Está en la página 1de 160

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DENGAN

METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN BENTONIT KARBON


AKTIF BIJI KELOR (Moringa oleifera. Lamk)


SKRIPSI

Oleh :
Nila Istighfaro
NIM. 03530006























JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DENGAN
METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN BENTONIT KARBON
AKTIF BIJI KELOR
(Moringa oleifera. Lamk)



SKRIPSI



Diajukan Kepada:
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)




Oleh:
Nila Istighfaro
NIM: 03530006







JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nila Istighfaro
NIM : 03530006
Fakultas / Jurusan : Sains da Teknologi / Kimia
Judul Penelitian : Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan
Metode Adsorpsi Menggunakan Bentonit Karbon Aktif
Biji Kelor (Moringa olefera. Lamk)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini
tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang
pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,
maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai
peraturan yang berlaku.





Malang, 16 Juni 2010
Yang Membuat Pernyataan,



Nila Istighfaro
NIM.03530006

"PERSEMBAHAN"

Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan
(QS. Al-Hadiid:20)

Siapa berjalan mencari ilmu pasti Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga
(HR. Muslim)
Dunia adalah sekumpulan kesan yang diciptakan
untuk menguji manusia (Harun Yahya)


Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong
Semoga Ridho-Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku
Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian
Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang mesti Kutempuh


Kupersembahkan Karya Sederhana ini untuk...............


Kedua Orang tuaku, ayahanda M Andri Zaini dan Ibunda Mudawamah
Yang senantiasa mengeringi langkahku dengan Doa dan kasih sayangnya
Sungguh Kasih Sayang Kalian sangat Berarti dalam Hidupku

Suamiku tercinta Bahtiar Yulianto
dan Buah Hatiku Tersayang Aika Zulfa Syarifah
yang selalu mendampingiku dalam mengaruhi hidup.
Pengorbanan kalian sangat berarti..
Moga Aika jadi anak yang sholehah,cerdas & kuat.

Adikku tersayang Adib Syaifullah
dan Seluruh Keluarga Besarku (Mas Irham, Mba Ayu,
Mas Agus, Mba Novi, DeWawan,
De Nita, De Riha) yang selalu mendukung dalam meraih cita2.
Tiadah Hadiah yang Terindah selain Kasih Sayang Kalian

Bapak dan Ibuguruku, yang selalu menjadi Pahlawan dalam Studyku
Karenamu Aku bisa Mewujudkan Harapan dan Cita-citaku

Seluruh Saudara N sahabat_q yang senantiasa mendoakan
demi kelancaran dan kesuksesan dalam menggapai cita.

Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Doa
Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT
Amien..................
MOTTO




"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Ali Imron, ayat 191)

































Semangat yang kuat, doa yang tiada henti ,
keikhlasan dan keridhoan
Adalah pintu menuju kesuksesan



i

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.

Maha Besar Allah Swt. yang telah memberikan kemudahan bagi umat
manusia untuk menguak misteri dalam setiap rahasia yang diciptakan-Nya, guna
menunjukkan betapa kuasanya Allah terhadap segala jenis makhluk-Nya. Rahasia
itu menjadi ladang bagi umat manusia untuk menuai hikmah dan makna selama
rentang kehidupan yang singkat. Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada
hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan Metode Adsorpsi
Menggunakan Bentonit Karbon Aktif Biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk)
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.
Sholawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi
panutan bagi umat di dunia. Dialah Nabi akhir zaman, revolusioner dunia, yang
telah merubah kejahiliahan menuju shirothol mustaqim, yani agama Islam.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, iringan doa dan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN MALIKI Malang beserta
stafnya, terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN
Malang.

ii

2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi UIN MALIKI Malang.
3. Diana Chandra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN MALIKI Malang.
4. Eny Yulianti, M.Si, Anton Prasetyo, M.Si, dan Munirul Abidin, M.Ag, selaku
dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran, ketelatenan dan keikhlasan
di tengah-tengah kesibukannya meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Diana Chandra Dewi, M.Si, dan Akyunul Jannah, S.Si, MP, selaku penguji
yang banyak memberikan masukan saran dan kritik konstruktif.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
banyak mengamalkan ilmunya.
7. Moh. Taufik, S.Si., Moh. Kholid Al-Ayubi, S.Si., dan Zulkarnain, S.Si., selaku
Laboran Kimia UIN Malang.
8. Koordinator Laboratorium Kimia Fisika, Teknik Hasil Pertanian (THP)
Universitas Brawijaya atas kesediaannya memberikan tempat penelitian dan
meminjamkan segala peralatannya.
9. Ayah dan ibuku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah
mengasuh, membesarkan dan membiayai baik materiil maupun spiritual,
mendidikku, memberikan dukungan, nasehat serta dengan penuh kesabaran
mengalirkan doa-doanya untuk kebahagiaan dan kesuksesan putri tercintanya
baik di dunia maupun di akhirat

iii

10. Suamiku tercinta Bahtiar Yulianto yang dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan memberikan dukungan baik materiil maupun spirituil, saran,
nasihat, waktu, pengorbanan dan doanya disetiap saat
11. Anakku tersayang Aika Zulfa Syarifah yang selalu menghibur dalam suka
dan duka.
12. Teman-teman Chemistry dan semua pihak yang telah banyak membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung demi terselesainya
skripsi ini.
Tiada kata dan ungkapan yang lebih berharga yang bisa penulis sampaikan
kecuali doa dan ucapan banyak terima kasih, kepada semua pihak atas segala
bantuan, kerja sama dan dukungannya. Semoga apa yang kita kerjakan dapat
bermanfaat dan menjadi amal di sisi Allah SWT serta mendapat imbalan yang
semestinya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien Ya Robbalalamin !
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 16 Juni 2010

Penulis




iv

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah. .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4 Batasan Penelitian. ..................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
2.1 Pemanfaatan tanaman dalam perspektif Islam ......................................... 8
2.2 Tanaman Kelor ....................................................................................... 13
2.3 Minyak Goreng ....................................................................................... 17
2.3.1 Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit ................................................. 18
2.3.2 Warna ...................................................................................................... 23
2.3.3 Kerusakan minyak .................................................................................. 24
2.4 Mineral Lempung ................................................................................... 28
2.4.1 Bentonit .................................................................................................. 30
2.4.2 Montmorillonit ........................................................................................ 32
2.4.3 Pertukaran ion ......................................................................................... 37
2.4.4 Pertukaran kation .................................................................................... 37
2.4.5 Aktivasi montmorillonit ......................................................................... 38
2.5 Pemurnian Minyak Goreng ..................................................................... 40
2.5.1 Penghilangan bumbu (despicing) ........................................................... 41
2.5.2 Netralisasi ............................................................................................... 41
2.5.3 Pemucatan (bleaching) ........................................................................... 42
2.6 Adsorpsi .................................................................................................. 43
2.7 Karbon Aktif ........................................................................................... 48
2.7.1 Aktivasi Karbon Aktif ........................................................................... 50
2.8 Kolom ..................................................................................................... 53
2.9 Analisis FFA dengan Metode Titrasi Asam Basa ................................... 54
2.10 Penentuan Angka Peroksida dengan Titrasi Iodin .................................. 56


v

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 57

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 57
3.2 Bahan ...................................................................................................... 57
3.2.1 Sampel .................................................................................................... 57
3.2.2 Bahan Kimia ........................................................................................... 57
3.3 Alat ......................................................................................................... 57
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................. 58
3.5 Cara Kerja ............................................................................................... 59
3.5.1 Preparasi Biji Kelor ................................................................................ 59
3.5.2 Preparasi Bentonit ................................................................................... 59
3.5.3 Proses penghilangan bumbu (despicing) ................................................ 60
3.5.4 Proses netralisasi ..................................................................................... 60
3.5.5 Analisis warna dengan color reader ....................................................... 61
3.5.6 Penentuan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) ................................. 61
3.5.7 Penentuan Angka Peroksida ................................................................... 62
3.5.8 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji
kelor dan bentonit ................................................................................... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 64
4.1 Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor ................................................ 64
4.1.1 Proses Karbonisasi Biji Kelor ................................................................. 65
4.1.2 Proses Aktivasi Biji Kelor ...................................................................... 66
4.2 Preparasi Bentonit ................................................................................... 67
4.3 Pemurnian Minyak Goreng Bekas .......................................................... 69
4.3.1 Proses Despicing ..................................................................................... 70
4.3.2 Proses Netralisasi .................................................................................... 72
4.3.3 Proses Bleaching ..................................................................................... 74
4.4 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................ 77
4.4.1 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah
berinteraksi dengan Adsorben Karbon Aktif Biji Kelor ......................... 79
4.4.2 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi
dengan Adsorben Bentonit Teraktivasi .................................................. 82
4.4.3 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi
dengan Adsorben Campuran ................................................................... 83
4.4.4 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan asam lemak bebas ........... 84
4.5 Perubahan Angka Peroksida ................................................................. 89
4.5.1 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Karbon Aktif Biji Kelor .......................................................................... 92
4.5.2 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Bentonit teraktivasi ................................................................................. 95
4.5.3 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Campuran ................................................................................................ 97
4.5.4 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan Angka Peroksida ............ 98

vi

4.6 Analisis Warna Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Reprosessing . 103
4.6.1 Warna Cerah (L) .................................................................................... 103
4.6.2 Warna Merah (a*) ................................................................................. 105
4.7 Kajian Hasil Penelitian Dalam Perspektif Islam ................................. 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 112
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 112
5.2 Saran ......................................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 119

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi biji kelor ..................................................... 17
Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit .............. 20
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Tabel Sawit ............ 20
Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut (SNI 01-3741-2002) ... 27
Tabel 2.5 Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741-1995 ..... 28
Tabel 2.6 Sifat-sifat tanah liat ................................................................... 32
Tabel 2.7 Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia ........................................ 48
Tabel 4.1 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,
minyak goreng bekas dan minyak hasil despicing ................... 71

Tabel 4.2 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,
minyak goreng bekas dan minyak hasil netralisasi .................. 74

Tabel 4.3 Data hasil percobaan uji pengaruh jenis adsorben terhadap
kualitas Minyak goreng ............................................................ 76

Tabel 4.4 Warna minyak goreng baru, bekas dan hasil reprosessing .... 103
Tabel 4.5 Analisis Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada
Minyak Goreng Bekas ............................................................ 110





viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman kelor .......................................................................... 16
Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida ............................................. 19
Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak ............................................................... 19
Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Minyak ......................................................... 26
Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Peroksida ................................................ 27
Gambar 2.6 Susunan atom-atom Si dan O dalam tetrahedral ...................... 33
Gambar 2.7 Lembaran silika yang tersusun oleh enam tetrahedral .............. 33
Gambar 2.8 Susunan atom-atom dalam oktahedral ...................................... 34
Gambar 2.9 Lembaran oktahedral (OH)
6
-Al
4
-(OH)
2
-O
4
............................. 34
Gambar 2.10 Lapisan mineral dengan perbandingan lapisan silika dan
alumina 2:1 ............................................................................... 35

Gambar 2.11 Struktur tiga dimensi dari montmorillonit ................................ 36

Gambar 2.12 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH ................................. 42

Gambar 2.13 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar .............................. 45

Gambar 2.14 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian .................................. 45

Gambar 2.15 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 46

Gambar 2.16 Terjadinya gaya London .......................................................... 47

Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH .............................. 72

Gambar 4.2 Stabilisasi resonansi asam karboksilat ...................................... 73

Gambar 4.3 Mekanisme reaksi asam lemak bebas dengan NaOH ............... 73

Gambar 4.4 Pengaruh perlakuan terhadap kadar FFA ................................. 78

Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 81

ix

Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan
Karbon aktif biji kelor .............................................................. 81

Gambar 4.7 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 87

Gambar 4.8 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan karbon
aktif biji kelor ........................................................................... 87

Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Asam Lemak Oleat ....... 90

Gambar 4.10 Mekanisme reaksi pembentukan peroksida pada asam Oleat .. 91

Gambar 4.11 Pengaruh Adsorben Terhadap Nilai Angka Peroksida ............. 91

Gambar 4.12 Reaksi Iodometri selama proses analisis Angka Peroksida ...... 92

Gambar 4.13 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 94

Gambar 4.14 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan
Karbon aktif biji kelor .............................................................. 95

Gambar 4.15 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar .............. 101

Gambar 4.16 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan
Karbon aktif biji kelor ............................................................. 102








x

DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran 1. Diagram Alir ........................................................................... 118
Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia ...................................................... 123
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian .............................................................. 126
Lampiran 4. Skema alat .............................................................................. 134
Lampiran 5. Gambar Proses Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor ............. 135

Lampiran 6. Gambar Proses Despicing (Penghilangan bumbu) ................. 136
Lampiran 7. Gambar Proses Netralisasi dan Bleaching ............................... 137
Lampiran 8. Gambar Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Processing .. 138







xi

ABSTRAK

Istighfaro, Nila. 2010. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan
Metode Adsorpsi Menggunakan Bentonit Karbon Aktif Biji Kelor
(Moringa oleifera. Lamk).

Pembimbing Utama : Eny Yulianti, M.Si
Pembimbing Agama : Munirul Abidin, M.Ag


Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang dengan pemanasan pada
suhu tinggi akan menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa hasil oksidasi lemak
berupa seyawa alkohol, aldehid, keton, hidrokarbon, ester serta bau tengik yang akan
mempengaruhi mutu dan gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak goreng bekas
merupakan limbah yang dapat diolah kembali dengan proses pemucatan
menggunakan adsorben. Sistem adsorpsi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
metode kolom dan metode batch. Metode kolom dipandang lebih efektif karena
kolom yang sudah digunakan dapat diregenerasi kembali. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan
perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom yang berisi
adsorben karbon aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran dari bentonit
teraktivasi dengan karbon aktif biji kelor.
Penelitian ini meliputi: (1) Pembuatan karbon aktif dari biji kelor dengan
dehidrasi, karbonisasi dilakukan satu tahap dengan cara dipanaskan dalam tanur pada
temperatur 600
o
C selama 3 jam dan aktivasi kimia menggunakan larutan NaCl (2)
Pemurnian minyak goreng bekas dengan cara depicing, netralisasi, bleaching dengan
ketiga jenis adsorben melalui kolom (3) Penentuan angka peroksida, asam lemak
bebas dan warna minyak goreng baru, minyak goreng bekas, hasil despicing,
netralisasi, hasil bleaching pada masing-masing adsorben menggunakan kolom
Hasil penelitian menunjukkan asam lemak bebas pada minyak goreng baru,
bekas, despicing, netralisasi berturut-turut 0,037 %,0,448 %, 0,211 %, 0,148 %.
Angka peroksida pada minyak goreng baru, bekas, despicing, netralisasi berturut-
turut 1,32 meq/kg, 4,58 meq/kg, 4,00 meq/kg, 3,96 meq/kg. Minyak hasil netralisasi
yang telah diinteraksikan dengan adsorben melalui kolom menunjukkan asam lemak
bebas 0,141 % pada adsorben karbon aktif biji kelor, 0,145 % pada adsorben bentonit
teraktivasi dan 0,142 % pada adsorben campuran. Angka peroksida 2,49 meq/kg pada
adsorben karbon aktif biji kelor, 2,39 meq/kg pada adsorben bentonit teraktivasi dan
2,37 meq/kg pada adsorben campuran. Hasil penelitian menunjukkan kadar FFA
mengalami penurunan sebesar 69 % menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor
dan angka peroksida sebesar 48 % menggunakan adsorben campuran. Sedangkan
warna minyak goreng mengalami peningkatan. Untuk warna cerah (L) mengalami
peningkatan sebesar 29.98 %, warna merah (a
*
) 48,2 %, dan warna kuning (b
*
) 42, 8
%.


Kata Kunci : Minyak goreng bekas, karbon aktif, biji kelor, bentonit, asam lemak
bebas, angka peroksida

xii

ABSTRACT

Istighfaro, Nila. 2010. Improve quality of used fried oil by adsorption
method using betonit activeted carbon of moringa seed (Moringa
oleifera Lamk)

Pembimbing Utama : Eny Yulianti, M.Si
Pembimbing Agama : Munirul Abidin, MA


Tha use of fried oil repeatedly with steam at high temperature will produce
various chemical compounds as a result of oxidized oil such as alcohol, aldehide,
keton, hydrocarbon, esther and rancidity. This process will influence the quality and
nutritional values of the fried food materials. Used fried oil is waste that could be
reusable by bleaching using adsorben. Adsorption could be proceed by column
method and batch method. The column method is more effective than those of
method due to the ability for regeneration easily. The purpose of this research are to
find the change of free fatty acid (FFA), peroxide value, and the color of the used of
fried oil after passing through the coloumn process containing adsorben i.e activeted
carbon from kelor seed, activated bentonit and mixed adsorben.
This scope of this research are (1) Making activated carbon from dehidrated
kelor seed. This process is one step process which is carried out by heating at 600
o
C
for 3 hours in a furnace and chemical activation is use with 30 % NaCl, (2) The
purification of the used fried oil was carried out by despicing, netralization and
bleaching using three different adsorbens through a coloumn, (3) Measuring a
peroxide value, free fatty acid and the colour of fresh fried oil, used fried oil,
despicing result, netralization and bleaching for each adsorben through the column
The result showed that free fatty acid of the fresh fried oil, the used fried oil,
the despicing, and the netralization were 0,037 %,0,448 %, 0,211 %, 0,148 %
respectively. Peroxide values of the fresh fried oil, the used fried oil, the despicing
and the netralization were 1,32 meq/kg, 4,58 meq/kg, 4,00 meq/kg, 3,96 meq/kg
respectively. The Free fatty acid content of the used fried oil after passing
through the column containing activeted carbon of Moringa oleifera Lamk seed
was 0.141%, 0.145% for the adsorben activated bentonit and 0.142% for mixed
adsorben. The peroxide values of the used fried oil after passing through the
column containing activeted carbon of the kelor seed was 2.49 meq/kg, 2.39
meq/kg for the adsorben activated bentonit and 2.37 meq/kg for the mixed
adsorben. The experiment result showed that FFA content decreased 69% (using
the adsorben activated carbon) and the peroxide value decreased 48% (using the
mixed adsorben bentonit and the activated carbon Moringa oleifera Lamk seed.
The color of the used oil also improved. For light color (L) increased 29,98%, red
color (a
*
) 48,2% and yellow color (b
*
) 42,8%.


Key word: fried oil, activated carbon, moringa oleifera seed, bentonit, free fatty
acid and peroxide value
1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Lemak atau minyak merupakan salah satu jenis bahan makanan yang
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan cita
rasa, dan memperbaiki tekstur makanan (Muchtadi, 2000). Sudarmadji (2003)
menyatakan bahwa minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar
200C) sehingga biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan karena bahan
yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan
menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan aroma dan rasa gurih
spesifik yang lain dari gurihnya protein.
Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang cukup tinggi tentu dapat
menimbulkan dampak yang signifikan pada masyarakat, terutama sektor industri
kecil, seperti makanan yang berbasis gorengan. Secara kuantitatif jumlah
pedagang kecil ini cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh penjuru kota,
dengan adanya kenaikan harga jual BBM maka biaya produksi juga mengalami
peningkatan, di sisi lain daya beli konsumen melemah akibat terjadinya inflasi.
Oleh karena itu, masyarakat cenderung memakai kembali minyak goreng bekas
untuk menggoreng makanan dan dipakai berulang-ulang demi penghematan tanpa
mempertimbangkan risiko bagi kesehatan seperti kerongkongan gatal atau serak
dan lebih berbahaya lagi bisa memicu kanker.

2


Minyak sayur yang digunakan untuk menggoreng mengalami perubahan
secara kimiawi baik selama proses penyimpanan, pemanasan atau adanya kontak
dengan cahaya. Perubahan kimiawi itu dapat menyebabkan penurunan kualitas
minyak, seperti perubahan warna menjadi lebih gelap, lebih kental, muncul bau
yang tidak sedap (tengik), meningkatnya bilangan peroksida, asam lemak bebas
dan menyebabkan rasa yang tidak lezat.
Keberadaan makanan bagi kehidupan manusia sangat penting. Secara
medis makanan dan minuman yang kita konsumsi dapat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Islam mengajarkan makanan atau minuman
yang kita konsumsi sehari-hari keberadaan hukumnya harus halal lagi baik secara
dzatiyah ataupun secara hukmiyah selain harus mengandung nutrisi yang
dibutuhkan oleh tubuh (Anwar, 2007:1). Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam Al-quran surat Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:




Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya (QS. Al-Maaidah :88).


Allah menganjurkan kepada seluruh hambanya untuk selalu memahami
kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan melihat seluruh ciptaan-Nya, tiadalah Allah
menciptakan alam beserta isinya dengan sia-sia dan batil, yang menciptakan
dengan benar dan merupakan kebenaran. Begitu pula Tuhan menciptakan tumbuh-
tumbuhan agar manusia dapat menggambil manfaat darinya (Quthb, 2001: 244).
3


Seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya surat Ar-Rad ayat 4:

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-
tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.


Shihab (2002) memberikan tafsir bahwa Allah menumbuhkan dari
berbagai macam tumbuhan yang baik yaitu subur dan bermanfaat. Tumbuh-
tumbuhan keluar (tumbuh) dari benda mati. Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang
telah mati secara tidak langsung dapat dimanfaatkan kembali untuk sesuatu yang
lebih berguna (Jauhari, 1984). Sebagaimana halnya tanaman kelor yang banyak
tumbuh di Indonesia, pemanfaatan tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman
pagar hidup, batas tanah atau penjalar tanaman lain dan sebagai sayuran.
Penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan yang telah mati sebagai
adsorben saat ini banyak dikembangkan. Tehnik ini tidak memerlukan biaya
tinggi dan kemungkinan sangat efektif untuk menghilangkan kontaminan, baik
anionik maupun kationik (Saleh, 2004).
Hal inilah yang dirasa perlu untuk diketengahkan pada masyarakat
manfaat biji kelor yang telah tua dan kering (mati) sebagai bahan
4


pengendap/koagulator untuk menjernihkan air secara cepat, murah,aman, seperti
yang diterapkan di ITB dan mulai dikembangkan melalui Program UNDP.
Widayat, dkk., (2005) telah melakukan penelitian awal peningkatan
kualitas minyak goreng dengan zeolit alam dengan studi penurunan bilangan
asam, yang hasilnya diperoleh bilangan asam sebesar 1,71. Bilangan asam ini
belum memenuhi Standar Nasional Indonesia minyak goreng (SNI 3741-1995)
yaitu maksimal sebesar 0,3 %.
Penelitian lain telah dilakukan oleh Suharto (1997) menggunakan zeolit
alam sebagai adsorben. Hermansyah (2003) menggunakan adsorben alternatif
arang tulang yang hasilnya menunjukkan bahwa arang tulang mampu menyerap
betakaroten pada minyak sawit kasar. Bayrak (2005) telah melakukan penelitian
tentang Aplikasi isotermis Langmuir pada adsorpsi Asam lemak jenuh yang
hasilnya menunjukkan bahwa penyerapan asam lemak dengan montmorillonit
merupakan adsorpsi fisika. Penyerapan karoten dan asam lemak bebas pada
minyak kelapa sawit menggunakan adsorben lempung teraktivasi juga telah
dilakukan oleh Joy, dkk (2007). Studi kinetika menunjukkan bahwa waktu yang
diperlukan untuk kesetimbangan adsorpsi menurun saat temperatur dinaikkan.
Lempung yang diaktivasi dengan asam sulfat 1 M lebih efektif daripada lempung
dari industri yang digunakan sebagai acuan. Rossi (2002) juga menyebutkan
dalam penelitiannya tentang peranan lempung pemucat dan silica sintetik dalam
penjernihan minyak kelapa sawit yang hasilnya menunjukkan bahwa karakter
adsorpsi pada tiga macam lempung pemucat memiliki perbedaan derajat aktivasi
dalam proses penjernihan minyak kelapa sawit. Isotermis penghilangan warna dan
5


pigmen karoten menggunakan lempung teraktivasi asam lebih efisien daripada
lempung alam juga pada kapasitas adsorpsi fosfor.
Taufik (2007) juga melakukan penelitian tentang pemurnian minyak
goreng bekas menggunakan biji kelor dengan metode Batch yang hasilnya dapat
menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 74,6 % yaitu dari nilai 0,50
% menjadi 0,127 % dan penurunan angka peroksida sebesar 84% yaitu dari 100
meq/kg menjadi 16 meq/kg dan peningkatan warna cerah sebesar 6,7%. Nilai FFA
tersebut sudah memenuhi standart SNI 1995 yaitu maksimal 0,3 %, sedangkan
angka peroksida belum memenuhi SNI 1995 dengan kandungan angka peroksida
maksimal 2 meq/kg.
Berdasarkan hasil penelitian di atas akan dikaji lebih lanjut tentang
efektifitas adsorpsi biji kelor dan lempung bentonit dalam penjernihan minyak
goreng bekas dengan metode kolom, diharapkan dapat menurunkan bilangan
peroksida, asam lemak bebas dan warna yang lebih baik dan memenuhi mutu
Standar Nasional Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas maka dapat
diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
a. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan
perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom
yang berisi adsorben karbon aktif biji kelor ?
6


b. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida dan
perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom
yang berisi bentonit?
c. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida dan
perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom
yang berisi campuran bentonit dan adsorben karbon aktif biji kelor ?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka
peroksida, dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan
melalui kolom yang berisi adsorben karbon aktif biji kelor.
b. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka
peroksida, dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan
melalui kolom yang berisi bentonit.
c. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka
peroksida dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan
melalui kolom yang berisi campuran bentonit dan adsorben karbon aktif biji
kelor.

7


1.4 Batasan Penelitian
Mengingat banyaknya cakupan permasalahan, maka dalam penelitian ini
hanya dibatasi pada:
a. Sampel minyak goreng yang diteliti adalah minyak goreng merek bimoli yang
telah digunakan selama 8 jam.
b. Kelor yang digunakan adalah biji kelor yang tua di pohon beserta kulit ari
yang diperoleh dari daerah Jombang Jawa Timur.
c. Parameter yang diuji adalah asam lemak bebas, angka peroksida dan warna.

1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan :
a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan biji
kelor (Moringa oleifera Lamk) untuk pemurnian kembali minyak goreng
bekas sehingga lebih aman dikonsumsi.
b. Dapat meningkatkan penggunaan biji kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai
penjernih alami, selain digunakan sebagai pakan ternak, campuran sayuran
dan obat-obatan lainnya.

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam
Allah SWT sebagai Tuhan mempunyai tanda-tanda kebesaran-Nya berupa
hasil-hasil ciptaan-Nya, berupa langit dan bumi dan apa yang ada di dalam
keduanya, apa yang ada di antara keduanya. Termasuk juga kejadian-kejadian
yang berlangsung dalam makhluk-Nya tersebut. Kemudian Allah menyuruh untuk
memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya tersebut, termasuk pada tanaman dan
tumbuhan (As-Sady, 2007).
Tumbuhan merupakan salah satu dari ciptaan Allah Swt yang banyak
manfaatnya kepada manusia. Al-Qur`an menyebutkan bahwa sejumlah buah-
buahan dapat memberikan manfaat pada tubuh manusia dalam berbagai cara, juga
enak rasanya. Begitu pula dengan tanaman kelor, banyak manfaat dan
kegunaannya. Daun, buah dan akar banyak mengandung senyawa alkali, protein,
vitamin, asam amino, dan karbohidrat, alkaloid, yang dapat dijadikan sebagai obat
tradisional. Dewasa ini biji kelor diketahui dapat dimanfaatkan sebagai penjernih
air, koagulan pada air limbah, dan penyembuh asam urat, sehingga biji kelor dapat
bernilai komersial, namun masyarakat belum mengetahui potensi tersebut
sehingga kurang dimanfaatkan.
Pentingnya usaha penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan kelor ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat 191 yang berbunyi :
9



Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imron
191).

Allah SWT menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya dengan
maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan kadarnya. Allah menciptakan semua
yang ada di dunia ini tidaklah sia-sia dari yang kecil hingga yang besar. Makhluk
hidup (hewan, tumbuhan dan lain-lain) semuanya dapat dimanfaatkan oleh
manusia jika manusia itu mau untuk berfikir.
Allah menjaga semua yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup dan tersusun
rapi. Manusia wajib menjaga keseimbangan dan kelestarian alam, tanpa berpikir
untuk membuat kerusakan alam guna mempertahankan tatanan lingkungan
(ekosistem) serta keteraturan alam untuk kesejahteraan seluruh makhluk
ciptaanNya. Allah membuktikan dengan diturunkannya hujan sebagai sumber
kehidupan, dan agar manusia dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan
kepadanya. Allah telah menjelaskannya dalam surat Al-Anaam ayat 99 yang
berbunyi:
10




Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan
pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman (QS.Al-Anaam: 99).


Ayat yang mulia tersebut mengajak kita untuk berpikir dan berusaha
mempelajari bagaimana proses penciptaan buah, bagaimana dia berkembang dan
tumbuh pada fase yang berbeda-beda sampai pada fase kematangannya secara
sempurna. Berikut segala unsurnya yang beraneka seperti, sukrosa, minyak,
protein, karbohidrat dan zat-zat tepung. Salah satu dalil kemahakuasaan Allah
SWT adalah mengenai penciptaan butir tumbuh-tumbuhan, biji buah-buahan, dan
janin yang hidup dan terletak di tempat yang sangat sempit sedangkan yang tersisa
dari butir atau biji muncul dari suatu benda yang tak hidup. Ketika janin bangun
dan mulai menumbuhkan tanaman maka suatu benda yang mati tersebut berubah
kondisinya menjadi benda hidup yang dapat memberi makan janin dan
menumbuhkembangkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian ia menduplikasikan
jumlahnya menjadi banyak dan menebarkan benih dan biji, kemudian benih
11


tumbuhan itu berpindah dari fase pertumbuhan menuju fase pergerakan. Saat itu
tumbuhan mulai mampu mencari makanan untuk dirinya sendiri yang dimasak
oleh akar dari garam-garaman yang berasal dari air tanah, dan dibantu oleh daun
hijau yang mengerjakan proses fotosintesa di bawah terik sinar matahari untuk
menghasilkan bahan karbohidrat (Mahran, 2006).
Menurut tafsir Ibnu Katsir (Ad-Dimasyqi, 2001) disebutkan bahwa Allah
telah menurunkan air hujan dari langit yakni dengan kadar tertentu, dengan
kepastian dalam keadaan diberkati sebagai rezeki untuk hamba-hamba Allah,
untuk menyuburkan dan sebagai pertolongan serta rahmat untuk semua makhluk
ciptaan-Nya. Kemudian Allah menumbuhkan dengan air tersebut segala macam
tumbuh-tumbuhan dan dari tumbuh-tumbuhan itu Allah mengeluarkan tanaman
yang menghijau lalu butir yang banyak. Allah menciptakan di dalam tanaman itu
berupa buah-buahan dan biji-bijian yang bersusun antara yang satu dan yang
lainnya seperti pada bulir dan lain sebagainya. Setiap ciptaan Allah tersebut pasti
memiliki manfaat termasuk biji-bijian yang kecil, salah satunya dalam hal ini
adalah biji kelor.
Menurut tafsir Nurul Quran (Imani, 2005) dijelaskan bahwa Allah telah
menciptakan segala macam tanaman sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah dan
sebagai bahan untuk berfikir agar dapat tercipta kemaslahatan bagi seluruh umat.
Penjelasan di atas didukung dengan firman Allah dalam surat Asy-syuara ayat 7
yang berbunyi:


12


Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS.Asy-
Syuara:7).

Shihab (2002) memberikan tafsir bahwa Allah menumbuhkan dari
bermacam-macam tumbuhan yang baik yakni subur dan bermanfaat. Sebagaimana
halnya tanaman kelor yang di dalamnya banyak memberikan manfaat jika
dikonsumsi oleh manusia sebagai sayuran, obat-obatan, bahan baku pembuatan
sabun dan kosmetik, serta sebagai bahan penjernih air.
Keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami setiap penciptaan
Allah dan kurangnya rasa syukur pada Allah menjadikan manusia sering berpikir
sesuatu hanya menjadi hiasan semata di muka bumi atau bahkan hanya menjadi
pengganggu. Tidak ada nilai yang lebih berharga yang bisa diambil dan
dimanfaatkan untuk kemaslahatan kehidupan manusia di dunia ini. Al Quran
memang tidak menjelaskan secara detail manfaat dari setiap penciptaan Allah.
Manusia yang diciptakan sebagai khalifah di bumi ini mempunyai tugas untuk
berpikir, mengkaji, dan mengembangkan penelitian untuk mendapatkan manfaat
dari hasil penciptaan Allah tersebut.
Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 11yang berbunyi :


Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan (QS. An Nahl: 11).

13


Al-Qur'an telah menyebutkan berbagai macam tanaman yang bermanfaat
dan memiliki khasiat bagi kesehatan. Pemanfaatan tanaman sebagai obat
merupakan salah satu sarana untuk mengambil pelajaran dan memikirkan tentang
kekuasaan Allah SWT. Semua yang tercipta mempunyai manfaatnya dan hal itu
merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Demikian halnya dengan tanaman kelor,
perkembangan uji penelitiannya membawa dampak agar diperoleh manfaat-
manfaat lain dari tanaman kelor khususnya biji kelor yang dimanfaatkan sebagai
adsorben.

2.2 Tanaman kelor
Pohon kelor (drumstick tree: bahasa Inggris) termasuk jenis tumbuhan
perdu yang memiliki ketinggian pohon antara 7 12 m. Batang kayunya lunak
dan getas (mudah patah) serta cabangnya jarang, tetapi mempunyai akar yang
kuat. Pohon kelor berbunga dan berganti daun sepanjang tahun, tumbuh dengan
cepat, dan tahan terhadap musim kering (kemarau). Pohon kelor dapat
menyesuaikan diri terhadap berbagai jenis tanah, namun areal tanah berpasir atau
tanah lempung menjadi tempat terbaik bagi pertumbuhannya. Kelor dapat
berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian antara 1
1000 m di atas permukaan laut (Jonni, dkk, 2008).
Daun kelor berbentuk bulat telur (oval) dengan ukuran kecil-kecil,
bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor berguguran apabila
kekurangan air (biasanya terjadi pada musim kemarau panjang) dan tumbuh
kembali ketika kebutuhan air mulai tercukupi. Bunga kelor berwarna putih
8
14


kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau (Jonni, dkk,
2008).
Buah kelor berbentuk polong segitiga memanjang sekitar 30-50 cm, yang
biasa disebut klentang (Jawa). Buah kelor berisi 15 25 biji, berwarna coklat
kehitaman, bulat, bersayap tiga dan hitam. Sedangkan, getahnya yang telah
berubah warna menjadi cokelat disebut blendok (Jawa). Buah kelor ini memiliki
banyak biji di dalamnya, yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pengkembangbiakannya selain menggunakan setek batang (Jonni, dkk, 2008).
Kelor atau kelor-keloran (Moringa oleifera), di Indonesia dikenal sebagai
jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan. Pohon kelor sering digunakan
sebagai pendukung tanaman lada atau sirih. Daun, bunga, dan buah mudanya,
merupakan bahan sayuran yang digemari masyarakat setempat. Tanaman kelor
merupakan leguminosa, maka bagus ditanam secara tumpang sari dengan tanaman
lain karena dapat menambah unsur nitrogen pada lahan tersebut (Hendartomo,
2007).
Biji Moringa oleifera Lam. mengandung mustard oil (minyak ben, minyak
Moringa), mengandung trigliserida asam lemak behen (C
22
H
44
44O
2
) yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun, bahan iluminasi, lubrikan jam
tangan, bahan campuran untuk pembuatan kosmetik, parfum (Duke, 1983;
Folkard dkk., 1995:263). Kotiledon Moringa oleifera Lam. mengandung tiga
komponen penting, yaitu substansi antimikroba 4 L-rhamnosiloksi-benzil-
isotiosianat, minyak ben dan flokulan (Mayer & Stelz, 1993; Polprasid,
1993:213). Biji kelor yang sudah diambil minyaknya (presscake) mengandung
15


protein kasar sebesar 58,9 %; CaO 0,4 %;P
2
O
5
1,1 % dan K
2
O sebesar 0,8 %
(Duke,1983).
Berbagai manfaat tumbuhan kelor ini terus dieksplorasi sebagai sumber
vitamin A, B, C, sumber protein, kalsium, zat besi, sebagai bahan obat-obatan,
bahan baku pembuatan sabun dan kosmetik, sampai pada manfaatnya sebagai
bahan penjernih air (Water Purification). Tam Herb dari India sudah memasarkan
buah kelor segar, serbuk buah dan serbuk daun kelor, minyak kelor, bubuk teh
kelor, bubuk sup kelor dan kapsul kelor (Logu, 2005). Daun kelor muda juga
dipercaya meningkatkan produksi air susu ibu dan sebagai obat kurang darah
(anemia). Akar kelor berkhasiat sebagai obat kejang, obat gusi berdarah, obat
untuk haid yang tidak teratur dan obat pusing. Daunnya berkhasiat sebagai obat
sesak nafas, encok dan beri-beri. Bijinya digunakan sebagai obat mual.
Kandungan kimia akar, daun dan kulit batang kelor mengandung saponin dan
polifenol, kulit batangnya juga mengandung alkaloida. Daun kelor mengandung
minyak atsiri (http://www.murungaexports.ebigchina.com).








16






c


b

a








c d

Gambar 2.1 Dari kiri searah putaran jarum jam ; a) buah kelor masih di
dahan, b) Biji bersayap, c) Biji yang masih utuh dan yang
sudah diblender, d) buah kelor yang baru dipetik (sumber:
Muyibi,2005).


Efek farmakologis : kelor dalam farmakologi cina dan pengobatan
tradisional lain disebutkan bahwa tanaman ini memiliki sifat-sifat seperti, rasa
yang agak pahit, netral, sebagai anti inflamasi, antipiretik, antiskorbut dan tidak
beracun (http://www.iptek.net.id).
Analisis kandungan biji kelor per 100 gram ditunjukkan pada tabel di
bawah ini:

17


Tabel 2.1 Kandungan nutrisi biji kelor
Komposisi Buah
Air (%)
Kalori (%)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Abu (g)
Serat (g)
Mineral (g)
Ca /Kalsium (mg)
Mg/Magnesium (mg)
P/Fosfor (mg)
K/Kalium (mg)
Cu/Tembaga (mg)
Fe/Besi (mg)
S/Sulfur (mg)
Oxalic acid (mg)
Vitamin A B Carotene (mg)
Vitamin B Choline (mg)
86,9
26,0
2,5
0,1
8,5
2,0
4,8
2,0
30
24
110
259
3,1
5,3
137
10
0,11
423
Sumber: Duke, 1983

2.3 Minyak goreng
Minyak adalah lemak yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair dan
mengandung asam lemak tak jenuh. Minyak dapat bersumber dari tanaman,
misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga
matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin,
minyak ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah
dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng nabati
biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung (Widayat, dkk, 2005).
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis
guineensis jack). Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti
(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau
18


kulit buah yang disebut pericarp. Lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau
pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari
lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar
minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%,
dan endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, 2004).
Minyak sawit memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya. Dari segi ekonomi minyak sawit merupakan minyak nabati yang
paling murah karena produktivitas sawit sanggat tinggi. Minyak sawit juga
mengandung betakaroten dan tokoferol sehingga dilihat dari segi gizi mempunyai
keunggulan (Elizabeth, 2002).
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya merupakan
senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang
utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (Pasaribu, 2004).

2.3.1. Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit.
Minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida sebagaimana lemak dan
minyak lainnya. minyak kelapa sawit merupakan ester dari gliserol dengan tiga
molekul asam lemak menurut reaksi sebagai berikut :
19


CH
2
OH
CHOH
CH
2
OH
+ 3RCOOH
H
2
C
HC
H
2
C
O C R
1
O
O C R
2
O
O C R
3
O
+ 3 H
2
O
trigliserida Gliserol asam lemak

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida (Pasaribu, 2004)

Bila R1 = R2 = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya sama maka
trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih
asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran.
Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang setiap atom karbonnya
mengikat satu atau dua atom hidrogen, kecuali atom karbon terminal mengikat
tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus
karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap
disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada
rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum
struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :

C C C C
H
H
H
H
H
H
H H
H
C C
O
OH
H
H
C C C C
H
H
H H
OH
O
C
H
H
H
Asam Lemak Jenuh
Asam Lemak Tak Jenuh


Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak (Pasaribu, 2004)

20


Semakin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida, semakin
tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut . Pada suhu kamar biasanya berada
pada fase padat, sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul
trigliserida maka makin rendah titik beku atau titik cair minyak tersebut sehingga
pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi
padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Pasaribu, 2004).
Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi
asam lemak dari minyak kelapa sawit.

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit
Trigliserida Jumlah (%)
Tripalmitin
Dipalmito Stearine
Oleo Miristopalmitin
Oleo Dipalmitin
Oleo- Palmitostearine
Palmito Diolein
Stearo Diolein
Linoleo Diolein
3 5
1 3
0 5
21 43
10 11
32 48
0 6
3 12
Sumber : Ketaren, 1986.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Kaprilat
Asam kaproat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Laurat
Asam Linoleat
-
-
1,1 2,5
40 46
3,6 4,7
30 45
-
7 11
Sumber : Pasaribu, 2004
21


Minyak juga mengandung sejumlah kecil komponen nontrigliserida, yaitu
lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid); sterol, berada dalam
keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak bebas; asam lemak bebas; lilin;
pigmen yang larut dalam lemak; dan hidrokarbon. Komponen tersebut yang
mempengaruhi warna dan flavor minyak serta berperan dalam proses terjadinya
ketengikan (Ketaren, 2005).
Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya
terdiri atas 35 - 40% asam palmitat, 38 - 40% oleat dan 6 - 10% asam linolenat
serta kandungan mikronutriennya seperti karitenoid, tokoferol, tokotrienol dan
fitosterol. Selain itu keunggulan minyak sawit sebagai minyak makan adalah tidak
perlu dilakukan parsial hidrogenasi untuk pembuatan margarin dan minyak goreng
(deep frying fat), trans-fatty acid rendah, dan harganya murah. Klaim produk
minyak sawit sebagai produk sehat telah banyak dilakukan penelitian mendasar,
sehingga klaim unggulannya mempunyai dasar yang kuat. Meskipun minyak
sawit mengandung mono-unsaturated fatty acid (Omega 9) cukup tinggi,
kandungan asam lemak jenuhnya (palmitat) juga tinggi yaitu 40%. Asam palmitat
yang ada dalam minyak sawit mempunyai nilai positif karena dapat menurunkan
kolesterol LDL (low density lipoprotein) (Muchtadi, 2000).
Beberapa hal yang mempengaruhi sifat-sifat minyak adalah asam lemak
penyusunnya, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak
tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA), yang terdiri atas mono-unsaturated fatty
acid (MUFA) dan polyunsaturated fatty acid (PUFA) atau high unsaturated fatty
22


acid. Para ahli biokimia dan ahli gizi lebih mengenalnya dengan sebutan asam
lemak tak jenuh Omega 3, Omega 6 dan Omega 9 (Muchtadi, 2000).
Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak nabati dihasilkan dari
pemecahan ikatan ester trigliserida. Asam lemak bebas secara umum dihilangkan
selama proses penjernihan. Adsorpsi Asam lemak bebas ditentukan oleh beberapa
faktor seperti kadar air dalam minyak, kadar sabun, temperatur dan lamanya
waktu kontak dengan adsorben (Bayrak, 2005).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan. Ketika minyak digunakan untuk
menggoreng terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul
minyak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Proses ini bertambah besar
dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan
makanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar 0,2 persen dari berat
lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat
meracuni tubuh. Minyak dengan kadar asam lemak bebas yang lebih besar dari
1%, jika dicicipi akan terasa membentuk filem pada permukaan lidah dan tidak
berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah
asam lemak bebas. Asam lemak bebas walaupun berada dalam jumlah kecil
mengakibatkan rasa tidak lezat, menyebabkan karat dan warna gelap jika
dipanaskan dalam wajan besi (Ketaren, 2005).
Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida yaitu
23


produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini dapat berlangsung
bila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak (Ketaren, 2005).

2.3.2 Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah,
dan warna hasil degradasi zat warna alamiah.
1). Zat Warna Alamiah
Zat warna ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna
tersebut antara lain dan karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin. Zat warna
ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan
dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan
oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid bersifat tidak stabil
pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan
hilang. Karotenoid tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Ketaren,
2005).

2). Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen Kimia yang Terdapat
dalam Minyak

a) Warna Gelap
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin
E). Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,
yang disebabkan oleh beberapa faktor: suhu pemanasan yang terlalu tinggi,
pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang
24


tinggi, ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut tertentu seperti
trikloroetilena, benzol dan heksana, logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan oksidasi
terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak (Ketaren, 2005).
b) Warna Coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang
berasal dari bahan yang telah rusak atau memar. Hal itu dapat pula terjadi karena
reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus
amin dari molekul protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim,
seperti fenol oksidase, polifenol oksidase, dan sebagainya (Ketaren, 2005).
c) Warna Kuning
Timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak
atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas
warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan (Ketaren, 2005).

2.3.3 Kerusakan Minyak
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan
yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak
enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat
dalam minyak. Oksidasi minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya
asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan
25


keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan (Rancidity) terbentuk oleh
aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya
indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik Oksida
minyak juga akan menghasilkan senyawa hidrokarbon, alkohol, lakton serta
senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan
senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi
adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan
menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).
Oksidasi adalah alasan utama dari perubahan kimiawi dari minyak tetapi
ada beberapa penyebab degradasi lainnya yang berpotensial menyebabkan atau
menghasilkan racun. Perubahan secara kimiawi pada minyak, tidak semuanya
berpotensi berbahaya. Beberapa produk tidak membahayakan dan masih layak
untuk dikonsumsi. Laju perubahan kimia dan tingkat perubahan tergantung pada
jenis minyak dimana sebagian besar minyak yang mengandung asam lemak yang
tidak tersaturasi (kedelai , bunga matahari, kanola) mempunyai laju yang tinggi.
Beberapa contoh minyak yang mempunyai laju rendah yaitu minyak zaitun dan
kelapa sawit (http://www. foodfacts.org).
Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200 -
250C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker
dan menurunkan nilai cerna lemak. Kerusakan minyak juga bisa terjadi selama
penyimpanan. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat
26


menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol
dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).


Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Minyak (sumber Ketaren, 1986)

Pada umumnya minyak apabila dibiarkan lama di udara akan
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses
hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisa ini terjadi
karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. Dapat pula terjadi proses
oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan
rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan
peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan
terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya,
suhu tinggi dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya ketengikan minyak (Poedjiadi, 1994).
CH
2
O C R
O
CH O C R
O
CH
2
O C R
O
panas, air, enzim
keasaman
CH
2
OH
CH
2
OH
R C OH
O
+
gliserol ALB/FFA
CH OH
FFA
trigliserida
3
27









Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Peroksida (Sumber: Ketaren, 2008: 100)


Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk
dengan tekstur dan rasa yang bagus. Standar mutu minyak goreng di Indonesia
diatur dalam SNI 01-3741-2002 yang dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut (SNI 01-3741-2002)
No. Kriteria uji Satuan
Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Keadaan
1.1 Bau Normal Normal
1.2 Rasa Normal Normal
1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning
2 Kadar air % b/b maks 0,1 maks 0,3
3 Bilangan asam mg KOH/g maks 0,6 maks 2
4 Asam linolenat (C18:3) % maks 2 maks 2
5 Cemaran logam
5.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
5.2 Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250* maks 40,0/250*
5.3 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05
5.4 Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
6 Cemaran arsen (As) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
7 Minyak pelikan ** Negative Negative
CATATAN * Dalam kemasan kaleng
CATATAN **
Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa
disabunkan
Sumber : SNI 2002
28


Tabel 2.5 Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741-1995
No Kriteria Uji Persyaratan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Bau
Rasa
Warna
Cita rasa
Kadar air
Berat jenis
Asam lemak bebas
Bilangan peroksida
Bilangan iodium
Bilangan penyabunan
Titik asap
Indeks bias
Cemaran logam antara
lain:
Besi
Timbal
Tembaga
Seng
Raksa
Timah
Arsen
Normal
Normal
Muda jernih
Hambar
Max 0,3 %
0,900 g/L
Max 0,3 %
Max 2 meq/Kg
45-46
196-206
Min 200
o
C
1,448-1,450

Max 0,5 mg/Kg
Max 0,1 mg/Kg
Max 40 mg/Kg
Max 0,05 mg/Kg
Max 0,1 mg/Kg
Max 0,1 mg/Kg
Max 0,1 mg/Kg
Sumber: Wijana dkk (2005).

2.4 Mineral Lempung
Lempung adalah bahan yang relatif banyak kita jumpai di Indonesia.
Bahan ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara morfologis tanah
lempung umumnya berwarna agak kecoklat-coklatan dan mudah dibentuk dalam
keadaan basah serta mengeras dengan warna kemerah-merahan jika dibakar, bila
diraba terasa licin dan lunak, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menyerap
air. Tanah lempung dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai bahan
pembuatan batu bata, tembikar dan genteng. Selain itu dalam dunia industri, tanah
29


lempung dimanfaatkan sebagai bahan pengisi dalam industri kertas, cat dan karet,
sebagai bahan penukar ion, katalis dan adsorben (Wijaya, 2006).
Lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral
berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung
mengandung leburan silika dan atau aluminium yang halus. Unsur-unsur silikon,
oksigen dan aluminium adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi.
Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan
sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan
keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air (http://www.wikipedia.org.
id).
Lempung merupakan salah satu fraksi anorganik tanah yang tergolong
sangat halus (< 0,002 mm). Fraksi anorganik tanah lainnya adalah debu yang
berukuran 0,050-0,002 mm dan fraksi kasar yang disebut pasir memiliki ukuran 2-
0,050 mm. Tan menerangkan bahwa mineral lempung merupakan salah satu
komponen tanah yang didefinisikan sebagai zat padat kristalin dari senyawa
alumina silikat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2 m. Susunan atom
dalam lempung kristal dapat terulang dalam pola yang teratur ke arah tiga
dimensi. Susunan atom dalam keadaan amorf umumnya tidak mempunyai bentuk
yang dapat dikenal ataupun susunan internal secara geometris (Tan, 1982).
Lempung alam yang secara alamiah aktif juga dapat digunakan untuk
pemucatan. Lempung ini merupakan adsorben logam sempurna dan mampu
menurunkan kadar chlorophyl dan warna bahan, menghilangkan sabun dan
30


fosfolipid serta meminimalkan meningkatnya asam lemak bebas selama proses
bleaching (Rossi, 2002).

2.4.1 Bentonit
Bentonit adalah sejenis lempung (clay) yang komposisinya didominasi
oleh mineral montmorillonit yaitu sekitar 85% dan komponen lain umumnya
merupakan campuran dari mineral beidelit, saponit, kuarsa/kristobalit, feldspar,
kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklasillit, dan sebagainya, sehingga bentonit
seringkali disebut juga sebagai istilah montmorillonit (Mallarangan, 1988 dalam
Apriani, 2000).
Bentonit merupakan istilah yang digunakan di dalam dunia perdagangan
untuk sejenis lempung yang mengandung mineral montmorillonit dan dikenal di
Indonesia sejak dimulainya aktifitas pengeboran minyak bumi kira-kira 100 tahun
yang lampau. Nama bentonit ini pertama kali dipergunakan pada tahun 1896 oleh
Knight yaitu suatu jenis lempung yang sangat plastis (koloid) yang terdapat pada
formasi Benton, Rock Creek, Wyoming Amerika Serikat. Nama ini diusulkan
sebagai pengganti nama sebelumnya yaitu taylorit yang diperkenalkan pada tahun
1888 atau soap clay yang diperkenalkan pada tahun 1873 dan masih banyak lagi
nama lain yang dikenal untuk bentonit ini seperti : bleaching clay, fuller earth,
konfolensit, saponit atau smegtit, dan stolpenit (Riyanto, 1994).
Penggunaan utama dari bentonit adalah pada industri lumpur bor yaitu
sebagai lumpur pembilas dalam pemboran minyak bumi, gas bumi, dan uap panas
bumi, industri minyak sawit, industri kimia, farmasi, industri penyaringan lilin,
31


minyak kelapa, industri besi baja dan lain sebagainya. Penggunaan dalam industri
kimia antara lain sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap, pengisi lateks, dan
tinta cetak (Riyanto, 1994).
Komposisi montmorillonit suatu bentonit berbeda dengan bentonit yang
lainnya, serta kandungan elemennya bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh proses
terbentuknya di alam. Sifat-sifat bentonit antara lain adalah (Yulianto, 2001):
1. Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau
kehijauan, tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya.
2. Bersifat sangat lunak (kekerasan = 1), ringan mudah pecah, terasa seperti
sabun, mudah menyerap air dan mampu melakukakan pertukaran ion.
Secara umum, bentonit dapat dibagi atas dua golongan :
1. Bentonit Natrium (swelling bentonit)
Bentonit jenis ini mengandung relatif banyak ion Na
+
dibandingkan ion Ca
2+
dan Mg
2+
dan mempunyai sifat mengembang bila terkena air, sehingga dalam
suspensinya akan menambah kekentalan. Bentonit ini sering dinamakan
Bentonit Wyoming.
2. Bentonit Kalsium
Bentonit jenis ini mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih
banyak dibandingkan dengan kandungan natriumnya. Mempunyai sifat sedikit
menyerap air dan bila didispersikan dalam air akan cepat mengendap (tidak
membentuk suspensi).

32


2.4.2 Montmorillonit
Montmorillonit merupakan anggota kelompok smektit yang paling banyak
ditemukan di alam. Mineral ini mempunyai sistem kristal triklin. Struktur tiga
dimensi dari montmorillonit ditunjukkan oleh gambar 2.7 (Setyowati, 1995).
Kelompok smektite mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan
kelompok mineral tanah liat lainnya. Salah satu anggota kelompok smektite
tersebut terutama adalah montmorillonite. Perbandingan sifat-sifat dari kelompok
mineral tanah liat dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Brady dan Buckman, 1982
dalam Mustika, 2007).

Tabel 2.6 Sifat-sifat tanah liat
Sifat-sifat
Tipe Tanah Liat
Montmorillonite Illite Kaolinite
Ukuran (m)
0,01-1,00 0,1-2,0 0,1-5,0
Bentuk
Lembaran tidak
teratur
Lembaran tidak
teratur
Hexagonal
Crystal
Kohesi, plastisitas Tinggi Sedang Rendah
Kapasitas swelling
(mengembang)
Tinggi Sedang Rendah
Kapasitas tukar
kation(meq/100g)
80-100 15-40 3-15
Sumber : Brady dan Buckman, 1982

Struktur dasar mineral bentonit merupakan filosilikat atau lapisan silikat
yang tersusun atas lembaran tetrahedral silisium oksigen dan lembaran oktahedral
alumunium-oksigen-hidroksida (Murtado, 1994).
Lapisan silikat dibangun melingkari suatu tetrahedral-silika. Dalam
lembaran tetrahedral Si-O, atom silisium berikatan dengan 4 (empat) atom
oksigen. Atom-atom oksigen tersebut terletak pada empat sudut yang teratur
33


dalam bentuk tetrahedral dengan atom silisium sebagai pusatnya, seperti
ditunjukkan oleh gambar (Tan, 1982).


Gambar 2.6 Susunan atom-atom Si dan O dalam tetrahedral

Enam buah tetrahedral saling berikatan melalui cara penggunaan bersama
tiga dari empat atom oksigen dengan molekul tetrahedral lainnya membentuk
heksagonal yang simetri. Lembaran heksagonal ini disebut lembaran tetrahedral
atau lembaran silika yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini :


Gambar 2.7 Lembaran silika yang tersusun oleh enam tetrahedral

Lembaran oktahedral Al-O-H dibangun oleh atom Al yang mengikat
empat atom oksigen dan gugus hidroksida yang terletak disekeliling Al, yaitu
pada enam sudut oktahedral yang teratur. Penggunaan bersama atom-atom
oksigen dan gugus hidroksida oleh atom Al lainnya akan membentuk lembaran
34


(OH)
6
-Al
4
-(OH)
2
-O
4
, seperti yang tampak pada gambar 2.8. Atom-atom oksigen
dan gugus hidroksida terletak pada dua bidang paralel dan Al terletak diantara
kedua bidang tersebut, lembaran ini disebut lembaran alumina.


Gambar 2.8 susunan atom-atom dalam oktahedral

Penggunaan bersama atom oksigen oleh oktahedral lainnya akan
menghasilkan lembaran secara perspektif yang ditunjukkan pada gambar berikut
ini :

Gambar 2.9 Lembaran oktahedral (OH)
6
-Al
4
-(OH)
2
-O
4


Keempat atom oksigen pada lembaran tetrahedral berikatan dengan
keempat atom Al pada lembaran oktahedral membentuk dua lapisan mineral
(layer minerals). Jika lapisan tersusun oleh dua lembar tetrahedral dan satu lembar
oktahedral dinamakan tipe lapisan mineral 2:1. Struktur satuan sel kristal untuk
lapisan mineral 2:1 ditnjukkan pada gambar berikut ini :
35



Gambar 2.10 Lapisan mineral dengan perbandingan lapisan silika dan alumina 2:1

Van (1978) mengemukakan nilai kapasitas tukar kation (KTK)
montmorillonit kira-kira 70 meq/100 gram lempung. Luas permukaan khusus
berkisar antar 700-800 m
2
/g. Montmorillonit mempunyai struktur tiga lapis
dengan lapisan oktahedral alumina sebagai pusat tertumpuk di antara dua lapisan
tetrahedral silika.
36



(a)









(b)

Gambar 2.11 (a) Struktur tiga dimensi dari montmorillonit (Sumber:
Ogawa, 1992; Wijaya, 1993) (b) Mineral montmorillonit
(Sumber : www.GeoScience.com)



Satu oksigen dalam tiap tetrahedron tetap tidak terimbangi secara listrik di
dalam jaringan tetrahedral silika seperti itu. Oksigen dari tetrahedron tersebut
dihubungkan dengan Al dalam koordinasi oktahedral untuk memenuhi
persyaratan divalennya. Pengepakan lembar-lembar tetrahedron silika dan
oktahedron alumunium semacam ini, yang menyebabkan terbentuklah struktur
yang berlapis. Beberapa lapisan dari lembar-lembar tetrahedron silika dan
37


oktahedron alumunium dapat ditumpuk satu di atas yang lain. Tiap lapisan
merupakan suatu unit bebas. Ikatan antar lapis dapat relatif kuat seperti dalam
kaolinit atau dapat relatif lemah seperti dalam montmorillonit (Yulianto, 2001).

2.4.3 Pertukaran Ion
Mineral lempung memiliki sifat anion dan kation serta mempertahankan
keadaan ion-ion yang dapat dipertukarkan. Ion-ion yang dapat dipertukarkan
adalah ion-ion yang berada di sekitar struktur mineral lempung silika-alumina.
Reaksi pertukaran ion bersifat stoikhiometris dan berbeda dengan penyerapan
(sorption). Perbedaan ini adakalanya sulit untuk diaplikasikan karena pertukaran
ion biasanya diikuti dengan penyerapan (sorption) dan desorpsi (Murtado,1994).

2.4.4 Pertukaran Kation
Pertukaran kation adalah pertukaran antara suatu kation dalam larutan
dengan kation lain pada suatu permukaan. Reaksi pertukaran ion di dalam mineral
lempung disebabkan oleh adanya substitusi pada lembaran silika atau alumina dan
kation yang dipertukarkan sebagian besar terletak pada permukaan bidang.
Adanya ketidakseimbangan muatan mengakibatkan sisi mineral lempung menjadi
bermuatan negatif, sehingga mineral lempung dapat menarik kation-kation
(Setyowati, 1995).

38


2.4.5 Aktivasi montmorillonit
Karna, W, dkk (2006), menerangkan bahwa montmorillonit merupakan
suatu jenis lempung berupa spesies silikat alumunium terhidrasi dengan sedikit
substitusi dan merupakan komponen bentonit dengan persentase tertinggi.
Montmorillonit mempunyai sifat mengembang (swelling), montmorillonit
memiliki kelemahan apabila dipanaskan pada temperatur lebih dari 200C maka
akan mengalami kerusakan (collapse) pada struktur oktahedral sehingga berakibat
pada pengurangan kemampuan katalitik. Penggunaan dan pemanfaatan lempung
tidak termodifikasi umumnya relatif kurang luas, maka banyak dilakukan studi
untuk meningkatkan kemampuan kerjanya dengan memodifikasi lempung seperti
aktivasi lempung atau pemilaran lempung dengan berbagai senyawa organik,
senyawa kompleks dan oksida-oksida logam, yang dinamakan pillared clay.
Pemilaran lempung merupakan proses yang memungkinkan merubah struktur
lempung yang tak tahan secara termal menjadi struktur yang stabil dan berpori.
Partikel oksida kuat dalam proses ini terbentuk yang berperan sebagai pilar atau
penyangga yang mencegah terjadinya kerusakan, meskipun digunakan sebagai
katalis cracking.
Lempung terpilar merupakan material yang memiliki porositas yang
permanen, karena adanya senyawa kimia yang berperan sebagai tiang pemilar
pada ruang antarlapis lempung yang disebut sebagai molekul penyangga. Tujuan
dari proses pemilaran ini adalah untuk membentuk mikroporositas di dalam
sistem. Hal ini mudah diperoleh melalui kombinasi antara lembaran
montmorillonit bermuatan negatif relatif rendah dengan molekul penyangga
39


bermuatan positif relatif tinggi. Dalam kondisi ini penyangga akan terdistribusi
secara homogen di seluruh permukaan sistem dua dimensi. Pada dasarnya setiap
molekul atau partikel yang mampu menembus ruang antarlapis lempung
dinamakan molekul penyangga (Wijaya, 2006). Molekul air yang berada di dalam
ruang antar lapis dapat tergantikan oleh beberapa molekul organik polar. Ligan
organik netral dapat membentuk kompleks dengan kation-kation yang berada
dalam ruang antar lapis. Kation-kation antar lapis dapat tergantikan oleh beberapa
jenis kation organik (Fusova, 2009).
Sutha N (2008), menerangkan bahwa suspensi lempung montmorillonit
terbentuk melalui proses mengembangnya lempung di dalam air dan akan
terdistribusi secara merata yang akan mempermudah terjadinya pertukaran kation
terhidrat pada antarlapis lempung seperti Na
+
, K
+
, atau Ca
+
oleh spesies pemilar.
Proses kimia yang terlibat adalah pertukaran ion yang digambarkan sebagai
kompetisi antara ion-ion tersebut dengan kation terhidrat yang berada pada
antarlapis lempung montmorillonit. Selektivitas pertukaran ion Na
+
akan lebih
besar sebab konsentrasinya dalam larutan lebih banyak dan muatannya lebih besar
dibandingkan kation terhidrat yang akan dipertukarkan. Selektivitas semakin
tinggi untuk kation bermuatan lebih besar.
Karna W dkk (2006), menyebutkan dalam penelitiannya tentang cara
preparasi montmorillonit yaitu montmorillonit yang lolos pengayak 250 mesh
dicuci dengan air bebas ion dan kemudian disaring. Residu yang didapatkan
dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 C selama 24 jam, kemudian digerus
dan diayak dengan pengayak 250 mesh. Selanjutnya Dibuat suspensi
40


montmorilonit dengan melarutkannya ke dalam air bebas ion. Suspensi ini
kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam. Selanjutnya suspensi
yang diperoleh direaksikan dengan larutan pemilar. Kemudian suspensi yang
diperoleh didiamkan selama 24 jam. Montmorilonit terinterkalasi ini kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm untuk memisahkan endapan padat
dengan supernatan. Endapan ini kemudian dicuci dengan menggunakan air bebas
ion hingga montmorillonit hasil pemilaran ini bebas ion Cl
-
(diuji melalui tes
AgNO
3
). Montmorilonit bebas ion Cl
-
ini dikeringkan dengan oven pada
temperatur 110C selama 24 jam. Selanjutnya montmorilonit kering ini digerus
dan diayak hingga lolos saringan 250 mesh. Untuk membentuk pilar oksida
alumina yang rigid, senyawa yang telah diinterkalasi kemudian dikalsinasi pada
temperatur 300C selama 5 jam dengan menggunakan aliran gas inert N
2
dengan
kecepatan 20 mL/menit. Montmorilonit terpilar Al
2
O
3
yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan metode difraksi sinar-X (XRD). Hasil yang diperoleh
luas permukaan menjadi cukup besar. Selain itu selalu terbentuk jarak antarlapis
dengan ukuran 7-10 A.

2.5 Pemurnian Minyak Goreng
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa, serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang
umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah
dalam industri. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun
kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui
41


pemanasan, pemberian bahan pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa
pemanas pendahuluan (heat exchanger), defekator, sulfitator expandeur, clarifier,
rotary vacuum filter. (Ketaren, 2005:203). Pemurnian minyak goreng ini meliputi
4 tahap proses yaitu despicing, netralisasi, bleaching dan deodorasi (Wijana, dkk.,
2005):
Pada penelitian ini, pemurnian minyak goreng yang digunakan adalah
despicing, netralisasi dan bleaching yaitu sebagai berikut:

2.5.1 Penghilangan Bumbu (Despicing)
Despicing merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat
bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel
halus tersuspensi atau terbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula,
serta bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa
mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Taufik, 2007: 22).

2.5.2 Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan
kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien
dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Kaustik soda
(NaOH) membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah
42


dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah
sebagai berikut (Ketaren, 2005:206):
R C
O
OH
+
NaOH
R C
O
ONa
+
H
2
O
Asam Lemak Bebas
Basa
Sabun
Air

Gambar 2.12 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH (Sumber: Ketaren, 2005)
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.

2.5.3 Pemucatan (bleaching)
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-
zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller
earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga
menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh
permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta
hasil degradasi minyak, misalnya peroksida (Ketaren, 2005:216).
Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh
warna tersebut akan dihilangkan. Daya penyerapan terhadap warna akan lebih
43


efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air
tinggi, ukuran partikel halus, dan pH adsorben mendekati netral (Ketaren, 2005).

2.6 Adsorpsi
Sorpsi adalah proses penyerapan ion oleh partikel penyerap. Proses sorpsi
dibedakan menjadi dua yaitu adsorpsi dan absorpsi. Dinamakan proses adsorpsi
jika ion atau senyawa yang diserap tertahan pada permukaan partikel penyerap.
Jika proses pengikatan berlangsung sampai di dalam partikel penyerap disebut
sebagai proses absorpsi (Mattel, 1951 dalam Afiatun, 2004).
Bernasconi dkk menerangkan bahwa adsorpsi adalah suatu proses
pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan
ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada
permukaan tersebut. Didukung oleh selektifitasnya yang tinggi, proses adsorpsi
sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih kecil dari
campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang
akan dipisahkan tentu saja harus dapat diadsorpsi. Pemisahan bahan dengan
konsentrasi yang lebih besar disarankan menggunakan proses pemisahan yang
lain, karena mahalnya regenerasi adsorben yang terbebani.
Kecepatan adsorpsi tidak hanya tergantung pada perbedaan konsentrasi
dan pada luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan (untuk
gas), ukuran partikel, dan porositas adsorben. Kecepatan adsorpsi juga tergantung
pada ukuran molekul bahan yang akan disorpsi dan pada viskositas campuran
yang akan dipisahkan (cairan, gas) (Bernasconi, dkk, 1995).
44


Adsorpsi diklasifikasikan menjadi adsorpsi kimiawi dan adsorpsi fisika.
Kekuatan adsorpsi fisika relatif lebih lemah karena melibatkan ikatan Van der
Waals (induksi dipol-dipol) atau pada beberapa keadaan melibatkan interaksi
elektrostatik. Pada adsorpsi kimiawi terjadi perpindahan elektron yang ekuivalen
terhadap susunan ikatan kimia antara bahan yang diserap (sorbat) dan permukaan
adsorben.
Menurut Oscik (1991), adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Adsorpsi Fisik (Fisisorpsi)
Adsorpsi fisik merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik
menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat
terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan
adsorben (Oscik, 1991). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat
lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20
kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible yaitu dapat
balik atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan
(Larry, et al., 1992). Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler, yang
melalui gaya Van der Walls atau ikatan hidrogen. Gaya Van der Walls meliputi
gaya dipol-dipol, gaya dipol-dipol induksian dan gaya London.
Gaya dipol-dipol adalah gaya tarik antara molekul polar dengan polar.
Gaya tarik antara molekul-molekul tersebut lebih kuat dibandingkan dengan gaya
tolaknya, yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini (Effendy, 2006):


45



` Gaya tarik
Gaya tolak



Gambar 2.13 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar (Sumber: Effendy, 2006)

Gaya dipol-dipol induksian adalah gaya tarik antara molekul polar dengan
molekul nonpolar. Mekanisme gaya tersebut adalah apabila molekul polar dan
molekul nonpolar berada pada jarak tertentu, molekul polar dapat menginduksi
molekul nonpolar, sehingga pada molekul nonpolar terjadi dipol induksian,
selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik elektrostatik.
Terjadinya gaya dipol-dipol induksian dapat ditunjukkan pada gambar di bawah
ini (Effendy, 2006):

induksian

molekul polar dengan molekul nonpolar
dipol permanen tanpa dipol


molekul polar dengan molekul nonpolar
dipol permanen dengan dipol induksian


Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 2.14 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian (Sumber: Effendy, 2006)

+ -

+ -

+ -


+
_
+
_
+ -
+ -
+ -
46


Gaya London adalah gaya tarik antara molekul nonpolar dengan nonpolar.
Molekul nonpolar terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak
mengelilingi inti atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi
rapatan elektron, yang menyebabkan pusat muatan positif dan muatan negatif
memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat.


polarisasi awan elektron


molekul nonpolar molekul dengan
tanpa dipol dipol sesaat


Gambar 2.15 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar
(Sumber: Effendy, 2006)



Dipol sesaat ini, dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada
molekul nonpolar sejenis atau berbeda maka molekul dengan dipol sesaat ini akan
menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara
kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini :
+ -



47


induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol
dipol sesaat



molekul dengan molekul dengan
dipol sesaat dipol induksian

Terjadi gaya tarik elektrostatik
Gambar 2.16 Terjadinya gaya London (Sumber: Effendy, 2006)

b. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der
Waals atau melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang
terjadi setelah adsorpsi fisika, dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan
substrat (Atkins, 1999). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat
dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982).


+ -

+ -

+ -


48


Tabel 2.7 Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia
Parameter Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia
Panas adsorpsi Rendah Tinggi
Spesifisitas Tidak spesifik Sangat spesifik
Sifat dari fase
yang teradsorp
Monolayer/multilayer, tidak
terjadi disosiasi
Hanya monolayer,
melibatkan disosiasi
Range temperatur Range sempit Range lebar
Kekuatan adsoprsi Tidak terjadi perpindahan
elektron meskipun polarisasi
sorbat dapat terjadi
Terjadi perpindahan
elektron
Reversibilitas Cepat, tidak teraktivasi,
reversible
Lambat, teraktivasi,
irreversible
Sumber : Bernasconi, 1995

2.7 Karbon aktif
Karbon merupakan arang yang diproses sedemikian rupa sehingga
mempunyai daya serap yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau
uap. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi (Sembiring, 2003).
Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, filter, pemisah gas,
pemurnian air juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Arang pada
umumnya mempunyai daya adsorpsi yang rendah terhadap zat warna dan daya
adsorpsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan
uap atau bahan kimia (Ketaren, 1986).
Arang aktif adalah arang yang telah mengalami perubahan sifat-sifat fisika
dan kimianya karena dilakukan perlakuan aktifasi dengan aktifator bahan-bahan
49


kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi, sehingga daya serap dan
luas permukaan partikel serta kemampuan arang tersebut akan menjadi lebih
tinggi (Sembiring, 2003).
Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan
arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan
struktur pori internal, struktur pori ini menjadikan celah-celah dalam arang aktif
mampu dilewati oleh molekul pada saat adsorpsi. Arang aktif dapat mengadsorpsi
gas, molekul netral, asam atau basa organik tetapi tidak mampu menyerap secara
maksimal ion logam atau garam-garam yang terinonisasi dengan kuat, tergantung
pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif
sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif (Sembiring, 2003).
Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan
sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk serbuk
(powder) yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000A
0
, digunakan dalam
fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan
warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat
penganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia. Arang ini diperoleh dari
serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang
mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah (Sembiring,
2003).
50


Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet
yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A
0
, tipe pori lebih halus,
digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis,
pemisahan dan pemurnian gas. Arang aktif ini diperoleh dari tempurung kelapa,
tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai
struktur keras (Sembiring, 2003).

2.7.1 Aktivasi Karbon Aktif
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk
memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan
sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan
berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).
Sembiring (2003) menyebutkan bahwa metode aktivasi yang umum
digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah:
a. Aktivasi Kimia
Aktivasi kimia adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan pemakian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003). Metode ini
dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H
3
PO
4
, ZnCl
2
,
CaCl
2
, K
2
S, HCl, H
2
SO
4
, NaCl, Na
2
CO
3
) dan diaduk dalam jangka waktu tertentu,
kemudian dicuci dengan akuades selanjutnya dikeringkan. Proses ini bertujuan
untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengganggu dan
menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan.
51


Pengaruh aktivasi pada beberapa adsorben, antara lain: Penelitian
Wahyuni dan Kostradiyanti (2008) ini, tentang aktivasi arang sekam padi dengan
KOH. Arang aktif yang dihasilkan digunakan untuk mengadsorpsi hidrogen
peroksida dan selanjutnya diaplikasikan untuk mengurangi angka peroksida
minyak kelapa tradisional. Hasil dari penelitian tersebut mengemukakan bahwa
arang sekam padi yang diaktivasi KOH proses adsorpsinya berlangsung lebih
cepat dibandingkan dengan arang sekam padi yang tidak diaktivasi. Aktivasi 15 %
KOH mampu menurunkan angka peroksida minyak kelapa tradisional sampai
84,4 %.
Penelitian Sabaruddin, A (1996), mengemukakan bahwa arang tempurung
kelapa yang diaktivasi dengan variasi konsentari NaCl (15 %, 20 %, 25 %30 %,
35 %, dan 40 %) dan variasi temperatur (350
o
C, 400
o
C, 450
o
C, 500
o
C, 550
o
C
dan 600
o
C), menghasilkan konsentrasi NaCl terbaik adalah pada konsentrasi
NaCl 30 %, dengan karakteristik angka iodin sebesar 302,840 mg/g; berat jenis
sebesar 1,1801 g/mL; kadar abu sebesar 0,8816 %, kadar air sebesar 1,1305 % dan
kehilangan berat karbon sebesar 14,22%, sedangkan temperatur aktivasi terbaik
adalah pada temperatur 500
o
C, dengan karakteristik angka iodin sebesar 276,507
mg/g; berat jenis sebesar 1,2224 g/mL; kadar abu sebesar 0,7532 %, kadar air
sebesar 1,5990 % dan kehilangan berat karbon sebesar 14,00 %.
b. Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas, uap dan CO
2
. Pemanasan ini bertujuan untuk
menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori karbon aktif sehingga luas
52


permukaan karbon aktif bertambah besar. Karbon dipanaskan didalam furnace
pada temperatur 800-900C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah,
merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Pemanasan
dengan uap atau CO
2
pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm,
sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan (Sembiring, 2003).
Pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi (Juliandini dan Yulinah, 2008).
a. Dehidrasi: proses penghilangan air.
Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 105C selama 24 jam.
b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Temperatur
diatas 170C akan menghasilkan karbon monoksida, karbon dioksida dan
asam asetat. Pada temperature 275C, dekomposisi menghasilkan tar, metanol
dan hasil sampingan lainnya.
Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 600 C.
c. Aktivasi: Kemampuan adsorpsi adsorben sangat ditentukan oleh luas
permukaan (porositas) dan volume pori-pori dari adsorben. Adsorben dengan
porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan adsorben yang memilki porositas kecil. (Juliandini dan
Yulinah, 2008).
Karbon dapat diperoleh melalui proses karbonisasi. Karbonisasi atau
pengarangan adalah suatu proses pirolisis atau pembakaran tidak sempurna (tanpa
oksigen) dari bahan yang mengandung karbon, biasanya pada temperatur 500-
800
0
C. Pembentukan pori mulai terbentuk dalam karbonisasi (Parker, 1993).
53


Tujuan utama dari proses karbonisasi ini adalah untuk menghasilkan
butiran yang mempunyai daya serap dan struktur yang rapi. Sifat-sifat dari hasil
karbonisasi ditentukan oleh kondisi dan bahan dasarnya. Parameter yang biasanya
digunakan untuk menentukan kondisi karbonisasi yang sesuai yaitu temperatur
akhir yang dicapai, waktu karbonisasi, laju peningkatan temperatur, medium
(atmosfer) dari proses karbonisasi (Janskowska, 1991).
Karbon memiliki sifat yang unik pada permukaannya yang disebabkan
adanya gugus fungsional yang mengandung oksigen seperti karboksil, lakton dan
fenol. Gugus fungsional permukaan karbon adalah gugus yang diikat secara kimia
pada atom C dalam lempeng padatannya. Peningkatan gugus fungsional dapat
menurunkan pori dan luas permukaan spesifik karena gugus fungsional dapat
menutupi pori karbon. Gugus ini menjadikan karbon memiliki potensi sebagai
adsorben untuk menghilangkan ion logam (Parker, 1993).
Jankowska (1991) menyebutkan bahwa karbon aktif mampu mengadsorpsi
adsorbet dengan maksimal karena memiliki porositas tinggi, sehingga dapat
digunakan sebagai adsorben. Unsur-unsur dari karbon aktif sebagian besar terdiri
dari karbon dan masing-masing berikatan secara kovalen, dengan demikian
permukaan karbon aktif bersifat non polar. Komposisi dan polaritas karbon aktif
ini berpengaruh terhadap jenis adsorbat yang diserap (Tryana, 2003).

2.8 Kolom
Kolom yang digunakan dalam pertukaran ion dapat berupa pipa gelas
atau tabung yang dilengkapi bagian bawahnya dengan katup atau kran dan gelas
54


penyaring didalamnya. Kolom-kolom tersebut dapat dibuat secara sederhana dari
tabung gelas, sehingga buret juga dapat digunakan (Sastrohamidjojo, 1991).
Berbagai ukuran kolom dapat digunakan tergantung pada banyaknya zat yang
akan dipisahkan, tetapi biasanya panjang kolom sekurang-kurangnya 10 kali dari
diameter kolom (Gritter, 1991). Glass wool atau kapas dapat digunakan untuk
menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom (Sastrohamidjojo, 1991).
Proses pengisian kolom adalah tidak mudah, untuk mendapatkan
pengisian kolom yang homogen. Pengisian yang tidak teratur dari adsorben akan
merusak proses pemisahan. Putusnya adsorben dalam kolom biasanya disebabkan
oleh gelembung-gelembung udara selama pengisian, dan untuk mencegah hal
tersebut sedapat mungkin zat pengisi/ adsorben dibuat menjadi bubur dengan
pelarut kemudian dituangkan perlahan-lahan dalam tabung. Pengisian adsorben ke
dalam kolom dapat dibantu dengan mengguncang perlahan-lahan, maka akan
diperoleh pengisian yang homogen. Besarnya partikel-partikel adsorben yang
diperoleh sama, akan lebih mudah untuk mendapatkan pengisian yang homogen.
Adsorben yang telah dimasukkan ke dalam kolom harus diperhatikan jangan
sampai ada bagian yang kering, baik selama pengisian atau selama pemisahan
(Sastrohamidjojo, 1991).

2.9 Analisis FFA dengan Metode Titrasi Asam Basa
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu
suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi
55


dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya (http//www.
elektroindonesia.com).
Analisa FFA pada minyak goreng menggunakan metode titrasi asam basa
dengan cara melarutkan minyak goreng dalam alkohol yang dibantu dengan
pemanasan, kemudian dititrasi dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) sampai
terbentuk warna merah jambu, indikator yang digunakan adalah fenolftalein (pp).
Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan
sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri, penentuannya
hanya didasarkan pada perubahan warna yang terjadi pada sampel dan sering
disebut sebagai titik akhir titrasi.
Kemudian dihitung asam lemak bebasnya (%FFA) dengan rumus di
bawah ini:

100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA ....(2,7)
Keterangan:
% FFA : Kadar asam lemak bebas
ml NaOH : Volume titran NaOH
M NaOH : Molaritas larutan NaOH (mol/L)
BM : Berat molekul asam lemak merek bimoli (asam lemak
palmitat) 256 g/mol
Persamaan reaksi dari titrasi asam basa ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
RCOOH + NaOH RCOONa + H
2
O

56


2.10 Penentuan Angka Peroksida dengan Titrasi Iodin
Angka peroksida dalam minyak goreng dinyatakan dengan miliequivalen
peroksida dalam 1000 g minyak. Penentuan yang paling banyak digunakan adalah
menggunakan metode titrasi iodin dengan cara melarutkan minyak goreng dalam
larutan asam asetat-kloroform, kemudian ditambahkan larutan KI jenuh dan
didiamkan selama 1 menit, selanjutnya ditambahkan aquades. Campuran dititrasi
dengan natrium tiosulfat (Na
2
S
2
O
3
) sampai warna kuning hampir hilang. Titrasi
dihentikan untuk menambahkan indikator pati (amilum) sampai warna larutan
menjadi biru, titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru hilang. Khopkar
(2003), menjelaskan bahwa kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang
kecil dalam air sehingga penambahan dilakukan pada titik akhir titrasi.
Kemudian dihitung angka peroksida yang dinyatakan dalam mili-equivalen
dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel menggunakan rumus di bawah ini:
) (
1000
3 2
g l beratsampe
x thio N x SO Na ml
peroksida Angka .................(2,8)
Pada pelarutan sejumlah minyak ke dalam campuran asetat:kloroform yang
mengandung KI, akan terjadi pelepasan iodin (I
2
) (Sudarmadji dkk., 2007: 115-
116).
R . COO + KI R . CO + H
2
O + I
2
+ K
+

Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat menggunakan indikator
amilum sampai warna biru hilang (Sudarmadji dkk., 2007: 115-116).
I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6
57

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Universitas Islam Negeri
Malang, pada bulan Januari sampai dengan Februari 2010.

3.2 Bahan
3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng bekas
merk Bimoli, dengan pemakaian 8 jam.

3.2.2 Bahan Kimia
Semua bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai
derajat kemurnian proanalis, meliputi: biji kelor, serbuk bentonit, aquades, NaCl,
AgNO
3
, glass wool, NaOH (p.a), etanol (teknis) 95 %, indikator pp (p.a) ,
kloroform (teknis), larutan pati 1 %, asam asetat (p.a), natrium thiosulfat (Na
2
SO
3
)
(p.a), HCl 0,1 M dan larutan jenuh KI (p.a).

3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat
gelas, alumunium foil, tanur, mortar, oven, kolom, kertas saring, ayakan 100
58


Mesh-120 mesh, buret, statif, erlenmeyer, corong pisah, timbangan analitik,
termometer, magnetik stirer dan color reader.

3.4 Tahapan Penelitian
Adapun tahap penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Preparasi biji kelor
2. Preparasi bentonit
3. Analisis kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan analisis warna
minyak goreng bekas dengan kontrol minyak goreng baru.
4. Proses penghilangan bumbu (despicing)
5. Analisis asam lemak bebas (Free Fatty Acid), Angka peroksida dan warna
6. Proses netralisasi
7. Analisis asam lemak bebas (Free Fatty Acid), Angka peroksida dan warna
8. Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor dan
bentonit
a. Adsorpsi menggunakan karbon aktif biji kelor
b. Adsorpsi menggunakan bentonit
c. Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan bentonit
9. Analisis warna dengan color reader
10. Penentuan asam lemak bebas (Free Fatty Acid)
11. Penentuan angka peroksida

59


3.5 Cara Kerja
3.5.1 Preparasi Biji Kelor (Sabarudin, 1996)
Buah kelor yang sudah tua dan kering dibuang kulitnya sehingga diperoleh
biji kelor, setelah itu biji kelor tanpa dipisahkan dari kulit arinya di tumbuk kasar
dan dibungkus dengan alumunium foil lalu dimasukkan tanur suhu 600
o
C selama
3 jam. Arang yang dihasilkan ditumbuk dan diayak agar diperoleh serbuk arang
biji kelor. Serbuk arang biji kelor dicuci dengan air panas kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 110
o
C selama 2 jam. Arang diaktivasi dengan direndam
larutan NaCl 30 % selama 24 jam, kemudian dikeringkan dalam oven 110
o
C
selama 2 jam. Arang yang dihasilkan dihaluskan dan disaring dengan ayakan 100
mesh.

3.5.2 Preparasi Bentonit (Yulianto, 2001)
Lempung alam bentonit yang sudah tersedia dalam bentuk powder,
sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan akuades dengan perendaman
selama 24 jam, lalu didispersikan ke dalam larutan natrium klorida 1M, diaduk
dengan pengaduk magnet selama 24 jam dan dipanaskan pada temperatur 70 C -
80 C. Sedimen dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring. Sedimen yang
didapatkan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam oven pada temperatur
110 C selama 4 jam. Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan
disaring dengan pengayak 100 mesh. Berikutnya Bentonit ini dijenuhkan dengan
NaCl jenuh selama 24 jam pengadukan. Sedimen dipisahkan dari larutannya
dengan cara disaring. Sedimen yang didapatkan dicuci dengan akuades, lalu diuji
60


dengan larutan AgNO
3
sampai tidak terbentuk endapan AgCl. Sedimen yang
didapatkan dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 C selama 4 jam.
Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan disaring dengan pengayak
100 mesh.

3.5.3 Proses Penghilangan Bumbu (despicing) (Taufik, 2007)
Ditimbang sebanyak 250 gram minyak goreng bekas kemudian
ditambahkan air dengan komposisi minyak:air (1:1), masukkan ke dalam beaker
glass 500 mL. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 110
o
C sampai air dalam beaker
glass tinggal setengahnya. Diendapkan dalam corong pemisah selama 1 jam,
kemudian fraksi air pada bagian bawah dipisahkan sehingga diperoleh minyak
bebas air, setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk
memisahkan kotoran yang tersisa

3.5.4 Proses Netralisasi (Ketaren, 2005)
Minyak hasil despicing sebanyak 150 gram dipanaskan sampai
temperatur 35

C, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH 16 %, diaduk


campuran selama 10 menit pada temperatur 40

C, selanjutnya didinginkan selama


10 menit dan dipisahkan dengan cara disaring.

61


3.5.5 Analisis Warna dengan Color Reader (Room, 2004)
Dua ratus gram minyak goreng dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian
color reader dihidupkan, setelah itu tentukan harga L*, a*, b* yang selanjutnya
diukur warnanya.
Keterangan:
L* : warna cerah (0-100)
a* : warna jingga sampai merah (-100 sampai +100)
b* : warna kuning

3.5.6 Penentuan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) (AOAC, 1990)
Ditimbang sebesar 14 gram minyak goreng dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 25 ml etanol 95 % dan dipanaskan pada
suhu 40
o
C, setelah itu ditambahkan 2 ml indikator pp, dilakukan titrasi dengan
larutan 0,05 M NaOH sampai muncul warna merah jambu dan tidak hilang selama
30 detik. Dihitung asam lemak bebas (%FFA) dengan rumus di bawah ini:
100
1000
% x
x sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA ....(3,1)
Keterangan:
% FFA : Kadar asam lemak bebas
ml NaOH : Volume titran NaOH
M NaOH : Molaritas larutan NaOH (mol/L)
BM : Berat molekul asam lemak merek bimoli (asam lemak
palmitat) 256 g/mol

62


3.5.7 Penentuan Angka Peroksida (AOAC, 1990)
Ditimbang sebanyak 5 gram minyak goreng dan dimasukkan ke dalam 250
mL erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml larutan asam asetat-kloroform (3 :
2), dikocok sampai bahan terlarut semua, selanjutnya ditambahkan 0,5 ml larutan
jenuh KI dengan erlenmeyer dibuat tertutup. Didiamkan selama 1 menit sambil
digoyang, setelah itu ditambahkan 30 ml aquades. Campuran dititrasi dengan 0,01
N Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1
% dan dititrasi kembali sampai warna biru mulai hilang. Dihitung angka peroksida
yang dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel.
) (
1000
3 2
g l beratsampe
x thio N x SO Na ml
peroksida Angka .................(3,2)

3.5.8 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor
dan bentonit
3.5.8.1 Adsorpsi menggunakan biji kelor
Serbuk karbon aktif biji kelor ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan ke dalam kolom berdiameter 2 cm yang telah diberi glass wool, lalu
dialirkan minyak goreng bekas sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan analisa
warna, asam lemak bebas, angka peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan
3.5.7.

3.5.8.2 Adsorpsi menggunakan bentonit
Serbuk bentonit yang teraktivasi ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan ke dalam kolom berdiameter 2cm yang telah diberi glass wool, lalu
63


dialirkan minyak goreng bekas 50 ml. Kemudian dilakukan analisa warna, asam
lemak bebas, angka peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan 3.5.7.

3.5.8.3 Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan
bentonit

Dimasukkan glass wool pada ujung kolom, selanjutnya sebanyak 1 gram
serbuk karbon aktif biji kelor dimasukkan. Kemudian ditutup dengan glass wool,
lalu ditambahkan 1 gram sebuk bentonit pada lapisan diatasnya dan ditutup
dengan glass wool pada bagian atas kolom. Minyak goreng bekas 50 ml dialirkan
melewati kolom. Kemudian dilakukan analisa warna, asam lemak bebas, angka
peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan 3.5.7.

64

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak goreng
bekas dengan metode adsorpsi menggunakan beberapa jenis adsorben dan
mempelajari pengaruh jenis adsorben terhadap kualitas minyak goreng bekas,
sehingga dapat diketahui adsorben yang relatif efektif untuk memperbaiki kualitas
minyak goreng bekas tersebut. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat
dimanfaatkan kembali dengan mengurangi kadar pengotor dan kadar asam lemak
bebasnya (FFA). Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon
aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran karbon aktif biji kelor dengan
bentonit teraktivasi.
Penelitian ini meliputi: pembuatan karbon aktif dari biji kelor, preparasi
bentonit, pemurnian minyak goreng bekas, kadar asam lemak bebas (FFA), dan
angka peroksida.

4.1 Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor
Penelitian ini diawali dengan pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang
berfungsi sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Pembuatan
karbon aktif umumnya berlangsung tiga tahap, yaitu: proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi. Pada penelitian ini hanya digunakan dua tahap,
yakni karbonisasi dan aktivasi karena pada proses dehidrasi dilakukan satu tahap
dengan proses karbonisasi.
65


4.1.1 Proses Karbonisasi Biji Kelor
Biji kelor yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kelor yang telah
tua dan kering di pohon, berwarna coklat tua dan keras. Biji kelor tersebut
ditumbuk kasar agar kematangannya dapat merata pada waktu proses karbonisasi
lalu dibungkus dengan alumunium foil serapat mungkin agar tidak terjadi
kebocoran udara didalam tempat pemanasan ketika proses pemanasan
berlangsung, sehingga biji kelor yang mengandung karbon tersebut hanya
terkarbonisasi dan tidak teroksidasi karena adanya reaksi dengan oksigen dari
udara.
Pada proses karbonisasi (pengarangan) biji kelor ini terjadi suatu proses
pirolisis atau dekomposisi bahan-bahan organik dalam biji kelor melalui proses
pembakaran tidak sempurna (tanpa adanya oksigen). Tujuan utama dari proses
karbonisasi ini adalah untuk menghasilkan butiran arang dari biji kelor yang
diharapkan mempunyai daya serap dan struktur yang rapi sehingga memiliki
keteraturan luas permukaan yang sama.
Pada tahapan proses karbonisasi ini pemakaian suhu dilakukan secara
lambat dan bertahap. Mulai dari suhu kamar sampai pada suhu yang dicapai (600
o
C) kurang lebih 3 jam. Pertama, dilakukan penstabilan suhu tanur berlangsung
kurang lebih selama 1 jam dimulai dari suhu 30
o
C - 600
o
C. Secara umum, proses
pembuatan arang akan terjadi proses dehidrasi pada suhu 105
o
C-170
o
C. Pada
pembuatan karbon aktif biji kelor ini juga terjadi proses dehidrasi pada suhu 105
o
C-170
o
C yakni air yang terkandung dalam biji kelor keluar menjadi uap air,
sehingga biji kelor menjadi kering. Pada suhu 170
o
C 275
o
C biji kelor secara
66


perlahan-lahan menjadi arang dan unsur-unsur bukan karbon dikeluarkan
(diuapkan) dalam bentuk gas seperti CO
2
, CO, H
2
dan lain sebagainya. Pada suhu
275
o
C-500
o
C terjadi dekomposisi selulosa yang menghasilkan tar, metanol dan
hasil samping lainnya. Pada suhu 500
o
C terjadi proses pembentukan arang lebih
sempurna, sementara pembentukan tar masih terus berlangsung. Kedua, proses
pengarangan biji kelor dilakukan pada suhu yang sama yaitu 600
o
C yang
berlangsung konstan selama 2 jam agar terjadi pemanasan yang merata. Biji kelor
yang dihasilkan pada proses karbonisasi berwarna hitam. Hal ini menunjukkan
bahwa biji kelor sudah berubah menjadi karbon (arang). Kemudian serbuk arang
biji kelor dicuci dengan air panas untuk menghilangkan mineral-mineral pengotor
yang kemungkinan masih terikat atau menutupi pori-pori arang biji kelor, dan
dikeringkan dengan oven pada suhu 110
o
C selama 2 jam. Pada proses ini
diperoleh serbuk arang biji kelor yang kering menggumpal.
Tahap karbonisasi ini, akan menghasilkan karbon biji kelor yang
mempunyai daya adsorpsi yang rendah, sehingga menyebabkan kapasitas adsorpsi
juga rendah. Daya adsorpsi tersebut dapat diperbesar dengan cara perbaikan
struktur pori melalui proses aktivasi.

4.1.2 Proses Aktivasi Biji Kelor
Arang biji kelor yang akan diaktivasi ditumbuk terlebih dahulu sampai
berbentuk serbuk, yang bertujuan untuk membuka pori-pori biji kelor, sehingga
semakin banyak permukaan karbon yang kontak dengan aktifator.
67


Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan cara
merendam serbuk arang biji kelor dengan larutan NaCl 30% selama 24 jam.
Unsur-unsur dari persenyawaan NaCl yang ditambahkan akan meresap ke dalam
arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia
yang lain. Garam ini berfungsi sebagai dehidrating agent dan membantu
menggantikan tar, endapan hidrokarbon pengotor yang dihasilkan pada proses
karbonisasi serta mengembangkan struktur rongga yang ada pada karbon,
sehingga permukaan pori karbon aktif biji kelor yang dihasilkan memiliki luas
permukaan adsorpsi yang besar. Luas permukaan yang besar ini akan
mempengaruhi hasil adsorpsi yang didapatkan.
Karbon aktif yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven 110
o
C
selama 2 jam untuk menguapkan air yang terikat dalam pori-pori karbon.
kemudian ditumbuk sampai halus untuk memperbesar luas permukaan karbon
sehingga mampu menyerap lebih banyak. Serbuk dan butiran ini mempunyai
variasi berbagai ukuran, untuk mendapatkan proses penyerapan yang seragam
maka perlu dilakukan proses penyeragaman ukuran butir adsorben, yakni
dilakukan pengayakan dengan ukuran 100 - 120 mesh, yaitu lolos pada ukuran
100 mesh dan tertahan pada ukuran 120 mesh. Pada penelitian Hermansyah
(2003) disebutkan bahwa penyerapan terbaik terhadap karoten pada minyak sawit
kasar menggunakan adsorben arang tulang terjadi pada ukuran butir adsorben 180
s/d 250 mikron (100-120 mesh).

68


4.2 Preparasi Bentonit
Lempung alam bentonit yang sudah tersedia dalam bentuk powder,
sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan akuades dengan perendaman
selama 24 jam. Bentonit memiliki daya mengembang yang sangat tinggi, yaitu
hingga delapan kali bila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa
waktu di dalam air (Andini, 2007) sehingga luas permukaannya semakin besar.
Bentonit tersebut didispersikan ke dalam larutan natrium klorida (NaCl) 1 M
dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam serta
dipanaskan pada temperatur 70 C - 80 C untuk memperbesar luas permukaan
bentonit karena berkurangnya pengotor anorganik yang menutupi pori-pori
bentonit sehingga pori-porinya lebih terbuka, dan ruang kosong menjadi lebih
besar. Jika dibiarkan akan diisi oleh molekul air yang berasal dari uap air.
Sedimen hasil dispersi dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring.
Sedimen yang didapatkan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam oven
pada temperatur 110 C selama 4 jam untuk menghilangkan air yang masih
terperangkap dalam pori-pori. Bentonit ini memiliki kelemahan apabila
dipanaskan pada temperatur lebih dari 200C maka akan mengalami kerusakan.
Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak
100 mesh untuk menyeragamkan ukuran butir pada bentonit sehingga pada proses
adsorpsi yang berlangsung lebih efisien dan teratur. Bentonit tersebut kemudian
dijenuhkan dengan NaCl jenuh selama 24 jam proses pengadukan. Karena
suspensi lempung bentonit terbentuk melalui proses mengembangnya lempung di
dalam air dan akan terdistribusi secara merata yang akan mempermudah
69


terjadinya pertukaran kation terhidrat pada antarlapis lempung seperti Na
+
dari
larutan NaCl. Proses kimia yang terlibat adalah pertukaran ion yang digambarkan
sebagai kompetisi antara ion-ion tersebut dengan kation terhidrat yang berada
pada antarlapis lempung bentonit. Selektivitas pertukaran ion Na
+
akan lebih besar
sebab konsentrasinya dalam larutan lebih banyak dan muatannya lebih besar
dibandingkan kation terhidrat yang akan dipertukarkan. Selektivitas semakin
tinggi, untuk kation bermuatan lebih besar.
Sedimen dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring. Sedimen yang
didapatkan dicuci dengan akuades, lalu diuji dengan larutan AgNO
3
sampai tidak
terbentuk endapan AgCl yaitu tidak adanya endapan putih yang menunjukkan
sedimen telah bebas ion Cl
-
karena ion Cl
-
dapat mengganggu pembentukan
mikroporositas. Sedimen yang didapatkan dikeringkan dalam oven pada
temperatur 110 C selama 4 jam. Untuk menguapkan air yang masih terjebak
dalam pori-pori. Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak
dengan pengayak ukuran 100 mesh untuk menyeragamkan ukuran butir adsorben
bentonit sehingga pada proses adsorpsi didapatkan proses penyerapan yang
seragam.

4.3 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng yang telah digunakan menggoreng berulang kali, telah
mengalami perubahan secara kimiawi baik selama proses penyimpanan,
pemanasan atau adanya kontak dengan cahaya. Perubahan kimiawi itu dapat
menyebabkan penurunan kualitas minyak, seperti perubahan warna menjadi lebih
70


gelap, lebih kental, keruh, muncul bau yang tidak sedap (tengik), meningkatnya
bilangan peroksida, asam lemak bebas dan menyebabkan rasa yang tidak lezat.
Proses regenerasi minyak goreng bekas pada penelitian ini dilakukan 3
tahapan, yaitu: proses pemisahan bumbu (despicing), netralisasi dan pemucatan
(bleaching) melalui kolom berisi adsorben.

4.3.1 Proses Despicing
Pemurnian minyak goreng bekas pemakaian selama 8 jam ini, terlebih
dahulu dilakukan proses penghilangan bumbu (despicing). Perlakuannya adalah
dengan memanaskan minyak goreng bekas yang telah ditambah dengan air
dengan komposisi yang sama yaitu (1:1) pada suhu 110
o
C hingga air tinggal
setengahnya. Kotoran-kotoran partikel halus tersuspensi seperti bumbu rempah-
rempah dalam minyak goreng bekas akan larut dalam air dan ikut mengendap di
atas permukaan air, sehingga pada proses ini diperoleh minyak yang bebas
bumbu, dengan warna minyak yang semula gelap atau kehitaman menjadi
berwarna kuning kecoklatan. Komposisi minyak dan air kemudian diendapkan
dan dipisahkan dengan corong pisah, terdapat dua lapisan pada proses despicing
ini, yaitu lapisan paling atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah air, karena
berat jenis air lebih besar dari berat jenis minyak. Minyak yang didapatkan
disaring untuk memisahkan kotoran yang tersisa.
Proses despicing ini bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan lain,
partikel halus tersuspensi seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu
rempah-rempah yang tertinggal dalam minyak goreng bekas ketika proses
71


pemakaian berlangsung. Sehingga bisa diperoleh suatu perbaikan warna atau
kejernihan dari minyak goreng bekas.
Pada proses despicing ini terjadi perubahan warna dari hitam karena
memang masih mengandung bumbu-bumbu atau pengotor yang lain sampai
berwarna kuning kecoklatan. Warna gelap pada minyak goreng bekas pemakaian,
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna gelap ini
dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti suhu pemanasan yang terlalu tinggi, dan oksidasi terhadap
fraksi tidak tersabunkan dalam minyak.

Tabel 4.1 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,
minyak goreng bekas dan minyak hasil despicing
Analisa Standar Minyak Baru Minyak Bekas Despicing
Asam lemak
bebas (%)
Maks. 0,3 0,037 0,448 0,211
Angka Peroksida
(meq/kg)
Maks 2 1,32 4,58 4,00



Penurunan asam lemak bebas pada proses despicing ini disebabkan karena
reaksi hidrolisis minyak dengan air, hal ini dikarenakan asam lemak bebas yang
memiliki gugus karbonil dan gugus hidroksil yang bersifat polar akan larut dalam
air dan bersamaan dengan air menguap pada proses pemanasan serta ikut
terpisahkan pada proses pemisahan minyak dengan air.
Senyawa peroksida R.COO dalam minyak goreng bekas ini memiliki
gugus karbonil RC=O dan radikal O yang lebih bersifat polar, dan memiliki
rantai asam lemak oleat yang merupakan rantai karbon panjang yang lebih bersifat
72


nonpolar. Ketika minyak goreng dan air dipanaskan ada sebagian ikatan pada
rantai karbon panjang yang putus sehingga memiliki rantai karbon pendek. Rantai
karbon pendek R.COO ini akan lebih mudah larut dalam air panas dibanding
dalam minyak. Air bersifat polar, sementara minyak bersifat non polar, karena
beda kepolaran minyak dan air (tidak bisa larut) sehingga komponen polar yang
ada dalam minyak bekas seperti protein, karbohidrat, garam, gula, serta bumbu
rempah-rempah yang berada dalam minyak larut dalam air, sehingga setelah
melalui tahapan despicing angka peroksida minyak goreng bekas mengalami
penurunan.

4.3.2 Proses Netralisasi
Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak goreng dengan kandungan lebih
dari 0,3 % berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi. Asam lemak bebas dapat
dikurangi dengan proses netralisasi. Pada proses netralisasi ini terjadi pemisahan
asam lemak bebas dalam minyak dengan cara direaksikan dengan NaOH sehingga
membentuk sabun yang lebih larut dalam air. Kotoran dalam minyak seperti FFA
terperangkap pada sabun sehingga mudah memisahkan FFA dalam minyak yang
bersifat nonpolar.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :

C
O
OH
+ NaOH C
O
ONa
+ H
2
O
asam lemak bebas basa
sabun
air
CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
2
)
7
CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
2
)
7

Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH
73


Asam lemak bebas termasuk asam karboksilat. Asam karboksilat
merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil (-CO
2
H).
Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil.
Asam karboksilat lebih bersifat asam karena memiliki kemampuan stabilisasi-
resonansi anion karboksilatnya, RCO
2
-
.

R C
O
O R C
O
O

Gambar 4.2 Stabilisasi resonansi asam karboksilat

Mekanisme reaksi di atas disajikan pada gambar 4.3 berikut ini :
R C O H
O
OH
-
Na
+
R C O
-
O
+ H
2
O + Na
+
R C O
-
O
R C O
O
-
+
H
2
O + Na
+
R C
O + H
2
O
ONa
Asam lemak bebas
Stabilisasi resonansi
Garam karboksilat air

Gambar 4.3 Mekanisme reaksi asam lemak bebas dengan NaOH

Suatu asam karboksilat bila bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan
garam. Basa NaOH dalam larutan akan terionisasi menjadi ion Na
+
dan ion OH
-
,
sedangkan H
+
pada gugus hidroksil lepas dan bereaksi dengan (OH) membentuk
74


(H
2
O). Asam karboksilat mempunyai sifat yang lebih asam karena memiliki
kemampuan stabilisasi resonansi anion. Gugus anion (C-O) menyumbang elektron
ke Na
+
sehingga menghasilkan garam karboksilat (sabun).
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fofsatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Oleh karena itu, saat
minyak goreng hasil despicing dicampurkan dengan larutan NaOH 16 % yang
dipercepat dengan pemanasan dan pengadukan. Campuran tersebut membentuk
suatu butiran kecil-kecil dan warnanya berubah dari coklat menjadi orange tua.
Butiran-butiran tersebut merupakan sabun, dan sabun ini akan tampak jelas pada
saat penyaringan dengan berbentuk busa. Minyak netral yang dihasilkan berwarna
orange jernih dan bersih. Tahapan terakhir pada proses pemurnian adalah proses
pemucatan (bleaching).


Tabel 4.2 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,
minyak goreng bekas dan minyak hasil netralisasi
Analisa Standar Minyak Baru Minyak Bekas Netralisasi
Asam lemak
bebas (%)
Maks. 0,3 0,037 0,448 0,148
Angka Peroksida
(meq/kg)
Maks. 2 1,32 4,58 3,96



Penurunan asam lemak bebas dan angka peroksida pada proses netralisasi
ini disebabkan karena reaksi asam lemak bebas dengan larutan NaOH membentuk
sabun. Kotoran dalam minyak seperti FFA dan peroksida tersebut terperangkap
pada sabun sehingga mudah dipisahkan dari minyak yang bersifat nonpolar.
75


Proses netralisasi ini menyumbang besar terhadap penurunan asam lemak bebas
pada minyak.

4.3.3 Proses Bleaching
Pada proses bleaching ini terjadi proses pemurnian untuk menghilangkan
zat-zat warna yang tidak disukai dengan menggunakan adsorben. Adsorben yang
digunakan pada penelitian ini ada 3 jenis yaitu karbon aktif biji kelor, bentonit
teraktivasi dan campuran dari keduanya. Pada penelitian ini proses adsorpsi
dilakukan dengan metode kolom. Zat warna dalam minyak, suspense koloid (gum
dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida dan asam lemak bebas
akan diserap oleh permukaan adsorben ketika minyak dilewatkan melalui
adsorben dalam kolom.
Pada proses bleaching yang pertama ini proses adsorpsi dilakukan dengan
metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh karbon aktif biji
kelor sebanyak 2 gram. Ketika minyak sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam
kolom minyak merambat sangat pelan pada adsorben karbon aktif biji kelor
dengan tingi 1 cm. Minyak merambat setahap demi setahap ketika melalui serbuk
karbon aktif biji kelor. Hasil yang diperoleh minyak sebanyak 47 ml dan berwarna
kuning muda jernih.
Pada proses bleaching yang kedua ini proses adsorpsi dilakukan dengan
metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh adsorben bentonit
teraktivasi sebanyak 2 gram. Ketika minyak sebanyak 50 ml dimasukkan ke
dalam kolom minyak mengalir dengan cepat pada adsorben bentonit teraktivasi
76


dengan tingi 1 cm. Minyak merambat dengan cepat ketika melalui serbuk bentonit
teraktivasi. Hasil yang diperoleh minyak sebanyak 50 ml dan berwarna kuning
jernih.
Pada proses bleaching yang ketiga ini proses adsorpsi dilakukan dengan
metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh adsorben
campuran, yaitu bentonit teraktivasi sebanyak 1 gram dan karbon aktif biji kelor
sebanyak 1 gram yang dipisahkan oleh glasswool. Ketika minyak sebanyak 50 ml
dimasukkan ke dalam kolom minyak merambat dengan cepat melalui serbuk
bentonit teraktivasi setinggi 0,5 cm lalu minyak merambat dengan pelan ketika
melalui serbuk karbon aktif biji kelor dengan tingi 0,5 cm. Hasil yang diperoleh
minyak sebanyak 50 ml dan berwarna kuning jernih.
Parameter kualitas minyak goreng dalam penelitian ini adalah kadar asam
lemak bebas (FFA), angka peroksida dan warna. Hasil analisa angka peroksida
dan FFA minyak goreng dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Data hasil percobaan uji pengaruh jenis adsorben terhadap
kualitas minyak goreng
No Perlakuan/jenis adsorben FFA (%)
Peroksida
(meq/kg)
1 SNI minyak goreng Maks. 0,3 Maks. 2,0
2 Minyak goreng baru 0,037 1,32
3 Sebelum adsorpsi
3a minyak goreng bekas 0,448 4,58
3b minyak goreng despicing 0,211 4,00
3c minyak goreng netralisasi 0,148 3,96
4 Sesudah adsorpsi dengan
4a karbon aktif biji kelor 0,141 2,49
4b bentonit teraktivasi 0,145 2,39
4c campuran karbon kelor dan
bentonit
0,142 2,37

77


Data di atas menunjukkan bahwa minyak goreng hasil reprossesing telah
mengalami peningkatan kualitas. Meningkatnya kualitas minyak tersebut, salah
satunya dikarenakan adsorben yang diinteraksikan dengan minyak goreng bekas
mampu mengadsorpsi zat warna dan bau yang tidak dikehendaki serta mengurangi
jumlah peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida dan asam lemak bebas
(FFA) dari minyak hasil despicing mengalami penurunan sebesar 13 % dan 53 %
hasil netralisasi telah mengalami penurunan yang sangat banyak, dimana angka
peroksida semula pada minyak goreng bekas 4,58 meq/kg menjadi 3,96 meq/kg,
sedangkan standar angka peroksida pada minyak goreng adalah 2 meq/kg.
Sementara untuk jumlah asam lemak bebas yang semula pada minyak goreng
bekas 0,448 % menjadi 0,148 % pada minyak hasil netralisasi.

4.4 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Asam lemak bebas dapat mempengaruhi cita rasa dan bau dari minyak
goreng. Asam lemak bebas dengan kadar lebih dari 0,2 % dari berat minyak
mengakibatkan rasa tidak lezat, flavor yang tidak disukai dan meracuni tubuh.
Pengaruh dan perubahan kadar FFA dalam minyak goreng bekas
pemakaian 8 jam dengan perlakuan menggunakan adsorben karbon aktif biji
kelor, bentonit teraktivasi, campuran karbon kelor dan bentonit dapat dilihat pada
gambar 4.4 di bawah ini :


78


Analisa Asam Lemak Bebas (%)
0.448
0.211
0.148
0.141 0.145 0.142
0.037
0.300
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
Minyak
bekas
Despicing Netralisasi adsorben
karbon
aktif biji
kelor
adsorben
bentonit
teraktivasi
adsorben
campuran
Minyak
baru
SNI minyak
goreng
(%) FFA

Gambar 4.4 Pengaruh perlakuan terhadap kadar FFA

Analisa asam lemak bebas minyak goreng baru, bekas, despicing,
netralisasi dan bleaching dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Asam lemak
bebas dalam minyak dapat diketahui jumlahnya dengan dengan cara melarutkan
asam lemak bebas dalam minyak dengan etanol. Sejumlah minyak yang bersifat
nonpolar dilarutkan dalam etanol, kemudian dipanaskan agar larut sempurna
sehingga asam lemak bebas yang bersifat nonpolar dalam minyak juga ikut
terlarut dengan etanol yang lebih larut dengan air. Kemudian ditambahkan
indikator pp yang tidak menunjukkan warna dalam larutan dengan pH netral, dan
dititrasi dengan NaOH yang bersifat polar sampai terbentuk warna merah jambu
yang tidak hilang selama 30 detik. Terbentuknya warna merah jambu setelah
dititrasi dengan sejumlah NaOH menunjukkan NaOH telah bereaksi sempurna
dengan asam lemak bebas.

79


4.4.5 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi
dengan Adsorben Karbon Aktif Biji Kelor

Minyak goreng hasil netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben
dalam kolom mengalami penurunan kadar FFA dalam minyak, seperti terlihat
pada Gambar 4.4 Kadar FFA turun dari 0,148 % menjadi 0,141 % setelah
diinteraksikan dengan adsorben karbon aktif biji kelor dengan metode kolom.
Sedangkan hasil analisa pada minyak baru mengandung FFA 0,037 %.
Adsorben karbon aktif biji kelor dapat menurunkan kadar FFA dalam
minyak goreng hasil netralisasi karena karbon aktif biji kelor mempunyai
kemampuan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut,
dikarenakan karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs
aktif dalam karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas
permukaan adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan
karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan
sifat adsorpsi
Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji
kelor dengan asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-
partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der
walls atau ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu
80


sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali
dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara
kimia juga dapat terjadi antara senyawa asam lemak bebas dengan gugus aktif
yang dimiliki oleh karbon aktif biji kelor. Proses adsorpsi kimia, interaksi antara
adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan
kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan
dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup
besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah
irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk
memisahkan adsorbat.
Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak
diakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia
anatara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor.
Asam lemak bebas merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji
kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya London
(molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (karbon aktif) terdiri dari
inti atom dan elektron, elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron
tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang
menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan
memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.5 di bawah ini :
81


Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa
dipol

karbon aktif karbon aktif
Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (Asam lemak bebas)
maka molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut
sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi
gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.6 di bawah ini :
Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol
dipol sesaat

karbon aktif Asam lemak bebas

molekul dengan molekul dengan dipol
dipol sesaat induksian


karbon aktif Asam lemak bebas


Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan karbon
aktif biji kelor



+ -

+ -

+ -


+ -



82


4.4.6 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi
dengan Adsorben Bentonit Teraktivasi

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak goreng hasil
netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben bentonit teraktivasi sebesar
0,145 %. Asam lemak bebas pada minyak hasil interaksi dengan bentonit
teraktivasi ini mengalami penurunan sebesar 2 % dari minyak hasil netralisasi
yang semula memiliki asam lemak bebas sebesar 0,148 %.
Adsorben bentonit teraktivasi dapat menurunkan kadar FFA dalam minyak
goreng hasil netralisasi karena bentonit teraktivasi mempunyai kemampuan
sebagai adsorben. Bentonit merupakan mineral lempung yang tersusun atas
senyawa alumina silikat berstruktur lapis dengan tipe 2:1 yang terdiri dari dua
lembar silika bermuatan negatif yang terbentuk tetrahedral dengan lapisan tengah
berupa alumina oktahedral. Ujung tetrahedral masing-masing bertemu dengan satu
gugus hidroksil. Lembaran-lembaran ini diikat oleh atom oksigen. Pada daerah
antar ruang terdapat kation-kation (K
+
, Na
+
dan Ca
2+
) yang dapat digantikan
dengan kation lain.
Antara lapisan silika dan alumina dihubungkan oleh pengikatan oksigen
yang sangat lemah sehingga mudah mengembang maka kation dan air mudah
bergerak bebas diantara kisi kristal. Potensi pengembangan dan pengerutan yang
tinggi menyebabkan mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion serta
senyawa organik (Tan, 1991).
Bentonit sebagai adsorben berkemampuan menyerap sejumlah molekul
yang berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan mempunyai bentuk geometri
yang tepat. Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari
83


bentonit. Bentonit memiliki kemampuan mengembang, sifat menyerap dan
berikatan dengan anion-anion serta kation-kation dan luas permukaan yang besar.
Ukuran serbuk yang biasanya digunakan adalah kurang dari 200 mesh
(Hemzacek-Laukant, 2002).
Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan bentonit teraktivasi
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan bentonit dengan
asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik
atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Proses
adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben melibatkan
pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari
adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi
fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan,
1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus dipanaskan
pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.

4.4.7 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi
dengan Adsorben Campuran

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak goreng hasil
netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben campuran sebesar 0,142 %.
Asam lemak bebas pada minyak hasil interaksi dengan adsorben campuran ini
84


mengalami penurunan sebesar 4 % dari minyak hasil netralisasi yang semula
memiliki asam lemak bebas sebesar 0,148 %.
Proses penyerapan asam lemak bebas dalam minyak hasil netralisasi
menggunakan adsorben campuran ini terjadi dua kali, yaitu yang pertama FFA
dalam minyak terserap oleh bentonit teraktivasi kemudian sisa FFA dalam minyak
terserap dalam karbon aktif biji kelor. Kedua adsorben ini memiliki perbedaan
struktur mineral dimana bentonit berstruktur layer sedangkan karbon aktif biji
kelor berstruktur non layer.
Pada proses penyerapan menggunakan adsorben campuran ini tidak dapat
memberikan penurunan kadar FFA yang terbaik dimungkinkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara jumlah molekul FFA dalam 50 ml minyak dengan
adsorben pada lapisan pertama yaitu 1 gram bentonit teraktivasi, sehingga proses
penyerapan FFA tidak berlangsung dengan baik, kemudian FFA yang tersisa
dalam minyak melewati lapisan kedua yaitu 1 gram karbon aktif biji kelor. Selain
itu karena adsorben karbon aktif biji kelor memiliki struktur rongga yang terbuka
sehingga lebih mudah mengadsorpsi FFA daripada adsorben bentonit yang
memiliki stuktur berlapis.

4.4.8 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan asam lemak bebas
Berdasarkan hasil penelitian, adsorben yang dapat menurunkan kandungan
asam lemak bebas paling banyak adalah karbon aktif biji kelor,yaitu sebesar 0,141
% sedangkan untuk adsorben bentonit teraktivasi dan adsorben campuran juga
dapat menurunkan kandungan asam lemak bebas tetapi penurunannya dalam
85


jumlah yang lebih kecil dibanding dengan karbon aktif biji kelor, yaitu sebesar
0,145 % dan 0,142 %.
Asam lemak bebas (FFA) merupakan produk dari reaksi hidrolisis
trigliserida dan reaksi dekomposisi hidroperoksida. Reaksi ini akan
mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik
pada minyak. Sehingga kadar FFA dalam minyak sering digunakan sebagai salah
satu indikator kerusakan minyak goreng bekas.
Kemampuan karbon aktif biji kelor sebagai adsorben tersebut, dikarenakan
karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs aktif dalam
karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan
adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan karbon
aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan sifat
adsorpsi
Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji
kelor dengan asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-
partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der
walls atau ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu
sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali
86


dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara
kimia juga dapat terjadi antara senyawa asam lemak bebas dengan gugus aktif
yang dimiliki oleh karbon aktif biji kelor. Proses adsorpsi kimia, interaksi antara
adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan
kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan
dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup
besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah
irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk
memisahkan adsorbat.
Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak
diakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia
anatara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor.
Asam lemak bebas merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji
kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya London
(molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (karbon aktif) terdiri dari
inti atom dan elektron, elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron
tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang
menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan
memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.7 di bawah ini :
87


Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa
dipol

karbon aktif karbon aktif
Gambar 4.7 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (Asam lemak bebas)
maka molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut
sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi
gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.8 di bawah ini :
Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol
dipol sesaat

karbon aktif Asam lemak bebas

molekul dengan molekul dengan dipol
dipol sesaat induksian


karbon aktif Asam lemak bebas


Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.8 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan
karbon aktif biji kelor

+ -

+ -

+ -


+ -



88


Proses adsorpsi asam lemak bebas pada proses bleaching dilakukan
dengan metode kolom, yang kemungkinan dapat memberikan waktu kontak yang
lebih lama antara adsorben dengan minyak goreng, sehingga proses adsorpsi dapat
dilakukan lebih maksimal. Proses adsorpsi asam lemak bebas (FFA) dalam
minyak goreng hasil netralisasi menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor
mampu menyerap FFA dalam jumlah yang lebih banyak daripada adsorben
bentonit teraktivasi dan adsorben campuran. Perbedaanya dengan adsorben
bentonit dan adsorben campuran adalah waktu yang dibutuhkan adsorben karbon
aktif biji kelor pada saat proses adsorpsi berlangsung jauh lebih lama daripada
waktu yang dibutuhkan adsorben bentonit teraktivasi. Waktu yang dibutuhkan 50
ml minyak goreng hasil netralisasi untuk melewati adsorben karbon aktif biji
kelor pada saat proses adsorpsi berlangsung yaitu 3 jam, sedangkan waktu yang
dibutuhkan 50 ml minyak goreng hasil netralisasi untuk melewati adsorben
bentonit teraktivasi yaitu 45 menit. Minyak goreng tersebut lebih lama tertahan di
dalam kolom dengan menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor, minyak
merambat perlahan melalui serbuk-serbuk karbon biji kelor karena ukuran pori
karbon aktif biji kelor (yaitu 2.10
-7
mikrometer) lebih kecil dari ukuran pori
bentonit yaitu 4.10
-7
mikrometer (Sembiring, 2003 dan Tan, 1982).
Dari hasil penelitian tersebut, minyak goreng hasil netralisasi yang
dijernihkan dengan adsorben karbon aktif biji kelor mampu mengurangi kadar
asam lemak bebas sehingga kualitas minyak goreng bekas menjadi lebih baik dan
aman dikonsumsi kembali dan sesuai dengan standar SNI yaitu maksimal 0,3 %.

89


4.5 Perubahan Angka Peroksida
Reaksi oksidasi pada minyak mula-mula akan membentuk peroksida dan
hidroperoksida, yang selanjutnya akan terkonversi menjadi aldehida, keton dan
asam-asam lemak bebas. Randicity (ketengikan) terbentuk oleh adanya aldehida,
bukan terbentuk oleh adanya peroksida. Jadi kenaikan angka peroksida (PV)
hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.
Senyawa hasil reaksi oksidasi juga dapat memberikan pengaruh buruk bagi
kesehatan. Sehingga kenaikan angka peroksida dapat digunakan sebagai indikator
kerusakan minyak.
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga membentuk peroksida. Peroksida merupakan produk awal dari reaksi
oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
oksigen dengan minyak
Reaksi pembentukan peroksida pada minyak diakibatkan oleh reaksi
oksidasi oleh oksigen dengan sejumlah asam lemak tidak jenuh, dalam hal ini
adalah asam lemak oleat yang terkandung sebanyak 39-45 % pada minyak kelapa
sawit, reaksi ini dipercepat oleh pemanasan :

90


H
3
C (CH
2
)
7 CH CH (CH
2
)
7 C
O O
OH
O
H
3
C (CH
2
)
7 CH
H
C (CH
2
)
7 C
O
O
O
OH
Asam oleat
Meloksida
H
3
C (CH
2
)
7 CH
O
H
C
O
(CH
2
)
7
C
O
OH
Peroksida

Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Asam Lemak Oleat
Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh yaitu asam lemak oleat pada
minyak goreng, karena pada asam lemak oleat memiliki ikatan rangkap yang
bersifat reaktif. Asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap
oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul, sebagai
contoh, asam lemak linoleat akan teroksidasi lebih mudah oleh oksigen daripada
asam lemak oleat pada kondisi yang sama, pada suhu kamar sampai dengan suhu
100 C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengadsorpsi 2 atom oksigen,
sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Proses
pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam,
kelembaban udara dan katalis. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya
bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.
91


Mekanisme pembentukan peroksida pada asam oleat disajikan pada
gambar di bawah ini :

R C
H
C
H
R' R
H
C
H
C
O
R'
O
R
H
C
H
C
O O
R'
O O
R C C
O O
R'


Gambar 4.10 Mekanisme reaksi pembentukan peroksida pada asam oleat

Asam oleat dalam minyak teroksidasi pada ikatan rangkap. Oksigen
menyerang rantai rangkap, sehingga ikatan rangkap putus dan substituen C
kelebihan elektron. elektron yang lebih disumbangkan ke O dan ikatan rangkap
pada O putus.
Pengaruh dan perubahan angka peroksida dalam minyak goreng bekas
dengan perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.11 di bawah ini :
Analisa Angka Peroksida
4.58
4.00 3.96
2.49
2.39 2.37
1.32
2.00
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
Minyak
bekas
Despicing Netralisasi adsorben
karbon aktif
biji kelor
adsorben
bentonit
teraktivasi
adsorben
campuran
Minyak baru SNI minyak
goreng
Angka peroksida
(meq/kg)

Gambar 4.11 Pengaruh Adsorben Terhadap Nilai Angka Peroksida

92


Analisa angka peroksida pada penelitian ini dilakukan pada minyak
goreng baru (minyak curah), bekas, despicing, netralisasi dan bleaching dengan
metode iodometri, dengan cara melarutkan sejumlah minyak goreng dalam
campuran asetat:kloroform hingga terlarut sempurna lalu ditambahkan larutan
jenuh KI dan didiamkan, maka akan terjadi pelepasan iodin (I
2
), dengan reaksi
seperti :
I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6

Gambar 4.12 Reaksi Iodometri selama proses analisis Angka Peroksida

Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat sampai warna kuning
hampir hilang, selanjutnya ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk warna
biru dan dititrasi kembali dengan natrium thiosulfat sampai warna biru mulai
hilang. Terbentuknya warna biru setelah penambahan amilum, dikarenakan
struktur molekul amilum yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul
iodin maka terbentuklah warna biru (Winarno, 2002).

4.5.5 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Karbon Aktif Biji Kelor

Minyak goreng hasil netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben
dalam kolom mengalami penurunan angka peroksida dalam minyak, seperti
terlihat pada Gambar 4.11 angka peroksida turun dari 3,96 meq/kg menjadi 2,49
meq/kg setelah diinteraksikan dengan adsorben karbon aktif biji kelor dengan
93


metode kolom. Sedangkan hasil analisa pada minyak baru mengandung angka
peroksida 1,32 meq/kg.
Adsorben karbon aktif biji kelor dapat menurunkan angka peroksida dalam
minyak goreng hasil netralisasi karena karbon aktif biji kelor mempunyai
kemampuan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut,
dikarenakan karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs
aktif dalam karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas
permukaan adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan
karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan
sifat adsorpsi.
Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji
kelor dengan peroksida dalam minyak, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian
ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der walls atau
ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang terbentuk
dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi
fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat
adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali dengan
adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara kimia
juga dapat terjadi antara senyawa peroksida dengan gugus aktif yang dimiliki oleh
karbon aktif biji kelor. Pada proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat
94


dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen).
Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang
terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar
400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.
Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.
Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak
dilakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia
anatara peroksida dengan karbon aktif biji kelor.
Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji kelor juga
termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya london (molekul
nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif) terdiri dari inti atom
dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron tersebut
pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang menyebabkan pusat
muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat,
yang ditunjukkan pada gambar 4.13 di bawah ini :

Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa
dipol

karbon aktif karbon aktif
Gambar 4.13 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

+ -



95


Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka
molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga
terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya
elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.14 di bawah ini :
Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol
dipol sesaat

karbon aktif peroksida

molekul dengan molekul dengan dipol
dipol sesaat induksian


karbon aktif peroksida


Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.14 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan karbon
aktif biji kelor



4.5.6 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Bentonit teraktivasi

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa angka peroksida minyak goreng hasil
netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben bentonit teraktivasi sebesar
2,39 meq/kg. Angka peroksida pada minyak hasil interaksi dengan bentonit
teraktivasi ini mengalami penurunan sebesar 40 % dari minyak hasil netralisasi
yang semula memiliki bilangan peroksida sebesar 3,96 meq/kg.
+ -

+ -

+ -


96


Adsorben bentonit teraktivasi dapat menurunkan angka peroksida dalam
minyak goreng hasil netralisasi karena bentonit teraktivasi mempunyai
kemampuan sebagai adsorben. Bentonit merupakan mineral lempung yang
tersusun atas senyawa alumina silikat berstruktur lapis dengan tipe 2:1 yang terdiri
dari dua lembar silika bermuatan negatif yang terbentuk tetrahedral dengan
lapisan tengah berupa alumina oktahedral. Ujung tetrahedral masing-masing
bertemu dengan satu gugus hidroksil. Lembaran-lembaran ini diikat oleh atom
oksigen. Pada daerah antar ruang terdapat kation-kation (K
+
, Na
+
dan Ca
2+
) yang
dapat digantikan dengan kation lain.
Antara lapisan silika dan alumina dihubungkan oleh pengikatan oksigen
yang sangat lemah sehingga mudah mengembang maka kation dan air mudah
bergerak bebas diantara kisi kristal. Potensi pengembangan dan pengerutan yang
tinggi menyebabkan mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion serta
senyawa organik (Tan, 1991).
Bentonit sebagai adsorben berkemampuan menyerap sejumlah molekul
yang berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan mempunyai bentuk geometri
yang tepat. Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari
bentonit. Bentonit mempunyai memiliki kemampuan mengembang, sifat
menyerap dan berikatan dengan anion-anion serta kation-kation dan luas
permukaan yang besar. Ukuran serbuk yang biasanya digunakan adalah kurang
dari 200 mesh (Hemzacek-Laukant, 2002).
Proses adsorpsi antara peroksida dengan bentonit teraktivasi dikarenakan
adanya perbedaan energi potensial antara permukaan bentonit dengan peroksida,
97


baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika melibatkan gaya
antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan hidrogen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu
sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali
dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Proses adsorpsi kimia, interaksi
antara adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya
ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat
dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat
adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur
tinggi untuk memisahkan adsorbat.

4.5.7 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben
Campuran

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa angka peroksida minyak goreng hasil
netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben campuran sebesar 2,37
meq/kg. Angka peroksida pada minyak hasil interaksi dengan adsorben campuran
ini mengalami penurunan sebesar 40 % dari minyak hasil netralisasi yang semula
memiliki angka peroksida sebesar 3,96 meq/kg.
Proses penyerapan peroksida dalam minyak hasil netralisasi menggunakan
adsorben campuran ini terjadi dua kali, yaitu yang pertama peroksida dalam
minyak terserap oleh bentonit teraktivasi kemudian sisa peroksida dalam minyak
terserap dalam karbon aktif biji kelor. Kedua adsorben ini memiliki perbedaan
98


struktur mineral dimana bentonit berstruktur layer sedangkan karbon aktif biji
kelor berstruktur non layer.

4.5.8 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan Angka Peroksida
Berdasarkan hasil penelitian, angka peroksida pada minyak sebelum
diadsorpsi adalah 4,58 meq/kg minyak dan penggunaan adsorben mampu
menurunkan angka peroksida pada minyak. Tingginya angka peroksida minyak
goreng bekas ini karena diakibatkan proses oksidasi pada saat proses pemanasan
atau penyimpanan, sehingga terbentuklah peroksida.
Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa adsorben campuran dari bentonit
teraktivasi dan karbon aktif biji kelor dapat menurunkan angka peroksida dalam
jumlah yang paling besar, kemudian adsorben bentonit teraktivasi dan karbon
aktif biji kelor. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah peroksida dalam
minyak hasil netralisasi terserap dua kali oleh dua adsorben. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa penggunaan adsorben campuran dari karbon aktif biji
kelor dan bentonit teraktivasi relatif efektif untuk perbaikan angka peroksida
minyak goreng bekas. Pencampuran kedua adsorben tersebut ternyata menaikkan
kemampuan daya adsorpsi dibandingkan bila karbon aktif biji kelor dan bentonit
teraktivasi digunakan secara terpisah.
Proses adsorpsi dilakukan dengan metode kolom, yang kemungkinan
dapat memberikan waktu kontak yang lebih lama antara adsorben dengan minyak
goreng, sehingga proses adsorpsi dapat dilakukan lebih maksimal. adsorben yang
paling banyak terpakai pada ujung atas kolom (yaitu adsorben bentonit
99


teraktivasi) akan bertemu dengan adsorbat (peroksida) yang baru, sedangkan
adsorbat yang sudah teradsorpsi akan bertemu dengan adsorben yang baru pada
saat larutan tersebut bergerak ke bawah melewati kolom. Kemudian bertemu
dengan adsorben karbon aktif biji kelor, sehingga adsorbat (peroksida) dalam
minyak lebih banyak terkurangi atau terserap oleh kedua adsorben.
Bentonit mempunyai kemampuan untuk menyerap sejumlah molekul yang
berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan memiliki bentuk geometri yang tepat.
Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari bentonit
(Mulyadi, 1992).
Bentonit memberikan daya adsorpsi yang cukup besar karena pada
bentonit oksigen penghubung antar dua lapiasan silika yang mengapit satu lapisan
alumina terikat sangat lemah, yang menyebabkan strukturnya mudah
mengembang sehingga peroksida dan molekul air mudah bergerak diantara unit
kristal. Peroksida yang merupakan senyawa organik dapat masuk ke dalam
struktur dan menggantikan ion hidrogen yang lepas untuk menetralkan
muatannya. Hal ini didukung oleh luasnya permukaan bentonit yang mencapai
700-800 m2/g sehingga lebih menguntungkan untuk proses adsorpsi.
Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji
kelor dengan peroksida dalam minyak, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian
ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der walls atau
100


ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang terbentuk
dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi
fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat
adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali dengan
adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara kimia
juga dapat terjadi antara senyawa peroksida dengan gugus aktif yang dimiliki oleh
karbon aktif biji kelor. Pada proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat
dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen).
Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang
terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar
400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.
Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.
Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak
dilakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia
anatara peroksida dengan karbon aktif biji kelor.
Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji kelor juga
termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya london (molekul
nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif) terdiri dari inti atom
dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron tersebut
pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang menyebabkan pusat
muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat,
yang ditunjukkan pada gambar 4.15 di bawah ini :
101


Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa
dipol

karbon aktif karbon aktif
Gambar 4.15 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka
molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga
terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya
elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.16 di bawah ini :
+ -



102


Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol
dipol sesaat

karbon aktif peroksida

molekul dengan molekul dengan dipol
dipol sesaat induksian


karbon aktif peroksida


Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.16 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan karbon
aktif biji kelor

Angka peroksida minyak hasil penjernihan jika dibandingkan dengan
minyak goreng bekas telah mengalami penurunan, namun jika dibandingkan
dengan minyak baru, angka peroksida yang dihasilkan berbeda. Angka peroksida
minyak hasil penjernihan sebesar 2,49 2,37 meq/kg, sedangkan minyak goreng
baru sebesar 1,32 meq/kg. Minyak goreng hasil penjernihan yang dihasilkan
melebihi standart yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 2 meq/kg.
Berdasarkan data penelitian di atas, membuktikan bahwa kualitas minyak
goreng bekas sudah berada di atas standar SNI. Minyak goreng bekas merupakan
minyak yang sudah tidak layak dikonsumsi lagi. Selain berwarna gelap, mutu
minyak tersebut sudah sangat rendah, apabila dikonsumsi maka akan
menimbulkan penyakit dan membahayakan bagi kesehatan tubuh.

+ -

+ -

+ -


103


4.6 Analisis Warna Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Reprosessing
Analisis warna minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprosessing
dilakukan dengan menggunakan color reader (CR.10) dengan parameter
pembacaan L, a*, b*. Parameter L menunjukkan tingkat kecerahan dengan skala 0
(gelap atau hitam) sampai 100 (cerah atau terang). Parmeter a* menunjukkan
tingkat warna jingga sampai merah dengan skala -100 sampai +100. Nilai negatif
menunjukkan warna biru, sedangkan nilai positif menyatakan kecenderungan
warna merah. Parameter b* menunjukkan adanya warna kuning. Hasil analisis
warna minyak goreng dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Warna minyak goreng baru, bekas dan hasil reprosessing
Warna L a* b* SNI 3741-
1995
Minyak baru
(bimoli)
47,2 6,2 25,3
Muda jernih
Minyak bekas
(bimoli)
29,2 16,8
18,7
Hasil despicing 29,1 16,3 17,1
Hasil netralisasi
38,6 10,0 29,5
Hasil interaksi
dengan karbon aktif
kelor
40,6 9,8 31,3
Hasil interaksi
dengan bentonit
teraktivasi
40,1 9,9 30,7
Hasil interaksi
dengan campuran
41,7 8,7 32,7


4.6.1 Warna Cerah (L)
Warna cerah (L) minyak goreng hasil despicing adalah 29,1, sementara
tingkat kecerahan minyak goreng bekas 29,2. Berarti dengan adanya proses
104


despicing mengalami penurunan warna cerah sebesar 0,34 %. Peningkatan warna
cerah tersebut terjadi karena kotoran berupa bumbu-bumbu yang terakumulasi
dalam minyak akibat penggorengan bahan pangan atau disebut juga dengan
komponen senyawa polar (garam, gula, protein) sudah larut bersama air dan ikut
mengendap di atas permukaan air. Komponen senyawa polar tersebut larut dalam
air dikarenakan memiliki polaritas yang hampir sama dengan air. Kondisi ini
dilakukan dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang relatif lama
sehingga kelarutan dalam air lebih sempurna.
Pada proses bleaching, mengalami persentase peningkatan warna cerah
lebih besar yaitu 42,8 % dengan angka awal (minyak bekas) 29,2 menjadi 41,7,
nilai tersebut mendekati minyak baru yaitu 47,2 (Tabel 4.2). Signifikansi dari
meningkatnya warna cerah ini disebabkan karena warna minyak goreng bekas
teradsorpsi oleh adsorben campuran yaitu serbuk karbon aktif biji kelor dan
bentonit teraktivasi.
Hasil yang demikian diperkuat oleh Anderson dalam Pasaribu (2004) yang
menyatakan bahwa minyak sawit merupakan salah satu minyak yang sulit
dipucatkan karena mengandung pigmen karotena yang tinggi, oleh sebab itu
minyak sawit dipucatkan (bleaching) dengan adsorben, namun yang perlu
dipertimbangkan ialah faktor warna, kehilangan minyak, kualitas minyak dan
biaya pengolahan.

105


4.6.2 Warna Merah (a*)
Berdasarkan tabel 4.4 warna merah (a*) minyak goreng bekas adalah 16,8
akan tetapi setelah mengalami proses despicing mengalami peningkatan warna
merah sebesar 2,98 % dengan nilai 16,3. Hal ini diduga pada proses despicing
suhu pemanasan terlalu tinggi sehingga zat warna alamiah pada minyak
mengalami oksidasi dan degradasi yang berakibat warna minyak menjadi gelap
kemerahan.
Warna gelap kemerahan ini mengalami penurunan setelah dibleaching
menggunakan adsorben campuran yaitu sebesar 8,7. Nilai tersebut mendekati
minyak baru yaitu 6,2 sehingga diperoleh persentase penurunan warna merah
sebesar 48,2 %. Fenomena tersebut terjadi disebabkan adanya pemucat dari
adsorben campuran yaitu serbuk karbon aktif biji kelor dan bentonit teraktivasi.
Adanya kombinasi pada proses bleaching, ini menyebabkan warna gelap
kemerahan terserap oleh serbuk adsorben karbon aktif biji kelor dan bentonit
teraktivasi.

4.6.3 Warna Kuning (b*)
Warna kuning (b*) minyak goreng yang diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah 32,7, sedangkan warna minyak bekas 18,7. Berarti dengan adanya proses
despicing dan bleaching intensitas warna kuning mengalami peningkatan sebesar
42,8 %. Peningkatan ini dikarenakan hilangnya warna gelap, cokelat dan
kemerah-merahan pada saat bleaching dengan adsorben campuran. Sehingga zat
warna alamiah yang ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi
106


muncul kembali. Zat warna tersebut antara lain -karoten, -karoten, xanthopil,
klorofil dan antosianin, zat warna itulah yang meyebabkan warna minyak
berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Warna kuning dalam minyak goreng disebabkan karoten yang larut dalam
minyak, dan dapat terjadi akibat proses absorbsi dalam minyak tak jenuh. Warna
kuning yang terdapat pada minyak hasil reprosessing tersebut merupakan warna
akibat oksidasi dan degradasi dari zat warna alamiah, sehingga sangat sulit untuk
dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diidentifikasi bahwa telah terjadi
kerusakan pada minyak.
Untuk mencegah hal ini, pada proses pengolahan umumnya ditambahkan
zat antioksidan, sedangkan minyak kelapa sawit itu sendiri telah mengandung zat
antiokidan, namun dalam jumlah yang sedikit.
Berdasarkan hasil penelitian, warna minyak goreng bekas hasil
reprosessing sudah memenuhi SNI 3741-1995 yaitu warna muda dan jernih.

4.7 Kajian Hasil Penelitian Dalam Perspektif Islam
Hasil penelitian yang mengkaji mengenai peningkatan kualitas minyak
goreng bekas dengan metode adsorpsi menggunakan bentonit karbon aktif biji
kelor (moringa oleifera. Lamk) dengan metode kolom ini menunjukkan bahwa
biji kelor benar-benar dapat digunakan sebagai adsorben yang mampu
mengadsorpsi pengotor minyak goreng khususnya asam lemak bebas, peroksida
dan warna. Asam lemak bebas dan peroksida dalam jumlah yang besar dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Pada kasus ini karbon aktif biji kelor mampu
107


mengadsorpsi FFA sebesar 0,307 % dan peroksida sebesar 2,21 meq/kg. Hal ini
membuktikan kebenaran Al-Quran dalam surat Al-Anam ayat 95:
| < _l! >' _.l _> _>' _. ,.l _>: ,.l _. _>l
`>l: < _.! >. __
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka
mengapa kamu masih berpaling?

Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa tumbuh-tumbuhan keluar
(tumbuh dari benda mati). Artinya bahwa tumbuhan yang telah matipun dapat
dimanfaatkan kembali untuk sesuatu yang lebih berguna (Jauhari, 1984). Biji
kelor yang sudah tua dan kering di pohon memiliki manfaat sebagai bibit pohon
kelor namun umumnya di buang begitu saja tanpa dimanfaatkan kembali, tetapi
Allah pun tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia, seperti dalam Al-
Quran surat Shaad ayat 27 yang berbunyi :
!. !.1l> ,!..l _ !. !.., L.,
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dengan sia-sia (tanpa hikmah).

Ayat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh
Allah adalah tanpa sia-sia baik itu tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya yang
bisa dimanfaatkan oleh setiap makhluknya untuk bisa menjadi bahan renungan
bagi makhluknya khususnya manusia. Sebagaimana biji kelor yang tua dan kering
dapat dimanfaatkan lagi sebagai adsorben yang mampu mengadsorpsi pengotor
108


minyak goreng khususnya asam lemak bebas, peroksida dan warna. Sehingga
kualitas minyak goreng bekas dapat ditingkatkan kembali. Minyak goreng bekas
yang awalnya mengandung asam lemak bebas 0,448 %, peroksida 4,58 meq/kg
dan berwarna hitam dapat diturunkan menjadi 0,141 % dan 4,00 meq/kg serta
kembali berwarna jernih. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat
dikonsumsi kembali karena tidak mempengaruhi kesehatan manusia dan
membahayakan tubuh.
Ayat lain dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang pemanfaatan segala apa
yang di ciptakan oleh Allah adalah Surat Qaaf ayat 7-8 yang berbunyi:
_ !..:.. !.,1l !, _. !..,. !, _. _ __ _,, _ :.,.
_: _>l .,s ,.. _

Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-
gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata (7) Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat Allah) (8).


Allah menciptakan bumi (alam) ini sebagai media kehidupan dan di ciptakan alam
ini dengan segala isi dan pernak-perniknya adalah agar semuanya bisa di jadikan
bahan renungan bagi setiap umatnya. Salah satunya adalah biji kelor yang bisa di
jadikan suatu bahan penelitian untuk menjaga dan melestarikan alam semesta,
karena salah satu tugas manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna dengan
anugrah akal yang di berikan oleh Allah adalah berpikir. Orang-orang yang
berpikir ialah orang yang mau memperhatikan dan menyelidiki kejadian langit
dan bumi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-Jaatsiyah ayat 13:
>. >l !. _ ,...l !. _ _ !-,.- .. | _ l: ., ,1l
_`>., _

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berfikir.
109


Manusia merupakan salah satu di antara unsur-unsur lingkungan hidup
yang mempunyai posisi sentral dan dominan, artinya manusia dengan segala
kelebihan yang dimiliki di bandingkan dengan makhluk yang lain yaitu akal.
Melalui akal tersebut manusia di beri kesempatan dan kemampuan untuk
melakukan pengamatan (observasi), memikirkan dan mengadakan penelitian serta
kajian terhadap fenomena-fenomena alam sebagai pengejawantahan kebesaran
Tuhan.
Al-Quran hanya memberikan dasar, prinsip dan pokok-pokok ajaran yang
dapat memberikan motivasi atau mendorong manusia untuk melakukan kegiatan
dan perbuatan yang positip (konstruktif). Bentuk, cara dan tehnik yang di gunakan
sepenuhnya di serahkan kepada manusia untuk memikirkan sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang sudah tidak layak
dikonsumsi lagi, selain berwarna gelap, memiliki bau yang tidak enak (tengik),
dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kualitas minyak goreng bekas
tersebut sudah sangat rendah karena adanya kandungan senyawa peroksida dan
asam lemak bebas yang cukup tinggi. Hasil analisis angka peroksida dan asam
lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Analisis Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak
Goreng Bekas
Analisis Angka Peroksida Asam Lemak Bebas
Hasil Penelitian 4,58 meq/kg 0,448 %
Spesifikasi SNI Maks. 2 meq/kg Maks. 0,3 %

110


Data pada tabel 4.5 menunjukkan kandungan peroksida dan asam lemak
bebas sangat tinggi, sudah berada di atas standar. Hal ini menunjukkan bahwa
minyak goreng bekas sudah tidak layak dikonsumsi. Apabila masih tetap
dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit dan membahayakan bagi kesehatan
tubuh, sebagaimana anjuran Allah SWT kepada hambanya untuk selalu
mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal ) ) tapi juga harus
baik ().
Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi:
!,!. , '_!.l l !.. _ _ .l> !,,L `-,.. ,L> _.L,:l ..| >l .s
_,,. __

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata.


Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal kecuali yang
beracun dan membahayakan bagi manusia. Kualitas minyak goreng bekas dapat
ditingkatkan lagi dengan menginteraksikannya dengan adsorben. Sehingga dapat
dikonsumsi kembali karena tidak membahayakan kesehatan manusia.
Hasil penelitian menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor, bentonit
teraktivasi dan campuran karbon aktif biji kelor dengan bentonit teraktivasi ini
menunjukkan bahwa biji kelor benar-benar dapat digunakan sebagai adsorben
yang mampu mengadsorpsi pengotor minyak goreng khususnya asam lemak
111


bebas, peroksida dan warna. Minyak goreng bekas tersebut kembali berwarna
jernih dan kandungan asam lemak bebas serta peroksidanya sesuai dengan batas
maksimal standart minyak goreng. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat
dikonsumsi kembali karena tidak mempengaruhi kesehatan manusia dan
membahayakan tubuh.
Penggunaan metode kolom dalam penelitian ini adalah agar biji kelor
dapat di gunakan secara berulang-ulang secara lebih praktis (tidak perlu
menyaring) sehingga tidak menjadi sia-sia (mubadzir), dengan cara proses
regenerasi yang lebih sederhana yaitu pengembalian gugus pada kondisi semula
karena yang menjadi tujuan utama adalah pemanfaatan adsorben biji kelor sebaik-
baiknya tanpa mengurangi nilai dari fungsi adsorben itu sendiri.



















112

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) pada minyak
goreng bekas berturut-turut sebesar 4,58 meq/kg dan 0,448 %, sedangkan
angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) minyak hasil reprocessing
berturut-turut sebesar 2,37 meq/kg dan 0,141 %. Hasil uji tersebut
menunjukkan bahwa proses pemurnian menggunakan metode kolom mampu
menurunkan angka peroksida sebesar 48 % dan asam lemak bebas sebesar 69
%. Rerata angka peroksida minyak hasil reprocessing belum memenuhi
standar umum minyak goreng sedangkan rerata asam lemak bebas minyak
hasil reprocessing sudah memenuhi standar umum minyak goreng.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berkemampuan menyerap relatif
lebih banyak angka peroksida adalah adsorben campuran karbon aktif biji
kelor dan bentonit teraktivasi, sedangkan yang berkemampuan menyerap
relatif lebih banyak asam lemak bebas adalah adsorben karbon aktif biji kelor.
3. Warna yang diperoleh semakin cerah dibandingkan dengan minyak goreng
bekas sebelum reprosessing. Dari tiga macam adsorben yang digunakan, yaitu
karbon aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran karbon aktif biji
kelor dengan bentonit teraktivasi, yang berkemampuan meningkatkan
kejernihan warna minyak goreng lebih banyak adalah adsorben campuran
karbon aktif biji kelor dengan bentonit teraktivasi
113


5.2 Saran
1. Pada penelitian ini, proses interaksi antara adsorben dengan minyak dalam
kolom dilakukan dengan tanpa mengatur laju alir, sehingga waktu kontak
antara masing-masing adsorben dengan FFA dan peroksida juga berbeda-beda.
Sebaiknya, laju alir dibuat sama sehingga waktu kontak untuk menyerap
antara masing-masing adsorben pun juga sama.
2. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah suhu. Pada
penelitian ini hanya menggunakan suhu ruangan dan tidak dikontrol secara
kontinyu. Untuk mengkonstankan suhu, sebaiknya diberikan aliran air hangat
(yang di kontrol secara kontinyu) di luar kolom sehingga suhu waktu
penyerapan dapat teratur dan dapat mempercepat proses adsorpsi.
114


DAFTAR PUSTAKA



Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir, 2001, Tafsir Ibnu Kasir juz
7, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Afiatun, E. Wahyuni, S. dan Rachmawaty, A. 2004. Perolehan kembali Cu dari
Limbah Elektroplating dengan Menggunakan Reaktor Unggun
Terfluidisasi. jurnal INFOMATEK Volume 6 Nomor 1 Maret 2004.
http://www.unpas.ac.id/pmb/home/images/articles/infomatek/Jurnal_VI_1
-1.pdf. diakses pada tanggal 29 April 2008.

Amir, H. 2003. Karakterisasi Penyerapan Betakaroten pada Crude Palm Oil
dengan Adsorben Alternative Arang Tulang. Jurnal penelitian UNIB
Vol.IX no 1 Maret 2003. hal. 58-65. http://www.geocities.com/
ejurnal/files/lp/2003/58.pdf. diakses pada tanggal 29 April 2008.

Anonymous. 2000. Optimizing Flavor Quality and Oxidative Stability of
Commodity Vegetable Oils, http://www.ars.usda.gov/research/projects/
projects.htm?ACCN_NO=402579& showpars=true&fy=2000. html.
Diakses tanggal 9 April 2008.

________. 2001. Elektronika Larutan Metode Titrasi. http//www.elektro
indonesia.com/elektro/elek36.html. Diakses tanggal 13 Juli 2007.

________. 2005. Safety of Frying Oils and Oil Fried Products, http://www.
foodfacts.org.za/siteindex/Frying%20Oil%20-%20Safety.html. Diakses
tanggal 9 April 2008.

________. 2009
a
. Gallery Tanaman Obat. http://www.tanamanobat.com/
index.php /gallery-tanamanobat/ kelor. Diakses tanggal 29 Januari 2009.

________. 2009
b
. Lempung. http://www.id.wikipedia.org/wiki/lempung. Diakses
tanggal 28 Februari 2009.

________. 2009
c
. Teknologi Tepat Guna tentang Pangan_Kesehatan.
http://www.smecda.com/TEKNOLOGI TEPAT GUNA/TTG_
PANGAN_KESEHATAN/artikel/ ttg_tanaman_obat/ depkes/ buku/ 1-
196.pdf. Diakses tanggal 28 Februari 2009.

Anwar, A, 2007, Pangan dalam Pandangan Islam (Tinjauan Islam terhadap
Makanan dan Minuman), www.unpas.ic.id, diakses tanggal 1 januari 2009

AOAC, 1990, Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemists. Washington, D.C: AOAC inc.
115




Apriani, S. 2000. Studi Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap Komposisi dan
Kualitas Minyak Goreng Sisa Pakai. Tugas akhir tidak diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya.

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Bayrak, Y. 2005. Application of Langmuir Isotherm to Saturated Fatty Acid
Adsorption. Journal Microporous and Mesoporous Materials 87 (2006)
203206. http://www.elsevier.com/locate/micromeso. diakses pada tanggal
9 April 2008.

Bernasconi, G, Gerster, H, dan Hauser H. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Edisi
pertama. Terjemahan Lienda Handojo, Pradnya Paramita. Jakarta. hal:204.

Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. General Graphic
Servies. New York

Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy Crops. http://newcrop.hort.purdue.edu/
newcrop/duke_energy/moringa_oleifera.html. Diakses tanggal 31 Januari
2009.

Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Jilid 2. Malang:
Bayu Media Publishing.

Elizabeth, J. 2002. Ragam Minyak Goreng Pilih yang Mana.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/18/iptek/pili29.htm. diakses
pada tanggal 29 Januari 2009.

Fusova, L. 2009. Modification of the Structure of ca-montmorillonite Modifikace
Struktury ca-montmorillonitu. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia 2006."Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan".

Gritter, R.J., James M. Bobbitt dan Arthur E. Schwarting, 1991, Pengantar
Kromatografi Edisi Kedua, Bandung: Penerbit ITB.
Hendartomo, T. 2007. Pemanfaatan Minyak dari Tumbuhan untuk Pembuatan
Biodiesel. http://bappeda.jogjakarta.go.id/intranet/download.php?act=
download&id=75. Diakses pada tanggal 23 maret 2007.
Imani, A.K.Q, 2005, Tafsir Nurul Quran Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur'an, Penerjemah Salman Nano, Jakarta: Penerbit Al-Huda.

Jankowska, H., Swiatkowski, A., Choma, J., 1991, Active Carbon, Horwood,
London.
114
116



Jauhari, T., Alih Bahasa Drs. Mochamadiyah Jafar, 1984, Quran dan Ilmu
Pengetahuan Modern, Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas.
Jonni, M.S. Sitorus, M. dan Katharina, N. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Edisi pertama. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 11-18.

Joy, B. A. N, Richard, K. dan Pierre, N. J. 2007. Adsorption of Palm Oil Carotene
and Free Fatty Acids onto Acid Activated Cameroonian Clays. Journal of
Applied Sciences 7 (17): 2462-2467,2007. http://www.ansijournals.com/
jas/2007/2462-2467.pdf. diakses pada tanggal 09 April 2008.

Juliandini, F dan Yulinah T, 2008, Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah
Kayu Dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol, Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi pertama. Jakarta: Universitas
Indonesia. Hal: 216-234.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A.
Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.

Larry, D.B., Judkins J.F., and Weant, B.L. 1992. Process Chemistry for Water
and Wastewater. Prentice Hall Inc. New Jersey

Logu, D. 2005. Moringa Exports. (Online). http://murungaexports.ebigchina.com.
Diakses tanggal 31 Januari 2009.

Mahran, J., dan Mubasyir, A.A.H., 2006, Al-Quran Bertutur Tentang Makanan
dan Obat-obatan (Penerjemah: Irwan Raihan), Yogyakarta: Mitra Pustaka,
Hal: 21.

Muallifah, S. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat (TBA) dan Angka
Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan Biji Kelor
(Moringa oleifera. Lamk). Tugas Akhir tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Malang: Universitas Islam Negeri

Muchtadi, T.R. 2000. Asam Lemak Omega 9 dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Jakarta: Media Indonesia

Murtado. 1994. Kajian Reaksi Pertukaran Ion Kalsium oleh Ion Natrium pada
Bentonit Alam (bentonit-Ca). Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta:
FMIPA UGM.

117


Mustika, L. 2007. Sintesis dan Karakterisasi Montmorillonite K10 Zirkonia
sebagai Penyangga Katalis. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Malang:
FMIPA Universitas Brawijaya.

Oscik, J, 1991, Adsorbtion, Edition Cooper, I.L., John Wiley and Sons, New
York.

Pasaribu, N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Makalah Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-nurhaida.pdf. diakses pada
tanggal 01 Mei 2008

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Edisi pertama. Jakarta: Universitas
Indonesia. Hal: 52-53.

Quthb, S., 2001, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Jakarta: Gema Insani Press, hal 244.

Riyanto, A. 1994. Bahan Galian Industri Bentonit. Dirjen Pertambangan Umum.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral. Hal: 1-15

Room, F.A., 2004, Studi Proses Despicing dengan Metode Steaming pada Minyak
Goreng Bekas Serta Biaya Operasionalnya, Tugas Akhir tidak diterbitkan.
Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya, hal: 8-9.

Rossi, M. M Gianazza, C. Alamprese, F. Stanga. 2002. The Role of Bleaching
Clays and Synthetic Silica in Palm Oil Physical refining. Journal Food
Chemistry 82 (2003) 291296. Http://www.elsevier.com/locate/foodchem.
di akses pada tanggal 7 April 2008

Sabarudin, A. 1996. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan NaCl dan Gas
CO2 dalam Reaktor Fluidasi. Skripsi. Jurusan kimia. Fakultas MIPA.
Malang: Universitas Brawijaya.

Saleh, N., 2004, Studi Interaksi Antara Humin dan Logam Cu (II) Dan Cr (II)
dalam Medium Air, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty. Hal: 45-101.

Sembiring, M.T, dan Sinaga.T.S. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatan). Makalah. Sumatra Utara: Jurusan Teknik Industri. Fakultas
Teknik Universitas Sumatra Utara

Setyowati, L. 1995. Sintesis TMA-Bentonit dan Interkalasi Azobenzena ke dalam
TMA-Bentonit. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta: FMIPA UGM.

118


Shihab, M. Q., 2002, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an
Vol. 10, Jakarta: Penerbit Lentera Hati.

Sudarmadji, S. Bambang, H. dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal: 96-97

Suharto, T.E. 1997. Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Adsorben pada Proses
Pemucatan Minyak Sawit Kasar (CPO). Prosiding seminar Agribisnis
Kelapa Sawit. LPIU-ADB UNIB. dalam Jurnal penelitian UNIB Vol.IX no
1 Maret 2003. Hal: 58-65 tentang Karakterisasi Penyerapan Betakaroten
pada Crude Palm Oil dengan Adsorben Alternative Arang Tulang oleh
Hermansyah Amir. 2003

Sutha, N. M, Karna W, Eko S, 2008, Preparasi dan Karakterisasi Komposit
Kromium Oksida-Montmorillonit, Jurnal Kimia 2 (2), http://www.
geocities.com/ ejurnal/pdf. diakses pada tanggal 29 April 2009.

Tan, K.H. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Edisi pertama. Terjemahan Didiek
H.G. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. Hal: 93-192.

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng Bekas (Jelantah) Menggunakan Biji
Kelor (Moringa oleifera Lamk). Tugas akhir Tidak diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia Fakultas SAINTEK UIN

Van, Olphen, H. 1978. Clay Colloid Chemistry for Clay Technologist, Geologist
and Soil Scientist. John Wiley and Sons. New York.

Widayat, S dan Haryani, K. 2005. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng
Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Pengurangan Bilangan
Asam. Jurnal Penelitian Teknik Kimia, Volume 17 No.01 April 2006.
Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro

Wijana, S.Arif, H dan Nur, H. 2005. Tekno Pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Wijaya, K. Tahir, I. Awalina, L. 2006, Preparasi dan uji kualitatif cu-ai203-
montmorillonit Sebagai bahan antibakteri staphylococcus aureus.
Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hal: 95.

Yulianto, B. 2001. Sintesis Lempung Terpilar dan Uji Stabilitasnya terhadap
Pengaruh Panas. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan
Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada.
119


LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir

1. Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor





Dibuang kulitnya




Ditumbuk kasar dan dibungkus dengan alumunium foil
dimasukkan tanur suhu 600
o
C selama 3 jam
ditumbuk dan diayak



dicuci dengan air panas
dikeringkan dengan oven pada suhu 110
o
C selama 2
jam
direndam larutan NaCl 30 % selama 24 jam
dikeringkan dalam oven 110
o
C selama 2 jam
dihaluskan dan disaring dengan ayakan 70 mesh.


Buah Kelor
Biji Kelor dengan kulit ari
Karbon aktif biji kelor
Serbuk arang biji kelor
120


Lanjutan lampiran 1.

2. Preparasi Bentonit


Dicuci akuades dengan perendaman selama 24 jam
Didispersikan ke dalam larutan natrium klorida 1M
Diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam
Dipanaskan pada temperatur 70 C- 80 C
Disaring


Dicuci dengan akuades
Dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 C
selama 4 jam
Dihaluskan dan disaring dengan pengayak 100 mesh
Dijenuhkan dengan NaCl jenuh selama 24 jam
pengadukan.
Dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring



Dicuci dengan akuades
Diuji dengan larutan AgNO
3
hingga tidak terbentuk
endapan AgCl
Dikeringkan dalam oven pada temperatur 110C selama
4 jam
Dihaluskan dan disaring dengan pengayak 100 mesh





Serbuk lempung alam Na-bentonit
Bentonit teraktivasi
Sedimen Na-bentonit
Sedimen Na-bentonit
121


Lanjutan lampiran 1.

2. Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Proses Penghilangan Bumbu (Despicing)





Dimasukkan gelas beaker 500 mL
Ditambahkan air dengan komposisi minyak : air (1:1)
Dipanaskan sampai volume air tinggal setengahnya
Diendapkan dalam corong pisah selama 1 jam
Diambil fraksi minyaknya pada bagian atas
Disaring dengan kain kasa




3.2 Proses Netralisasi



- Dimasukkan gelas beaker 500 mL
- Dipanaskan sampai suhu 35
0
C
- Ditambahkan 18 ml larutan NaOH 16 %
- Diaduk-aduk selama10 menit pada suhu 40
0
C
- Didinginkan selama 10 menit
- Disaring





3.3 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor,
bentonit
3.3.1 Adsorpsi menggunakan karbon aktif biji kelor



Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass
wool
Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml


2 gram serbuk karbon aktif biji kelor
Minyak goreng jernih

250 g Minyak goreng bekas
Minyak bebas bumbu
Analisis asam lemak bebas
Angka peroksida
Analisis warna
Analisis asam lemak bebas
Angka peroksida
Analisis warna
450 g Minyak Hasil Despicing
Minyak Hasil Netralisasi
Analisa Peroksida dan FFA
dengan kontrol minyak
goreng baru
Analisa Peroksida dan FFA
dengan kontrol minyak
goreng baru
122


Lanjutan lampiran 1.


3.3.2 Adsorpsi menggunakan Bentonit



Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass
wool
Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml






3.3.3 Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan
Bentonit



Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass
wool pada ujung kolom
Dimasukkan glass wool diatas karbon aktif biji kelor
Ditambahkan 1 gram bentonit teraktivasi
Dimasukkan glass wool pada kolom menutupi lapisan
bentonit
Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml




Minyak goreng jernih
2 gram serbuk bentonit teraktivasi
Minyak goreng jernih
1 gram serbuk karbon aktif biji kelor
123


Lanjutan lampiran 1.


4. Analisa Minyak goreng
4.1 Analisis warna


Dimasukkan ke dalam kuvet
Color reader dihidupkan
Ditentukan harga L*, a*, b* yang menyatakan tingkat
warna gelap sampai terang
Diukur warna minyak goreng dengan color reader


Keterangan:
L* : warna cerah (0-100)
a* : warna jingga sampai merah (-100 sampai +100)
b* : warna kuning


4.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)




Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup
Ditambahkan 25 mL etanol 96 %
Dipanaskan pada suhu 40
o
C
Ditambahkan 2 mL indikator pp
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 M (sampai muncul
warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik)
Dihitung kadar asam lemak bebas (FFA)




Hasil
14 gram Minyak hasil uji adsorpsi
200 gram Minyak hasil uji adsorpsi
Minyak goreng dengan warna sekian
124


Lanjutan lampiran 1.


4.3 Penentuan Angka Peroksida




Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup
Ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3 :
2)
Dikocok sampai larut semua dalam keadan tertutup
Ditambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI
Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang dengan
tertutup
Ditambahkan 30 mL akuades
Dititrasi dengan 0,01 N Na
2
SO
3
(sampai warna kuning
hampir hilang)
Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %
Dititrasi kembali (sampai warna biru mulai hilang)
Dihitung angka peroksida

5 g Minyak hasil uji adsorpsi
Hasil
125


Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia

1. Larutan NaCl 30 %
Kristal garam ditimbang 30 gram, dilarutkan dengan akuades 100 ml, diaduk-
aduk sampai larut sempurna, kemudian disaring.
2. Larutan NaCl 1 M
Kristal garam ditimbang 5,8 gram, dilarutkan dengan akuades 100 ml.
mol NaCl = 0,1 L x 1 M
= 0,1 mol
gram NaCl = mol x Mr NaCl
= 0,1 mol x 58 g/mol
= 5,8 gram
3. Larutan NaCl jenuh
Dilarutkan sebanyak n gram kristal NaCl ke dalam n ml aquades sampai
terlihat NaCl tidak bisa larut.
4. Larutan NaOH 16 %
Padatan NaOH ditimbang 16 gram, dilarutkan dengan akuades 100 gram,
kemudian diaduk-aduk sampai larut sempurna.
5. Larutan NaOH 0,1 M
Dilarutkan 0,4 gram NaOH ke dalam aquades sebanyak 100 ml.
Mol NaOH = 100 ml x 0,1 M
= 0,01 mol
Gram NaOH = Mol x Mr NaOH
= 0,01 mol x 40 g/mol
= 0,4 gram
126


Lanjutan lampiran 2.

6. Larutan NaOH 0,05 M
Larutan 0.1 NaOH

dipipet 50 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuades mendidih sampai tanda batas.
7. Asam asetat-kloroform (3:2)
Dicampurkan 600 ml asam asetat ke dalam kloroform 400 ml dalam beaker
gelas kemudian diaduk dengan magnetik stirer selama 10 menit.
8. Larutan KI jenuh
Dilarutkan KI berlebih dalam aquades mendidih, sampai terlihat KI tidak bisa
larut. Larutan harus disimpan ditempat yang gelap dan tertutup. Reagen ini
setiap hari harus dicek kelayakan pakainya dengan cara: disiapkan 30 mL
campuran asam asetat:kloroform (3:2), ditambahkan 0.5 KI jenuh,
ditambahkan 2 tetes larutan amilum 1 %, Jika larutan berubah menjadi biru
dan membutuhkan lebih dari 1 tetes larutan 0.1 N Na
2
S
2
O
3
untuk
menghilangkan warna tersebut, maka reagen KI ini tidak boleh digunakan
kembali dan harus dibuat reagen KI yang baru. Untuk membuat larutan KI
jenuh 25 ml dibutuhkan serbuk KI sebanyak 133 gram.
9. Larutan pati 1 %
1 g pati dicampur dengan sedikit akuades yang sudah mendidih sambil diaduk,
dipindahkan ke labu ukur 100 ml kemudian ditambahkan akuades yang sudah
mendidih samapai tanda batas.
127


Lanjutan lampiran 2.

10. Natrium tiosulfat 0,1 N
25 g Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O dimasukkan kedalam 1 liter aquades, didihkan selama 5
menit, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter sampai tanda batas,
selanjutnya dipindahkan kedalam botol yang telah dibilas dengan larutan asam
dikromat panas dan dicuci dengan air panas. Simpan reagen dalam tempat
gelap dan dingin, jika terdapat kelebihan larutan sebaiknya tidak dikembalikan
dalam larutan stok. Jika dibutuhkan kosentrasi larutan lebih kecil dari 0.1 N,
maka bisa diperoleh dengan mengencerkan dari 0.1 N menggunakan aquades
mendidih (larutan encer lebih tidak stabil, karena itu disarankan hanya selalu
digunakan larutan segar) (siapkan jika dibutuhkan).

11. Larutan 0,01 M Na
2
S
2
O
3

Larutan 0,1 Na2S2O3 dipipet 10 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
128


Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

1. Analisis Minyak goreng baru
Asam Lemak bebas
Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.0285
14.5 14.95 0.45 0.041
2 14.0576
14.95 15.30 0.35 0.032
Rerata 0.037


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 041 , 0 100
1000 0285 , 14
256 05 , 0 45 , 0
% x
x
x x
FFA
2. % 032 , 0 100
1000 0576 , 14
256 05 , 0 35 , 0
% x
x
x x
FFA
% 037 , 0
2
032 , 0 041 , 0
Re

rata

Angka peroksida
Ulangan Berat (gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0516 3.50 4.25 0.75 1.485
2 5.0889 4.25 4.85 0.60 1.179
3 5,0759 4,85 5,50 0,65 1,281
Rerata 1.315

) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 485 , 1
0516 , 5
1000 01 , 0 75 , 0

2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 179 , 1
0889 , 5
1000 01 , 0 60 , 0

3. kg meq
x x
Peroksida Angka / 281 , 1
0759 , 5
1000 01 , 0 65 , 0


kg meq rata / 315 , 1
3
281 , 1 179 , 1 485 , 1
Re



129


Lanjutan lampiran 3.

2. Analisis Minyak goreng bekas
Asam Lemak bebas
Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.0764
0.00 4.60 4.60 0.418
2 14.0658
4.60 9.65 5.05 0.459
3 14.1029
15.30 19.65 4.35 0.395
4 14.1808
0.00 5.75 5.75 0.519
Rerata 0.448


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 418 , 0 100
1000 0764 , 14
256 05 , 0 60 , 4
% x
x
x x
FFA
2. % 459 , 0 100
1000 0658 , 14
256 05 , 0 05 , 5
% x
x
x x
FFA
3. % 395 , 0 100
1000 1029 , 14
256 05 , 0 35 , 4
% x
x
x x
FFA
4. % 519 , 0 100
1000 1808 , 14
256 05 , 0 75 , 5
% x
x
x x
FFA
% 448 , 0
4
519 , 0 395 , 0 459 , 0 418 , 0
Re

rata

Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0258 5,30 6,25 0,95 1,890
2 5.0343 6,25 8,25 2,00 3,973
3 5.0862 18,55 22,55 4,00 7,864
Rerata 4,576

) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 890 , 1
0258 , 5
1000 01 , 0 95 , 0

2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 973 , 3
0343 , 5
1000 01 , 0 00 , 2

130


Lanjutan lampiran 3.


3. kg meq
x x
Peroksida Angka / 864 , 7
0862 , 5
1000 01 , 0 00 , 4

kg meq rata / 576 , 4
3
864 , 7 973 , 3 890 , 1
Re



3. Analisis Minyak goreng hasil despicing
Asam Lemak bebas
Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.2184
9.65 12.15 2.50 0.225
2 14.1741
12.15 14.5 2.35 0.212
3 14.3104
19.65 22.05 2.40 0.214
4 14.0567
5.75 7.85 2.10 0.191
Rerata 0.211


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 225 , 0 100
1000 2184 , 14
256 05 , 0 50 , 2
% x
x
x x
FFA
2. % 212 , 0 100
1000 1741 , 14
256 05 , 0 35 , 2
% x
x
x x
FFA
3. % 214 , 0 100
1000 3104 , 14
256 05 , 0 40 , 2
% x
x
x x
FFA
4. % 191 , 0 100
1000 0567 , 14
256 05 , 0 10 , 2
% x
x
x x
FFA
% 211 , 0
4
191 , 0 214 , 0 212 , 0 225 , 0
Re

rata

Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0810 8,25 10,40 2,15 4,231
2 5.0535 10,40 12,55 2,15 4,254
3 5,0010 22,55 24,30 1,75 3,499
Rerata
3,995

131


Lanjutan lampiran 3.


) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 231 , 4
0810 , 5
1000 01 , 0 15 , 2

2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 254 , 4
0535 , 5
1000 01 , 0 15 , 2

3. . kg meq
x x
Peroksida Angka / 499 , 3
0010 , 5
1000 01 , 0 75 , 1

kg meq rata / 995 , 3
3
499 , 3 254 , 4 231 , 4
Re



4. Analisis Minyak goreng hasil netralisasi
Asam Lemak bebas
Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.0656
7.85 9.60 1.75 0.159
2 14.0578
9.60 11.10 1.50 0.137
Rerata 0.148


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 159 , 0 100
1000 0656 , 14
256 05 , 0 75 , 1
% x
x
x x
FFA
2. % 137 , 0 100
1000 0578 , 14
256 05 , 0 50 , 1
% x
x
x x
FFA
% 148 , 0
2
137 , 0 159 , 0
Re

rata

Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0285 12,55 14,65 2.10 4,176
2 5.0371 14,65 16,55 1,90 3,772
3 5,0701 16,55 18,55 2,00 3,945
Rerata
3,964

) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
132


Lanjutan lampiran 3.


1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 176 , 4
0285 , 5
1000 01 , 0 10 , 2


2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 772 , 3
0371 , 5
1000 01 , 0 90 , 1


3. kg meq
x x
Peroksida Angka / 945 , 3
0701 , 5
1000 01 , 0 00 , 2


kg meq rata / 964 , 3
3
945 , 3 772 , 3 176 , 4
Re




5. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan karbon aktif biji kelor
Asam Lemak bebas
Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 13.9186
11.10 12.60 1.50 0.138
2 13.9210
12.60 14.15 1.55 0.143
Rerata 0.141


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 138 , 0 100
1000 9186 , 13
256 05 , 0 50 , 1
% x
x
x x
FFA
2. % 143 , 0 100
1000 9210 , 13
256 05 , 0 55 , 1
% x
x
x x
FFA
% 141 , 0
2
143 , 0 138 , 0
Re

rata

Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0163 5,50 7,00 1,50 2.990
2 5.0265 7,00 8,00 1.00 1.989
Rerata 2.490



133


Lanjutan lampiran 3.


) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 990 , 2
0163 , 5
1000 01 , 0 50 , 1

2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 989 , 1
0265 , 5
1000 01 , 0 00 , 1

kg meq rata / 490 , 2
2
989 , 1 990 , 2
Re




6. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan bentonit teraktivasi
Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.0532
12,70 14,30 1.60 0.142
2 14.0378
14,30 15,95 1.65 0.147
Rerata 0.145


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 142 , 0 100
1000 0532 , 14
256 05 , 0 60 , 1
% x
x
x x
FFA
2. % 147 , 0 100
1000 0378 , 14
256 05 , 0 65 , 1
% x
x
x x
FFA
% 145 , 0
2
147 , 0 142 , 0
Re

rata


Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0342 8,00 9,10 1,10 2,185
2 5.0275 9,10 10,40 1,30 2,586
Rerata 2,385

) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka
134


Lanjutan lampiran 3.

1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 185 , 2
0342 , 5
1000 01 , 0 10 , 1


2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 586 , 2
0275 , 5
1000 01 , 0 30 , 1


kg meq rata / 385 , 2
2
586 , 2 185 , 2
Re




7. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan campuran karbon aktif
biji kelor dan bentonit teraktivasi
Asam Lemak bebas
Ulangan
Berat
(gram)
Volume NaOH
FFA (%)
Awal Akhir Total
1 14.0781
9,50 11,15 1.65 0.147
2 14.0560 11,15 12,70 1.55 0.138
Rerata 0.142


100
1000
% x
x g sampel berat
BM x NaOH M x NaOH ml
FFA
1. % 136 , 0 100
1000 0893 , 14
256 05 , 0 50 , 1
% x
x
x x
FFA
2. % 172 , 0 100
1000 1045 , 14
256 05 , 0 90 , 1
% x
x
x x
FFA
% 154 , 0
2
172 , 0 136 , 0
Re

rata



Angka peroksida
Ulangan
Berat
(gram)
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) Awal Akhir Total
1 5.0432 10,40 11,65 1,25 2,479
2 5.0810 11,65 12,80 1,15 2,263
Rerata 2,371

135


Lanjutan lampiran 3.


) (
1000
3 2 2
gram sampel berat
x Thio N x O S Na mL
Peroksida Angka

1. kg meq
x x
Peroksida Angka / 479 , 2
0810 , 5
1000 01 , 0 25 , 1


2. kg meq
x x
Peroksida Angka / 263 , 2
0810 , 5
1000 01 , 0 15 , 1


kg meq rata / 371 , 2
2
263 , 2 479 , 2
Re


136


Minyak goreng bekas
Glass wool
Adsorben
Filtrat
Lampiran 4. Skema alat



































Gambar 1.1 Skema Alat Uji Adsorpsi

137


Lampiran 5. Gambar Proses Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor














































Biji kelor sebelum
dibersihkan

Biji kelor yang
sudah dibersihkan

Biji kelor dibungkus
aluminium foil dan
ditanur suhu 600 C

Biji kelor setelah
ditanur berbentuk
karbon

Karbon biji kelor
ditumbuk dengan
mortar

Serbuk karbon biji
kelor diayak dengan
ukuran 100 mesh


Serbuk biji kelor
direndam larutan
NaCl 24 jam dan
disaring, kemudian
dicuci dengan air
dan disaring

Serbuk biji kelor
setelah disaring
dioven

Biji kelor setelah
ditanur

Dicuci dengan air
panas dan disaring,
kemudian dioven
138


Lampiran 6. Gambar Proses Despicing (Penghilangan bumbu)













































Minyak goreng
bekas dan air


dipanaskan


dipisahkan air dan minyak
Hasil despicing
139



Proses Bleaching
Lampiran 7. Gambar Proses Netralisasi dan Bleaching














P



Minyak hasil
despicing

Minyak dipanaskan
dan ditambah larutan
NaOH

Minyak hasil
netralisasi

Minyak hasil bleaching
140


Lampiran 8. Gambar Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Processing



Minyak
goreng bekas
Minyak hasil
despicing
Minyak hasil
netralisasi
Minyak hasil
bleaching

Tanur


Color reader

También podría gustarte