Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Masa
Kemerdekaan
Oleh:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Agresi Militer Belanda II”
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan
yang dibimbing oleh Bapak Muhammad Haikal M.Pd.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
kami yang terbatas. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasalnya, sejak Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945, Bangsa Belanda yang dikenal dengan egonya yang tinggi
dengan berbagai cara ingin kembali menguasai Republik Indonesia (RI). Hal-hal licik
pun dilakukan mulai dari dibentuknya agresi militer Belanda 1 yang dilatar belakangi
oleh Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggajati yang telah disepakati
bersama. Atas dasar tersebut, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan agresi
militer pertamanya dengan menggempur Indonesia. Belanda tidak bersedia mengakui
Republik Indonesia dan berusaha menegakkan kekuasaannya kembali. Berbagai jalan
ditempuh Belanda untuk memojokkan RI.
Selanjutnya setelah dilakukannya agresi militer Belanda I, Belanda terus
melancarkan aksinya dengan Agresi militer Belanda II yang dilatarbelakangi oleh
ketidakpuasan mereka terhadap pejanjian Renvile yang telah disepakati. Mereka
menolak adanya pembagian kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia
seutuhnya.
Dari gambaran yang telah dijelaskan tersebut, penulis merasa tertarik untuk
membahas lebih dalam lagi tentang bagaimana jalannya peristiwa agresi militer
Belanda II tersebut dengan mengangkat judul “Agresi Militer Belanda II”.
1
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan beberapa pokok
pembahasan mengenai bagaimana latar belakang, kronologi, dampak serta
perlawanan rakyat Indonesia terhadap agresi militer Belanda II.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
KTN mencoba melerai perselisihan dengan mengadakan gencatan senjata.
Usahanya diwujudkan dengan diputuskannya Perjanjian Renville. Yang mana hasil
dari perundingan Renville itu sendiri yaitu:
1. Perhentian tembak-menembak
2. Daerah-daerah di belakang garis Van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI
3. Belanda bebas membentuk Negara-negara federal di daerah-daerah yang
didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu
4. Dalam uni Indonesia Belanda Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan
Kerajaan Belanda
Sementara itu di dalam Negara Indonesia sendiri bergejolak perselisihan, yaitu
adaya rasionalisasi dalam tubuh Angkatan Perang pembentukan RIS dan
pemberontakan PKI Madiun. Pada saat terjadinya gejolak perselisihan ini, Belanda
mulai melancarkan agresi militer ke II dan pihak Indonesia pun terang-terangan
melakukan perlawanan terhadap agresi militer Belanda ke II tersebut.
Setelah pemerintah RI berhasil mengatasi Pemberontakan Madiun, Dr. Beel atas
nama Pemerintah Belanda menyatakan bahwa Belanda tidak lagi merasa terikat oleh
sesuatu perjanjian dengan Indonesia. Secara tiba-tiba, tanggal 19 Desember 1948,
pagi-pagi tentara Belanda dengan menggunakan lintas udara menyerang daerah
ibukota. (Sapto, 2013:22).
Tujuan penyerangan ini yaitu untuk menguasai kembali nusantara secara
keseluruhan. Adapun tujuan belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah
ingin manghancurkan kedaulatan indonesia dan menguasai kembali wilayah
indonesia dengan melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di
yogyakarta sebagai ibukota indonesia pada saat itu. Pihak belanda sengaja membuat
kondisi pusat wilayah indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan
kondisi seperti itu bangsa indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang
diajukan oleh pihak belanda. Selain itu bangsa indonesia juga ingin menunjukkan
kepada dunia bahwa RI dan TNI-nya secara defacto tidak ada lagi. Dalam waktu
singkat Belanda dapat menguasai lapangan terbang Maguwo dan ibukota perjuangan,
Yogyakarta (Muhaimin, 1982: 56).
4
Dalam Agresi Militer II ini, pihak Belanda berhasil menawan para pemimpin
sipil Republik. Selengkapnya rencana operasi militer Belanda untuk menduduki Jawa
tengah ditetapkan sebagai berikut:
1. Pada hari H dilancarkan operasi lintas udara untuk merebut lapangan terbang
Maguwo, dilanjutkan dengan perebutan ibu kota RI Yogyakarta oleh satuan tugas
yang terdiri atas pasukan komando dan 2 batalyon infantri yang melakukan operasi
pendaratan udara. Sisa brigade penyerang yang mengangkut perlengkapan dan
peralatan berat bergerak dari Salatiga ke Yogyakarta melalui jalan darat dan harus
sampai pada H+1
2. Kolone Tempur Brigade V terdiri atas dua batalyon yang bergerak dari
Salatiga ke Solo dan harus dapat menduduki kota itu dua hari kemudian.
3. Dari Demak pada hari H bergerak satu batalyon yang diperkuat untuk merebut
Cepu setelah terlebih dahulu menguasai Rembang. Dari Purwokerto bergerak satu
batalyon untuk merebut Wonosobo, sedangkan satu batalyon bergerak dari Gombong
ke Yogyakarta.
4. Pada H+4 pasukan Belanda yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya
melakukan gerakan gabungan untuk menghancurkan konsentrasi TNI di dataran
tinggi Magelang (Soetanto, 2006: 240).
Dalam melancarkan operasi militer di Jawa timur, komandan Divisi A telah
menyiapkan rencana operasi dengan sandi Operatie Plan Duif guna merebut dan
menduduki wilayah Republik di Jawa Timur dan untuk mematahkan kekuatan
perlawanan Republik. Konsentrasi pasukan Republik di sekitar Malang, Madiun dan
Kediri harus diserang secara bersamaan dari barat laut dan tenggara. Rinciannya
adalah sebagai berikut:
1. Brigade Marinir melakukan pendaratan amfibi di Tuban pada hari H,
melakukan raid ke Cepu, melanjutkan gerakan ke Madiun, dan harus menduduki kota
tersebut pada H+3. Selanjutnya, sebagian brigade berderak ke Solo untuk mencari
kontak dengan kesatuan Divisi B yang sudah menduduki Solo sebelumnya pada H+2.
Sebagian kesatuan pendarat harus mencapai Kediri pada H+5.
5
2. Kolone tempur lain yang terdiri atas 3 batalyon tempur bergerak bersamaan
dari Malang, dan melakukan serangan gabungan dengan brigade marinir dan
menghancurkan konsentrasi pasukan TNI di dataran Kediri dari utara (Soetanto,
2006: 241).
Dalam masa itu, meskipun sakit keras, panglima Besar Angkatan Perang
Republik Indonesia, Jenderal Sudirman, mengundurkan diri ke luar ibukota dan
memimpin perang gerilya. Sementara itu, TNI dalam waktu kurang-lebih satu bulan
sudah mulai berhasil melakukan konsolidasi dan kemudian melakukan serangan
balik. Tiga Brigade Divisi Siliwangi telah diwingate-kan ke Jawa Barat, satu Brigade
dari Divisi III ke Pekalongan-Banyumas, dan dua Brigade dari divisi I di-wingate-kan
ke Negara Jawa Timur. Wingate merupakan perjalanan yang sangat berat.
Di samping anggota pasukan disertai keluarga dan pengungsi, juga sepanjang
perjalanan melewati daerah-daerah di luar yang dikuasai tentara Belanda. Oleh karena
itu, jalan yang dilalui adalah pegunungan-pegunungan dan hutan-hutan. Dalam
wingate pasukan harus memenuhi kebutuhan logistik sendiri. Belum lagi gangguan-
gangguan lain di sepanjang perjalanan, seperti dihadang pasukan musuh. Begitu
menderitanya perjalanan wingate sehingga kadang pasukan, keluarga, dan pengungsi
pecah tercerai-berai, bahkan ada perwira-perwira yang tidak kuat lagi menahan
penderitaan dalam wingate sehingga menyerah pada musuh (Nasution, 1971: 33-34).
Setelah konsolidasi dapat dilakukan, maka pertama kali yang menjadi sasaran
adalah garis-garis komunikasi Belanda. Pihak Belanda terpaksa memperbanyak pos-
pos di sepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah
diduduki. Dengan demikian tentaranya banyak terpaku di pos-pos kecil
(Poesponegoro, 1984: 162)
6
simpati dunia terhadap Indonesia makin besar dan mengakibatkan negara-negara asia
dan PBB untuk mengadakan tindakan. Seperti diadakannya konperensi oleh 19
negara Asia di New Delhi pada tanggal 23 januari 1949. (Winata, 2017:35)
Serangan Belanda terhadap wilayah RI merupakan pelanggaran terhadap
kesepakatan perundingan gencatan senjata melalui Perjanjian Renville yang telah
disepakati pada tanggal 17 Januari 1948, dilakukan diatas kapal Belanda bernama
USS Renville di Pelabuhan Tanjung Priok. Usaha pengepungan dan penguasaan Ibu
Kota Republik Indonesia oleh Belanda tentu sangat berdampak buruk bagi
kelangsungan pemerintahan saat itu, apalagi sampai menculik beberapa tokoh penting
termasuk presiden dan wakilnya. Ada beberapa dampak dari agresi militer Belanda II
baik bagi bangsa Indonesia maupun bangsa Belanda sendiri. Adapun dampaknya
sebagai berikut:
Dampak positif Agresi Militer Belanda II bagi Indonesia :
1. Berhasilnya Belanda menguasai Ibukota RI ternyata tidak membuat semangat
juang pejuang runtuh begitu saja, masih ada perlawanan yang dilakukan oleh TNI.
Mereka melakukan serangan secara mendadak terhadap pasukan Belanda.
2. Perlawanan dari pihak RI dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949, lebih kita kenal
dengan nama Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta.
3. Perlawanan ini membuat pasukan Belanda kewalahan, dan berhasil dilumpuhkan.
7
5. Pengasingan menggunakan pesawat bomber B 25 dengan tujuan tidak jelas, ada
yang diasingkan Parapat, Berastagi, dan Pangkalpinang.
6. Kota Yogyakarta (Ibukota RI) berhasil dikuasai oleh Belanda.
7. Beberapa bangunan penting di kota DIY hancur akibat serangan pasukan Belanda.
8
sebanyak-banyaknya, dan terpaksa mengadakan stelsel perbentengan yang tetap”
(Nasution, 1983: 37). Gerakan semacam itu dilakukan untuk menghilangkan
ketidakadilan, penekanan, dan eksploitasi, khususnya mengarah pada gerakan politik
untuk mencapai kemerdekaan. Untuk menghadapi strategi perang gerilya, pihak
lawan menerapkan antigerilya, yang meliputi:
1. Menguasai dan menyebarkan pengaruh politik terhadap mayoritas penduduk
2. Melemahkan secara bertahap kekuatan tempur gerilya
3. Menghancurkan secara militer.
Di bidang persenjataan, perlengkapan militer, kemampuan dan pengalaman,
tentara Republik tidak sebanding dengan tentara Belanda. Akan tetapi, ada sumber-
sumber kekuatan yang dapat dipakai mengimbangi kekurangan-kekurangan tersebut.
Sumber kekuatan yang pokok ialah semangat kemerdekaan dan semangat perjuangan
rakyat. Perang tidak hanya negara melawan negara atau tentara melawan tentara,
tetapi juga melibatkan rakyat dalam melawan musuh. Dalam rangka menyusun
strategi yang melibatkan rakyat, pertahanan rakyat yang total (Total People’s
Defence), negara dibagi-bagi atas wilayah-wilayah. Dalam masing-masing wilayah
faktor politik, militer, psikologi, ekonomi dan sosial yang ada dikembangkan lebih
lanjut. Tujuannya, bila wilayah-wilayah itu hubungannya dengan wilayah lain atau
pusat diputuskan oleh musuh, maka rakyat akan mampu melanjutkan perjuangan di
masing-masing wilayahnya (Simatupang,1968: 20-21).
2.3.1. Perjuangan rakyat Batanghari
Pada masa aksi militer Belanda pertama di daerah Jambi dan Kabupaten
Batanghari boleh dikatakan tidak terjadi kontak bersenjata secara frontal dengan
pihak Belanda. Insiden bersenjata pada masa aksi Militer Belanda pertama ini sering
terjadi di daerah Banyulincir yaitu perbatasan daerah Jambi dan Palembang.
Sedangkan pada masa aksi Militer Belanda II daerah Jambi dan Kabupaten
Batanghari mengalami secara Frontal serangan Militer Belanda. Pada ketika ini
terjadilah kontak bersenjata secara frontal dengan pihak Belanda, hampir di seluruh
daerah Jambi. Awal masuk Belanda ke Batanghari menyerang daerah Bajubang
tepatnya pada tanggal 29 Desember 1948 Tentara payung Belanda menyerbu.
9
Selanjutnya dari Bajubang tanggal 30 desember 1948 Belanda menyerang kota
Muara Bulian yang dijaga kesatuan Komando Militer Marga (KMM) pimpinan
Letnan Muda Fachrun inas. Atas serangan ini Letnan Muda Fachrun gugur dan Kota
Muara Bulian diduduki Belanda. Di daerah Batanghari Area pasukan Sayang
Terbuang membuat strategi atau gerakan, antara lain : pertama, mengadakan ganguan
terhadap Pos Belanda yang berada di Pematang Gadung sebelah ulu Mersam. Kedua,
di Sengkati Kecil (seberang dusun) membuat pos dipinggir Sungai Batanghari.
Ketiga, setiap kali patroli-patroli Belanda Menjalani dusun-dusun disepanjang Sungai
Batanghari dari Muara Tembesi sampai Sungai Rengas selalu digangu oleh
TNI/Pasukan Sayang Terbuang. Keempat, setibanya pasukan Belanda dengan
memakai sebuah motor NIRUP diseberang Dusun Tebing Tinggi, maka pasukan TNI
memancing mereka dengan tembakan ditebing sebelah ilir jalan kesimpang Sungai
Rengas. (Winata, 2017: 39)
10
b. Pertempuran di Daerah Way Urang tanggal 21 Maret 1949 Belanda berhasil
menduduki Daerah Kalianda melalui Pantai Masin dan terus maju ke Daerah Way
Urang. Terjadilah pertempuran yang dimulai sejak pukul 02.00-07.00 WIB di Daerah
Way Urang yang telah menewaskan 9 orang Belanda dan 11 orang luka sedangkan di
pihak Indonesia menewaskan 12 Orang TNI dan Lasykar serta 2 orang luka-luka.
c. Pertempuran di Daerah Pematang tanggal 9 Agustus 1949 untuk yang kedua
kalinya tentara Belanda melakukan pendaratan di Kawedanan Kalianda dan terus
menduduki Kalianda melalui Pantai Belantung. Pertempuran terjadi di Utara kota dari
jam 09.45 sampai jam 10.15 antara Pasukan Belanda dan Badan Perjuangan Kalianda
bersama Pasukan TNI, untuk menghindari pertempuran dalam kota pasukan TNI
mundur ke Pematang. Tanggal 10 Agustus 1949 Belanda mengadakan penyerangan
terhadap pertahanan Badan Perjuangan dan TNI di Daerah Pematang. Pasukan
Belanda menembak 2 orang rakyat.
3. Akibat yang ditimbulkan dari adanya persiapan dan pelaksanaan perjuangan adalah
sebagai berikut :
a. Kesepakatan melakukan Gencatan Senjata pada bulan Agustus 1949 oleh pihak RI
dan Belanda yang bertujuan untuk menghentikan seluruh aksi pertempuran.
b. Melakukan perundingan yang diwakili oleh TNI dan Pihak Belanda untuk
merundingkan tentang pemindahan pasukan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Agresi Militer Belanda II merupakan operasi militer yang dilakukan oleh Belanda
tanggal 19 Desember 1948 antara pukul 05.30-06.00 pagi kapal-kapal terbang
Belanda mulai menyerang Yogya dikarenakan semua upaya dan usaha pemerintah
untuk mengadakan penyelesaian secara damai di Indonesia sudah gagal.
2. Adapun tujuan belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin
manghancurkan kedaulatan indonesia dan menguasai kembali wilayah indonesia
dengan melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di yogyakarta
sebagai ibukota indonesia pada saat itu. Pihak belanda sengaja membuat kondisi
pusat wilayah indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi
seperti itu bangsa indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang
diajukan oleh pihak belanda.
3. Usaha pengepungan dan penguasaan Ibu Kota Republik Indonesia oleh Belanda
tentu sangat berdampak buruk bagi kelangsungan pemerintahan saat itu, apalagi
sampai menculik beberapa tokoh penting termasuk presiden dan wakilnya.
4. Perjuangan rakyat adalah perjuangan yang dilakukan oleh seluruh rakyat dengan
frontal dan secara bergerilya tidak terbatas Gerilya sendiri berasal dari bahasa
Spanyol gurrilla yang berarti perang kecil. Dalam perkembangannya, istilah perang
gerilya terutama dipakai untuk menyebut perang yang melibatkan unit tempur
ireguler dan reguler yang secara militer lemah
12
DAFTAR PUSTAKA
Cipta Adi pustaka. 1989. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: PT. Cipta
Adi Pustaka.
Diakses melalui : https://www.sumbersejarah.com/dampak-agresi-militer-belanda-2/
pada tanggal 26 Maret 2019
Kansil, C.S.T dan Julianto. 1996. Sejarah Perjuangan Pergerakan kebangsaan
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Muhaimin, Yahya A. 1982. Perkembangan Militer Dalam Politik Indonesia 1945-
1966. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasution, A.H. 1958. Tentara Nasional Indonesia II. Jakarta: Seruling Masa
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional
Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Sejarah. 1976. Sejarah Daerah
Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta: Balai Pustaka
Sapto, Ari. 2013. Perang, Militer Dan Masyarakat: Pemerintahan Militer pada Masa
Revolusi dan Pengaruhnya pada Indonesia Kini. Jurnal Sejarah dan Budaya.
Vol. 7 no. 1. 18-33
Simatupang, T.B. 1981. Pelopor dalam Perang Pelopor dalam Damai. Jakarta:
Yayasan Pustaka Militer.
Soetanto, Himawan. 2006. Yogyakarta 19 Desember 1948. Jenderal Spoor (Operatie
Kraai) versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No. 1). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Tobing, K.M.L.1986.Perjuangan Politik Bangsa Indonesia Renville.Jakarta:PT
Gunung Agung.
Wahyono, Tri. 2011. Rute Perjuangan Gerilya A.H Nasution Pada Masa Agresi
Militer Belanda II. Badan Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Yogyakarta.
13
Winata, Rahma. 2017. Perjuangan Rakyat Batanghari Menghadapi Agresi Militer
Belanda Ii 1948-1949. Skripsi. Universitas Jambi Fakultas Ilmu Budaya
Program Studi Ilmu Sejarah.
Yahya, A, Muhaimin. 1982. Perkembangan Militer Dan Politik Di Indonesia 1945-
1966. Gajah Mada University Press
14