Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas
kearah nasofaring. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan
pembuluh getah bening aferen tidak ada. Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya
sebagai organ imunologi
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena adanya rasa sakit (nyeri) yang
terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang
mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau. Anamnesa ini
merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari
anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada
usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan
Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina,
tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal (Ruiz JW, 2009).
Gambar 1. Tonsil
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior
(otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral– m. konstriktor faring superior
Anterior – m. palatoglosus
Posterior – m. palatofaringeus
Superior – palatum mole
Inferior – tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid)
Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar
anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan
berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum
mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral
esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar
anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan
masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.
Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut
kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi
menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis
yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat
menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering
terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Gambar 2. Adenoid
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring.
Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun
dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi.
c. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).
II. MIKROANATOMI
Tonsil palatina dilindungi oleh selaput lendir rongga mulut 1 (epitel skuamosa berlapis-
lapis nonkeratinizing). Amandel menunjukkan sekitar 15-20 dalam, sering bercabang
kriptus 2 (fossulae tonsillares). Kriptus memperpanjang jauh ke dalam jaringan
lymphoreticular tonsil. Sebuah dinding lymphoreticular jaringan dengan folikel sekunder
Bagian longitudinal dari sebuah ruang bawah dari tonsil palatina dengan berdekatan lapisan
jaringan lymphoreticular, yang merupakan bagian dari lamina propria dari mukosa membran.
Para nonkeratinizing berlapis-lapis epitel skuamosa di mulut ruang bawah tonsil dan permukaan
tonsil menunjukkan hampir tidak ada limfosit. Hanya di kedalaman ruang bawah tanah adalah
epitel skuamosa disusupi oleh limfosit. Akibatnya, epitel ada lebih longgar diselenggarakan
dan integritas struktural dari epitel berkurang (bdk. gambar 337). Pusat-pusat germinal
menampilkan lapisan yang tidak lengkap yang terlihat seperti tutup dengan bagian atas diarahkan
ke ruang bawah tonsil. Lapisan ini terdiri dari limfosit kecil (B-limfosit). Wilayah sel-T terletak
di interfollicular dalam 5 zona.
1 berlapis-lapis epitel skuamosa nonkeratinizing dari membran mukosa mulut
2 Crypt pusat
3 Germinal
4 folikel tutup (B-limfosit topi)
5 daerah Interfollicular
Stain: tawas hematoxylin-eosin; perbesaran: × 12
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-
ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara
serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila
tonsil ditekan keluar detritus. 10
Gambar 8. Tonsilitis
V. EPIDEMIOLOGI
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di
antaranya pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode
April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau
6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.
VI. ETIOLOGI
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10
IX. PATOFISIOLOGI
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil
yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang
disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada
permukaan tonsil. Muara tersebut tampak berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan tonsil akan membengkak dan membentuk
eksudat yang akan mengalir dalam saluran lalu keluar dan mengisi kripta yang terlibat
sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Karena proses radang berulang, maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan
melebar.
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh detritus. Detritus sendiri terdiri atas
kumpulan leukosit, PMN.
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
Bakteri Virus
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
(dalamsehingga
mengerut udara & makanan)
kripta akan melebar. (dalam udara & makanan)
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang
Peradangan tonsil Prod. Secret berlebih
mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna
(dalam udar(dalam udara &
kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
makanan)
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan
Tonsillitis
a & makanan) Bersihan
10
jln nafas tidak efektif
disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
Pembesaran tonsil
Peningkatan suhu tubuh
Obs. mekanik
Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
Tonsilektomi
anoreksia
X. DIAGNOSIS
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit
pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit
pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian
kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta
tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau
dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah
dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
Perbedaan Tonsilitis akut, tonsillitis kronis eksaserbasi akut dan tonsillitis kronis
KRONIS EKSASERBASI
AKUT KRONIS
AKUT
Tonsil
+ + -
hiperemis
Tonsil
+ + +/-
edema
Kriptus
- + +
melebar
Destruitus +/- + +
Perlengketan - + +
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans,
Stafilokokus, atau Pneumokokus. 10
XI. PENATALAKSANAAN
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah
obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of
Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi
terbagi menjadi :
1. Indikasi absolut
a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan
tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal
b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika
dilakukan fase akut.
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi
2. Indikasi relatif
a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan
medik yang adekuat
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.
.Kontraindikasi Tonsilektomi
Komplikasi Tonsilektomi
1. Komplikasi anestesi
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang
dapat ditemukan berupa :
• Laringosspasme
• Gelisah pasca operasi
• Mual muntah
• Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi
• Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung
• Hipersensitif terhadap obat anestesi.
2. Komplikasi Bedah
a) Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi
selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi
pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam
jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.
b) Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus
atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus
nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah
operasi
c) Komplikasi lain
Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi,
otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir,
lidah, gigi dan pneumonia
XII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar
atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi
yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,
kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.
Glomerulonefritis
XIII. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh penegakkan diagnosis yang cermat dan tindakan yang tepat
bila pemberian antibiotik dan tindakan insisi yang tepat dan adekuat, maka prognosis
umumnya baik, tetapi bila keadaan dimana terdapat komplikasi berupa pneumonia
aspirasi, abses paru ataupun mediastinitis maka prognosis akan menjadi kurang baik
apalagi bila kuman penyebabnya fulminans.
BAB III
PENUTUP
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri
telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala
dan badan terasa meriang.
DAFTAR PUSTAKA
2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian Atas
Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-224.
4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi
Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.
5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan
jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah
ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193-205.
6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia: WB
Saunders Co; 1959: 239-57.
8. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea.
Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16
9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Edisi
Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368
10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-3
11. Byron JB, Jonas JT, Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th Ed. Vol. One.
Lippincott Williams & Wilkins. Newlands. 2006 ; pg 1184-98