Está en la página 1de 18

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIC (SNH)


DIRUANG MELATI RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh :

EVA NOVIANI
1811040001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018/2019
A. Definisi
Stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi
cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada
pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar
seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah
cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang
menyebabkan terjadinya infark. Menurut Price, (2009).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di
satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya
menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
(Williams , 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembulu misalnya trombus, embolus atau penyakit
vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang menggangu
aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak
menurun yang menyebabkan terjadinya infark. (Prince , 2006)
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di
arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh (Padila , 2012)
Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik ( Kapita Selekta Kedokteran Jilid II 2009).
B. Etiologi
Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di
tinjau dari penyebabnya, yaitu:
1. Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa
aliran darah bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik
selebral yang paling sering adalah jantung dan arteri karotis riwayat
penyakit demam reumatik, fibrirasi atrium ( tersering) infrark
miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan terkena
stroke embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama
jantung ( arit Mia) (Thomas DJ 1996).
2. Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan (
arterioskleosis). Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang /
berat dan adanya perlambatan sirkulasi selebral keadaan ini sangat
berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula di timbulkan oleh
tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes beserta
kadar lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah.
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke Nurarif dan Hardhi (2013) :
a. Faktor yang tidak dapat diubah (non reversible).
Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita daripada wanita.
Usia : semakin tinggi usia semakin tinggi juga terkena stroke.
Keturunan : adanya riwayat keturunan yang terkena stroke.
b. Faktor yang dapat di ubah (reversible):
 Hipertensi
 Penyakit jantung
 Kolesterol tinggi
 Obesitas
 Diabetes militus
 Polisetemia
 Stress emosional
c. Kebiasaan hidup
 Merokok
 Peminum alkohol
 Obat-obatan terlarang
 Aktivitas yang tidak sehat : kurang olah raga, makanan
berkolesterol tinggi.

C. Manifestasi klinik
Menurut Bare dan Smeltzer, (2010) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih
i. Vertigo, muntah, mual
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2008) penatalaksanaan stroke
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Fase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post Fase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

Asuhan Keperawatan Suspek Stroke Hemoragik

1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososio spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
3) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
4) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
5) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis..
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

j. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

Perfusi jaringan cerebral Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)


tidak efektifb.d O2 otak Gangguan perfusi jaringan dapat 1. Peningkatan tekanan darah sistemik
menurun tercapai secara optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan catat yang diikuti dengan penurunan
hasilnya tekanan
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan tanda
 Mampu mempertahankan tingkat peningkatan TIK. Napas tidak teratur
kesadaran menunjukkan adanya peningkatan TIK
1  Fungsi sensori dan motorik 2. Mampu mengetahui tingkat respon
membaik 2. Kaji respon motorik terhadap motorik pasien
perintah sederhana 3. Mencegah/menurunkan atelektasis
3. Pantau status neurologis secara 4. Menurunkan statis vena
teratur 5. Menurunkan resiko terjadinya
4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif komplikasi
5. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan nutrisi: Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
kurang dari kebutuhan 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
tubuh b.d ketidakmampuan 2. Asupan makanan makanan
untuk mengabsorpsi 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi
nutrien Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
1. Menjelaskan komponen Aktivitas keperawatan :
kedekatan diet 1. Tentukan motivasi klien untuk 1. Motivasi klien mempengaruhi
2. Nilai laboratorium mengubah kebiasaan makan dalam perubahan nutrisi
(mis,trnsferin,albumin,dan 2. Ketahui makanan kesukaan klien
eletrolit) 3. Rujuk kedokter untuk menentukan 2. Makanan kesukaan klien untuk
3. Melaporkan keadekuatan penyebab perubahan nutrisi mempermudah pemberian nutrisi
tingkat giji 3. Merujuk kedokter untuk mengetahui
4. Nilai laboratorium perubahan klien serta untuk proses
(mis:trasferin,albomen dan penyembuhan
eletrolit 4. Bantu makan sesuai dengan 4. Membantu makan untuk mengetahui
5. Toleransi terhadap gizi yang kebutuhan klien perubahan nutrisi serta untuk
dianjurkan. pengkajian
5. Ciptakan lingkungan yang 5. Menciptakan lingkungan untuk
menyenangkan untuk makan kenyamananistirahat klien serta utk
ketenangan dalam ruangan/kamar.

3 Hambatan mobilitas fisik Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


b.d penurunan kekuatan Klien diminta menunjukkan tingkat
otot mobilitas, ditandai dengan indikator  Terapi aktivitas, ambulasi
berikut (sebutkan nilainya 1 - 5 :  Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
ketergantungan (tidak berpartisipasi)  Perubahan posisi
membutuhkan bantuan orang lain atau
alat membutuhkan bantuan orang lain, Aktivitas Keperawatan :
mandiri dengan pertolongan alat bantu 1. Mengajarkan klien tentang dan pantau
atau mandiri penuh). 1. Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas klien
Kriteria Evaluasi : penggunaan alat lebih mudah.
2. Membantu klien dalam proses
1. Menunjukkan penggunaan alat bantu mobilitas. perpindahan akan membantu klien latihan
bantu secara benar dengan 2. Ajarkan dan bantu klien dalam dengan cara tersebut.
pengawasan. proses perpindahan. 3. Pemberian penguatan positif selama
2. Meminta bantuan untuk beraktivitas 3. Berikan penguatan positif selama aktivitas akan mem-bantu klien semangat
mobilisasi jika diperlukan. beraktivitas. dalam latihan.
3. Menyangga BAB 4. Mempercepat klien dalam mobilisasi dan
4. Menggunakan kursi roda secara 4. Dukung teknik latihan ROM mengkendorkan otot-otot
efektif. 5. Mengetahui perkembngan mobilisasi klien
5. Kolaborasi dengan tim medis
tentang mobilitas klien sesudah latihan ROM

4 Risiko kerusakan integritas kulit Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan mungkin
b.d factor risiko : lembap Tissue Integrity : Skin and Mucous menggunakan pakaian yang merasa tidak dapat beristirahat atau
Membranes longgar perlu untuk bergerak
Kriteria Hasil : 2) Hindari kerutan pada tempat 2. Menurunkan terjadinya risiko
 Integritas kulit yang baik bisa tidur infeksi pada bagian kulit
dipertahankan (sensasi, 3) Jaga kebersihan kulit agar 3. Cara pertama untuk mencegah
elastisitas, temperatur, tetap bersih dan kering terjadinya infeksi
hidrasi, pigmentasi) 4) Mobilisasi pasien (ubah 4. Mencegah terjadinya komplikasi
 Tidak ada luka/lesi pada kulit posisi pasien) setiap dua jam selanjutnya
 Menunjukkan pemahaman sekali 5. Mengetahui perkembangan
dalam proses perbaikan kulit 5) Monitor kulit akan adanya terhadap terjadinya infeksi kulit
dan mencegah terjadinya kemerahan 6. Menurunkan pemajanan terhadap
sedera berulang 6) Oleskan lotion atau kuman infeksi pada kulit
 Mampu melindungi kulit dan minyak/baby oil pada derah 7. Menurunkan risiko terjadinya
mempertahankan kelembaban yang tertekan infeksi
kulit dan perawatan alami 7) Kolaborasi pemberian
antibiotic sesuai indikasi

5 Gangguan komunikasi Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :


verbal b.d. kerusakan 1. Lakukan komunikasi dengan 1. Mencek komunikasi klien apakah
neuromuscular, kerusakan Komunikasi dapat berjalan dengan wajar, bahasa jelas, sederhana benar-benar tidak bisa melakukan
sentral bicara baik dan bila perlu diulang komunikasi
2. Dengarkan dengan tekun jika 2. Mengetahui bagaimana kemampuan
Kriteria hasil : pasien mulai berbicara komunikasi klien tsb
3. Mengetahui derajat /tingkatan
a. Klien dapat mengekspresikan 3. Berdiri di dalam lapang kemampuan berkomunikasi klien
pandang pasien pada saat 4. Menurunkan terjadinya komplikasi
perasaan bicara lanjutan
4. Latih otot bicara secara 5. Keluarga mengetahui & mampu
b. Memahami maksud dan optimal mendemonstrasikan cara melatih
pembicaraan orang lain 5. Libatkan keluarga dalam komunikasi verbalpd klien tanpa
melatih komunikasi verbal bantuan perawat
c. Pembicaraan pasien dapat pada pasien 6. Mengetahui perkembangan
dipahami 6. Kolaborasi dengan ahli terapi komunikasi verbal klien
wicara
DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A., dan Wilson, L.M..(2009). Patofisiologi, Konsep Klinis


ProsesProses Penyakit,Edisi 6, hal. 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita
Wulansari, Dewi Asih (eds),: Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Anderson, D. R., Sweeney, D. J., & Williams, A. T. (2008). Statistic for
business and economics. Tenth edition. Ohio: South Western - Thomson
Learning.
Padila. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Muttaqin,Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid
2. Jakarta: EGC
Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC. Hal : 45-47.

También podría gustarte