Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Penyusun :
Farida Febrina
NIM. 08.015.08.024
2008
BAB I
PENDAHULUAN
2
kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan
secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam
kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.2
Dalam yurisdiksi International Criminal Court, genosida merupakan salah satu dari
empat pelanggaran HAM terberat selain kejahatan terhadap manusia, kejahatan
perang, dan kejahatan Agresi.
Contoh dari tindak kekerasan genosida dari yang paling pertama sekali terjadi
menurut catatan sejarah adalah pembantaian yang dilakukan oleh bangsa Yahudi
terhadap bangsa Kanaan pada milenium pertama sebelum masehi. Kemudian disusul
oleh pembantaian-pembantaian lainnya seperti pembantaian bangsa Helvetia yang
dilakukan oleh Julius Caesar pada abad ke-1 SM, pembantaian suku bangsa Keltik
oleh bangsa Anglo-Saxon di Britania dan Irlandia sejak abad ke-7, pembantaian
bangsa-bangsa Indian (suku penduduk asli Amerika) di benua Amerika oleh para
penjajah Eropa semenjak tahun 1492, pembantaian bangsa Aborijin Australia (suku
penduduk asli Australia) oleh Britania Raya atau Inggris semenjak tahun 1788, dan
pembantaian Bangsa Armenia oleh beberapa kelompok Turki pada akhir Perang
Dunia I.
Contoh lain kekerasan genosida yang terkenal dan terjadi secara besar-besaran
adalah pembantaian yang dilakukan oleh NSDAP (Nationalsozialistiche Deutsche
Arbeiterpartei) atau yang lebih kita kenal sebagai Partai Nazi atau Nazi pada masa
Perang Dunia II. Nazi yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler (1933-1945)
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap bangsa keturunan Yahudi, Gipsi
(Sinti dan Roma), dan Slavia (Rusia). Tidak cukup pada pembantaian ras saja, Nazi
kemudian juga mekakukan pembantaian terhadap kaum homoseksual, orang cacat
2
Office of the High Commissioner for Human Rights. Convention on the Prevention and Punishment of the Crime
of Genocide. http://www.preventgenocide.org/ab/1998/, diakses pada 6 Januari 2011, pukul 17.20
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Genosida, diakses pada 6 Januari 2011, pukul 17.30
3
mental atau fisik, kelompok saksi-saksi Yehuwa, dan para komunis. Korbannya
berjumlah 5 juta orang yang kebanyakan orang Rusia, Polandia, dan Roma, dan 6 juta
orang Yahudi.
Pembantaian lainnya yang baru terjadi sekitar 16 tahun lalu yaitu Pembantaian
di Rwanda pada tahun 1994. peristiwa ini bermula ketika Presiden Rwanda, Juvenal
Habyarimana menjadi korban penembakan saat berada di pesawat. Penembakan ini
merupakan sebuah bentuk protes terhadap rencana Presiden Habyarimana untuk
menyatukan etnis-etnis di Rwanda dan pembagian kekuasaan kepada masing-masing
etnis tersebut. Presiden Juvenal Habyarimana dibunuh pada tanggal 6 April 1994,
beliau dibunuh saat sedang berada di dalam pesawat yang membawa beliau dan
Presiden Burundi, Cyprien Ntaryamira setelah negosiasi masalah Piagam Arusha.
Pesawat yang membawa kedua kepala negara ini diledakkan oleh sebuah granat roket.
Dari sinilah awal pembantaian etnis secara terencana terhadap suku Hutu dan Tutsi
oleh suku Tutsi radikal. Kemudian, sehari sesudah terbunuhnya Presiden
Habyarimana, Angkatan Bersenjata Rwanda (FAR) dan Interahamwe melakukan
blokade di seluruh tempat di Rwanda. Anggota FAR dan Interahamwe melakukan
kampanye dimulai dari utara Negara dan menyebar hingga ke selatan Negara. Yang
menjadi target adalah suku Tutsi dan Hutu moderat. Perdana menteri, menteri, pastur,
rakyat biasa, dan siapapun yang mendukung rencana penyatuan etnis di Rwanda dan
pembagian kekuasaan kepada etnis-etnis seperti yang dirancang dalam Piagam
Arusha, menjadi korban dalam insiden ini. Piagam Arusha merupakan rencana yang
disusun oleh Presiden Habyarimana saat beliau masih menjabat sebagai Menteri
Pertahanan Rwanda tahun 1993, setahun sebelum beliau menjabat sebagai Presiden
Rwanda. Piagam ini berisi tentang rencana Presiden terhadap masa depan Rwanda,
yaitu menyatukan suku-suku etnis yang berada di Rwanda dan melaksanakan
pembagian kekuasaan bagi masing-masing etnis tersebut. Maka diperkirakan
penyerangan terhadap Presiden Habyarimana ini sebagai bentuk protes para suku etnis
yang tidak menginginkan terwujudnya rencana piagam ini.
4
dalam memandang budaya orang lain.4 Sedangkan rasisme adalah suatu sistem
kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat
pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras
tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya. 5 Kedua sifat
inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi suatu tindakan seperti genosida,
karena adanya keinginan agar suatu suku atau ras lebih berkuasa dari ras lainnya.
5
pembantaian Rwanda. Sejauh ini ICTR sudah menyelesaikan 19 persidangan, dan
menghukum 25 orang terdakwa. Sedangkan 25 orang lagi masih dalam proses
persidangan, 19 orang sedang menunggu persidangan dalam tahanan, dan 10 orang
masih belum tertangkap. Sidang pertama dilaksanakan mulai tahun 1997, mengadili
Jean-Paul Akayesu. Kemudian Perdana Menteri sementara, Jean Kambanda, mengaku
bersalah.6
Dari pembahasan diatas, dapat kita ambil suatu kesimpulan sementara bahwa
genosida merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang biasanya
berawal dari sifat rasisme, berupa pembantaian secara besar-besaran dengan tujuan
untuk memusnahkan seluruh ataupun sebagian dari suatu suku bangsa, ras, etnis,
ataupun agama karena dianggap tidak pantas untuk hidup dan lebih rendah dari kaum
yang melakukan penindasan tersebut. Jadi mereka melakukan eliminasi terhadap
kaum-kaum yang dianggap tidak pantas untuk hidup dan tidak pantas untuk lebih
berkuasa daripada kaum superior tersebut. Tindakan ini tentunya sangat merugikan
sekali bagi kaum yang dibantai bahkan bagi negara tempat terjadinya genosida itu
sendiri, karena menjatuhkan banyak sekali korban yang tidak bersalah. Dan hanya
mementingkan egoisme tanpa memandang hak-hak asasi yang dimiliki orang lain,
atau lebih spesifiknya hak-hak kaum yang dibantai tersebut.
Maka dalam mengatasi hal ini hukum internasional harus berperan lebih aktif
dan lebih membuka mata lagi atas apa yang mengancam suatu ras atau kelompok.
Karena kekerasan genosida bukan merupakan permasalahan domestik bagi Negara
tempat terjadinya peristiwa pembantaian ini.
Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih jelas lagi pembahasan di atas, yaitu
tentang pembantaian yang pernah terjadi di Rwanda. Mengapa pembantaian ini
terjadi, faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya, dan bagaimana terjadinya.
6
http://en.wikipedia.org/wiki/Genocide, diakses pada 15 Januari 2011, pukul 19.40
6
Dari pembahasan diatas, penulis akan membahas fokus masalah dalam skripsi
ini yaitu: “Apa saja tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh Hukum
Internasional dalam mengatasi tindak genosida yang pernah ataupun masih terjadi di
dunia?” dan “Apa yang diharapkan oleh negara-negara di dunia terhadap Hukum
Internasional dalam mengatasi tindak genosida tersebut?”
Dalam hal ini, penulis akan memberi batasan dalam pembahasan masalah di
atas, yaitu: (1) Tindakan atau insiden genosida yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah Genosida Rwanda yang terjadi pada tahun 1994 ; (2) Kebijakan dan cara
penanganan Hukum Internasional dalam menghadapi tindak genosida.
7
Manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain:
Kasus genosida yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia seringkali tidak
dapat terselesaikan secara tuntas. Hal ini mungkin juga dikarenakan baru didirikannya
pengadilan kriminal internasional pada tahun 2002. Sedangkan kasus genosida sendiri
pertama kali terjadi sejak milenium pertama sebelum masehi dan sejak itu banyak
kasus genosida–genosida lainnya yang terjadi dan tercatat di dalam sejarah, seperti
contoh genosida yang paling terkenal dan memakan banyak sekali korban jiwa, yaitu
pembantaian yang dilakukan oleh Nazi pada masa Perang Dunia II.
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Kriminal_Internasional, diakses pada 10 Januari 2011, pukul 12.13
8
telah disebutkan di atas, dan menjadi "pengadilan usaha terakhir", meninggalkan
kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadap kriminal tertuduh kepada
negara individual.8
Ada pula faktor lain yang membuat suatu kasus genosida tidak dapat
terselesaikan secara tuntas, yaitu apabila suatu kasus genosida tidak dianggap dan
tidak diputuskan sebagai genosida oleh PBB. Seperti misalnya yang terjadi di Darfur,
Sudan. Pembantaian kaum kulit hitam oleh milisi Janjaweed di Sudan ini dianggap
kasus genosida oleh pemerintah Amerika Serikat namun tidak oleh PBB.9 Hal seperti
inilah yang menghambat penyelesaian kasus di pengadilan internasional, karena
penetapan kasus itu sendiri masih menjadi perdebatan.
Paradigma
8
Ibid., diakses pada 10 Januari 2011, pukul 12.46
9
Glenn Kessler dan Colum Lynch, U.S. Calls Killings in Sudan Geniocide, The Washington Post, 10 September
2004, hal. A01
10
Dodi Mantra, Modul: Teori dan Metodologi Hubungan Internasional (program studi Ilmu Hubungan
Internasional, FISIP: Universitas Al Azhar Indonesia, 2009), hal. 34
9
Menurut Edward E. Carr, kita boleh berharap dunia dapat menjadi damai dan
harmonis, namun hal tersebut tidak berguna bagi studi ilmiah terhadap politik dunia.
Karena itu ia lebih menekankan pengamatan terhadap realitas (what is) kekuasaan
dalam politik internasional ketimbang menjadikan pandangan mengenai dunia
seharusnya (what ought to be).11 Para realis seperti Carr percaya bahwa pencarian
kekuatan nasional adalah dorongan alami yang memiliki resikonya sendiri jika
diabaikan oleh negara. Negara-bangsa yang menjauhkan diri dari pencarian kekuatan
(pursuit of power) sebagai pegangan prinsipnya pada dasarnya membahayakan
keamanan mereka sendiri.12
1.6. Hipotesis
Dari uraian di atas, terlihat bahwa pihak PBB khususnya Dewan Keamanan
PBB dan ICTR dianggap sudah cukup baik dalam menyelesaikan masalah genosida
Rwanda ini. Namun, Dewan Keamanan PBB masih kurang cepat dalam memberikan
bantuan kepada tempat terjadinya konflik. Diharapkan kedepannya Dewan Keamanan
PBB dapat lebih tanggap lagi dalam menghadapi permasalahan genosida dan dalam
mengirimkan bantuan, apalagi dengan sudah dibentuknya ICC untuk mengadili para
pelaku kriminal internasional dan ICTR untuk menyelesaikan permasalahan genosida
Rwanda.
11
Ibid., hal. 35
12
Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of International Relations (New York: ST Martin’s
Press, INC., 1996), hal. 95
10
1.7. Metodologi Penelitian
11
kerangka dasar pemikiran, sampai kepada metode penelitian. Bab dua akan
menjelaskan tentang tindakan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah Rwanda
dalam kasus genosida ini. Bab tiga akan menjabarkan bagaimana kasus genosida
Rwanda ini terjadi secara mendetail. Mulai dari pertikaian antar etnis yang terjadi,
pembunuhan presiden Rwanda, hingga meledaknya pertikaian yang berujung kepada
tindak genosida ini. Bab empat akan berisi tentang apa saja yang dicapai dalam
kesepakatan-kesepakatan dalam penindaklanjutan kasus genosida ini. Tindakan
pemerintah nasional dan internasional dalam mengusahakan perdamaian di Rwanda.
Bab lima berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan skripsi, serta kritik dan saran
mengenai apa yang yang kurang dari sistem hukum internasional dan apa yang perlu
dilakukan oleh system hokum intenasional kedepannya dalam menghadapi tindak
genosida ini.
DAFTAR PUSTAKA
12
• Raphael Lemkin. Axis Rule in Occupied Europe: Laws of Occupation -
Analysis of Government - Proposals for Redress.
http://id.wikipedia.org/wiki/Genosida
• Office of the High Commissioner for Human Rights. Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime of Genocide.
http://www.preventgenocide.org/ab/1998/
• http://en.wikipedia.org/wiki/Genocide
• http://id.wikipedia.org/wiki/Genosida
• http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Kriminal_Internasional
• Glenn Kessler dan Colum Lynch. U.S. Calls Killings in Sudan Geniocide. The
Washington Post, 10 September 2004, hal. A01
• http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme
• http://dictionary.reference.com/browse/racism
• Dodi Mantra, Modul: Teori dan Metodologi Hubungan Internasional
(program studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP: Universitas Al Azhar
Indonesia, 2009)
• Burchill, Scott dan Andrew Linklater, Theories of International Relations
(New York: ST Martin’s Press, INC., 1996)
• Rusidi. Metodologi Penelitian,
http://irf4n.wordpress.com/2006/05/09/system-dynamics-metodologi-
penelitian/
13