Está en la página 1de 14

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA

A. Definisi
1. Suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin dan atau jumlah
eritrosit lebih rendah dari nilai normal. (Mansjoer, 2001)
2. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan
(packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Perdarahan
a. Akut : karena trauma yang terjadi secara mendadak
b. Kronis : karena perdarahan pada saluran pencernaan atau menorhagia
2. Gangguan pembentukan sel darah merah (eritrosit)
a. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
b. Perubahan sintesa hemoglobin (Hb) sehingga dapat menimbulkan anemia
defisiensi zat besi, thalasemia, dan anemia infeksi kronik
c. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan
anemia pernisiosa dan anemia defisiensi asam folat
d. Gangguan pada sel induk (stem sel) sehingga menimbulkan anemia aplastik
dan leukimia
e. Bahan baku pembentukan eritrosit tidak ada, seperti asam folat, zat besi, dan
vitamin B12.
3. Meningkatnya proses pemecahan eritrosit (hemolisis)
a. Faktor didapat : adanya zat yang dapat merusak eritrosit, misalnya ureum
pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal
b. Faktor bawaan : kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit)

C. Klasifikasi, Manifestasi Klinis, dan Pemeriksaan Laboratorium


Anemia dapat klasifikasikan secara morfologis (ukuran, bentuk dan warna) sel darah
merah dan berdasarkan etiologinya.
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologis :
1. Normochromic, normocytic anemia (normal MCHC, normal MCV).
a. Anemias of chronic disease
b. Hemolytic anemias
c. Anemia of acute hemorrhage
d. Aplastic anemias
2. Hypochromic, microcytic anemia (low MCHC, low MCV).
a. Iron deficiency anemia

RN/pediatric/2013
b. Thalassemias
c. Anemia of chronic disease (rare cases)
3. Normochromic, macrocytic anemia (normal MCHC, high MCV).
a. Vitamin B12 deficiency
b. Folate deficiency

Mean Corpuscular Hemoglobin untuk mengukur konsentrasi rata-rata


Concentration (MCHC) hemoglobin dalam eritrosit
Normal = 32-37%
Mean Corpuscular Volume (MCV) untuk mengetahui ukuran eritrosit
Normal = 76-96cµ

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi :


1. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah merah dalam
darah perifer, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
sumsum tulang.
Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua, atau ketiga sistem hemopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
a. Eritroblastopenia : aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik
b. Agranulositosis: aplasia yang mengenai sistem granulopoetik
c. Amegakariositik Trombositopenik Purpura (ATP) : aplasia yang mengenai
sistem trombopoetik
d. Panmieloptisis/Pansitopenia (anemia aplastik) : aplasia pada ketiga sistem
hemopoetik
Anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang pada usia muda muda baru akan terlihat pengaruhnya
setelah beberapa tahun kemudian.
Etiologi :
a. Faktor kongenital : Sindrom Fanconi yang biasanya disertai dengan kelainan
bawaan seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dan
sebagainya.
b. Faktor didapat : bahan kimia seperti benzene, insektisida, zat pewarna; obat-
obatan seperti kloramfenikol, mesantoin, sulfonamida, dan agen
kemoterapeutik; radiasi; infeksi seperti hepatitis, TB miler; karsinoma;
penyakit ginjal
c. Idiopatik : mungkin faktor imunologik

Pemeriksaan Hematologis dan Manifestasi Klinis yang ditimbulkan


 Retikulositopenia, sehingga kadar Hb, hematokrit dan jumlah eritrosit
menurun : anoreksia, gagal jantung, sianosis, letargi, takikardia, dispnea

RN/pediatric/2013
 Leukopenia : hipertermi, infeksi berulang
 Trombositopenia : ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat
 Umumnya tidak disertai dengan ikterus, pembesaran limpa, hepar, maupun
kelenjar getah bening
 Pansitopenia berat dapat menyebabkan perdarahan masif
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang memperlihatkan konversi sumsum tulang
merah ke kuning, sumsum tulang lemak dengan kehilangan hampir seluruh
aktivitas hemopoetik.

2. Anemia Hemolitik

Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Merupakan dampak apabila ada
ketidaksesuaian atau isoimunisasi antara darah fetal dan darah ibu. Pada anemia
hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120
hari).
Gejala umum disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran
tersebut. Sehingga akan terbentuk lebih banyak sistem eritropoetik dalam darah
perifer, yang ditunjukkan dengan banyaknya eritrosit berinti dan peningkatan
jumlah retikulosit. Limpa umumnya membesar karena merupakan tempat
penyimpanan eritrosit yang dihancurkan, sehingga kemungkinan terjadinya
peningkatan bilirubin. Pada kondisi kronis, terdapat kelainan tulang rangka akibat
hiperplasia sumsum tulang.
Penyebab anemia hemoilitik diduga sebagai berikut :
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim C6PD
b. Didapat, misalnya infeksi, sepsis, penggunaan obat, dan maligna

3. Anemia Defisiensi Zat Besi


Diakibatkan kekurangan intake zat besi atau tidak sesuai pemakaian didalam
sumsum tulang, terhalangnya pelepasan dalam sel-sel reticuloendotelial dan
gangguan absorbsi. Anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh suplai zat besi
yang tidak adekuat untuk pembentukan eritrosit normal, sehingga menyebabkan
bentuk eritrosit yang lebih kecil, massa berkurang, konsentrasi hemoglobin dan
kapasitas darah mengangkut oksigen menurun.
Ditinjau dari umur penderita, etiologi anemia defisiensi zat besi dapat
digolongkan menjadi :
1. Bayi dibawah usia 1 tahun
a. Kekurangan zat besi sejak lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar,
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia

RN/pediatric/2013
b. Pemberian makanan tambahan yang terlambat
2. Anak umur 1-2 tahun
a. Infeksi berulang, misalnya enteritis, bonkopneumonia, dan sebagainya
b. Diet yang tidak adekuat
3. Anak umur lebih dari 5 tahun
a. Kehilangan darah kronis karena infeksi parasit, misalnya ankilostomiasis,
amubiasis
b. Diet yang tidak adekuat

Secara normal tubuh hanya memerlukan zat feritin dalam jumlah sedikit. Oleh
karena itu, ekskresi besi juga sangat sedikit. Kekurangan zat besi mengakibatkan
kekurangan Hb, karena pembuatan eritrosit mengalami penurunan. Selain itu,
eritrosit yang terbentuk akan mengandung Hb dalam jumlah yang sedikit,
sehingga bentuk selnya akan menjadi hipokromik mikrositik (bentuk eritrosit
kecil).
Pemberian zat Fe yang berlebihan dalam makanan dapat menyebabkan
hemosiderosis (pigmen Fe yang berlebihan akibat penguraian Hb) dan
hemokromatosis (timbunan Fe yang berlebihan dalam jaringan).

Anemia defisiensi zat besi terjadi dalam beberapa tahap, yaitu :


a. Tahap 1 ditandai dengan deplesi hemosiderin, feritin, dan penyimpanan zat
besi lainnya yang terdapat di sumsum tulang, hepar, dan limpa
b. Tahap 2 ditandai dengan kurangnya pengangkutan zat besi sehingga terjadi
penurunan saturasi transerin zat besi
c. Tahap 3 ditandai dengan defisit transportasi zat besi.

Manifestasi Klinis:
 Lemas, lekas lelah
 Cianosis pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan, dasar kuku
 Konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)
 Iritabel
 Papil lidah atrofi
 Pot Belly : perut buncit pada anak MEP dengan infestasi ankylostoma
 Pada MEP yang berat dapat ditemukan hepatomegali dan diatesis hemoragik
 Pica
 Takikardia
 Kuku rapuh dan berbentuk sendok

Pemeriksaan laboratorium:
1. Gambaran eritrosit mikrositik (MCV menurun) hipokromik (MCH menurun)
2. Kadar Hb dan Ht rendah
3. Serum Iron (SI) rendah dan Iron Binding Capacity (IBC) meningkat
4. Tidak terdapat zat besi dalam sumsum tulang

RN/pediatric/2013
4. Anemia Pernisiosa
Disebabkan karena tidak adanya faktor dalam darah yang diperlukan untuk
perbaikan vitamin B12 (kobalamin) dalam pembentukan sl-sel darah merah. Pada
anemia pernisiosa, bentuk eritrositnya makrositik normokromik (ukuran RBC
besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal).

5. Anemia Akibat Perdarahan


Ulkus yang berdarah, ulcerative colitis, dan penyakit gastrointestinal yang hebat
dapat kehilangan darah secara perlahan, sehingga berakhir dengan anemia.
Dapat juga setelah pembedahan dan pada luka trauma.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi refleks kardiovaskular
yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang
kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung).
Selain itu, akan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular agar
tekanan osmotik dapat dipertahankan. Akibatnya terjadi hemodilusi dengan
gejala :
a. Penurunan hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit
b. Leukositosis
c. Gagal jantung
d. Kelainan cerebral akibat hipoksemia
e. Oliguria/anuria

RN/pediatric/2013
D. Pathway
Etiologi

Anemia Anemia Anemia Anemia Anemia Anemia


Akibat aplastik Megaloblastik hemolitik Pernisiosa defisiensi
kehilangan Fe
darah
Tidak Defisiensi Umur Defisiensi
berfungsi factor instrinsi eritrosit B12 Defisiensi
nya (B12 dan asam menjadi Fe
Terjadi Terjadi sumsum folat) lebih
secara secara tulang pendek Eritrosit Bentuk
perlahan mendadak makrositik hipokromik
Memperlambat normokro mikrositik
Tidak produksi Cepat mik
berfungsi eritroblas dalam
nya dihancurkan
Jumlah sum sum tulang Atrofi papil
sumsum
eritrosit Mudah lidah
tulang
berkurang pecah dan
Menghasilkan sel rapuh
mudah pecah Anoreksia
dan rapuh

NUTRISI
KURANG
DARI
Mempengaruhi Sistem Sirkulasi
KEBUTUHAN
TUBUH
RN/pediatric/2013
Mempengaruhi Sistem Sirkulasi
ANSIETAS

Visikositas darah Penurunan Th/


menurun transport oksigen transfusi

Mengurangi tahanan Hipoksemia Hipoksia


dalam pembuluh darah
perifer
Dilatasi pembuluh
Sianosis pada darah perifer
bibir, faring, Jumlah darah yang
telapak tangan kembali ke jantung
dan dasar kuku, melebihi normal
GANGGUAN
PERTUKARAN
GAS Meningkatkan curah
Kuku jantung
sendok

Cepat lelah Takikardi Gagal jantung


INTOLERANSI
AKTIVITAS Lemas

Kelainan
serebral Jaringan
akut otak

RN/pediatric/2013
E. Penatalaksanaan Medis Pada Kasus Anemia
Penatalaksanaan anemia umumnya ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:

Pemberian steroid androgenik disertai kortikosteroid (misalnya testosteron,
prednison) untuk menstimulasi eritropoiesis

Pemberian antibiotika yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang,
misalnya ALG/ATG

Transfusi darah diberikan pada keadaan perdarahan masif, perdarahan
organ, trombosit kurang dari 20.000/mm3

Transplantasi sumsum tulang memberikan prognosis yang lebih baik sebesar
80% selama 3 tahun (transplantasi sumsum tulang sebelum transfusi darah
dapat menurunkan reaksi penolakan tubuh)

Uji dipstik untuk melihat darah dalam urine dan tes guaiac untuk darah
dalam feses, sebagai pemantauan terhadap kecenderungan perdarahan
abnormal

Pantau efek samping terapi steroid (iritasi lambung, edema, enfeksi,
hipertensi, peningkatan BB), androgen (peningkatan BB, suara memberat,
peningkatan pertumbuhan rambut), dan ATG/ALG (demam, menggigil, ruam,
trombositopenia)
2. Anemia pada defisiensi besi
 Dicari penyebab defisiensi besi
 Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
 Transfusi (untuk kasus yang berat, kasus infeksi berat, disfungsi jantung, atau
pembedahan darurat)
 Awasi efek samping preparat zat besi : mual, muntah, diare atau konstipasi,
feses berwarna hitam atau hijau, dan perubahan warna gigi
3. Anemia megaloblastik
 Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
 Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi.
 Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

F. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan

RN/pediatric/2013
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejala antara awitan, durasi,
lokasi, dan factor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat mencakup:
1) Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi.
2) Anorexia dan penurunan BB.
3) Kecenderungan perdarahan dan memar, antara menstruasi
berat dan epistaksis.
4) Infeksi yang sering
5) Nyeri tulang dan sendi
b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-
faktor resiko gangguan hematologic.
1) Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau
inkompatibilitas ABO.
2) Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas,
BBLR, diet kurang besi atau diet berat dengan susu sapi (selama masa
bayi), perdarahan (mis., menstruasi berat), kebiasaan diet, atau pajanan
terhadap inveksi virus. Factor resiko riwayat keluarga antara lain riwayat
anemia sel sabit, atau gangguan perdarahan.
2. Manifestasi Umum
- Kelamahan otot
- Mudah lelah : sering istirahat, napas pendek, proses menghisap yang buruk
(bayi)
- Kulit pucat : pucat lilin terlihat pada anemia berat
- Pica
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada sebagian
besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan takipnea mungkin harus
diperlukan.
b. Inspeksi
1) Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie,
ekimosis, tanda-tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna
kecklatan yang mungkin terlihat.
2) Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina,
atau pandangan kabur mungkin terlihat.
3) Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
4) Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin
terlihat.
5) Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
6) Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan
menstruasi yang berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
1) Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu
pengisian kapiler.

RN/pediatric/2013
2) Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin
dapat dipalpasi.
3) Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
1) Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
2) Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal
jantung kongestif pada dapat diauskultasi.

4. Temuan pemeriksaan labolatorium dan uji diagnostik


a. Hitung darah lengkap (HDL) memberikan gambaran lengkap
yang jelas tentang elemen-elemen pembentuk darah.
1) Hitung SDM menentukan jumlah SDM total setiap
sentimeter kubik darah.
2) Hitung SDP merupakan pengukuran jumlah total leukosit
yang bersirkulasi.
3) Hitung SDP diferensial (granulosit dan agrabulosit)
membedakan SDP berdasarkan lima tipe sel – neutrófil, eosinófilo,
basófilo (granulosit), limfosit, dan monosit (agranulosit).
4) Hemoglobin (Hb) dikaji untuk menentukan anemia, tingkat
keparahan, dan respons terhadap pengobatan.
5) Hematokrit (Ht) menentukan massa SDP dengan
pengukuran ruang dalam kantung SDM.
6) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean
corpuscular volume) adalah untuk mengetahui ukuran SDM individu.
7) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean
corpuscular hemoglobin) mengukur barat rata-rata hemoglobin dalam
SDM.
8) Konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC,
mean corpuscular hemoglobin concentration) mengukur konsentrasi rata-
rata hemoglobin dalam SDM.
9) Hitung trombosit mengukur jumlah total trombosit yang
bersirkulasi untuk mengevaluasi gangguan perdarahan.
b. Hitung retikulosit membantu membedakan berbagai tipe
anemia.
c. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sebagai alat diagnosis
banding gangguan perdarahan.
d. Kapasitas pengikatan besi total (TIBC, total iron-binding
capacity), feritin dan zat besi, dan transferin digunakan dalam mengevaluasi
anemia.
e. Temuan aspirasi sumsum tulang sebagai alat bantu dalam
mendiagnosis anemia aplastik dan gangguan lain.
1) Persiapan untuk uji ini biasanya memerlukan beberapa
bentuk sedasi.

RN/pediatric/2013
2) Pada area luka aspirasi, harus dipantau dengan cermat
adanya perdarahan dan pembentukan hematoma setelah prosedur
selesai dilakukan.

G. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan perifer
2. Perubahan cardiac output
3. Keletihan
4. Intoleransi aktivitas
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
7. Resiko infeksi

H. Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi


1. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
Tujuan:
- Pasien dan keluarga mendapatkan pengetahuan tentang gangguan, tes
diagnostik, dan pengobatan.
Intervensi (rasional):
- Siapkan anak untuk tes (untuk menghilangkan ansietas/rasa takut).
- Tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi (untuk memberikan
dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi).
- Jelaskan tujuan pemberin komponen darah (untuk meningkatkan
pemahaman terhadap gangguan, tes diagnostik, dan pengobatan).
Evaluasi:
- Anak dan keluarga menunjukkan ansietas yang minimal.
- Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang gangguan, tes
diagnostik, dan pengobatan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan


pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan:
Pasien mendapatkan istirahat yang adekuat.
Pasien menunjukkan pernapasan normal.
Pasien mengalami stres emosional.
Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Intervensi (rasional):
2.1.1 Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi, takipnea, napas
pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan
perubahan warna kulit) dan keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat
dan tegang, tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan) (untuk
merencanakan istirahat yang tepat).

RN/pediatric/2013
2.1.2 Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin
di luar batas toleransi anak (untuk mencegah kelelahan).
2.1.3 Beri aktivitas bermain pengalihan (yang meningkatkan istirahat dan
tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri).
2.1.4 Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama yang
memerlukan aktivitas terbatas (untuk mendorong kepatuhan pada
kebutuhan istirahat).
2.1.5 Rencanakan aktivitas keperawatan (untuk memberikan istirahat yang
cukup).
2.1.6 Bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik (mengurangi akan
kebutuhan oksigen).
2.2.1 Pertahankan posisi semifowler – tinggi (untuk pertukaran udara yang
optimal).
2.2.2 Beri oksigen suplemen (untuk meningkatkan oksigen ke jaringan).
2.2.3 Ukur tanda vital selama periode istirahat (untuk menentukan nilai dasar
perbandingan selama periode aktivitas).
2.3.1 Antisipasi peka ransangan anak, rentang perhatian yang sempit, dan
kerewelan dengan membantu anak dalam aktivitas bukan menunggu
dimintai bantuan.
2.3.2 Dorong orang tua untuk tetap bersama anak (untuk meminimalkan stres
karena perpisahan).
2.3.3 Berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik) (untuk
meminimalkan stres).
2.3.4 Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan (untuk meminimalkan
ansietas).
Berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
Berikan faktor pertumbuhan hematopoietik, sesua ketentuan (untuk
merangsang pembentukan sel darah).
Evaluasi:
2.1.1 Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan melakukan aktivitas yang
sesuai dengan kemampuan.
2.1.2 Anak tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas fisik atau keletihan.
2.2.1 Pasien bernapas dengan mudah; frekuensi dan kedalaman pernapasan
normal.
2.3.1 Anak tetap tenang.
2.4.1 Anak menerima elemen darah yang tepat tanpa masalah.

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan; kurang pengetahuan mengenai
makanan yang diperkeya dengan besi.
Tujuan:
Pasien mendapat suplai besi adekuat.
Pasien mengkonsumsi suplemen besi.
Intervensi (rasional):

RN/pediatric/2013
3.1.1 Berikan konseling diet pada pemberian perawatan, khususnya mengenai
hal-hal berikut:
- Sumber besi dari makanan (mis., daging, legum, kacang, gandum,
sereal bayi yang diperkaya dengan besi dan sereal kering) (untuk
memastikan bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat).
- Beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan
padat diberikan (karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan
masukan makanan padat yang mengandung besi).
- Ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam
diet (untuk mendorong kepatuhan).
Berikan preparat besi sesuai ketentuan.
Instruksikan keluarga mengenai pemberian preparat besi oral yang tepat:
- Berikan dalam dosis terbagi (untuk absorpsi maksimum).
- Berikan di antara waktu makan (untuk meningkatkan absorpsi pada
traktus gastrointestinalis bagian atas).
- Berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin (karena vitamin
C memudahkan absorpsi besi).
- Jangan memberikan bersama susu atau antasida (karena bahan ini
akan menurunkan absorpsi besi).
- Berikan preparat cair dengan pipet, spuit, atau sedotan (untuk
menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan).
- Kaji karakteristik feses (karena dosisi adekuat besi oral akan
mengubah feses manjadi berwarna hijau gelap).
Evaluasi:
3.1.1 Anak sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.
3.2.1 Keluarga menghubungkan riwayat diat yang memperjelas kepatuhan anak
terhadap anjuran ini.
3.2.2 Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses yang
berwarna hijau, seperti ter.
3.2.3 Anak meminum obat dengan tepat.

RN/pediatric/2013
Referensi

Muscari. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Edisi Ketiga. EGC. Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Dua. EGC. Jakarta
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi Pertama. Salemba Medika.
Jakarta
Sacharin. 1996. Principles of Pediactric Nursing. Churchill Livingstone. London
Staf Pengajar FK UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Infomedika. Jakarta
Wong, D.L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

RN/pediatric/2013

También podría gustarte