Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Kelangkaan air bersih merupakan salah satu masalah lingkungan yang saat ini sedang
menjadi pusat perhatian warga dunia. Dari 70% jumlah kandungan air di muka bumi, hanya
0,007% merupakan air bersih yang tersedia bagi 6,8 triliun populasi manusia (Freshwater
crisis, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan oleh United Nations (UN) memprediksi bahwa
pada tahun 2025 mendatang, sebanyak 1,8 triliun populasi manusia akan hidup dengan
kelangkaan air bersih, dengan dua pertigapopulasi manusia di seluruh dunia akan mengalami
stres sebagai akibat dari kondisi tersebut (United Nations [UN], 2016).
Adanya perbedaan perspektif waktu antara warga di negara berkembang dan negara
maju ini yang kemudian akan peneliti analisis lebih lanjut kaitannya dengan perilaku
konservasi air bersih, mengingat hasil penelitian yang dilakukan oleh Arnocky, Milfont, dan
Nicol (2013) menunjukkan bahwa individu yang memiliki orientasi waktu dengan mengacu
masa depan atau future orientation lebih memerlihatkan perilaku pro-lingkungan
dibandingkan dengan mereka yang tidak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah perbedaan
perilaku konservasi air bersih antara warga di negara berkembang dan warga di negara maju
disebabkan oleh adanya perbedaan perspektif waktu antar kedua golongan negara tersebut.
1. Semakin bertambahnya luas lahan kritis 13,1 juta ha (1992) dan 18,5 juta ha
(2009).
2. Semakin berkurangnya daerah resapan air menjadi kawasan kota dan industri
(alih fungsi lahan pertanian 35000 ha/th juga mengancam ketahanan pangan).
3. Semakin tingginya pemakaian air tanah (di beberapa kota besar 73%
penduduk menggunakan air tanah).
4. Semakin bertambahnya pengguna air karena pertumbuhan penduduk
meningkat.
5. Semakin tingginya penggunaan air karena peningkatan kualitas kehidupan.
6. Semakin tercemarnya sumber sumber air (sungai, danau, air tanah) karena
tidak tersedia sarana pengolah air limbah di perkotaan.
7. Pemanasan global/kenaikan muka air laut yang menimbulkan gangguan
terhadap pertambakan, abrasi pantai dan memperberat masalah banjir kota-
kota tepi pantai, (mengancam 450,000 ha tambak, 10.666 desa pantai dengan
16 juta penduduk yang tinggal di kawasan pantai).
8. Belum terpadunya program, kewenangan dan tanggung jawab antar
lembaga/kementerianKementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/Air Tanah, dan Kementerian
Dalam Negeri). (Direktorat pengkajian bidang Sosbud Lemhanas, 2013)
Tidak hanya Mata Air Tlatar, di beberapa wilayah masih banyak terdapat sumber
mata air, antara lain mata air di Kawasan Wisata Pengging Desa Dukuh dan Desa Bendan di
Kecamatan Banyudono. Daerah di sekitar sumber-sumber mata air ini tidak mengalami
kekurangan air sepanjang tahunnya. Namun beberapa tahun belakangan ini, penduduk yang
memanfaatkan sumber-sumber tersebut mengeluh bahwa sumber-sumber tersebut mengalami
penurunan debit dari tahun ke tahun. Permasalahan penurunan debit mata air ini diduga
sangat terkait dengan kerusakan lingkungan pada recharge area yang dirasakan semakin
meningkat. Daerah-daerah yang merupakan recharge area di Kabupaten Boyolali adalah
desa-desa yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Daerah dengan
jurang-jurang yang dalam serta sungai musiman merupakan salah satu ciri dari recharge area.
Daerah-daerah tersebut meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo dan Kecamatan
Copogo. Kerusakan recharge area disebabkan oleh perubahan fungsi lahan, dan penambangan
pasir liar yang mengakibatkan kerusakan tanah dan peningkatan erosi dan sedimentasi.
Pengelolaan air tanah yang baik sangat mutlak diperlukan di Boyolali, mengingat besarnya
potensi air tanah yang harus dijaga kelestariannya. Salah satu kegiatan pengelolaanair tanah
yang dapat dilakukan adalah dengan konservasi. Konservasi air tanah menurut
Danaryanto,dkk (2005) adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi dan
lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian atau kesinambungan ketersediaan
dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, demi kelangsungan fungsi dan kemanfaatannya
untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik waktu sekarang maupun pada generasi yang
akan datang.
Berbeda dengan negara Singapura yang saat ini terkenal sebagai negara kecil yang
menjadi salah satu pusat bisnis di kawasan Asia pada 40 tahun yang lalu memiliki kondisi
yang sangat berbeda. Ketersediaan sumber air baku yang sangat terbatas, banjir yang
seringkali terjadi, penanganan sanitasi yang kurang memadai sehingga mempengaruhi tingkat
kesehatan masyarakat. Menyadari kondisi tersebut, maka mulailah dilakukan transformasi.
Ada 2 fase yang dilakukan.
a. Tahap 1: Penanganan Kondisi Dasar, selama kurun waktu tahun 1965-2000. Tema
yang diangkat adalahTackling the Basics;
b. Tahap 2: Pengembangan pengelolaan air, selama kurun waktu tahun 2001-2006.
Tema yang diangkat adalahWater for All: Conserve, Value, Enjoy.
c. Tahap 3: Beyond 2006: Mengintegrasikan isu lingkungan dengan sektor lainnya.
Tema yang diangkat adalahThe Future – Integrating with the Environment and the
World.
Dari tema yang diangkat itulah kemudian diterjemahkan kedalam berbagai program dan
kegiatan:
Water for All; menggambarkan berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Singapura untuk
memastikan ketersediaan sumber air minum. Ada 4 sumber air minum (4 National Tap),
yaitu: melalui pengambilan dari sumber air setempat (local catchment), pembelian air dari
negara tetangga (imported water), NEWater (pemanfaatan kembali air reklamasi) dan
pengolahan air laut (desalinated water).
3 Approaches: conserve water, value our water, enjoy our water. Sub tema ini
menggambarkan berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya upaya konservasi air, menghargai nilai air sehingga rasa kepemilikan dan
kepedulian masyarakat terhadap upaya konservasi dapat meningkat. Selain itu, dengan
meningkatkan keterkaitan antara ketersediaan air dengan berbagai kegiatan rekreasi,
membuktikan bahwa berbagai kegiatan konservasi dapat dilakukan secara sinergi dengan
sektor pariwisata sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Berbagai upaya tersebut berada dibawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Sumber Daya Air, yang terbagi lagi menjadi:
Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
SIngapura, yang didukung dengan ketersediaan sumber daya dan dukungan politis
yang sangat kuat, telah membawa Singapura menjadi negara terbaik dalam
pengelolaan air minum di dunia. Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan air
minum dan sanitasi di Indonesia, berbagai pengalaman dapat diambil dan disesuaikan
dengan kondisi Indonesia. Berbagai catatan mengenai praktek terbaik yang telah
Singapura lakukan hingga saat ini dalam pengelolaan air dan sanitasi adalah sebagai
berikut:
Melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dalam pengembangan teknologi
untuk mengatasi permasalahan air dan sanitasi. Pemerintah Singapura memberikan
award, hadiah uang tunai sebesar S$300,000 dan memberikan
- medali emas kepada pihak yang dapat memberikan penyelesaian terhadap
permasalah global dengan menerapkan teknologi ‘groundbreaking’ sebagai upaya
melaksanakan kebijakan dan program pemerintah. Selain itu, R&D dilakukan
bekerja sama dengan perguruan tinggi, supplier, bahkan swasta.
- Komprehensif; tidak hanya pengelolaan suplai tetapi juga demand, baik domestik
dan juga non-domestik (industri). Dimulai dari penetapan tariff yang mampu
merefleksikan pentingnya nilai air, mengurangi kebocoran dari sistem, hingga
mengurangi tingkat pemakaian air oleh konsumen. Saat ini tingkat kehilangan air
di Singapura hanya mencapai 5% saja. Untuk pengurangan tingkat pemakaian air,
Pemerintah Singapura menjalankan Program Konservasi Air (Water Conservation
Programs), dengan tema Tantangan 10 Liter (10-Litre Challenge). Dengan
menjalankan program ini, telah terjadi penurunan pemanfaatan dari 160 liter
perorang perhari di Tahun 2005 menjadi 154 liter perorang perhari di Tahun 2010.
Diharapkan angka ini terus menurun hingga 147 liter perorang perhari di Tahun
2020.
TUJUAN
METODE
Dalam salah satu penelitian Oktariani di tahun 2017 dengan Pendekatan interpretif –
kualitatif. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Sumber data dalam
penelitian ini adalah bahan – bahan kepustakaan yang berhubungan dengan perspektif waktu
dan perilaku konservasi air bersih. Bahan – bahan kepustakaan yang digunakan dalam
penelitian adalah buku – buku referensidan jurnal – jurnal psikologi sosial dan psikologi
lingkungan yang relevan dengan fokus penelitian.
Fokus dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan gambaran dari perbedaan perilaku
konservasi air bersih antara warga di negara berkembang dan warga di negara maju ditinjau
dari segi perspektif waktu. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis tematik.
Dalam teknik analisis tematik dilakukan proses identifikasi, analisis, dan menyimpulkan pola
– pola tema yang ada dalam data (Braun & Clark, 2006; Esin, 2011). Validasi hasil dalam
penelitian ini adalah melalui triangulasi dari berbagai sumber kepustakaan (Hanurawan,
2012).
Sedangkan untuk Metode penelitian yang digunakan untuk pengolahan air di Boyolali
oleh Riastika di tahun 2012 menggunakan metode deskriptif. Sedangkan berdasarkan teknik
dan alat yang digunakan untuk meneliti, penulis menggunakan metode survei untuk
memperoleh fakta – fakta ang terjadi di daerah penelitian, yaitu di Kabupaten Boyolali
khususnya di Kecamatan Cepogo yang diduga merupakan daerah imbuhan air tanah Mata air
Pengging. Metode survei yang dilakukan meliput:
KESIMPULAN
Berbagai rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai masukan bagi peningkatan kinerja
pengelolaan air buangan –serta penyediaan air minum- bagi masyarakat adalah:
1. Perlunya peningkatan semangat dan komitmen untuk perubahan. Tidak hanya berlindung dari
kompleksitas permasalahan dan kondisi yang dihadapi, tetapi dengan melihat upaya
transformasi yang dilakukan Singapura, semakin membuktikan bahwa perbaikan kondisi
sanitasi dan layanan air minum masyarakat adalah hal yang mungki untuk dilakukan.
2. Peningkatan komitmen diterjemahkan dalam penyusunan program yang disertai dengan
tahapan implementasi yang jelas dan konsisten.
3. Pelibatan berbagai pihak sangat diperlukan, tidak hanya pada saat perencanaan, namun juga
saat implementasi. Untuk itu, upaya advokasi dan promosi berbagai produk perencanaan
yang tengah dilakukan Tim Reformasi Birokrasi di Bappenas sangat relevan untuk
dilanjutkan.
4. Pelibatan masyarakat menjadi sangat penting, karena masyarakat tidak hanya sebagai objek
tetapi juga subjek dalam pengelolaan air. Untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi,
tidak hanya difokuskan pada upaya promosi tetapi juga pada perencanaan lingkup kegiatan
yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian, upaya promosi tidak hanya sebatas
pemberian pengetahuan tetapi juga memberikan arah yang jelas kepada kegiatan yang dapat
dilakukan masyarakat.
5. Pemanfaatan air reklamasi di Indonesia sangat potensial untuk dilakukan. Ini terlihat dari sisi
suplai (volume air buangan) dan sisi demand (kebutuhan air) yang semakin meningkat terkait
dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Namun demikian, upaya pengembangan
ini perlu didukung dengan berbagai langkah seperti penetapan standard, penyiapan legislasi
hingga promosi kepada masyarakat sebagai user.
DAFTAR PUSTAKA