Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
SYLVIA DJOHAN
406138157
ANATOMI HIDUNG
SEPTUM NASI
membagi kavum nasi menjadi dua ruang
kanan dan kiri
Bagian posterior dibentuk oleh lamina
perpendikularis os etmoid
bagian anterior oleh kartilago septum
(kuadrilateral) , premaksila dan kolumela
membranosa
Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os
maksila dan prosesus horizontal os palatum.
Atap hidung
terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior,
os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os
etmoid, dan korpus os sphenoid.
Dinding Lateral
dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media
yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior,
lamina perpendikularis os platinum dan lamina
pterigoideus medial.
Konka
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut
meatus inferior,
celah antara konka media dan inferior disebut meatus
media,
sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka
suprema) yang teratas.
Meatus superior
suatu celah yang sempit antara septum dan massa
lateral os etmoid di atas konka media.
Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di
sentral meatus superior melalui satu atau beberapa
ostium yang besarnya bervariasi.
Meatus media
salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior
Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian
anterior sinus etmoid.
Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang
berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum.
Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris.
Meatus inferior
yang terbesar di antara ketiga meatus
mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang
terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril.
Kompleks osteomeatal
bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah
pada dinding lateral hidung
suatu rongga di antara konka media dan lamina
papirasea.
Struktur anatomi penting yang membentuk KOM
adalah:
prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid,
hiatus semilunaris,
bula etmoid,
agger nasi
ressus frontal
Perdarahan hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat
pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan
dari cabang a. maksilaris interna.
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang cabang a.fasialis
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis
dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor
yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior.
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatinum
Ganglion sfenopalatinum selain memberikan
persarafan sensoris juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
FISIOLOGI HIDUNG
1) Fungsi respirasi, untuk mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang
dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2) Fungsi Penghidu, sebagai indra penghidu dan pengecap
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga
hidung, konka superior, dan sepertiga bagian atas septum.
3) Fungsi fonetik, untuk resonansi suara, membantu proses
berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui
konduksi tulang;
TRANSPORTASI MUKOSILIAR
suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan
dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing yang
terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring.
fungsi pertahanan local pada mukosa hidung
terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu gerakan
silia dan palut lendir.
SINUS PARANASAL
ANATOMI
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat
buah pada masing-masing sisi hidung :
sinus frontalis kanan dan kiri,
sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila, yang terbesar, kanan dan kiri disebut
Antrum Highmore
sinus sfenoidalis kanan dan kiri.
SINUS MAKSILA
sinus paranasal yang terbesar.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi
sinus maksila adalah :
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
Os sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus
SINUS FRONTAL
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan
seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari
sinus dan pasangannya.
kadang-kadang juga ada sinus yang rudimenter.
Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior.
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal
yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
paling bervariasi
dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya
terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara
di meatus medius, dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior.
SINUS SFENOID
Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran serta
bentuknya bervariasi.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut
septum intersfenoid.
Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus
bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai
indentasi pada dinding sinus sfenoid.
DEFINISI
adalah suatu kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinore, gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar oleh allergen yang
diperantarai oleh IgE.
merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya
tersensitisasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menyebutkan prevalensi rhinitis
alergi meningkat hampir di seluruh dunia.
Laki-laki dan perempuan cenderung memderita
rhinitis alergi dalam proporsi yang sama.
kondisi biasanya muncul pada pasien usia 2 tahun
dan mencapai puncaknya pada usia 21-30 tahun
KLASIFIKASI
berdasarkan sifat berlangsungnya :
Rinitis alergi musiman ( seasonal, hay fever,
polinosis), rhinitis yang dipicu oleh allergen serbuk
sari,spora jamur selama musim semi, musim
panas maupun musim gugur.
Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial), Gejala
pada penyakit ini timbul intermitten atau terusmenerus tanpa variasi musim, jadi dapat
ditemukan sepanjang tahun.
ETIOLOGI
ALERGEN
LINGKUNGAN
Tungau debu
ALERGEN
MAKANAN
rumah
Bulu hewan
ALERGEN OBAT
ALERGEN
LINGKUNGAN
KERJA
Bahan kimia
antibiotic
Kerang laut
NSAID
Latex
Kecoa
Telur
Sulfonamide
Serbuk kayu
Hewan pengerat
Susu sapi
Serbuk sari
Ikan
Spora jamur
Buah-buahan
peliharaan
seperti arbei
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
Gejala utama adalah
rinorea,
hidung gatal,
bersin-bersin , diakibatkan oleh iritasi histamine
pada nervus sensori (N.V) di mukosa hidung,yang
ditransmisikan ke pusat bersin pada medulla
oblongata.
sumbatan hidung
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena sering kali serangan
tidak terjadi di depan pemeriksa.
Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya
serangan bersin berulang
Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan
kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat
dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah keluarnya ingus (rinore) yang encer
dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,
yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata
keluar (lakrimasi)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak:
mukosa edem, basah, berwarna pucat atau livid
adanya secret encer yang banyak.
mukosa inferior tampak hipertrofi.
Pemeriksaan penunjang
in vitro
Hitung eosinophil dalam darah tepi dapat normal atau
meningkat
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent
test) seringkali menunjukan nilai normal
dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
Ditemukannya eosinophil dalam jumlah banyak
menunjukan kemungkinan alergi inhalan.
Jika basophil (>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi
makanan
ditemukan sel PMN menunjukan adanya infeksi bakteri.
In vivo
Allergen penyebab dapat dicari dengan tes cukit
kulit,uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri (skin end point titration/ SET).
SET dilakukan untuk allergen inhalan dengan
menyuntikan allergen dalam berbagai konsentrasi
yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain
alergi penyebab juga derajat alergi dan dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, sering dilakukan adalah
Intracutaneous Provocative Dillutional Food Test/
IPDFT, namun sebagai baku emas dapat dilakukan
dengan test eliminasi dan provokasi (Challenge Test).
Diagnosa banding
Diagnosa
Gejala spesifik
banding
Rhinosinusitis
akut
Rhinosinusitis
akut
ISPA
virus
Kelainan bentuk
Rhinitis
vasomotor
Rinitis
medikamentosa
Rhinitis atrofi
Komplikasi
Polip hidung
Otitis media efusi yang sering residif
Sinusitis paranasal akut ataupun kronik
Timbulnya atau memburuknya penyakit asma
pada penderita
Hiposmia
Gangguan tidur atau apnea
Gangguan pada tuba esutachius
Tatalaksana
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari
kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance)
dan eliminasi.
Medikamentosa
ARIA memberikan panduan pengobatan bagi rhinitis
alergi dimana obat-obat diberikan berdasarkan tingkat
keparahan dan lamanya penyakit:
Antihistamin
cepat untuk meringankan gejala rinore, gatal dan
bersin, tapi hanya memberi efek minimal dalam
meringankan hidung tersumbat.
yang dipakai adalah antagonis histamin H1
dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan
antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi 2
(non sedative).
diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah
serta efektif untuk mengatasi gejala pada respon
fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak
efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung
pada fase lambat
Glukokortikosteroid topikal
Termasuk dalam pengobatan yang sangat efektif
untuk rhinitis, terutama yang disebabkan oleh
paparan allergen
dapat mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas,
mengurangi gejala pada hidung, mata dan
meningkatkan daya penciuman.
bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada
mukosa hidung,mencegah pengeluaran protein
sitotoksik dari eosinophil, mengurangi aktivitas
limfosit, mencegah bocornya plasma.
Sodium cromoglicate
aman untuk dipakai pada anak-anal (< 4 tahun)
sebagai pengganti bila tidak tersedianya steroid
topical
Dekongestan
dapat membantu meringkankan obstruksi nasal
Penggunaan rutin lebih dari beberapa hari dapat
menyebabkan rhinitis medikamentosa.
Ipratropium bromide
berguna untuk mengurangi rinore dan dapat
menyembuhkannya bila dipakai secara rutin
Dapat membantu mengobati pasien dengan
rhinitis alergi yang tidak memberi respon
terhadap terapi kortikosteroid topical.
Sistemik kortikosteroid
digunakan untuk menghilangkan hidung
tersumbat pada awal pengobatan.
Penggunaannya harus dikombinasi dengan steroid
topical.
Nasal leukotriene
efektif untuk mengatasi kongesti dan produksi
mucus pada rhinitis
Immunoterapi
dilakukan pada alergi dengan gejala yang berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan
cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG
blocking antibody dan penurunan IgE.
Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan
yaitu intradermal dan sublingual.
Sebelum memulai imunoterapi ini sebaiknya dilakukan
pemeriksaan sensitivitas dengan cara skin test atau
penghitungan serum allergen spesifik IgE.
Indikasi imunoterapi
Kelainan yang diperantarai IgE
Tidak
mampu
Kontraindikasi imunoterapi
Asma
allergen
Pengobatan yang tidak adekuat
Adanya
kelainan
imunologi lain
atau
penyakit
Operasi
Tindakan pembedahan perlu dilakukan dimana tampak
adanya septum deviasi atau pembesaran dari konka yang
dapat mempersulit penggunaan semprot hidung topical.
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka
inferior), konkoplasti, atau multiple outfractured, inferior
turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
[6]
Electrocoagulasi, cryosurgery, laser surgery, 80% trichloroacetic acid chemosurgery. Operasi laser dikarakteristikan dengan bermacam-macamprosedur,
instrument, dan tujuan seperti untuk kauter permukaan hidung dengan laser
beam, penguapan pada lapisan dalam, dan eksisi luar membrane mukosa
Pembedahan koreksi untuk meningkatkan ventilasi hidung
Subnasal turbinectomy, inferior turbinectomy, septoplasty, metode operasi
takahashi, extensive turbinate nasal polypotomy.
Prognosis
Prognosis rhinitis alergi tergantung dari klasifikasinya.
Pada umumnya pasien dapat hidup normal dengan
adanya gejala.
Pasien yang menerima allergen specific
immunotherapy sebagian besar dapat sembuh dari
penyakit ini, namun gejala rhinitis alergi dapat kambuh
2-3 tahun setelah penghentian imunoterapi ini.
Pengobatan yang efektif dapat mengurangi sebagian
besar gejala rhinitis alergi,pengobatan hanya
memperbaiki gejala saat terjadinya paparan.
Daftar Pustaka
Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung
tenggorok kepala& leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007
Ballenger JJ. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth
edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Spain; 2003.
Browning, George. Allergic rhinitis. In:Scott-Brownss
Otolaryngology seventh ed.volume 2. Great Britain, London:
Butterworth;2008.
Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson
(Ed). Scott-Brownss Otolaryngology. 7th ed. London : Butterworth;
2008.
Asheikh Javed. Allergic Rhinitis Treatment & Management.
http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview updated:
October 2013.
Deguzman A.D, et al. Allergic Rhinitis Guideline October 2013.
TERIMA KASIH