Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
I. IDENTITAS PASEIN
Nama pasien :S
Umur : 24 tahun
Berat : 50 kg
Alamat : Serepo timur RT 02/01 kutoarjo, Purworejo.
III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 november 2006
kepada:
Nama :S
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Swasta
Hubungan :-
Alamat : Serepo timur RT 02/01 kutoarjo, Purworejo
a. Keluhan umum
3 hari SMRS perut bagian kanan bawah terasa nyeri, badan hangat.
1
b. Riwayat penyakit sekarang
± 3 hari SMRS hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu hari minggu
(19 november 2006), pasien merasakan nyeri pada perut bagian kanan
bawah dan badannya hangat. Nyeri dirasakan tidak menjalar. Nyeri
bertambah bila untuk menekukan kaki. Nyeri bersifat kumat-kumatan.
Belum ada riwayat pengobatan apapun. Karena tidak ada perbaikan pada
tanggal 22 Januari 2006 pasien dibawa ke RSUD Saras Husada Purworejo
untuk menjalani rawat inap. Oleh dokter bedah didiagnosis appendisitis
derajat I – II dan direncanakan operasi pada tanggal 24 November 2006.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien baru pertama kali menderita penyakit seperti ini. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit asma. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi
obat, HT, DM dan batuk lama. Pasien belum pernah menjalani operasi
sebelumnya dan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa.
Tidak ada riwayat penyakit asma, kencing manis dan hipertensi dalam
keluarga.
2
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada.
Auskultasi : bising usus normal.
Palpasi : nyeri tekan (-) pada titik Mc Burney
Perkusi : tympani.
Ektremitas :
akral hangat (+), oedem (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Golongan darah : Protein total : - g%
Hemoglobin : 14,2 g% Albumin : - g%
Leukosit : 5.500 Globulin : - g%
Trombosit : 240.000 SGOT : - U/L
GDS : 72 mg% SGPT : - U/L
Ureum : - mg% Kalium : - mmol/L
Kreatinin : - mg% Na : - mmol/L
Trigliserid : - mg% Cl : - mmol/L
2. Foto Thorak
Besar Cor dan Pulmo normal
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis pre operatif : Appendisitis derajat I - II
Status operatif : ASA I (pasien shat secara jasmni dan rohani,
tidak ada gangguan sistemik)
Jenis operasi : Appendiktomi
3
Jenis anestesi : Regional (spinal)
4
2. Pasien dapat bernapas dalam dan teratur (nilai 2)
3. Tekanan darah + 20 % dari tekanan darah praanestesi (nilai 2)
4. Pasien bangun bila dipanggil (nilai 1)
5. Ekstremitas atas dapat digerakkan (nilai 1)
Program pasca operasi :
Setelah pasien memiliki Aldrette Score > 8, pasien dikirim ke
bangsal dengan catatan:
- Awasi tanda vital secara ketat
- Awasi kesadaran
- Infus cairan Ringer Laktat 1500 mL/24 jam
- Cek Hb pasca operasi
- Tidur terlentang dengan bantal
- Jika kaki pasien dapat digerakkan dan pasien sadar penuh, minum
bertahap
- Pemberian analgesik (Remopain 3 % 3x1 ampul)
- Pemberian antibiotik (Cefotaxim)
- Lain-lain sesuai dokter bedah
- Keadaan gawat darurat, hubungi dokter anestesi
VIII. PEMBAHASAN
Apendisitis pada anak dibagi menjadi 5 derajat. Pada kasus ini An.
JWW, 4 tahun, dilakukan operasi appendiktomi dengan diagnosis pre-
operatif appendisitis derajat III – IV. Pada kasus ini telah terjadi proses
gangren dan ruptur apendiks. Hal ini dimungkinkan karena keterlambatan
pasien dibawa ke rumah sakit. Gejala yang paling menonjol adalah demam
dan nyeri tekan pada regio abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).
Pada operasi pasien ini, teknik anestesi yang digunakan adalah
anestesi umum intravena dan anestesi regional (spinal). Sebagai premedikasi
dipakai Midazolam (Miloz), Ketamin dan Ondancetron (Cedantron).
5
Midazolam dapat digunakan sebagai premedikasi dengan dosis
sedatif (0,1 mg/kgBB) maupun sebagai analgesi anestesi dengan dosis 5-10
mg. Pada pasien ini digunakan Midazolam sebagai dosis sedatif yaitu
sebanyak 1,5 mg. Ondancetron digunakan sebagai antiemetik sebanyak 4
mg yang diberikan secara intravena.
Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesi karena
sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala dan
mual-muntah pasca anestesia, pandangan kabur serta mimpi buruk. Ketamin
juga dapat menimbulkan halusinasi, oleh karena itu sebelumnya perlu
diberikan sedasi berupa Midazolam atau Diazepam dengan dosis 0,1
mg/kgBB dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01
mg/kgBB. Dosis induksi intravena ialah 1-2 mg/kgBB dan untuk
intramuskular 3-10 mg. Pada pasien ini Ketamin digunakan untuk analgesi
dengan dosis 15mg, agar pada saat melakukan spinal anestesi, pasien tidak
merasakan sakit.
Induksi dilakukan dengan menggunakan Lidocaine (Lidodex) 1 cc
dengan jarum spinal ke ruang subarachnoid antara kanalis spinalis VL 3 –
VL 4.
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan denyut
nadi selalu dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan
rumatan. Beberapa saat sebelum operasi selesai diberikan Ketorolac
tromethamin (Remopain 1 %) 10 mg IV sebagai analgesik setelah operasi.