Está en la página 1de 11

Reseksi En Bloc Sebagai Terapi Untuk Fistula Pre-aurikular

Yang Sulit Dikendalikan

Jing Fei, Di Zhang, Xiao-qiang Sun, Chong Zhao, Gang Qin, Yue-hua Liu, Lin
Zhu, Lei-ji Li

Departemen Bedah Otolaring, Kepala dan Leher, Rumah Sakit Afiliasi Sekolah Kedokteran
Luzhou , Luzhou 646000, China

ABSTRAK

Tujuan: untuk melaporkan metode pembedahan pada terapi fistula pre-


auricular untuk menurunkan angka rekurensi pasca operasi

Metode: Data klinis dari 187 pasien dengan fistula pre-aurikular yang melalui
reseksi en bloc di Rumah Sakit Afiliasi Sekolah Kedokteran Luzhou dari
Agustus 2006 sampai November 2012 ditelaah secara retrospektif. Faktor
yang dapat mempengaruhi prognosis reseksi en bloc yang dibatas oleh lapisan
superficialis fascia temporalis, helix perikondrium, dan sulcus aurikulosefalik
dipelajari.

Hasil: dari 187 pasien, 181 mencapai kesembuhan primer dan 6 kesembuhan
terlambat. Saat masa follow-up (1-7 tahun), terdpat 4 kasus yang rekuren
(2,1%)

Kesimpulan: Batas yang jelas dari bedah reseksi dapat mempermudah proses
reseksi fistula preaurikular dan dapat menghasilkan tingkat kekambuhan yang
rendah. Waktu yang tepat dan pencarian cabang fistula baru dengan teliti
adalah dua faktor penting yang dapat mempengaruhi prognosis

I. Pendahuluan

Reseksi fistula preauricular adalah rutinitas operasi yang simpel dan

dilakukan oleh banyak rumah sakit. Akan tetapi efek terapeutiknya tidak

terlalu memuaskan, terutama pada kasus berulang dengan infeksi, abses pre-

aurikular, riwayat operasi, luka dengan infeksi yang cukup dekat dengan pintu

fistula, atau struktur fistula yang kompleks dengan bukaan multiple. Meskipun

pendekatan-pendekatan baru telah dilakukan selama masa eksplorasi , aplikasi

dari metode baru seperti operasi mikroskopik telah dilimitasi oleh syarat

perlengkapan dan pelatihan operator. Karena itu, pencarian metode yang lebih
praktikal yang dapat mengeradikasi lesi dan dapat diaplikasikan adalah nilai

yang bagus. Penulis melakukan reseksi fistula en bloc (yang dibatasi oleh

fascia temporalis superfisial, helix perichondrium dan sulkus auriculocephalic)

pada 187 kasus fistula preauricular berulang dari agustus 2006 sampai

November 2012 dengan hasil yang memuaskan. Kasusnya dilaporkan.

II. Metode dan Bahan

2.1 Data Klinis

Semua prosedur yang dilaporkan pada kasus ini telah disetujui oleh

komite etik dari Rumah Sakit Afiliasi Sekolah Kedokteran Luzhou. Dari 187

pasien (dengan lesi pada kiri sejumlah 83 dan lesi di kanan sejumlah 104)

yang termasuk dalam penelitian ini, 78 orang berjenis kelamin laki-laki dan

108 perempuan, dengan usia 1-80 tahun dengan median usia 9 tahun. Durasi

dari infeksi berulang adalah dari 20 hari sampai 30 tahun. Drainase abses

terlah dikerjakan pada 73 kasus dimananya 13 mengalami kekambuhan dan

menerima terapi pembedahan (2 kali pada 2 kasus). Operasi dilakukan oleh

penulis direncanakan setelah infeksi telah ditangani, meskipun terdapat 5

pasien yang harus melakukan operasi dengan infeksi karena infeksinya

berulang dan terlalu susah untuk dikontrol,

2.2 Metode operasi

1. Untuk pasien tanpa riwayat abses atau hanya terbatas pada area infeksi, atau

fistula dekat dengan luka di kulit: insisi berbentuk pesawat ulang alik (shuttle)

dilakukan mengelilingi pintu fistula dan lesi atau infeksi pada lesi pada kasus

dengan pintu fistula yang tidak tampak. Jaringan subkutan didiseksi sampai

lapisan superfisial fasia temporalis dan mengarah ke crus of helix, dengan

berhati-hati untuk melindungi perichondrium helix. Diseksi dilakukan


menggunakan alat elektrokauter untuk membuat lapangan operasi tetap bersih.

Bagian bawah fistula dan kartilago helix dipisahkan dengan diseksi tajam dan

perichondrium helix diangkat. Diseksi dari bagian posterior dilanjutkan

menuju sulkus auriculocephalic dengan kartilago helix di tarik kembali sampai

melihat jaringan adipose yang merupakan batas eksisi bagian posterior.

Kedalaman dari diseksi dapat mencapai kelejar parotis superfisial, meskipun

batas atas dan bawah diseksi yang sesungguhnya ditentukan oleh lesi,

sedangkan kedalaman dan batas eksisi anterior-posterior tetap konstan.

Jaringan di atas lapisan suprfisialis dari fasia temporalis dan perichondrium

helix direseksi sepenuhnya, dengan bagian fasia temporal yang searah dengan

sulcus auriculocephalic. Satu-satunya jaringan yang tersisa adalah kulit yang

melapisi sulkus auriculocephalic

2. Pada pasien dengan luka preauriculer yang extensic (>2-3 cm), atau dengan

insisi drainage absess yang cukup jauh dari pintu fistula (kemungkinan

kesulitan penjahitan), di lakukan sepasang insisi fusiform pada luka

preauricular dan pintu fistula yang asli. Kulit yang sehat diantara kedua insisi

diselamatkan untuk mengurangi tekanan jahitan. Jaringan subkutan dibawah

insisi didiseksi dan dihilangan sebagai 1 bloc, dan diseksi di perpanjang dan

metodenya sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Gambar 1 Diseksi dilakukan sepanjang lapisan superfisialis dari fascia


temporalis menuju crus helix dengan elektrokauter
Gambar 2 Diseksi dilanjutkan menuju bagian posterior dari kartilagoh helix

Gambar 3 Jaringan yang tersisa memperlihatkan lapisan superficialis dari


fascia temporal (merah), kartilago helix (hitam), dan jaringan subkutan
dibawah crus helix (biru)

Gambar 4. Insisi fusiform yang parallel

Gambar 5. Diseksi en bloc pada jaringan di bawah insisi


Gambar 6. Penjahitan pada insisi

Berikut adalah poin-poin yang observasi:

1. Operasi dikerjakan setelah infeksi terkontrol dengan suhu badan

normal, tanpa pus dan tanpa tanda inflamasi pada area infeksi.

2. Arteri temporal superfisialis dan otot temporalis dilindungi dengan

hati-hati dan perdarahan dikontrol ketika arteri superfisial temporalis terlukai.

3. Prosedur operasi dilakukan diluar kapsul parotis untuk menghindari

perlukaan yang tidak diinginkan terhadap nervus facialis atau fistula kelenjar.

4. Ketebalan tertentu dari jaringan kulit diantara insisi dipertahankan

untuk menghindari nekrosis postoperative, dengan tetap memperhatikan

eradikasi jaringan fistula residu.

2.3 Analisis Stastisik

Semua data dikerjakan dnegan SPSS 17.0 menggunakan X2 (Chi-

Square) test. Menggunakan alpha: 0,05 sebagai ukuran tes, dan P<0,05

dianggap signifikan secara statistic.

III. Hasil

Penyembuhan luka primer tercapai dalam 181 kasus. Di antaranya

terdapat enam kasus dengan penyembuhan tertunda, tiga memiliki kemerahan

dan pembengkakan luka pasca operasi, dua mengalami ruptur insisi parsial,

dan satu mengalami ruptur insisi total. Evaluasi berkisar dari 1 hingga 7 tahun,
dimana empat kasus mengalami kekambuhan (2,1%), termasuk dua kasus

bukaan fistula sekunder yang tidak teridentifikasi (satu di meatus akustik

eksternal dan yang lainnya di sisi belakang kartilago auricular). Tabel 1

menunjukkan perbandingan tingkat kekambuhan di antara kelompok yang

berbeda. Tidak ada hematoma lokal, kelumpuhan wajah, fistula saliva atau

malformasi telinga sebagai akibat dari operasi kami.

IV. Diskusi

Cabang yang kompleks dari fistula preauricular sering membuat

reseksi lengkap menjadi tantangan yang sulit. Namun, reseksi lengkap semua

cabang tampaknya menjadi satu-satunya cara efektif untuk mencegah

terulangnya (Zheng et al., 2011).

Mencari teknik bedah yang lebih praktis yang dapat menurunkan

kekambuhan pasca operasi menjadi kunci keberhasilan pengobatan fistula

preauricular.

Dasar anatomi yang kami gunakan untuk menentukan lapangan operasi

adalah sebagai berikut: Fistula preauricular kongenital terbentuk ketika

primordium aurikularis dari lengkung brankial pertama dan kedua mengalami

fusi nodul yang tidak lengkap (Huang et al., 2008). Dari asal histologis dan

embrioniknya, kita dapat menyimpulkan bahwa basis fistula sering dihasilkan

dalam jaringan subkutan antara lapisan superfisial fasia temporal dan

perikondrium aurikularis. Karena tidak ada saraf krusial atau pembuluh darah

di jaringan lunak anterior menuju tragus dan helix crus, juga tidak ada organ

penting (kecuali arteria temporalis superficialis dan saraf auriculotemporal

yang tidak menyebabkan dampak signifikan pada suplai darah dan pergerakan

otot kepala dan wajah bahkan ketika diikat atau terluka), reseksi blok fistula en
bloc tidak ada risiko efek berbahaya yang signifikan pada morfologi dan

fungsi daerah setempat. Dalam penelitian ini, kami menggunakan reseksi en

bloc yang dibatasi oleh fasia temporalis superfisial (batas anterior bawah),

heliks perichondrium (perbatasan posterior) dan auriculocephalic sulcus

(perbatasan posterior bawah), yang mengandung semua jaringan lunak,

perikondrium aurikularis, cabang fistula dan jaringan inflamasi sekitarnya dan

bekas luka di atas bidang ini, dan hanya memelihara kulit sehat yang menutupi

auriculocephalic sulcus. Ini memungkinkan penghapusan cabang-cabang

fistula yang mungkin sampai batas tertinggi. Metode yang kami gunakan mirip

dengan yang diusulkan oleh Prasad et al. (1990) (pendekatan supra-auricular

pada prinsipnya), namun metode kami memiliki keuntungan memperluas

jangkauan operasi tanpa perpanjangan sayatan.

Tabel 1. Perbandingan Kekambuhan

Kelompok Jumlah Kesembuhan Rekurensi P

Riwayat drainase abses

Iya 73 (100%) 70 (98,3%) 3 (1.7%) 0.331

Tidak 114 (100%) 113 (99%) 1 (1%)

Operasi pertama atau tambahan

Operasi Pertama 174 (100%) 171 (98,3%) 3 (1,7%) 0.252

Operasi tambahan 13 (100%) 12 (92,3%) 1 (7,7%)

setelah rekuren
Ukuran luka

<2 cm 89 (100%) 88 (98,9%) 1 (1,1%) 0.683

≥2-3 cm 98 (100%) 95 (96,9%) 3 (3,1%)

Tinjauan literatur menunjukkan bahwa pelabelan fistula konvensional

dengan metilen biru selama operasi sering menyebabkan diseksi ke lapisan

superfisial fasia temporal atau heliks perichondrium, tetapi beberapa cabang

fistula tidak terewarnai dengan sempurna dan jaringan di sekitarnya yang

normal kadang-kadang dapat terwarnai oleh pewarna yang bocor,

menyebabkan kebingungan antara fistula dan jaringan normal. Untuk

membedakan fistula dengan lebih baik, beberapa telah menggunakan

mikroskop dan mengusulkan bahwa pembedahan mikroskopis aman dan

efektif, terutama ketika merawat pasien dengan kekambuhan, infeksi berulang,

rongga abses dan jaringan parut masif (Deng dan Li, 2007). Kami percaya

bahwa pada infeksi berulang, ada batas tertentu peradangan pada jaringan di

sekitar fistula, berpotensi membuat membedakan fistula semakin sulit

meskipun menggunakan mikroskop. Selain itu, bedah mikro membutuhkan

perawatan di rumah sakit yang lebih lama, peningkatan biaya dan pelatihan

khusus, yang dapat membatasi kegunaannya di fasilitas perawatan primer.

Tingkat kekambuhan dalam penelitian kami adalah 2,1% (Lam et al., 2001),

mirip dengan pendekatan supra-aurikular dan bedah mikroskopis (1,96%)

(Leopardi et al., 2008), dan secara signifikan lebih rendah dari itu setelah

operasi pelabelan metilen biru tradisional (19-40%). Selain itu, metode kami
menghindari banyak masalah yang dihasilkan dari pewarnaan metilen biru dan

kebingungan mengidentifikasi cabang fistula kecil.

Waktu pembedahan dan pencarian lesi yang kurang jelas adalah dua

faktor penting dalam reseksi en bloc pre-auricular fistula. Beberapa peneliti

merekomendasikan operasi selama infeksi karena mereka percaya ini dapat

mempersingkat perjalanan penyakit dan mengurangi penderitaan pasien (Xu

dan Shi, 2012). Namun, operasi selama infeksi memiliki sejumlah kelemahan

termasuk kecenderungan perdarahan, kesulitan menjahit, pecahnya kulit dan

tingkat kekambuhan yang tinggi. Dalam penelitian ini, di antara lima kasus

yang menjalani operasi selama infeksi, hanya dua yang mencapai

penyembuhan primer dan tiga mengalami penyembuhan yang tertunda, dengan

dua menunjukkan pembengkakan kulit dan kelembutan di zona drainase yang

akhirnya mengalami kekambuhan. Oleh karena itu kami mengusulkan operasi

dilakukan selama periode tidak menular.

Gambar 7. Pembukaan sekunder fistula di kanalis auditory eksternal


yang disertai abses
Gambar 8. Pembukaan sekunder di belakang aurikula

Untuk kasus dengan pembentukan abses, operasi harus menunggu

sampai setelah drainase abses dan resolusi peradangan lokal. Selain itu, karena

kemungkinan adanya lebih dari satu bukaan fistula, mencari bukaan dan

melenyapkan komunikasi mereka melalui tulang rawan adalah kunci untuk

mencegah terulangnya. Kadang-kadang, bukaan sekunder dapat muncul di

saluran pendengaran eksternal, anterior incisura auris, cymba conchalis

auriculata, rongga choncha atau fossa segitiga. Bukaan sekunder juga dapat

disalurkan melalui tulang rawan aurikularis untuk berkomunikasi dengan

fistula pra-aurikularis di bagian belakang telinga. Dalam penelitian kami, dua

kasus berulang ditemukan memiliki bukaan sekunder selama operasi revisi,

satu di kanal pendengaran eksternal (Gambar 7) dan satu di belakang telinga

(Gambar 8). Dalam metode kami, rentang diseksi diperluas ke jaringan

subkutan di bawah auriculocephalic sulcus, sehingga tulang rawan helix dapat

sepenuhnya terpapar untuk mengidentifikasi dan mengelola bukaan fistula

potensial di tulang rawan dan lesi infeksi sisa. Ini juga merupakan langkah

kunci untuk mengurangi infeksi dan rekurensi pasca operasi.

Ketika hasil pengobatan dan tingkat kekambuhan dibandingkan dengan

pertimbangan riwayat pembentukan abses, operasi sebelumnya dan tingkat

infeksi dalam penelitian ini, hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan (P> 0,05), menunjukkan bahwa reseksi en bloc dibatasi oleh fasia

temporalis superfisial, helix perichondrium dan auriculocephalic sulcus sangat

cocok untuk mengobati pasien dengan riwayat infeksi berulang, abses pra-

auricular, operasi sebelumnya, bekas luka infeksi yang relatif jauh dari

pembukaan fistula asli, area infeksi lebih besar dari 2-3 cm, atau kondisi

kompleks. struktur tula dengan banyak bukaan. Dasar dari reseksi enbloc

terletak pada penentuan area bedah (dibatasi oleh fasia temporalis superfisial,

periodik heliks dan sulkus auriculocephalic) dan pengangkatan total semua

jaringan di atas bidang bedah yang ditentukan bersama dengan fistula. Dengan

demikian, tidak perlu untuk mengidentifikasi cabang fistula minor secara hati-

hati, sangat menyederhanakan prosedur dan membuatnya mudah diadopsi oleh

ahli bedah dengan pelatihan terbatas. Kesimpulannya, teknik reseksi en bloc

yang diperkenalkan dalam laporan ini adalah pendekatan sederhana dan efektif

untuk pengobatan fistula pra-aurikular bawaan.

También podría gustarte