Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
1. SEJARAH
Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya entamoeba histolytica dengan atau tanpa
manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease).
Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya
kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis terutama pada daerah yang
sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentri
seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica
bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini
dengan kelainan ulkus usus tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica bentuk kista,
sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan
membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli.
Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada
sukarelawan bahwa entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik,
sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-
dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica
yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
2. EPIDEMIOLOGI
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara di seluruh dunia. Pada berbagai survei
menunjukkan frekuensi diantara 0,2 – 50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi
lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang
sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa
dan lain-lain.
Sumber infeksi terutama “carrier“ yakni penderita amoebiasis tenpa gejala klinis yang
dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista
tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia
melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung
kista.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa
(lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai
“carrier”, sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau
disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air
merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi
kista atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan
tangki kotoran atau parit.
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu
rumah tangga yang merupakan “carrier”, dapat mengkontaminasi makanan sewaktu
menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.
Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan
berbagai masalah, antara lain :
1. Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.
4. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala klinik dari amoebiasis tergantung daripada lokalisasi dan beratnya infeksi.
Penyakit disentri yang ditimbulkannya hanya dijumpai pada sebagian kecil penderita tanpa
gejala dan tanpa disadari merupakan sumber infeksi yang penting yang kita kenal sebagai
“carrier”, terutama didaerah dingin, yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kista sehari.
Penderita amoebiasis intestinalis sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak
diperut yang samar-samar, dengan adanya konstipasi, lemah dan neurastenia. Infeksi menahun
dengan gejala subklinis dan terkadang dengan eksaserbasi kadang-kadang menimbulkan
terjadinya kolon yang “irritable” sakit perut berupa kolik yang tidak teratur.
Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1 – 14 minggu. Dengan adanya sindrom
disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir yang disertai dengan perasaan
sakit perut dan tenesmusani yang juga sering disertai dengan adanya demam. Amoebiasis yang
menahun dengan serangan disentri berulang terdapat nyeri tekan setempat pada abdomen dan
terkadang disertai pembesaran hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan
menurunnya berat badan.
Amoebiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada lokasi
absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari
mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada orang-orang dewasa muda dan
lebih sering pada pria daripada wanita dengan gejala berupa demam berulang, kadang-kadang
disertai menggigil, icterus ringan, bagian kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa
sakit sekali pada bahu kanan dan hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai
batuk dan nyeri tekan intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan menggigil.
Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis hati sudah
lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar didiagnosa. Infeksi amoeba di
otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak. Sayang sekali
infeksi seperti ini baru didiagnosa pada autopsi otak. Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat
juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau kulit setentang colon atau di
tempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan
mudah berdarah.
5. DIANGOSIS
Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit didalam tinja atau
jaringan. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis atau
menemukan parasit dalam biakan tinja sering dijumpai Entamoeba histolytica bersama-sama
dengan kristal Charcot-Leyden. Diagnosis tidak selalu mudah, maka perlu dilakukan
6. PENGOBATAN
Beberapa obat amoebiasis yang penting adalah :
Emetin Hidroklorida.
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila
diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna.
Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang
dewasa adalah 65 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari.
Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian emetin
tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal.
Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan secara
Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karan efektif terhadap bentuk histolytica dan
bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang
dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi.
7. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit amoebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan perorangan
(personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental hygiene). Kebersihan perorangan
antara lain adalah mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan.
Kebersihan lingkungan meliputi : memasak air minum, mencuci sayuran sampai bersih atau
memasaknya sebelum dimakan, buang air besar dijamban, tidak menggunakan tinja manusia
untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi
oleh lalat dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.
Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa
pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa
penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong)
dan juga dengan pengobatan massal ataupun invidivual.
8. DAFTAR PUSTAKA
1. A. Samik Wahab, Prof.dr. 1993., Imunologi III. Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
2. Brotowidjoyo, MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta.
3. Dutta, G.P. Experimental and Clinical Studies on Amoebiasis. New Delhi.
4. Fak. Kedokteran UGM dan P.T. Kalbe Farma. 1980. Simposium Masalah Penyakit Parasit
Dalam Program Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta.
5. Napitupulu Tumpal, Dr, MPH., Protozologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan.
6. Sri Oemijati, Prof.dr.dkk., 1988. Parasitologi Kedokteran. Bina Cipta Bandung.
7. Srisasi Gandhusada, dr, dkk., Parasitologi Kedokteran, 1992. Fakultas Kedokteran U.I.
Jakarta. Edisi Kedua.