Está en la página 1de 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit

Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini

mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan

hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta

memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih

dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta

menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf,

anggota gerak, dan mata (Kementerian Kesehatan 2015).

Bila tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, akan menimbulkan

kecacatan menetap yang umumnya akan menyebabkan penderitanya

dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit mendapatkan

pekerjaan. Mereka menjadi sangat tergantung secara fisik dan finansial

kepada orang lain yang pada akhirnya berujung pada pada kemiskinan

(Kementerian Kesehatan, 2010) dalam .(Rambey, Masyarakat, and

Epidemiologi 2012).

Secara global terdapat 436.246 kasus di dunia pada tahun 2010,

dengan India dan Brazil sebagai penyumbang penderita tertinggi dengan

jumlah penderita masing-masing 83.041 dan 29.761 kasus dan Indonesia di


urutan ketiga dengan 19.785 kasus (World Health Organization (WHO),

2011) dalam (Rambey, 2012).

Sejak tercapainya status eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi

kusta di Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif statis. Hal tersebut

dapat terlihat dari angka penemuan kasus baru selama lebih dari dua belas

tahun yang menunjukkan kisaran angka antara enam hingga delapan per

100.000 penduduk dan angka prevalensi yang berkisar antara delapan hingga

sepuluh per 100.000 penduduk per tahunnya. Namun, sejak tahun 2012

hingga tahun 2014 angka tersebut menunjukkan penurunan (Kementerian

Kesehatan 2015).

Target prevalensi kusta sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per

100.000 penduduk). Situasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.16. Dengan

demikian prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2014 yang sebesar 0,79

per 10.000 penduduk telah mencapai target program. Pada tahun 2014

dilaporkan 17.025 kasus baru kusta dengan 83,5% kasus di antaranya

merupakan tipe Multi Basiler (MB). Sedangkan menurut jenis kelamin,

62,6% penderita baru kusta berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 37,4%

lainnya berjenis kelamin perempuan (Kementerian Kesehatan 2015)

WHO menemukan proporsi anak yang bervariasi di antarakasus baru

yang terdeteksi di berbagai daerah. Tahun 2007 di Afrika proporsi anak

berkisar antara 2,89% di Togo sampai 37,96% di Comorros. Amerika

menunjukkan antara 14,02% di Republik Dominika dan 0,32% di Argentina.


i
Asia menunjukkan antara 3,34% di Nepal sampai 14,1% di Timor Leste.

Pada tahun 2012, dari total 0,13 juta kasus kusta di India, 9,7% di antaranya

ialah anak-anak.2 Berdasarkan jenis kelamin anak laki-laki lebih banyak

daripada perempuoan dengan rasio 2:1 (Kandou n.d.)

Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi

kasus sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan

dalam mendeteksi kasus baru kusta yaitu angka cacat tingkat 2. Angka cacat

tingkat 2 pada tahun 2015 sebesar 6,60 per 1 juta penduduk, menurun

dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 6,33 per 1 juta penduduk.

Provinsi dengan angka cacat tingkat 2 per 1.000.000 penduduk tertinggi

pada tahun 2015 yaitu Sulawesi Utara (21,14%), Papua Barat (19,51%) dan

Gorontalo (18,53%). Hal itu menunjukkan kinerja penemuan kasus baru

kusta di provinsi tersebut masih rendah (Kemenkes RI 2015a).

Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi

kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di antara

penderita baru yang memperlihatkan sumber utama dan tingkat penularan di

masyarakat. Proporsi kusta MB periode 2011-2015 relatif menunjukkan

peningkatan yaitu dari 80,4% meningkat hingga 84,5%. Provinsi dengan

proporsi kusta MB tertinggi pada tahun 2015 yaitu Bengkulu, Kalimantan

Tengah (100%), Lampung (94,34%) dan Gorontalo (91,03%). Sedangkan

proporsi kusta anak pada periode yang sama yaitu sekitar 10%-12%.

Provinsi dengan proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Papua Barat
i
(30,82), Papua (23,62%), dan Maluku Utara (19,49%) (Kemenkes RI

2015a).

Jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 121 negara di 5 regional

WHO sebanyak 175.554 kasus di akhir tahun 2014 dengan 213.899 kasus

baru (www.who.int). Pada tahun 2015 dilaporkan 17.202 kasus baru kusta

dengan 84,5% kasus di antaranya merupakan tipe Multi Basiler (MB).

Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,7% penderita baru kusta berjenis

kelamin laki-laki dan sebesar 37,3% lainnya berjenis kelamin perempuan.

Target prevalensi kusta sebesar < 1 per 10.000 penduduk ( < 10 per

100.000 penduduk). Situasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.16. Dengan

demikian prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2015 yang sebesar 0,79

per 10.000 penduduk telah mencapai target program.Pada tahun 2015

dilaporkan 17.202 kasus baru kusta dengan 84,5% kasus di antaranya

merupakan tipe Multi Basiler (MB). Sedangkan menurut jenis kelamin,

62,7% penderita baru kusta berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 37,3%

lainnya berjenis kelamin perempuan (Kemenkes RI 2015 n.d.).

Berdasarkan status eliminasi, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

provinsi yang belum eliminasi dan provinsi yang sudah mencapai eliminasi.

Provinsi yang belum mencapai eliminasi jika angka prevalensi > 1 per

10.000 penduduk, sedangkan provinsi yang sudah mencapai eliminasi jika

angka prevalensi < 1 per 10.000 penduduk. Data Profil Kesehatan 2015

menyebutkan bahwa dari 34 provinsi, sebanyak 12 provinsi (35,3%)


i
termasuk dalam provinsi yang belum eliminasi. Sedangkan 22 provinsi

lainnya (64,7%) termasuk dalam provinsi yang sudah eliminasi. Seluruh

provinsi di bagian timur Indonesia merupakan daerah yang belum mencapai

eliminasi. Provinsi Aceh dan Banten di tahun 2013 angka prevalensinya > 1

per 10.000 penduduk (belum eliminasi) namun di tahun 2014 dan 2015

kedua provinsi ini berhasil mencapai eliminasi (Kemenkes RI 2015 n.d.)

Angka proporsi anak usia kurang dari 14 tahun yang menderita kusta

merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan kusta,

di mana angka ini dapat digunakan untuk melihat keadaan penularan saat ini

dan memperkirakan kebutuhan obat (Rambey, Masyarakat, and

Epidemiologi 2012). Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran umum penyakit kusta anak baru pada usia 0 sampai 14 tahun

yang datang berobat ke URJ. Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.

Soetomo Surabaya pada periode tahun 2006–2008.(Rosvanti et al. 2008)

Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kustadan

pada tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000

penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga

0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai

target < 1 per 10.000 penduduk (< 10 per 100.000 penduduk) dan pada tahun

2013 dilaporkan 16.856 kasus baru kusta, lebih rendah dibandingkan tahun

2012 yang sebesar 18.994 kasus. Sebesar 83,4% kasus di antaranya

i
merupakan tipe Multi Basiler. Sedangkan menurut jenis kelamin, 35,7%

penderita berjenis kelamin perempuan. (Kementerian Kesehatan RI 2014)

Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi

kasus sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan

dalam mendeteksi kasus baru kusta yaitu angka cacat tingkat II. Angka cacat

tingkat II pada tahun 2013 sebesar 6,82 per 1 juta penduduk, menurun

dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 8,71 per 1 juta penduduk. Berikut

grafik angka cacat tingkat 2 selama enam tahun terakhir. Provinsi dengan

angka cacat tingkat II per 1 juta penduduk tertinggi pada tahun 2013 yaitu

Papua (26,88), Aceh (18,62), dan Papua Barat (17,72). Hal itu menunjukkan

kemampuan mendeteksi kasus baru kusta di ketiga provinsi tersebut masih

rendah (Kementerian Kesehatan RI 2014).

Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi

kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di antara

penderita baru yang memperlihatkan sumber utama dan tingkat penularan di

masyarakat. Proporsi kusta MB periode 2011-2015 relatif menunjukkan

peningkatan dari 80,4% meningkat hingga 84,5%. Provinsi dengan proporsi

kusta MB tertinggi pada tahun 2015 yaitu Bengkulu, Kalimantan Tengah

(100%), Lampung (94,34%) dan Gorontalo (91,03%). Sedangkan proporsi

kusta anak pada periode yang sama yaitu sekitar 10% -12%. Provinsi dengan

proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Papua Barat (30,82%), Papua

(23,62%), dan Maluku Utara (19,49%) (Kemenkes RI 2015a).


i
Tingginya kasus Kusta pada anak usia 0-14 tahun di Provinsi Papua

Barat merupakan permasalahan yang membutuhkan penanganan segera

mengingat dampak yang dapat ditimbulkan seperti kecacatan dan anak

tersebut bias saja menjadi sumber penularan bagi teman sebayanya.

Sehubungan dengan data tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta pada anak

usia 0 – 14 tahun di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti merumuskan

permasalahan sebagai berikut : Faktor apa saja yang menjadi faktor risiko

kejadian kusta pada anak usia 0-14 tahun di Kota Sorong Provinsi Papua

Barat.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang

berhubungan dengan kejadian kusta pada anak usia 0 – 14 tahun di Kota

Sorong Provinsi Papua Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah kontak serumah merupakan faktor risiko

kejadian kusta pada anak usia 0-14 tahun di Kota Sorong

b. Untuk mengetahui apakah personal hygiene merupakan faktor risiko

kejadian kusta pada anak usia 0-14 tahun di Kota Sorong


i
c. Untuk mengetahui apakah hygiene zanitasi merupakan faktor risiko

kejadian kusta pada anak usia 0-14 tahun di Kota Sorong

d. Untuk mengetahui apakah tingkat sosial ekonomi merupakan faktor

risiko kejadian kusta pada anak usia 0-14 tahun di Kota Sorong

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi pengelola program pemberantasan penyakit

kusta serta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan Kota Sorong

Provinsi Papua Barat.

2. Menjadi acuan untuk menentukan kebijakan-kebijakan program

pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta filariasis di Dinas

Kesehatan Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

3. Untuk menambah wawasan peneliti terutama dalam upaya pencegahan

dan pemberantasan penyakit kusta di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa belum pernah dilakukan di Kota Sorong Provinsi

Papua Barat. Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh :

1. Amrita Roswanti, dkk (2010) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan

metode penelitian studi retrospektif dengan menggunakan data sekunder

dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Perbedaan dengan

penelitian ini pada metode, varibel, dan lokasi penelitian. Pada penelitian

i
tersebut metode yang digunakan adalah studi retrospektif dan

menggunakan sekunder serta hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif,

sedangkan penelitian ini metode yang digunakan adalah Case control

study dan populasi serta sampel merupakan penderita penelitian serta

lokasi penelitian di Kota Sorong.

2. Nisa Amira dan Lilis Sulistyorini, 2016 dengan metode penelitian case

control study dengan perbedaan pada varibel penelitian dan lokasi

penelitian. Pada penelitian tersebut hanya meneliti varibel hygiene

perseorangan. Sedangkan variabel penelitian adalah kontak serumah dan

hygiene zanitasi, tingkat sosial dan termasuk variabel hygiene

perseorangan dan lokasi penelitiannya di Kota Sorong Papua Barat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Kusta

1. Sejarah perkembangan kusta

Penyakit kusta telah dikenal sejak zaman purbakala sejak tahun

2000 sebelum masehi. Pada waktu itu masyarakat tidak mengetahui

penyebabnya, hanya diketahui kusta menyebabkan kecacatan pada

i
penderitanya. Kusta dianggap sebagai penyakit kutukan atau karena ilmu

gaib yang sulit disembuhkan. Pada zaman tersebut penderita kusta

mengasingkan diri atau diasingkan karena merasa rendah diri, dijauhi

masyarakat dan masyarakat merasa jijik dan takut. (Rambey, Masyarakat,

and Epidemiologi 2012)

Pada zaman pertengahan, sekitar abad ke-13, dengan adanya

keteraturan ketatanegaraan di Eropa yang feodal dan obat-obatan belum

ditemukan, pengasingan terhadap penderita kusta semakin ketat dan

dipaksa Pada zaman modern, setelah kuman kusta ditemukan oleh

Gerhard Armaeur Hansen pada tahun 1873, maka dimulailah upaya

pencarian obat anti kusta dan penanggulangannya. Di Indonesia, dr.

Sitanala memelopori pengobatan kusta dengan rawat jalan setelah

sebelumnya dilakukan secara isolasi (Depkes, 2007)tinggal di

perkampungan (koloni) kusta, disebut Leprosaria, seumur hidup .

(Rambey, Masyarakat, and Epidemiologi 2012).

i
2. Pengertian

Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan

oleh kuman kusta Mycobacterium leprae yang awalnya menyerang saraf

tepi, dan selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas

bagian atas, sistem muskulo retikulo endotelia, mata, otot, tulang, testis

dan organ lain kecuali sistem saraf pusat. Bila tidak terdiagnosis dan

diobati secara dini, akan menimbulkan(Gunawan et al. n.d.).

Penyakit kusta pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem

retikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis. Pada kebanyakan orang

yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun pada sebagian kecil

memperlihatkan gejala-gejala dan mempunyai kecenderungan untuk

menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki (Amiruddin, dkk, 1997)

dalam (Rambey, Masyarakat, and Epidemiologi 2012)

3. Etiologi

Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae atau basil

Hansen yang merupakan kumanpenyebab kusta ditemukan oleh GH

Armeur Hansen pada tahun 1873. Basil ini bersifat tahan asam, berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron,

biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel

terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam

i
media buatan, tidak dapat bergerak sendiri karena tidak mempunyai alat

gerak, dan tidak menghasilkan racun yang dapat merusak kulit

( Amiruddin, dkk, 1997) dalam (Rambey, Masyarakat, and Epidemiologi

2012).

4. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta anatara lain kulit

mengalami bercak-bercak putih seperti panu. Pada awal sedikit tetapi

lama kelamaan semakin melebar dan banyak adanya bintil-bintil

kemerahan yang tersebar pada kulit, ada bagian tidak berkeringat, rasa

kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, muka berbenjol-

benjol dan tegang yang disebut face leomina (muka singa), dan mati rasa

karena kerusakan syaraf tepi. Kelainan kulit dijumpai dapat berupa

perubahan berupa warna kulit lebih terang (hipopigmentasi) dan warna

kulit lebih gelap (hiperpigmentasi) dan warna kulit kemerahan

(eritematosa) (Kemenkes RI 2015)

Gejala memang tidak selalu tampak, justru sebaiknya waspada

jika ada anggota keluarga yang menderita luka kunjung sembuh dalam

jangka waktu lama, juga bila luka ditekan, tidak merasa sakit. Gejala-

gejala umum pada kusta/lepra berupa reaksi panas dari derajat yang

rendah sampai menggigil, anoreksia, nausea, kadang disertai dengan

i
nephrosia, nephritis dan hepatosplenomegali, neuritis (Kemenkes RI

2015b)

5. Cara Penularan

Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit

Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini

mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya

tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman

kusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan

waktu lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat

menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan

permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata (Kementerian

Kesehatan RI 2014)

Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap

sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada

armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai

kelenjar thimus (Athimic nude mouse) (DepKesRI, 2006:9). Penyakit

kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB)

kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang

pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa

penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit

(MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung (Indriani 2014)

i
Timbulnya kusta pada seseorang tidak mudah, dan tidak perlu

ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain (Indriani 2014) :

a. Faktor Sumber Penularan. Sumber penularan adalah penderita kusta

tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila

berobat teratur.

b. Faktor Kuman Kusta. Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia

antara 1 – 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya

kuamn kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan

penularan.

6. Klasifikasi Penyakit Kusta

Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan

klasifikasi kusta untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam

klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu

Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB) (Indriani 2014).

Tabel : Pedoman Umum Untuk Menentukkan Klasifikasi/Tipe Penyakit Kusta


Menurut WHO

Tanda Utama PB MB
Becak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5

i
Penebalan saraf
tepi disertai
gangguan fungsi
(mati rasa dan atau
Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
kelemahan otot
didaerah yang
dipersarafi saraf
yang bersangkutan
Kerokan Jaringan BTA Negatif BTA Positif
Kulit

Menurut Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit

Kusta, bila salah satu tanda usta MB ditemukan, maka pasien di

klasifikasikan sebagai kusta MB. Tanda lain yang dapat diperimbangkan

dalam penentuan klasifikasi kusta penyakit kusta adalah (Kemenkes RI

2012 n.d.) :

Tabel : Pedoman Umum Untuk Menentukkan Klasifikasi/Tipe Penyakit Kusta


Menurut WHO

Tanda Utama PB MB
Unilateral atau bilateral
Distribusi Bilateral simestris
asimetris
Permukaan bercak Kering, kasar Halus, megkilap
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
Deformitas Proses terjadi lebih
Terjadi pada saat lanjut
cepat
Ciri-ciri khas Madarosis, hidung
pelana, wajah singa
- (faces leonine),
ginekomastia pada laki-
laki

i
7. Epidemiologi Kusta

Epidemiologi penyakit kusta digambarkan menurut orang, tempat

dan waktu sebagai berikut (Rambey, Masyarakat, and Epidemiologi 2012)

a. Distribusi menurut tempat Pada tahun 2006, penderita kusta di dunia

diperkirakan sejumlah 259.017. Penderita kusta tersebar di seluruh

dunia, terbanyak di daerah tropik dan subtropik terutama di benua

Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Pada tahun 2008, secara global

terdapat 248.983 kasus kusta di seluruh dunia dengan India dan Brazil

sebagai penyumbang penderita tertinggi dengan jumlah penderita

masing-masing 134.184 dan 38.914 kasus (WHO, 2010). Indonesia

merupakan negara ketiga di dunia sebagai negara dengan kasus baru

b. Distribusi menurut waktu Pada tahun 2006, sebanyak 15 negara

melaporkan 1000 atau lebih kasus baru yang menyumbang 94% kasus

kusta baru di dunia. Secara global terjadi penurunan kasus baru, tetapi

sejak tahun 2002 terjadi peningkatan kasus baru di beberapa negara

seperti Kongo, Philipina dan Indonesia (Mukhlasin, 2011).

c. Distribusi menurut orang dibagi menurut umur,etnik dan jenis

kelamin

1) Distribusi menurut umur

i
Kusta dapat terjadi pada hampir semua kelompok umur

terutama pada usia muda dan produktif. Angka kejadian kusta

meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 20-30 tahun

kemudian menurun pada umur diatasnya. Di Indonesia, penderita

kusta anak-anak di bawah 14 tahun sebesar 10% tetapi anak di

bawah 1 tahun jarang ditemukan (Mukhlasin, 2011).

2) Distribusi menurut etnik

Penyebaran penyakit kusta menunjukkan adanya

perbedaan distribusi secara geografik. Selain itu ditemukan juga

adanya perbedaan penyebaran yang berbeda pada etnik tertentu.

Penyebaran kusta di Myanmar lebih banyak terjadi pada etnik

Burma dibandingkan dengan etnik India. Di Malaysia, kusta lebih

banyak terjadi pada etnik China dibandingkan dengan etnik

melayu dan India (Mukhlasin, 2011).

3) Distribusi menurut jenis kelamin

Penyakit kusta dapat mengenai laki-laki maupun

perempuan. Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih

banyak dari pada wanita. Menurut laporan WHO, insiden pada

wanita meningkat lebih banyak pada wanita yang bekerja di luar

rumah. Di Indonesia insiden pada laki-laki lebih tinggi pada usia

15-19 tahun.

i
8. Faktor Risiko yang berhubungan dengan Kejadian Kusta

a. Lingkungan Pemukiman

Kelompok masyarakat bertempat tinggal di daerah endemik

kusta dengan lingkungan pemukiman yang buruk seperti tempat tidur

yang tidak memadai, menggunakan sumber air yang tidak bersih, seta

diperparah dengan asupan gizi yang buruk dan adanya penyertaan

penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistim imun.

b. Kontak serumah

Risiko orang dengan riwayat kontak serumah untuk tertular

penyakit kusta sebesar 15,127 kali lebih besar dibandingkan dengan

tidak ada riwayat kontak serumah dan bermakna secara signifikan.

Riwayat kontak adalah riwayat seseorang yang berhubungan dengan

penderita kusta baik serumah maupun tidak serumah. Sumber

penularan kusta adalah kusta utuh yang berasal dari penderita kusta,

jadi penularan kusta lebih mudah terjadi jika ada kontak langsung

dengan penderita kusta (Brakel dan Kaur, 2002) dalam

Berdasarkan hasil uji statistik didapat OR yaitu 15,127 pada CI

95% 4,572 - 50,056, artinya risiko orang dengan riwayat kontak

serumah untuk tertular penyakit kusta sebesar 15,127 kali lebih besar

dibandingkan dengan tidak ada riwayat kontak serumah dan bermakna

secara signifikan (Sunarsih, Nurjazuli, and Sulistyani 2009).

i
c. Tingkat Pendidikan

Brakel dan Kaur mengemukakan bahwa dari 20 penderita kusta

terdapat 65% penderita tidak menempuh pendidikan formal, sedang

yang menyelesaikan pendidikan formal 5%. Analisis spasial yang

dilakukan oleh Winarsih di Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa

faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit kusta yaitu

pendidikan dengan persentase sebesar 88,1%.10 Berdasarkan hasil

analisis diperoleh nilai OR=11,018 (95% CI 5,525- 21,970). Hal ini

berarti tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang bermakna

terhadap kejadian penyakit kusta. Responden dengan tingkat

pendidikan rendah (≤ tamat SMP). Perlunya ditanamkan kesadaran

tentang pendidikan umum dan kesehatan pada usia dini, sehingga

dapat menciptakan penerus yang berpendidikan dan sehat. Penelitian

Saktiarni di Kediri menyatakan bahwa tingkat pendidikan rendah akan

meningkatkan risiko 6,08 kali lebih besar tidak patuh berobat

dibandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi (OR=6,08;95% CI

1,46-29,13) (Dwi Ningrum Apriani, et al 2013)

d. Sosial Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

status social ekonomi dengan kejadian kustadi wilayah kerja

puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square,

diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 6,296 dan

i
95% CI (2,380-20,157) sehingga dapat diketahui bahwa responden

yang memiliki status sosial ekonomi rendah memiliki risiko 6,296 kali

lebih besar mengalami kejadian kusta dibandingkan responden yang

memiliki status sosial ekonomi tinggi (Indriani 2014)

Hasil penelitian Dwi Ningrum, dkk (2013) di Kota Makassar

diketahui bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan

ekonomi rendah. Keadaan sosial ekonomi lemah dapat menjadi faktor

yang memperburuk perkembangan kusta. Status ekonomi merupakan

faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian penyakit kusta.

Responden dengan status ekonomi rendah memiliki risiko 41,889 kali

besar untuk menderita penyakit kusta dibandingkan responden dengan

status ekonomi tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Eliningsih di Kabupaten Tegal dan Christiana di

Jepara menunjukkan bahwa status ekonomi bermakna secara statistik

dengan kejadian penyakit kusta (Dwi Ningrum Apriani, et al 2013).

e. Personal hygiene

Hasil penelitian Indriani, dkk (2014) di Wilayah kerja

Puskesmas Kunduran, Blora.menunjukkan bahwa ada hubungan antara

personal hygiene dengan kejadian kusta. Disimpulkan bahwa

responden yang memiliki personal hygiene buruk belum tentu

merupakan faktor risiko penyakit kusta (Indriani 2014).

i
Penelitian Yessita Yuniarsi (2013) menyimpulkan bahwa

responden yang memiliki personal hygiene buruk mempunyai risiko

5,333 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki

personal hygiene baik. Hal ini menunjukkan personal hygiene faktor

risiko yang berhubungan kejadian kusta (Yessita Yuniarasari 2013).

Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta Personal

Hygiene diketahui bahwa dari kelompok kasus tidak memenuhi syarat,

menderita kusta sebesar 73,7% sedangkan pada kontrol 39,5%. Hasil

uji statistik diperoleh nilai p=0,005, yang berarti disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan kejadian

kusta di Kabupaten Lampung Utara Tahun 2014-2016. Hasil penelitian

sejalan dengan Setiani (2014), bahwa ada hubungan personal hygiene

dengan kejadian Kusta dengan hasil (p=0,001). Hal ini sejalan Indriani

(2014) (Oktaviani, Eliza 2016).

Hasil penelitian Nisa Amira, dkk (2016) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara kebersihan badan dan rambut dengan

kejadian kusta anak di Kabupaten Pasuruan tahun 2014-2015. Anak

yang memiliki kebersihan badan dan rambut yang kurang baik lima

kali lebih berisiko tertular kusta daripada anak yang memiliki

kebersihan badan dan rambut yang baik (Nisa Amira and Sulistyorin

2016).

f. Pemakaian Sumber Air


i
Peniliian Oktaviani, dkk (2016) tentang faktor Risiko Kejadian

kusta di Kabupaten Lampung Utara menyebutkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pemakaian sumber air dengan

kejadian kusta di Kabupaten Lampung Utara Tahun 2014 – 2016. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiani (2014) tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas Kebunan Kabupaten Pemalang. Hasil penelitian ini

menunjukkan ada hubungan sumber air dengan kejadian kusta

(p=0,003). Hal ini juga sejalan dengan Putri (2011), yang

menyimpulkan bahwa ada hubungan antara sumber air dengan

kejadian kusta (Oktaviani, Eliza 2016).

g. Kepadatan hunian

Penelitian Lia Setiani ( 2014) menyebutkan bahwa ada

hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta di wilayah

kerja Puskesmas Kabunan. Hal tersebut dibuktikan bahwa 71,4%

rumah responden yang menderita kusta cenderung memiliki

lingkungan dalam kategori padat penghuni. Hal ini terjadi karena

dalam penelitian ini sebagian responden memiliki lingkungan yang

padat penghuni, tentunya kondisi ini akan mempermudah penularan

penyakit kusta pada orang lain karena lingkungan yang padat penghuni

dapat terjadi interaksi langsung maupun tidak langsung pada penderita

kusta dengan bukan penderita (Setiani 2014).

i
9. Upaya Pengendalian Penularan

Menurut pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta

(Kemenkes RI 2012 n.d.), upaya pemutusan rantai penularan penyakit

kusta dapat dilakukan melalui :

a. Pengobatan kusta pasien kusta

b. Vaksinasi BCG

Penelitian di Malawi, 1996 diketahui bahwa dengan vaksinasi BCG satu

dosis dapat memberikan perlindungan 50% dan vaksinasi 2 dosis dapat

memberi perlndungan 80%. Namun demikian penemuan ini belum

menjadi kebijakan program pengendalian kusta di Indonesia dan perlu

dilakukan penelitian karena hasil penelitian beberapa negara lainnya

mendapatkan hasil yang berbeda.

B. Fator InternalTeori
Kerangka

Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan

dengan

kejadian
Faktor kusta, maka dibangun sebuah kerangka teori yang mendasari
Eksternal

penelitian ini sebagaimana pada bagan berikut :

Jenis Kelamin

i
Umur

Status Sosial Ekonomi

Personal Hygiene
Mycobakterium
leprae Kejadian Kusta
Hygiene Zanitasi

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

Jenis Pekerjaan

Gambar 2. Kerangka Konsep


Sumber: Maria (2009); Arif Mansjoer, (2000);
Depkes RI, (2007) ; (Indriani 2014)

C. Kerangka Konsep

Varibel dependen Varibel Independen

Kontak Serumah
i
Hygiene Kejadian Kusta pada
Perseorangan Anak 0 – 14 tahun

Hygiene Zanitasi

Gambar 2 : Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ho : Faktor kontak serumah, hygiene perseorangan, dan hygiene zanitasi

merupakan faktor risiko kejadian kusta pada anak usia 0 – 14 tahun

di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

Ha : Faktor kontak serumah, hygiene perseorangan, dan hygiene zanitasi

bukan merupakan faktor risiko kejadian kusta pada anak usia 0 – 14

tahun di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

Bab III
METODE PENELITIAN

i
A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis observasional dengan rancangan studi

kasus kontrol (Case control studi). Penelitian dimulai dengan identifikasi

kasus dan bukan kasus (kontrol), kemudian diteliti faktor risiko secara

retrospektif kemudian menganalisa perbandingan antara proporsi subyek

yang terpapar dengan subyek tidak terpapar, kemudian dicari faktor risiko

yang menyebabkan kejadian penyakit tersebut. Untuk mengetahui estimasi

besarnya faktor risiko terhadap kejadian penyakit, ditentukan dengan

menggunakan nilai Odds ratio (OR).

Faktor risiko
(+) Penderita
Retrospektif (Kasus)
Faktor risiko
(-)
Populasi
Faktor risiko (Sampel)
(+)
Bukan
Retrospektif Penderita
Faktor risiko (Kontrol)
(-)

Gambar 3. Skema Rancangan penelitian


Case control study

i
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kota Sorong. Pemilihan Kota Sorong

sebagai lokasi penelitian karena merupakan kabupaten dengan prevalensi

kusta tertinggi di Provinsi Papua Barat dengan 62 kasus terdaftar atau

proporsi 6,26 per 10.000 penduduk berdasarkan Laporan P2 Kusta

Provinsi Papua Barat tahun 2016.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 bulan yaitu Juli

sampai dengan Agustus 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini terdiri dari populasi aktual dan populasi

target atau sasaran. Populasi aktual adalah seluruh penderita kusta yang

telah atau sedang menjalani pengobatan kusta sekurang-kurangnya 6

(enam) bulan dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Sorong pada periode

Januari sampai Desember 2016. Populasi target atau sasaran penelitian ini

adalah seluruh penderita kusta yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota

Sorong pada periode Januari 2016 sampai Februari 2017.

i
2. Sampel

Dari populasi penelitian dipilih sebagai sampel penelitian ini

dengan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut.

a. Kriteris inklusi:

1) Kasus adalah orang yang menderita kusta yang dinyatakan

berdasarkan hasil pemeriksaan terdaftar dalam data rekam medik

periode 2014– 2016

2) Kontrol adalah orang yang tidak menderita kusta yang dinyatakan

berdasarkan hasil pemeriksaan dan mempunyai kesamaan dengan

kelompok kasus, berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a) Bertempat tinggal satu wilayah dengan kasus,

b) Mempunyai golongan umur yang sama dengan kasus,

c) Mempunyai jenis kelamin yang sama dengan kasus.

3) Bersedia dan bisa diwawancarai dengan mengisi informed consent.

4) Bertempat tinggal dan berada di di Kabupaten / Kota Sorong.

b. Kriteria eksklusi :

1) Penderita telah meninggal dunia

2) Penderita telah pindah dari Wilayah Kota Sorong

3) Catatan penderita tidak diisi lengkap

i
3. Besar Sampel

Penentuan subyek penelitian ini dilakukan secara random

sampling. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus dalam buku

Lemeshow, dkk (1997) atau tabel 9 h, dimana besar sampel didasarkan

pada besar sampel untuk menduga Odds Ratio (OR) dalam jarak 50%,

dengan tingkat kepercayaan 95% dan nilai OR didasarkan pada penelitian

Nisa Amira, dkk (2016), salah satunya adalah tingkat penghasilan dengan

nilai OR = 2,00 dengan proporsi terpapar pada kelompok pembanding

(P2) di Kota Sorong P2 = 50% (0,50) dan nilai P1 di cari dengan

persamaan :

( OR) P2*
P1* = diperoleh hasil P1 = 0,67
(OR) P2* + ( 1- P2)

Maka besar sampel dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

{Z1 –ά/2 √[ 2P2* (1-P2)] + Z1 -β√ [ P1* (1-P1*) + P2* (1-P2*)]}²


n=
(P1* - P2*)

Dengan menggunakan rumus diatas serta nilai P1 = 0,67 ; P2 = 0,50 dan

OR = 2,00, maka diperoleh hasil perhitungan jumlah kasus = 26 dan

kontrol = 26, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah : n1 + n2 =

52 sampel.

i
4. Teknik Pengambilan Sampel

Dilakukan inventarisasi seluruh penderita kusta selama periode

2015 - 2016 yang telah mendapatkan pengobatan. Data tentang jumlah

dan distribusi penderita didapatkan dari pengelola program di Sub Dinas

P2M Dinas Kesehatan Kota Sorong. Sedangkan data tentang nama dan

alamat penderita diperoleh dari tiap-tiap Puskesmas. Subyek penelitian

dikunjungi ke rumah masing-masing untuk dilakukan wawancara dan

pemeriksaan klinis.

D. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang berhubungan dengan penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung : Kejadian filariasis.

2. Variabel bebas :

a. Fakor Kontak Serumah

b. Faktor Hygiene Perorangan

c. Faktor Hygiene Zanitasi

E. Definisi Operasional

1. Kasus

Kasus adalah : responden yang didiagnosis menderita filariasis


berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari (tepi)
dan data tersebut diperoleh dari catatan petugas
kesehatan (data sekunder).

i
2. Kontrol :

Kontrol adalah : responden yang bertempat tinggal dekat atau

bertetangga dengan penderita (kasus) dan tidak

tercatat sebagai penderita kusta.

Definisi
Variabel Cara ukur Hasil ukur Skala
Konseptual
Keadaan yang menjelaskan
bahwa kasus atau kontrol 1. Ya = serumah
Wawancara
1. Kontak tinggal serumah dengan 0. Tdk = tidak serumah Nominal
dan Observasi
serumah orang yang mempunyai
riwayat penderita kusta.

Keadaan yang menjelaskan 1. Ya = Dijaga kebersihannya


2. Hygiene bahwa kasus atau kontrol Wawancara 0. Tidak = Tidak dijaga Nominal
Perorangan menjaga kebersihan diri dan Observasi kebersihannya
sendiri.
Keadaan yang menjelaskan 1. Ya = Dijaga kebersihannya
bahwa kasus atau kontrol 0. Tidak = Tidak dijaga
3. Hygiene Wawancara
menjaga kebersihan kebersihannya Nominal
Zanitasi dan Observasi
lingkungan tempat
tinggalnya.

F. Analisis Data

1. Pengolahan Data
a. Editing

Editing atau kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan

untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara

Kriteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab

pertanyaan penelitian.

i
Editing yang dilakukan pada penelitian ini berupa pengeditan

pada kelengkapan lembar observasi sesuai dengan kriteria data yang

telah ditetapkan oleh peneliti.

b. Coding

Coding adalah mengubah jawaban atau data responden yang

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding

atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah data

kualitatif menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan

aneka karakter. Data hasil penelitan ini berupa hasil wawancara dengan

responden, baik kasus maupun kontrol. Skala yang digunakan nominal

maka setiap jawaban “Ya” diberi kode 1 dan jawaban “Tidak” diberi

kode 0.

c. Processing / Entry Data

Entry data merupakan kegiatan memasukkan jawaban-jawaban

dari masing-masing responden yang berupa data dalam bentuk kode

(angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program komputer

(Notoatmodjo, 2012).. Entry data menggunakan software atau perangkat

lunak SPSS 16.

d. Cleaning

i
Cleaning merupakan proses pengecekkan ulang untuk

mengetahui adanya kemungkinan kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian akan dilakukan koreksi.

Proses cleaning yang dilakukan berupa pemeriksaan kembali data yang

dibutuhkan terkait karakteristik responden dan hasil observasi

pengukuran tekanan darah untuk mencegah terjadinya kesalahan.

2. Analisa Data
a. Analisa Univariat

Analisis data hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam

bentuk tabel untuk mengetahui besarnya proporsi masing-masing

variabel yang diteliti pada kasus maupun kontrol.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-

masing variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat. Uji yang

digunakan dalam analisis ini digunakan uji Kai-Kuadrat (Chi square)

untuk skala nominal. Jika nilai OR > 1 dan Sig ( p ) Value < 0,05, maka

dinyatakan bahwa variabel yang dianalisis merupakan faktor risiko yang

berhubungan secara bermakna dengan faktor efek.

c. Analisis Multivariat

Analisis dengan metode multivariat untuk mengetahui faktor

risiko yang paling dominan berhubungan dengan kejadian filariasis di

kabupaten Manokwari. Uji statistik yang digunakan adalah Multiple

i
logistic regression. Jika nilai Exp (B) > 1 dan Sig ( p ) Value < 0,05

maka dinyatakan bahwa variabel yang dianalisis merupakan faktor

risiko yang berhubungan secara bermakna dengan faktor efek.

G. Etika Penelitian

Penelitian ini telah memperoleh keterangan kelayakan etik dari

Komisi Etik Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong, serta mendapat izin

tertulis dari Wali Kota Sorong c.q Kepala Dinas Kesehatan Kota Sorong.

Selain telah mendapatkan izin tertulis dari institusi-intitusi tersebut di

atas, penelitian ini juga telah mendapat persetujuan dari responden yang

dinyatakan dengan surat pernyataan kesediaan (informed consent) yang

sebelumnya diberi penjelasan dan diberikan kesempatan untuk bertanya

kepada peneliti tentang tujuan, kegunaan, sifat sukarela dan tidak ada

paksaan untuk mengikuti penelitian ini.

i
Daftar Pustaka

Dwi Ningrum Apriani, Rismayanti, Wahiduddin. 2013. “FAKTOR RISIKO


KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KOTA MAKASSAR Risk Factors of
Disease Leprosy in Makassar Dwi Ningrum Apriani , Rismayanti ,
Wahiduddin Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Keyword : Risk Factors , Leprosy , Ma.” : 1–13.
Gunawan, Danny, Linda V Wijaya, Elly E Ch Oroh, and Agnes Kartini.
“Lepromatous Pada Geriatri Yang Diterapi Dengan Rejimen Rifampisin-
Klaritromisin.” : 55–63.
Indriani, Silvia. 2014. “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Blora Tahun 2012).”
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Keolahragaan: 1–139.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph.
Kandou, Renate T 2015. “Morbus Hansen Multibasiler Relaps Dengan Reaksi
Eritema Nodosum Leprosum Bulosa Pada Seorang Anak.” 7: 195–201.
Kemenkes RI. 2015a. “Definisi Operasional Profil 2015.” 2: 1–81.
Kemenkes RI, 2015. 2015b. “Info Datin Kusta.” : 2–4.
Kemenkes RI 2012. “Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta.”
Kemenkes RI 2015. “Profil Kesehatan, 2015.”
Kementerian Kesehatan. 2015. 51 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Profil Kesehatan Indonesia 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2013. http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:Profil+Data+Kesehatan+Indonesia+Tahun+
2011#0.
Nisa Amira, and Lilis Sulistyorin. 2016. “Hubungan Higiene Perorangan Anak
Dengan Kejadian Kusta Anak Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2014-2015.”
Sari Pediatri 18(3): 187–91.
Oktaviani, Eliza, Eka Nurmala. 2016. “Jurnal Dunia Kesmas Volume 5. Nomor
3. Juli 2016 115.” 5: 115–20.
Rambey, Muhammad Amri, Fakultas Kesehatan Masyarakat, and Program
Magister Epidemiologi. 2012. “Hubungan Jenis..., Muhammad Amri
Rambey, FKM UI, 2012.”
Rosvanti, Amrita, Dian Kencana Dewi, Monika Hadimulyono, and Muhammad
Yulianto. 2008. “Penderita Kusta Anak Baru Sebagai Tolok Ukur Derajat
Endemisitas Penyakit Kusta ( Leprosy in Children as a Standard for Leprosy

i
Endemicity ).” : 91–96.
Setiani, Lia. 2014. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang Artikel Publikasi
Ilmiah.”
Sunarsih, Elvi, Nurjazuli, and Sulistyani. 2009. “Faktor Risiko Lingkungan Dan
Perilaku Yang Berkaitan Dengan Kejadian Malaria Di Pangkalbalam
Pangkalpinang Environmental and Behavioral Risk Factor Related to
Malaria Incidence in Pangkalbalam Pangkalpinang.” 8(1): 1–9.
Yessita Yuniarasari. 2013. “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kusta.”

i
PROPOSAL
PENELITIAN DOSEN PEMULA

FAKTOR RISIKO KEJADIAN KUSTA PADA ANAK


USIA 1 -14 TAHUN DI KOTA SORONG
PROVINSI PAPUA BARAT

1. Yehud Maryen, SKM, MPH.


2. Jansen Parlaungan, S.ST, M.Kes.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SORONG

i
TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN

: Faktor Risiko Kejadian Penyakit


Kusta Pada Anak Usia 1-14 Tahun
1. Judul Penelitian
di Kota Sorong Provinsi Papua Barat
2017
2. Ketua Peneliti
a. Nama : Yehud Maryen, SKM, MPH.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. N I P : 196407241989031015
d. Jabatan Struktural : Kasubag ADUM
e. Jabatan Fungsional : Dosen JFU
f. Jurusan : Keperawatan
g. Pusat Penelitian :
h. Alamat Rumah : Jln. Sele Be Solu II Kota Sorong
i. Telpon / Fax/ E-mail : 0821 9962 8565
3. Jangka Waktu Penelitian : Dua Bulan
4. Pembiayaan
a. Dana dari Dikti : Rp. -
b. DIPA Poltekkes Sorong : Rp. 6.000.000,-
2017

Sorong, 20 Juni 2017


Mengetahui,
Kepala Unit PPM , Ketua Peneliti,

Suparno, S.Kp, M.Kes Yehud Maryen, SKM, MPH


NIP 195312121977101001 NIP 196407241989031015

Menyetujui,
Direktur,

Ariani Pongoh, S.ST, M.Kes

i
NIP 196601011985032005

Sistematika Proposal Penelitian

Proposal penelitian disusun dengan sistematika sebagai berikut :


A. Identitas Penelitian
1. Judul Usulan : Faktor Risiko Kejadian Kusta Pada Anak Usia 1 - 14
Tahun di Kota Sorong Provinsi Papua Barat 2017
2. Ketua Peneliti :
a. Nama : Yehud Maryen, SKM, MPH.
b. Bidang Keahlian : Epidemiologi Lapangan
c. Jabatan Struktural : Kasubag ADUM
d. Jabatan Fungsional : Dosen JFU
e. Unit Kerja : Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong
f. Alamat Surat : Jln. Basuki Rahmat KM.11 Kota Sorong
g. Telp/Fax : (0951) 324 309
3. Anggota Peneliti :
a. Nama : Jansen Parlaungan, S.ST, M.Kes.
b. Bidang Keahlian : Kesehatan Masyarakat
c. Mata kuliah yang diampu : PHC
d. Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong
e. Alokasi waktu : 2 Jam / minggu
No. Bidang
Nama Instansi Alokasi Waktu
Keahlian
Epidemiologi Poltekkes
1. Yehud Maryen, SKM, MPH. Kemenkes Sorong
Lapangan
Kesehatan Poltekkes
2. Jansen Parlaungan, S.Si, M.Kes Kemenkes Sorong
Masyarakat

4. Obyek Penelitian :
5.
B. Substansi Penelitian

i
Kata Pengantar

Penulis memanjatkan Puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan Rahmat-Nya, yaitu berupa nikmat kesehatan sehingga peniliti

dapat menyelesaikan proposal ini. Penyusunan proposal ini di lakukan dalam

rangka memenuhi salah satu tugas dalam kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi

bagi dosen Jurusan keperawatan pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong

yang dibiayai melalui DIPA tahun anggaran 2017.

Proses penyelesaian proposal ini tidak hanya semata- mata hasil usaha

dan kerja keras peneliti sendiri, tetapi melibatkan bantuan dan kontribusi dari

beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesepatan ini saya juga mengucapkan

terimakasih.

1. Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Badan PPSDMK Kemeneterian

Kesehatan dan jajarannya yang telah menyusun pedoman penulisan Proposal

Penelitian bagi Dosen Pemula di lingkungaan Kementerian Kesehatan;


2. Ibu Ariani Pongoh, M.Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes Sorong

sebagai Kepala Satuan Kerja yang telah memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk menyusun proposal penelitian dosen ini.


3. Pembantu Direktur I Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong yang telah

memberikan petunjuk dan arahan bagi peneliti sebagai calon dosen pada

jurusan keperawatan untuk menyelesaikan proposal ini.

i
4. Pembantu Direktur I Politeknik Kesehatan Kemenkes Sorong yang telah

memberikan petunjuk dan arahan bagi peneliti sebagai calon dosen pada

jurusan keperawatan untuk menyelesaikan proposal ini.


5. Bapak O. Lopulalan, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan yang telah

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyusun proposal dosen ini.


6. Bapak Yowel Kambu, M.Kep Sp. KMB selaku Ketua Program Studi D IV

Keperawatanyang telah memberikan dukuangan dan petunjuk bagi peneliti

sebagai dosen pemula dalam menyusun proposal ini.


7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan baik secara moril maupun matrial dalam penyusunan

Proposal ini.

Akhir kata, penulis sungguh menyadari proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk kritik saran, dan diskusi lebih lanjut pembaca di persilakan

untuk menghubungi penulis melalui email yengki_eko@yahoo.com . Semoga

proposal ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu, terutama dalam

pendidikan keperawatan dan kesehatan.

Sorong Juni 2017

PENELITI

DAFTAR ISI

i
Halaman

HALAMAN JUDUL
............................................................................................................................
............................................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN
............................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
............................................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL
............................................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR
............................................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN
............................................................................................................................
viii
PERNYATAAN
............................................................................................................................
x
KATA PENGANTAR
............................................................................................................................
xi

Bab I . PENDAHULUAN
................................................................................................................
................................................................................................................
1
A. Latar Belakang
..........................................................................................................
..........................................................................................................
1
B. Perumusan Masalah
..........................................................................................................
..........................................................................................................
7

i
C. Tujuan Penelitian
..........................................................................................................
..........................................................................................................
8
1. Tujuan Umum
..........................................................................................................
8
2. Tujuan Khusus .
..........................................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian
................................................................................................................
................................................................................................................
8
E. Keaslian Penelitian
................................................................................................................
9

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA


...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
10
...........................................................................................................................
A. Telaah Pustaka
........................................................................................................
........................................................................................................
11
1. Sejarah Perkembangan Kusta

11
2. Pengertian

11
3. Etiologi

11
4. Tanda dan Gejala

13
5. Cara Penularan

14
6. Klasifikasi Penyakit Kusta

i
15
7. Epidemiologi

17
8. Faktor Risikio Kejadian Kusta

19
9. Upaya pencegahan dan pengendalian

24
B. Kerangka Teori
........................................................................................................
........................................................................................................
24
C. Kerangka Konsep
........................................................................................................
........................................................................................................
26
D. Hipotesis
........................................................................................................
........................................................................................................
26

Bab III.METODE PENELITIAN


...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


.........................................................................................................
.........................................................................................................
27
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
.........................................................................................................
.........................................................................................................
28
C. Populasi dan Sampel
.........................................................................................................
.........................................................................................................
28

i
1. Populasi
28
2. Sampel ...................................................................................
29
3. Besar Sampel
30
4. Teknik Pengambilan Sampel
31
D. Identifikasi Variabel
.........................................................................................................
31
E. Definisi Operasional
.........................................................................................................
.........................................................................................................
31
F. Analisis Data
.........................................................................................................
35
G. Etika Penelitian
.........................................................................................................
41

DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
36

LAMPIRAN
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
37

i
i

También podría gustarte