satu tantangan dalam audit ini adalah
menyeimbangkan dua pendekatan yaitu:
AUDIT TOP-DOWN DAN AUDIT BOTTOM-UP :
1. Bukti Audit Top-Down, yaitu berfokus pada upaya auditor dalam
memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industry, sasaran dan
tujuan manajemen, bagaimana manajemen menggunakan sumber
dayanya untuk mencapai sasaran, keunggulan kompetitif organisasi
di pasaran, proses bisnis inti, serta laba dan arus kas yang dihasilkan.
Prosedur audit Top-Down memberikan bukti tentang risiko bisnis
strategis yang dihadapi klien, bagaimana klien menanggapi risiko
tersebut , dan kelangsungan hidup entitas.
2. Bukti Audit Bottom-UP, yaitu berfokus pada pengujian secara
langsung atas transaksi, saldo akun, serta sistem yang mencatat
transaksi tersebut yang pada akhirnya menghasilkan saldo akun.
Bukti Bottom-UP meliputi beberapa bentuk penarikan sampel
transaksi, atau penarikan sampel terinci yang mendukung saldo
akun (misalnya, setiap item-item dalam persediaan atau piutang
usaha) dan mengevaluasi kewajaran penyajian dari setiap rincian
yang terakumulasi dalam laporan keuangan.
Keputusan Penting Tentang Bukti Audit
Ketika merencanakan Audit, auditor harus membuat empat
keputusan penting tentang lingkup dan pelaksanaan audit. Keputusan
tersebut meliputi:
1. Sifat Pengujian Audit
2. Saat Pengujian Audit
3. Luas pengujian Audit
4. Penetapan Staf Audit

TUJUAN UMUM AUDIT


Pada dasarnya tujuan umum audit adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Dengan melihat tujuan audit spesifik,
auditor akan dapat mengidentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun,
dan bagaimana cara menghimpun bukti tersebut.
Tujuan Audit Spesifik dan Bukti Audit
Tujuan audit spesifik lebih diarahkan untuk pengujian terhadap
pos pos yang terdapat dalam laporan keuangan yang merupakan asersi
manajemen. Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa asersi
manajemen dalam laporan keuangan menjadi pedoman bagi auditor
untuk merencanakan pengumpulan bukti audit. Lima asersi
manajemen yang digariskan dalam standar auditing yang berlaku
umum (GAAS) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Audit untuk Keberadaan dan Keterjadian
2. Tujuan Audit Untuk Kelengkapan
3. Tujuan Audit Untuk Hak dan Kewajiban
4. Tujuan Audit untuk Penilaian atau Alokasi
5. Tujuan Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan
1. Tujuan Audit untuk Keberadaan dan Keterjadian
Berkaitan dengan masalah keberadaan dan keterjadian biasanya auditor akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
• Validitas/pisah batas, semua transaksi tercatat benar-benar telah terjadi
selama periode akuntansi.
• Validitas, semua aktiva, kewajiban, ekuitas adalah valid dan telah dicatat
sebagaimana mestinya dalam neraca.
2. Tujuan Audit Untuk Kelengkapan
Berkaitan dengan masalah kelengkapan, auditor biasanya akan memastikan hal-
hal sebagai berikut:
• Kelengkapan/pisah batas, semua transaksi yang terjadi dalam periode itu
telahdicatat.
• Kelengkapan, semua saldo yang tercantum dalam neraca meliputi semua
aktiva, kewajiban, dan ekuitas sebagaimana mestinya.
3. Tujuan Audit Untuk Hak dan Kewajiban
Biasanya Auditor menguji kepemilikan, kesesuaian atas hak entitas terhadap
aktiva, serta hak kepemilikan yang jelas terhadap aktiva.
4. Tujuan Audit untuk Penilaian atau Alokasi
Berkaitan dengan masalah penilaian atau alokasi, biasanya auditor akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
• Penerapan GAAP, bahwa saldo telah dinilai sebagaimana mestinya untuk
mencerminkan penerapan GAAP dalam hal penilaian kotor dan alokasi
jumlah tertentu antar periode (seperti penyusutan dan amortisasi)
• Pembukuan dan Pengikhtisaran, transaksi telah dibukukan dan diikhtisarkan
sebagaimana mestinya dalam jurnal dan buku besar.
• Nilai bersih yang dapat direalisasikan, saldo-saldo yang telah dinilai
sebagimana mestinya pada nilai bersih yang dapat direalisasikan.
5. Tujuan Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan
Bertkaitan dengan masalah penyajian dan pengungkapan, biasanya Auditor
akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
• Pengklasifikasian, Transaksi dan saldo telah diklasifikasikan sebagaimana
mestinyadalam laporan keuangan.
• Pengungkapan, Semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh GAAP telah
tercantum dalam laporan keuangan.
 Keputusan bukti audit
Keputusan utama yang dihadapi para auditor adalah menentukan
jenis dan jumlah bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan agar dapat
memberikan keyakinan yang memadai bahwa berbagai komponen dalam
laporan keuangan serta dalam keseluruhan laporan lainnya telah disajikan
secara wajar.
Berbagai keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit dapat dipilah
kedalam empat sub keputusan berikut ini :
• Prosedur-prosedur audit apakah yang digunakan
• Ukuran sampel sebesar apakah yang akan dipilih untuk prosedur tertentu
• Item manakan yang akan dipilih dari populasi
• Kapankan berbagai prosedur itu akan dilakukan

 Jenis-jenis Bukti Audit


Menurut Fachrudin (2007 : 7), ada beberapa jenis bahan bukti yang dapat
dipilih oleh auditor dalam rangka mengevaluasi bukti audit, yaitu:
a. Pemeriksaan Fisik e. Tanya Jawab
b. Konfirmasi f. Observasi
c. Prosedur Analitis g. Pengerjaan Kembali
d. Dokumen h. Bukti dari spesialis
 PROGRAM AUDIT
Standar Auditing yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam
merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat
pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program
audit tertulis untuk setiap audit.
Maksud suatu program audit adalah mengatur secara sistematis
prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Program
audit tersebut menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor
merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan audit. Program audit juga
mendokumentasikan strategi audit. Biasanya auditor berusaha
menyeimbangkan prosedur audit top-down dan bottom-up ketika
mengembangkan suatu program audit. Jenis pengujian yang termasuk dalam
program audit meliputi :
• Prosedur Analitis
• Prosedur Awal
• Pengujian Estimasi Akuntansi
• Pengujian pengendalian
• Pengujian transaksi
• Pengujian Saldo
• Pengujian penyajian dan pengungkapan
 KERTAS KERJA
Berdasarkan SAS 41, working Papers (AU 339.03), menguraikan kertas
kerja (working papers) sebagai catatan yang di simpan oleh auditor tentang
prosedur audit yang diterapkan, pengujian ayng dilaksanakan, informasi yang
diperoleh, dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Kertas
kerja memberikan :
 Dukungan utama bagi laporan audit
 Cara untuk melakukan koordinasi dan supervisi audit
 Bukti bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS

Isi Kertas Kerja Audit


Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari
perencanaan sampai dengan konsep laporan hasil audit, antara lain terdiri dari:
program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis,
memorandum, surat konfirmasi, pernyataan dari klien, ikhtisar dan
salinan/copy dari dokumen yang dikumpulkan, daftar atau komentar yang
dibuat atau diperoleh auditor, draft laporan hasil audit, dan sebagainya. Kertas
kerja tidak hanya berwujud kertas, tetapi dapat pula berupa pita magnetis, film,
atau media yang lain. Kertas kerja berupa salinan/copy dokumen auditi diberi
cap “COPY SESUAI ASLINYA, DIBERIKAN UNTUK AUDITOR” dan
ditandatangani/paraf oleh petugas/counterpart yang ditugaskan manajemen.
Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada kertas kerja audit harus
meliputi aspek-aspek berikut:
1. Perencanaan
2. Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem
pengendalian internal
3. Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yang
dibuat dan kesimpulan yang dicapai oleh auditor
4. Review atas KKA
5. Pelaporan hasil audit
6. Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit

Persyaratan Kertas Kerja Audit


Kertas kerja audit memperlihatkan kecakapan teknis dan keahlian
profesional dari auditor yang menyusunnya. Seorang auditor yang kompeten
dalam melaksanakan tugasnya akan menghasilkan kertas kerja yang
bermanfaat. Agar bermanfaat, kertas kerja harus lengkap, teliti, ringkas, jelas
dan rapi:
A. Kertas kerja yang lengkap :
• Berisi semua informasi utama, dengan pengertian semua informasi
penting harus dicantumkan dalam kertas kerja
• Tidak memerlukan penjelasan tambahan. Auditor harus
mempertimbang-kanbahwa kertas kerja akan direviu dan digunakan oleh
seniornya untuk penyusunan laporan dan reviu hasil audit.
B. Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan
perhitungan sehingga bebas dari kesalahan.
C. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi pokok saja yang
diperlukan dan relevan dengan tujuan audit dan disajikan secara
ringkas, tidak memuat data yang tidak perlu.
D. Kertas kerja harus mampu menyajikan informasi yang jelas dan
sistematis, penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu
dihindari.
E. Kerapian dalam pembuatan dan keteraturan dalam penyusunan
kertas kerja diperlukan untuk mempermudah ketua tim dan
supervisor mereviu hasil pekerjaan dan menyusun laporan hasil
audit
Jenis Kertas Kerja
Terdapat banyak jenis kertas kerja yang ada di dalam suatu audit. Jenis-
jenis tersebut meliputi :
1) Kertas kerja neraca saldo
2) Skedul dan analisis
3) Memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat
4) Ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi

 Kertas Kerja Neraca Saldo


Pada contoh kertas kerja neraca saldo tersedia kolom-kolom untuk
saldo buku besar tahun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi
audit), penyesuaian, saldo setelah penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo
akhir (telah diaudit).
 Skedul dan Analisis
Istilah skedul kertas kerja (working paper schedule) dan analisis
kertas kerja (working paper analysis) digunakan secara bergantian untuk
menggambarkan setiap kertas kerja yang memuat bukti yang
mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo. Dalam paragraf
sebelumnya telah disebutkan bahwa apabila beberapa akun buku besar
digabung untuk tujuan pelaporan, maka harus disusun sebuah skedul
kelompok (group schedule) atau sering juga disebut sebagai skedul
utama (lead schedule).

 Memoranda Audit dan Informasi Penguat


Memoranda audit (audit memoranda) merujuk pada data
tertulis yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda
meliputi komentar-komentar atas pelaksanaan prosedur-prosedur audit
yang meliputi :
(1) lingkup pekerjaan
(2) temuan-temuan, dan
(3) kesimpulan audit.
 Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi
Ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) merupakan koreksi
atas kesalahan klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan
GAAP. Oleh karena itu, pada akhirnya ayat jurnal penyesuaian secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama akan dianggap material, dengan
harapan akan dicatat oleh klien sehingga saldo buku besar dapat
disesuaikan. Sebaliknya, ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan
penyajian laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai.
Pada dasarnya ayat jurnal reklasifikasi hampir sama dengan ayat jurnal
penyesuaian, namun pengaruh material pada ayat jurnal reklasifikasi
masih harus dibuat terlebih dahulu.
Menyusun Kertas Kerja
Teknik-teknik dasar yang harus diperhatikan untuk menyusun
kertas kerja yang baik adalah sebagai berikut ini :
 Judul (heading).
 Nomor Indeks (index number ).
 Referensi silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang
diambil dari kertas kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas
kerja lain harus diberi referensi silang.
 Tanda koreksi (tick marks). Tanda koreksi berupa simbol-simbol
seperti tanda pengecekan (√) yang digunakan dalam kertas kerja.
 Tanda tangan dan tanggal (signature and dates). Setelah
menyelesaikan masing-masing tugasnya, penyusun maupun pe-
review kertas kerja tersebut harus membubuhkan paraf dan tanggal
pada kertas kerja tersebut.
Me-review Kertas Kerja
Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review kertas
kerja dalam suatu kantor CPA. Review tingkat pertama dilakukan oleh
supervisor dari penyusun, seperti atasan atau manajernya. Review
dilakukan apabila pekerjaan pada segmen tertentu dalam suatu audit
telah diselesaikan. Pihak yang melakukan review terutama menekankan
perhatian pada lingkup pekerjaan yang dilakukan, bukti dan temuan
yang diperoleh, serta kesimpulan yang tela dicapai oleh penyusun.
Review lainnya dilakukan atas kertas kerja apabila pekerjaan lapangan
telah diselesaikan semuanya.

Pengarsipan Kertas Kerja


Pada umumnya kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai
berikut;
1) File permanen dan
2) File tahun berjalan.
Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas kerja
Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien
atau pribadi auditor. Namun hak kepemilikikan oleh kantor akuntan
tersebut masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur
dalam kode etik profesi auditor itu sendiri. Peraturan 301, code of
professional conduct dari AICPA menentukan bahwa seorang CPA
dilarang untuk mengungkapkan setiap informasi rahasia yang diperoleh
selama pelaksanaan penugasan profesional tanpa seizin klien, kecuali
untuk kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan.
Penyimpanan kertas kerja terletak pada tangan auditor, dimana
ia bertanggung jawab untuk menyimpannya dengan aman. Kertas kerja
yang tergolong sebagai file permanen akan disimpan untuk waktu yang
tak terbatas. Sedangkan kertas kerja yang tergolong sebagai file tahun
berjalan akan disimpan selama file tersebut dibutuhkan oleh auditor
untuk melayani klien atau diperlukan untuk memenuhi persyaratan
hukum sebagai retensi catatan. Ketentuan mengenai batasan waktu
penyimpanan jarang yang melampui waktu enam bulan.
KESIMPULAN
Auditor harus merencanakan audit dengan memikirkan akhir
audit tersebut. Tujuan audit secara menyeluruh adalah memberikan
pendapat atas laporan keuangan yang dicapai melalui pengumpulan
dan mengevaluasi bukti audit. Bab ini me-review keputusan-keputusan
penting yang harus dibuat oleh auditor berkenaan dengan sifat, saat,
serta luasnya prosedur audit maupun penetapan staf audit. Selain itu,
auditor harus dapat menetapkan tujuan audit spesifik dari asersi
laporan keuangan manajemen, karena setiap tujuan audit biasanya
memerlukan bukti dan prosedur audit yang berbeda pula.
Melihat perkembangan perekonomian dunia. Saat ini, ada banyak
perusahaan yang menggunakan bentuk elektronik dalam hal pegolahan
setiap data perusahaan. Maka diharapakn setiap auditor mampu untuk
me-review pengaruh pemrosesan data elektronik pada pertimbangan
profesional dalam kaitannya dengan perencanaan dan pengumpulan
bukti audit.
Setiap prosedur yang dilaksanakan, bukti yang diperoleh serta evaluasi
auditor atas bukti tersebut harus didokumentasikan dalam program
audit dan kertas kerja yang nantinya akan memberikan dukungan atas
laporan auditor serta sebagai bukti kepatuhan auditor terhadap GAAS.
REFERENSI
 Arens. Alvin A, Elder. Randal j, Auditing dan jasa assurance, 2006,
Erlangga, Jakarta
 http://triyatmoko.wordpress.com/2009/02/24/bukti-audit-tujuan-
audit-program-audit-dan-kertas-kerja-audit/
 http://rezekiamalia.blogspot.com/2012/06/makalah-bukti-audit-
dan-kertas-kerja.html
CONTOH STUDI KASUS TENTANG BUKTI AUDIT
KASUS DI PDAM KABUPATEN TASIKMALAYA
I. Fenomena yang Terjadi
Laporan auditor atas hasil pelaksanaan pemeriksaan laporan
keuangan perusahaan, merupakan indikator atas penyusunan laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan angka-
angka yang ada dalam laporan keuangan telah disajikan dengan wajar,
sehingga dapat digunakan oleh pemakai laporan keuangan untuk pengambilan
keputusan ekonomi. Dengan demikian sangatlah penting laporan keuangan
yang telah diaudit oleh yang berhak, bagi pemakai dan pengambil kebijkan
atas perusahaan tersebut. Agar hasil keputusannya tepat, maka laporan
keuangan audited harus tepat waktu tidak terlalu lama keluarnya, sehingga
pengambilan keputusannya cepat. Untuk menunjang itu auditor memegang
peran yang cukup besar dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Mengingat laporan keuangan yang diterbitkan manajemen perusahaan belum
dipercaya kewajarannya sebelum ada opini dari auditor yang berwenang.
Auditor harus profesional dalam mengerjakan pemeriksanaan atas laporan
keuangan, serta berpedoman pada SPAP. Sehingga tingkat kepercayaan
pemakai atas opini yang dikeluarkan auditor tidak merasa ragu.
Hal tersebut di atas berlaku umum, artinya untuk semua organisasi
baik perusahaan maupun non perusahaan, tidak terkecuali Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM). Dalam kasus ini terjadi pada PDAM di Kabupaten
Tasikmalaya. Suatu kota yang dipenuhi gunung-gunung dan dikenal
dengan kota seribu gunung. Disamping itu banyak sumber-sumber air bersih
disekitar gunung-gunung tersebut, sehingga dapat dibagikan secara merata ke
daerah yang kandungan air bersihnya kurang. Pendistribusian ini dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sebagai perusahaan milik pemerintah
daerah, PDAM wajib melaporkan hasil yang telah dicapainya baik keuangan
maupun non keuangan kepada Pemerintah Daerah. Khusus untuk laporan
mengenai keuangannya, PDAM diharuskan membuat laporan keuangan
minimal satu tahun sekali. Untuk memberi keyakinan Pemerintah daerah
bahwa laporan keuangan PDAM yang disajikan wajar, maka laporan keuangan
tersebut diharuskan diaudit oleh auditor ekstern.
Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik, maka setiap
tahunnya secara berkala selalu dimonitor oleh Auditor pemerintah, termasuk
teknis pencatatan dan pembuatan laporan-laporan lainnya baik yang
menyangkut keuangan maupun non keuangan, termasuk didalamnya
penerapan pengendalian intern perusahaan. Sebelum tahun 2004 PDAM
Kabupaten Tasikmalaya selalu diaudit oleh Auditor pemerintah dari
Ibu kota propinsi. Selain melakukan audit atas kinerja, Auditor pun mengaudit
atas laporan keuangan.
Selama proses audit Sering sekali auditor pulang ke kantornya dengan
alasan kedinasan ataupun keluarga. PDAM setiap auditor keluar kotaataupun
keperluan lain walaupun tidak ada hubungan langsung dengan keperluan audit,
selalu memberikan akomodasi. Tidak heran bila biaya audit selalu melebihi
anggarannya. Memang auditor tidak meminta akomodasi tersebut, namun
mereka juga tidak menolak ketika diberi akomodasi tsb. Setiap tahun total biaya
audit cukup besar bila dibandingkan dengan fee KAP sekarang ini. Padahal aset
PDAM saat itu hanya sekitar10 milyar rupiah, dengan laba sebesar Rp 500 juta.
Meskipun akomodasi auditor dipenuhi secara maksimal, namun
terbitnya laporan audit sangat lama sekali, padahal laporan keuangan akan
digunakan oleh Pemda untuk menentukan besarnya setoran ke Pemerintah
Daerah. Disamping itu pula digunakan oleh pihak manajemen untuk
menentukan besarnya jasa produksi yang akan diberikan pada karyawan,
sehingga karyawan sangat menunggu laporan audit tersebut. Setiap tahunnya
saat itu rata-rata laporan audit dapat diterima perusahaan sekitar bulan Juli-
Agustus, sehingga hampir termasuk kategori mubadzir. Disamping itu sering
meminta data dengan alasan kekurangan data agar dikirim ke kantornya. Lama
perjalanan dari PDAM Kabupaten Tasikmalaya ke kantornya dapat memakan
waktu 3,5 jam perjalanan. Setelah data tersebut selesai digunakan, sekitar satu
minggu kemudian, harus diambil oleh karyawan PDAM ke kantor auditor
pemerintah tsb. Terkadang ada data yang hilang terutama yang lembaran-
lembaran lepas.
Dari fenomena di atas, terdapat beberapa hal yang dianggap kurang
memperhatikan etika sebagai auditor, yaitu :
1. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa
2. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.
3. Menyuruh karyawan perusahaan mengirim data-data kekurangan
ke kantor Pemeriksa.
4. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.
5. Melakukan audit secara terus menerus.
6. Mengeluarkan opini, yang seharusnya memberikan saran
perbaikan atas kinerja perusahaan.
II. Pembahasan
a. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa.
Dalam kasus ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni
memberikan bimbingan mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-
prosedurnya, serta penilaian pengendalian intern perusahaan. Sehingga
diharapkan akan menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan akurat.
Namun pada saat akhir tahun buku, laporan keuangan perusahaan tsb diaudit
pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa pengecualian.
Dari kasus ini menurut hemat saya ada kekhawatiran auditor
melanggar etika profesi dalam kode etik akuntan Indonesia. Dalam kode etik
tsb , tersurat dalam juklaknya sbb; ” Jika seorang akuntan disamping melakukan
audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka ia harus
menghindari jasa yang menuntut ia melakukan fungsi manajemen atauu
memilih keputusan manajemen, yag tanggungjawabnya terletak pada dewan
direksi dan manajemen”. Dalam kasus ini akuntan yang sama melakukan jasa
lain pada kliennya disamping melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan
perusahaan tsb. Sedangkan menurut juklak kode etik akuntan tsb. Harus
memilih salah satu penugasan, dalam hal ini apakah audit atas laporan
keuangan, atau jasa lainnya.
b. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.
Dalam kasus ini aditor menerima ”pemberian” dari kliennya
yang tidak termasuk dalam kontrak perjanjian fee audit. Walaupun
“pemberian“ tsb tidak secara eksplisit untuk mempengaruhi sikap
auditor, namun dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap
independennya. Hal ini dikhawatirkan melanggar kode etik akuntan
Indonesia khususnya Bab V pasal 6 ayat 5. Bab tsb berbunyi sbb:
“Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan,
dilarang menerima imbalan lain selain honorarium untuk penugasan
yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada
manfaat yang akan diperoleh kliennya.” Dalam pasal tsb jelas bahwa
auditor dilarang menerima pemberian apapun dalam melaksanakan
tugasnya. Walaupun klien tidak mengatakan secara langsung
permintaannya, namun hal tsb cukup bisa dimengerti. Jadi dengan
demikian auditor tsb disinyalir memenuhi kategori pelanggaran kode
etik akuntan Indonesia.
c. Membawa bukti pemeriksaan ke kantor Auditor.
Dengan alasan kekurangan data, maka auditor pemeriksa meminta
karyawan klien untuk mengirimkan data-data dan bukti-bukti transaksi ke
kantornya. Jarak tempuh antara perusahaan klien dengan kantor akuntan tsb
sekitar 120 km dengan waktu tempuh perjalan selama 3,5 jam. Hal ini tentu
berisiko data hilang baik di kantor akuntan, maupun di perjalan. Data-data tsb
digunakan di kantor akuntan rata-rata seminggu, untuk diproses. Dari kasus
tersebut terlihat bahwa berkas-berkas yang ada di kantor auditor khawatir
dapat diketahui oleh pihak yang tidak semestinya, atau jatuh ke tangan pihak
yang bukan haknya, sehingga informasi yang rahasia dapat jatuh ke pihak lain.
Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam aturan etika KAP sbb: “ Anggota KAP
tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa
persetujuan klien.”. Hal ini pun diperjelas dalam kode etik
Akuntan Indonesia bab III pasal 4 yang berbunyi: “Setiap anggota harus
menjaga kerahasiahan informasi yang diperoleh dalam tugasnya, dan tidak
boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut,
tanpa seijin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal itu dikehendaki oleh
norma profesi, hukum atau negara.” Sebaiknya berkas-berkas data tsb tidak
dibawa ke kantor auditor, cukup di kantor klien saja.
d. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.
Auditor dalam kasus ini menerbitkan laporan pemeriksanaannya rata-rata
3-6 bulan. Hal ini jelas akan mengurangi manfaat laporan keuangan sebagai dasar
pengambilan keputusan baik bagi pemilik, maupun bagi manajemen perusahaan,
mengingat laporan keuangan merupakan salah satu alat dalam pengambilan
keputusan di bidang ekonomi bagi stakeholders. Keputusan ekonomi disini yang
berdasar pada laporan keuangan yang telah diaudit diantaranya adalah; pajak
penghasilan perusahaan yang harus disetor ke kas negara, besarnya jasa produksi
yang akan didistribusikan, besarnya setoran untuk PAD, pengukuran kinerja
pimpinan perusahaan. Tindakan auditor yang lambat dalam pembuatan laporan
audit ini, dikhawatirkan merusak citra auditor itu sendiri, dan juga dapat
dikategorikan kurangnya tanggungjawab kepada klien . Dalam prinsip etika
akuntan Indonesia pada prinsip kedua yakni; kepentingan publik, pada poin (5)
diungkapkan sbb: ” Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.” Dengan berdasarkan pada pernyataan tersebut, maka
sikap auditor yang lambat dalam mengeluarkan laporan auditnya, dapat
dikategorikan tidak mentaati etika akuntan Indonesia khususnya poin lima di atas.
Karena tindakan auditor tersebut akan mengurangi kepercayaan publik pada
lembaga pemeriksa, dan juga pada kualitas, serta profesionalisme pemeriksa.
Padahal komponen kepercayaan publik, profesionalisme, integritas dll, sangat perlu
dijunjung tinggi oleh auditor.
e. Melakukan audit secara terus menerus.
Dalam kasus yang terjadi di PDAM Kabupaten Tasikmalaya ini, sejak
mulai berdiri sekitar tahun 1987 sampai tahun 2004 selalu dilakukan audit atas
laporan keuangan oleh BPKP secara terus menerus. Hal ini beralasan bahwa
PDAM milik pemerintah, dan BPKP mempunyai hak untuk membimbingnya dan
sekaligus memeriksanya. Melakukan audit atas laporan keuangan dari mulai
tahun 1987 sampai tahun 2004 oleh satu institusi pemeriksa, dikhawatirkan
melanggar Keputusan Menkeu Republik Indonesia nomor : 423/KMK.06/2002,
tentang jasa akuntan publik. Meskipun BPKP bukan akuntan publik, namun
dalam kasus ini bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik, yakni memeriksa
laporan keuangan dan mengeluarkan opini atas pemeriksaannya itu. Dalam
keputusan Menteri tsb khususnya Bab II Bagian kedua pasal 6 ayat (4),
diungkapkan sebagai berikut : ” Pemeriksaan jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5
(lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.”
Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI nomor
359/KMK.06/2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, diungkapkan dalam
pasal II ayat (1) sbb: ” KAP yang telah memberikan jasa audit umum
untuk 5 (lima ) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan
keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya keputusan menteri
keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan
entitas tsb samapai tahun buku 2003.” Juga diungkapkan bagi akuntan
publik dalam ayat (2) sbb: ” Akuntan publik yang telah memberiakn jasa
audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau lebih atas
laporan laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya
keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas
laporan keuangan entitas tersebut samapai dengan tahun 2003.”
Dengan demikian sudah jelas bahwa auditor tsb tidak mengindahkan
keputusan menteri keuangan yang mengatur lamanya auditor
melakukan audit pada satu entitas.
f. Mengeluarkan Opini.
Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang
merupakan auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya
membimbing dan mengarahkan suatu entitas melaksanakan akuntansi yang
baik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Disamping itu BPKP
juga mempunyai tugas diantaranya menilai kinerja atas suatu entitas di
lingkungan Pemerintah. Jika dilihat dari sebagian tugasnya tersebut, maka
menurut saya jelas bahwa BPKP berhak melakukan audit kinerja atas suatu
entitas di lingkungan Pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk
memberikan saran dan perbaikan atas kinerja entitas tersebut. Sehingga akan
selalu memberikan saran dan bimbingan agar entitas mencapai kinerja yang
diharapkan yang pada akhirnya akan memeberikan kesejahteraan baik secara
langsung maupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya. Dengan
mengeluarkan opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk pada kode
etik akuntan Indonesia dan juga aturan etika kompartemen akuntan publik,
sehingga opini yang dikeluarkan BPKP dapat dipercaya oleh pemakainya. Oleh
karena itu sikap independen dan integritas profesionalisme BPKP harus
mengacu pada aturan kode etik akuntan Indonesia. Hal ini wajar karena opini
yang dikeluarkan BPKP naratifnya sama dengan opini yang dikeluarkan oleh
kantor akuntan publik, juga jenis opininya pun sama, seperti opini wajar tanpa
pengecualian, wajar dengan pengecualian, opini tidak wajar, dan opini tidak
memberikan pendapat.
KESIMPULAN
 Analisis
Sebagai seorang akuntan seharusnya dapat selalu menjaga
kepercayaan publik terhadap profesinya yang memberikan pendapat atas suatu
laporan keuangan yang di audit. Dimana di saat seorang akuntan melakukan
audit, maka publik selalu percaya bahwa akuntan akan selalu mempertahankan
sikap independensi, integritas dan objektivitas sebagi seorang akuntan yang
profesional. Hal tersebut sangat jelas di sebutkan dalam Standar Profesi
Akuntan Publik dan di sebutkan kembali di dalam aturan etika akuntan publik.
Sifat bawaan dari seorang akuntan yang selalu melekat dimata publik adalah
sikap independensinya, sehingga akuntan sangat dipercaya. Independen berati
tidak terpengaruh terhadap apapun dan menjaga integritas dan objektivitas
dalam melakukan tugasnya. Seorang akuntan harus independen dalam dalam
fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance), integritas dan
objektivitas juga haruslah dipertahankan, yang mana harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji
material (material misstatment) yang diketahuinya atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
Dari kasus yang terjadi pada PDAM Kabupaten Tasikmalaya
tersebut di atas, auditor telah melanggar beberapa poin dalam etika
akuntan Indonesia dan etika akuntan publik, juga peraturan menteri
keuangan yang mengatur tentang jasa akuntan publik. BPKP memang
berbeda dengan akuntan publik, namun dalam kasus ini BPKP
melakukan hal-hal yang dilakukan oleh akuntan publik / KAP. Maka
sewajarnya BPKP mentaati etika dan aturan yang berlaku di akuntan
publik yang berada di bawah naungan IAI.
Meskipun pemakai laporan keuangan PDAM adalah terbatas,
namun tetap harus mengedepankan keakuratan dan kewajaran. Apalagi
sekarang dengan adanya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, yang isinya
antara lain menyatakan bahwa, laporan keuangan PDAM yang telah
diaudit, harus dimuat dalam media massa, sebagai salah satu aspek
good corporate governance. Hal ini menandakan bahwa agar
masyarakat percaya akan laporan keuangan yang telah diaudit, maka
auditor harus benar-benar menjunjung independensi, profesionalisme
dan etika.
Saran
Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila
seorang akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya,
mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika
secara baik dan benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan
dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada
standar moral dan etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan
memahami aturan etika, seorang akuntan akan mampu menghadapi
berbagai tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri ataupun dari
pihak luar. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan
peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dimana dia berada. Dalam hal ini, dunia pendidikan akuntansi juga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan.
 Sumber :
 http://ambarbayusetiawan.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-
pelanggaran-etika-bisnis.html
 http://www.auditor-internal.com
Jurnal Penelitian :
PERAN AUDIT INTERNAL DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
Good Corporate Governance
(Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening Kota Bandung)

1. Pendahuluan
Perkembangan globalisasi dunia bisnis dapat memicu para
pelaku bisnis dan ekonomi untuk melakukan berbagai tindakan agar
bisnisnya tetap bertahan di dunia bisnis dan semakin meningkatnya
operasi dalam perusahaan, manajemen puncak tidak memiliki
komunikasi yang cukup dengan berbagai operasi yang ada untuk
menilai keefektifan kinerja sehingga menjadi titik kelemahan dalam
perusahaan.
Keterbatasan komunikasi antara manajemen puncak dan lini
operasi yang sedang berjalan tersebut tidak dapat menutup
kemungkinan bahwa akan terjadinya praktik-praktik yang dapat
membahayakan perusahaan seperti praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Hal tersebut akan sulit untuk dideteksi, karena akan
diketahui apabila adanya kebetulan atau suatu hal yang disengaja.
Praktik ini juga merupakan ancaman yang berbahaya bagi perusahaan,
karena tindakan tersebut memiliki efek terhadap risiko kerugian
keuangan yang berakibat perusahaan itu dapat mengalami
kebangkrutan.
Faktor yang dapat mencegah terjadinya praktik-praktik yang
dapat membahayakan perusahaan, yaitu penerapan good corporate
governance pada perusahaan. Istilah good corporate governance
tersebut muncul terutama sejak adanya skandal international, seperti
dalam kasus Enron dan WorldCom, dengan demikian good corporate
governance tersebut bukan merupakan pola baru atau merupakan
sebuah inovasi, tetapi merupakan suatu pertanggungjawaban kepada
publik mengenai perkembangan yang ada.
Good corporate governance ini juga berupaya untuk
menghasilkan tata-kelola organisasi atau pemerintahan yang baik,
apabila ditinjau dari konsep good corporate governance tersebut maka
good corporate governance mencangkup tidak hanya diterapkan pada
sektor pemerintah saja tetapi juga pada sektor swasta.
Untuk itu diharapkan mulai dari sekarang semua perusahaan
melakukan upaya untuk mulai mewujudkan good corporate governance
guna mencapai sasaran dan tujuan yang hendak ingin dicapai oleh
perusahaan. Dalam upaya penerapan good corporate governance peran
audit internal yang independen sangatlah penting dan audit Internal
merupakan kegiatan pemastian dan konsultasi yang independen dan
objektif yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan
operasi organisasi. Audit internal dapat membantu organisasi mencapai
tujuannya melalui pendekatan yang sistematik dan teratur untuk
mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas proses pengelolaan risiko,
pengendalian, serta tata kelola.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka permasalahan yang akan diambil dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penerapan audit internal pada perusahaan PDAM
Tirtawening.
2. Bagaimana pelaksanaan good corporate governance pada
perusahaan PDAM Tirtawening.
3. Bagaimana peran audit internal dalam upaya mewujudkan
good corporate governance pada perusahaan PDAM
Tirtawening.
3. Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :
1. Bagi para auditor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
acuan untuk melakukan audit internal dalam mewujudkan good
corporate governance.
2. Bagi pihak perusahaan, diharapkan mampu memberikan kinerja
terbaik dalam melakukan pelaksanaan good corporate governance.
3. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu dan
wawasan mengenai audit internal dan good corporate governance.
4. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu
mengembangkan teori ilmu akuntansi dan audit internal.
5. Bagi para peneliti, diharapkan mampu menjadi dasar atau acuan
untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik, serta untuk
memenuhi salah satu syarat dalam ujian sidang akhir pada Fakultas
Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Widyatama.
4. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah penulis uraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Penerapan audit internal pada perusahaan PDAM Tirtawening.
2. Pelaksanaan good corporate governance pada perusahaan PDAM
Tirtawening
3. Peran audit internal dalam upaya mewujudkan good corporate
governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening di kota Bandung.

5. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang diterima
kemudian diuji kebenarannya dengan secara statistik. Adapun hipotesis
dalam penelitian ini, yaitu “Audit internal berperan terhadap good
corporate governance”.
6. Definisi Operasional
Untuk lebih jelasnya operasionalisasi variabel dapat sebagai berikut ini:
Variabel Independen (X) : Audit Internal
Variabel Dependen (Y) : Good Corporate Governance
7. Landasan Teori
7.1 Pengertian Audit Internal
Menurut Amin Wijaya Tunggal (2005:3) “Audit internal adalah
pekerjaan penilaian yang bebas (independent) di dalam suatu
organisasi meninjau kegiatan-kegiatan perusahaan guna memenuhi
kebutuhan pimpinan”.
7.2 Pengertian Good Corporate Governance
Menurut Zarkasyi (2008:36) “Good corporate governance pada
dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan
direksi demi terciptanya tujuan perusahaan”.
8. Metodologi Penelitian
8.1 Metode yang Digunakan dalam Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitis merupakan penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan
dengan variabel lain. Sedangkan jenis penelitiannya adalah penelitian
korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat
hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.

8.2 Populasi dan Sampel


Sugiyono (2013:2015) menyatakan bahwa “Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa populasi merupakan jumlah yang ada pada obyek
dan subyek yang dipelajari serta karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
subyek atau subyek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah audit internal pada Divisi
Satuan Pengawasan Intern (SPI) pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirtawening Bandung dan sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan yang berada di bagian Divisi Satuan Pengawasan
Intern (SPI) pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening
Bandung. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik probability
sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota
populasi untuk dipilih. Dalam metode simple random sampling, sampel
dipilih dan dilakukan secara acak. Berdasarkan metode tersebut maka
kriteria penentuan sampel tidak dibatasi oleh gender, lama bekerja,
pendidikan terakhir, sehingga semua pengguna sistem informasi
akuntansi dapat diikutsertakan sebagai responden.
8.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian secara langsung ke tempat penelitian dengan maksud
memperoleh data primer. Data primer ini diperoleh dengan cara:
1. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati
dan meninjau secara langsung ke perusahaan yang diteliti.
2. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya
jawab dengan pihak atau pejabat yang berwenang yang berhubungan
dengan objek yang diteliti.
3. Kuesioner, yaitu lembar isian yang didalamnya berisi pertanyaan dan
pernyataan yang dapat mengolah data kualitatif menjadi kuantitatif
dengan pengujian hipotesis.
Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan diperoleh dengan pengumpulan data
dan informasi literatur-literatur yang ada untuk ditelaah serta catatan
yang diperoleh di bangku kuliah maupun media lainnya. Penelitian ini
dapat digunakan untuk mendapatkan data-data sekunder dan dapat
digunakan sebagai bahan penelitian tersebut. Penulis mencoba untuk
melaksanakan analisis yang kemudian akan diambil kesimpulan dan
saran-saran dengan batas kemampuan penulis.

8.4 Teknik Analisis


Analisis data adalah cara mengolah data yang terkumpul
kemudian dapat memberikan interpretasi. Hasil pengolahan data ini
digunakan untuk menujukan masalah yang telah di rumuskan. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas dan uji
reliabilitas. Instrument (kuesioner) yang baik harus memenuhi dua
persyaratan yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2003). Dalam
menganalisis suatu masalah penulis menggunakan analisis statistik
deskriptif.
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
keabsahan dan kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian.
Validitas menunjukkan seberapa baik suatu instrumen yang dibuat
mengukur konsep tertentu yang ingin diukur (Uma Sekaran, 2006). Alat
pengukur yang absah akan mempunyai validitas yang tinggi, begitu pula
sebaliknya.
Namun pada penelitian ini validitas item diukur dengan
membandingkan nilai r hitung dan r tabel, yaitu r hitung didapat dari
hasil Output Cronbach Alpha pada kolom Coorelated Item – Total
Correlation. Apabila nilai r hitung > r tabel, maka butir atau pertanyaan
atau indikator tersebut dinyatakan valid (Ghozali, 2011).
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana


suatu pengukuran tanpa bias (bebas kesalahan) dan karena itu
menjamin pengukuran yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam
item dalam instrumen (Uma Sekaran, 2011).
Uji reliabilitas dilakukan terhadap alat ukur berupa kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini pada variabel audit internal dan
variabel good corporate governance. Uji reliabilitas terhadap variabel
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan alat pengolahan
data software SPSS Ver 19.00.
9. Pembahasan
Peran Audit Internal pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di
Kota Bandung
Berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden mengenai peran
audit internal di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota
Bandung menunjukan bahwa total skor aktual yang diperoleh dari seluruh
pernyataan-pernyataan yang membentuk peran audit internal sebesar 3578
dan skor ideal sebesar 4420, sedangkan nilai total persentase yang diperoleh
sebesar 80,95% dan nilai mean skor sebesar 4,05 termasuk dalam kategori
baik. Hal ini menunjukan bahwa peran audit internal pada Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung yang diukur dari 5 indikator
yaitu indicator independensi, indikator kemampuan profesional, indikator
lingkup pekerjaan, indikator pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, dan indikator
manajemen bagian audit internal termasuk ke dalam kategori baik. Dari hasil
pengolahan data atas rekapitulasi jawaban responden menggambarkan bahwa
peran auditor internal di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di
Kota Bandung cukup membantu perusahaan dalam mencegah fraud dan
memberikan rekomendasi mengenai tata kelola perusahaan yang baik serta
memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Good Corporate Governance pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM)
Tirtawening di Kota Bandung Berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban
responden mengenai good corporate governance di Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung menunjukan bahwa total skor
aktual yang diperoleh dari seluruh pernyataan-pernyataan yang membentuk
good corporate governance sebesar 3164 dan skor ideal sebesar 3910,
sedangkan nilai total persentase yang diperoleh sebesar 80,92% dan nilai mean
skor sebesar 4,05 termasuk dalam kategori baik.
Hal ini menunjukan bahwa good corporate governance di Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung yang diukur dari 4 indikator
yaitu indikator ketrerbukaan, indikator kemandirian, akuntabilitas, indikator
pertanggung-jawaban, dan indikator kewajaran termasuk ke dalam kategori
sangat baik.
Dari hasil pengolahan data atas rekapitulasi jawaban responden
menggambarkan bahwa good corporate governance di Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung sudah cukup baik. Dengan
menerapkan komponen good corporate governance membuat tata kelola
perusahaan menjadi lebih baik.
Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Corporate Governance
Berdasarkan hasil uji t (parsial), diperoleh nilai signifikansi
peran audit internal sebesar 0,005 < 0,05 (taraf nyata signifikansi
penelitian). Selain itu dapat dilihat juga dari hasil perbandingan antara
thitung dan ttabel yang menunjukan nilai hitung sebesar 3,028 ,
sedangkan ttabel sebesar 2,037. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
thitung > ttabel yaitu 3.028 > 2,037, maka dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak atau Ha diterima, artinya secara parsial peran audit internal
berpengaruh secara signifikan terhadap good corporate governance.
Hasil penelitian ini ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Dewi Saptantinah Puji Astuti (2010) dan
Maylia Pramono Sari (2011) dalam penelitian yang menujukan hasil
bahwa X berpengaruh terhadap Y.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan logika teori pada pembahasan
sebelumnya bahwa audit internal dan good corporate governance memiliki
hubungan yang sangat erat dimana audit internal sebagai orang dalam bagian
perusahaan yang mengetahui bagaimana kinerja sehari-hari di perusahaan
harus dapat menerapkan tata kelola perusahaan yang baik guna mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Keberadaan audit
internal sangat penting di dalam memastikan terlaksananya nilai-nilai etika
dalam pencapaian good corporate governance sehubungan dengan adanya
berbagai macam kasus yang terjadi baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Ini menunjukan bahwa organisasi tersebut tidak melaksanakan prinsip-prinsip
maupun mekanisme tata kelola perusahaan dengan baik. Peran audit internal
yang independen akan sangat penting dalam membantu penerapan good
corporate governance dalam suatu perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian
menunjukan adanya pengaruh peran audit internal dalam mewujudkan good
corporate governance di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di
Kota Bandung. Peran audit internal sangat membantu perusahaan dalam
mencegah kecurangan, memberikan rekomendasi atas permasalahan yang ada,
serta membantu terwujudnya good corporate governance yang baik
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung.
10. Simpulan
Penelitian ini meneliti tentang peran audit internal dalam
mewujudkan good corporate governance di Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirtawening di Kota Bandung. Variabel penelitian yang digunakan
adalah variable dependen, yaitu good corporate governance, Sedangkan
variabel independen yang digunakan audit internal. Analisis dilakukan dengan
menggunakan Regresi Linier Sederhana dengan program Statistical Package for
Social Sciences (SPSS) Ver. 19.00. Subjek penelitian ini adalah Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota Bandung untuk tahun penlitian
yaitu tahun 2013. Dari total kuisioner yang disebar sebanyak 36 kuisioner dan
kuisioner yang dapat diolah hanya sebanyak 34 kuisioner.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang penulis lakukan
dengan menggunakan metode analisis regresi linier sederhana pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandung, maka penulis dapat
mengambil simpulan sebagai berikut:
1. Peran Audit Internal pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening di Kota Bandung
Berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden mengenai peran
audit internal di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di Kota
Bandung menunjukan bahwa peran audit internal yang diukur dari 5 indicator
yaitu indikator independensi, indikator kemampuan profesional, indicator
lingkup pekerjaan, indikator pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, dan indicator
manajemen bagian audit internal termasuk ke dalam kategori baik.
2. Good corporate governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening di Kota Bandung
Berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden mengenai good
corporate governance di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening di
Kota Bandung menunjukan bahwa yang diukur dari 5 indikator yaitu indicator
keterbukaan, indikator kemandirian, indikator akuntabilitas, indicator
pertanggung-jawaban, dan indikator kewajaran termasuk ke dalam kategori
baik.
3. Peran Audit Internal dalam mewujudkan Good Corporate Governance
Berdasarkan hasil uji t (parsial), diperoleh nilai signifikansi peran audit
internal sebesar 0,005 < 0,05 (taraf nyata signifikansi penelitian). Selain itu
dapat dilihat juga dari hasil perbandingan antara thitung dan ttabel yang
menunjukan nilai thitung sebesar 3,028 sedangkan ttabel sebesar 2,037. Dari
hasil tersebut terlihat bahwa thitung > ttabel yaitu 3.028 > 2,037, maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima, artinya secara parsial peran
audit internal berpengaruh secara signifikan terhadap good corporate
governance.
11. Saran
Berdasarkan simpulan tersebut, maka penulis mencoba untuk
memberikan saran sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan
yang diharapkan dapat bermanfaat baik untuk masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Adapun saran yang dapat penulis berikan, yaitu:
1. Bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung
a. Sebaiknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota
Bandung selalu berusaha mengikutsertakan para auditornya dalam kursus-
kursus untuk mendapatkan sertifikasi, seperti QIA (Qualified Internal
Auditor), CPA (Certified Public Accountant), CIA (Certified Internal Auditor,
dan sertifikasi lainnya yang dapat meningkatkan kualitas auditor internal.
b. Para direksi diharapkan untuk lebih mensosialisasikan pedoman mengenai
good corporate governance pada semua karyawannyasehingga para
karyawan memiliki arahan yang jelas mengenai good corporate governance.
c. Para auditor diharapkan untuk terus meningkatkan pengetahuannya dalam
ilmu akuntansi dan audit, karena kedua ilmu tersebut selalu berkembang
dari waktu ke waktu.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti berikutnya disarankan menggunakan objek penelitian tidak
terbatas hanya peran audit internal dalam mewujudkan good corporate
governance, namun dapat menambah variabel independen lain yang mungkin
memilki pengaruh juga dalam mewujudkan good corporate governance. Selain
itu peneliti selanjutnya juga diharapkan untuk menambah subjek penelitian dan
tidak hanya terfokus pada satu subjek saja seperti dalam penelitian ini yang
terfokus hanya pada lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening Kota Bandung, namun diharapkan peniliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian lebih dari satu perusahaan sehingga dapat memberikan
gambaran secara umum dan luas mengenai peran audit internal dalam
mewujudkan good corporate governance.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Wijaya Tunggal. 2005. Internal Auditing (Suatu Pengantar), Jakarta:
Harvarindo
Arikunto, Suharsimi. 2003. Metode Riset Untuk Penelitian Bisnis.Jakarta.
Erlangga
Hery. 2010. Cetakan Kesatu. Potret Profesi Audit Internal. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta
Uma, Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Jakarta: Salemba
Empat.
Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta : Erlangga
Zarkasyi. 2008. Cetakan Kesatu. Good Corporate Governance pada Badan
Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung : Alfabeta.

También podría gustarte