Está en la página 1de 21

Demam Berdarah Dengue pada Anak

Mutiara Rajany 102015129


Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana
Alamat : Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Abstrak
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang dewasa ini lazim dialami oleh beberapa
orang terutama di Indonesia pada musim pancaroba. Penyakit yang cukup berbahaya ini
ternyata adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, yaitu virus dengue. Penyebaran virus
dengue ini tampaknya cukup cepat karena dibawa oleh nyamuk yang berjenis Aedes aegypti.
Di indonesia, penyebaran penyakit DBD semakin hari semakin meningkat dan cenderung
menyerang anak-anak. Selain karena Indonesia mempunyai iklim tropis, berbagai faktor lain
juga mempengaruhi penyebaran virus dengue ini. Gejala-gejala pada penyakit DBD ini
biasanya tidak terlalu menonjol karena hampir sama seperti penyakit biasa lainnya. Penyakit
DBD ini cenderung mengakibatkan Dengue Shock Syndrome (DSS) dan berdasarkan
etiologinya, DBD berkaitan dengan serotipe-serotipe yang ada di dalam kasus DBD. Dalam
perjalananannya, penyakit DBD ini memiliki aspek patofisiologi yang menentukan derajat
penyakit ini yang meliputi keadaan fisiologi dari volume darah, trobositopenia, sistem
koagulasi dan fibrinolisis, sistem komplemen, serta respon leukosit. Secara aspek patogenesis,
dalam manifestasi klinisnya diharapkan pula adanya penanganan klinis untuk mengatasi kasus
DBD ini.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Etiologi, Patofisiologi, Penanganan Klinis

Abtract
Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a common disease these days experienced by some people,
especially in Indonesia in the transition season. This dangerous disease that is quite evidently
is a disease caused by a virus, the dengue virus. The spread of dengue virus is apparently quite
fast because the manifold is carried by Aedes mosquitoes aegypte. In Indonesia, the spread of
dengue disease is constantly increasing and tends to strike children. In addition because
Indonesia has a tropical climate, many other factors also affect the spread of dengue virus.
Symptoms of dengue fever is usually not too obtrusive because almost the same as other
common diseases. DHF is likely to lead to dengue shock syndrome (DSS) and based on etiology,
associated with dengue serotypes that exist in dengue cases. Along the way, dengue fever has
pathophysiological aspect that determines the degree of the disease which include the state of
the physiology of blood volume, trobositopenia, coagulation and fibrinolysis system, the
complement system, as well as the leukocyte response. In patogenisis aspects, the clinical
manifestation is also expected to address the clinical management of dengue cases this.

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Etiology, Pathophysiology, Clinical Management

Pendahuluan

1
Penyakit DBD cukup berbahaya karena dapat menyebabkan pendarahan, kebocoran
pembuluh darah, rendahnya tingkat trombosit darah atau bahkan kematian. Penyakit DBD
sendiri disebarkan oleh salah satu jenis nyamuk yaitu Aedes aegypti yang membawa virus
dengue. Di Indonesia, penyebaran virus dengue terbilang cukup cepat terutama karena
Indonesia memiliki iklim tropis dan adanya musim pancaroba yang mempengaruhi suhu dan
curah hujan. Korelasi antara penurunan suhu dan turunnya hujan menjadi factor penting dalam
peningkatan laju penularan penyakit DBD. Pada musim pancaroba, biasanya system kekebalan
tubuh anak menjadi terganggu sehingga memudahkan virus dengue ini untuk masuk kedalam
tubuh anak. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberikan gambaran penyakit DBD
khususnya dalam ilmu pediatri. Adapun aspek-aspek yang akan dibahas meliputi etiologi,
patofisiologi dan penanganan klinis.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan
yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh
pasien.1

Melalui keluhan pasien yang terdapat pada skenario didapatkan informasi bahwa pasien
berusia 6 th perempuan menderita demam sejak 5 hari yang lalu, tdk ada keluhan batuk pilek,
tdk ada riwayat diare dan konstipasi, tdk ada riwayat pergi keluar kota 1 bulan terakir, tdk ada
pendarahan gusi, mimisan, dan BAB hitam. Tetangga ada yg menderita keluhan yg sama.

Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut;


Keadaan umum: anak tampak sakit sedang.
Kesadaran: CM/ compos mentis.
TTV: suhu 39 ˚C, frekuensi nafas 22x/menit, frek. Nadi 110x/menit, tek. Darah 100/70 mmHg.
Tes Tourniquet/Rumple leed: Terdapat petechie sebanyak 25.
Mulut: Tdk terdapat coated tongue, faring tdk hiperemis, Tonsil T2-T2.

2
Toraks: Pergerakan dada simetris, tdk ada retraksi sela iga, suara nafas vesikuler, tdk terdapat
ronki, tdk terdapat wheezing.
Abdomen: Tampak datar, hepatomegali 2 cmdibawah arcus costae, 2 cm dibawah procesus
xifoideus, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, disertai nyeri tekan, limpa tdk teraba.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT 2 detik

Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrin, jumlah trombosit, dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfosit relatif disertai gambarn limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transciptase Polymersae Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini test serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM, maupun IgG.2
Pemeriksaan darah rutin:
 Hemoglobin : 11 g/dl
 Hematokrit : 40%
 Lekosit : 4 ribu/ul
 Trombosit : 85 ribu/ul
 Eritrosit : 5.5 juta/ul
 MCV : 90 fL
 MCH : 30 pg
 MCHC : 35 g/dl
 Hitung jenis :
- Basofil : 1%
- Eosinofil : 2%
- Batang : 2%
- Netrofil segmen :50 %
- Limfosit : 40%
- Monosit : 5%
 NS1 : Positif
 Pemeriksaan lain : menunggu hasil
Pada DBD hasil pemeriksaan laboratorium umumnya memberikan hasil sebagai berikut.

3
 Leukopenia dan limfositosis
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan sumsum tulang penderita
DBD pada masa awal demam,terdapat hipoplasia sumsum tulang dengan hambatan
pematangan dari semua sistem hemopoesis.
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang.
Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih
dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai kedelapan. Dalam
sediaan apus darah tepi penderita DBD dapat ditemukan limfosit bertransformasi atau atipik,
terutama pada infeksi sekunder.
 Trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada DBD antara lain diduga trombopoesis yang menurun
dan destruksi trombosit dalam darah meningkat serta gangguan fungsi trombosit.
Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi
trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya dalam
limpa dan hati.
 Hemokonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminemia
Hemakonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminea rendah adalah suatu tanda
hemokensentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma sebagai akibat permeabilitas
vaskuler yang meningkat.
 Aspartate transaminase dan alanine transaminase
Hepatitis atau nekrosis fokal pada hepar yang disebabkan oleh infeksi virus dengue pada
hepatosit menyebabkan peningkatan aspartate transaminase dan alanine transaminase.3

Pemeriksaan Serologi
Diagnosis pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologi adalah
salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi diagnosis infeksi virus dengue. Yang
dibahas kali ini hanya 2 macam pemeriksaan serologi yang banyak dipakai dalam praktek
sehari-hari yaitu Hemaglutinasi Inhibisi dan Eliza. Namun kedua tes ini cukup mahal
harganya.2,3
Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji H.I. masih menjadi patokan baku WHO untuk konfirmasi dan
klasifikasi infeksi virus Dengue. Dilakukan berdasarkan metode Clark & Cassal, yang
memerlukan serum sepasang, yang serumnya diambil saat akut, yaitu pada waktu penderita

4
datang dan saat konfalesence, yaitu 2 sampai 3 minggu dari saat sakit, dengan interval minimal
1 minggu dari pengambilan serum yang pertama. Karena harus melakukan pemeriksaan serum
sepasang ini, maka dalam praktek sering kali menimbulkan kesulitan. Prinsip metode ini adalah
mengukur kadar IgM dan IgG melalui kemampuan antibodi antidengue yang dapat
menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus Dengue.3,4
Dalam menafsirkan hasil pemeriksaan uji Hemaglutinasi Inhibisi, WHO ( 1986 ) memberikan
pedoman sbb :
RESPONSE INTERVAL TITER INTERPRETASI
ANTIBODI S1 dan S2 KONVALESEN

Kenaikan  4 x  7 hari  1 / 1280 Infeksi primer


Kenaikan  4 x Berapa saja  1 / 2560 Infeksi sekunder

Kenaikan  4 x  7 hari  1 / 1280 Infeksi primer / sekunder

Kenaikan - Berapa saja  1 / 2560 Diduga infeksi sekunder

Kenaikan -  7 hari  1 / 1280


Bukan infeksi dengue

 7 hari Tidak dapat dinilai


Kenaikan -  1 / 1280
- Tidak dapat dinilai
Hanya 1 serum  1 / 1280

Keterangan  :
S1 dan S2 adalah Serum pengambilan pertama dan pengambilan kedua

Uji ELISA anti dengue


Dikatakan bahwa uji Elisa anti dengue ini mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji HI,
bahkan ada yang mengatakan bahwa uji Elisa lebih sensitif dari pada uji HI. Prinsip dari metode
ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum penderita dengan cara
menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita. Uji Elisa ini tidak mengadakan reaksi
silang dengan golongan flavi virus yang lain, sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan
dengan metode Hi.4
Berikut adalah salah satu pemeriksaan Eliza Dengue ” Panbio ”

TITER MAKNA INTERPRETASI

IgM < 0.9 NEGATIP TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE

5
IgM 0.9 – 1.1 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG

IgM > 1.1 POSITIP DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE


BARU

IgG < 1.8 NEGATIP TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE

IgG 1.8 – 2.2 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG

IgG > 2.2 POSITIP DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE


BARU

Pemeriksaan IgM dan IgG dapat untuk menentukan jenis infeksi virus dengue apakah primer
atau sekunder. Pada anak diatas 1 tahun infeksi primer biasanya terkait dengan penampilan
klinis ringan, sedang infeksi sekunder dapat tampil klinis berat.5

Deferential Diagnosis

1. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah
mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah
badan-pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hamper seluruh tubuh. Selain
itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah
atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam
atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. 5
2. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau lebih manifestasi
klisis sebagai berikut;
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia/artaglia
 Ruam kulit
 Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)

6
 Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
3. Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput,
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.
4. Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi
sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare
ringan dan kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin (15-
60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat,
dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian
periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa
sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.2-5
5. Leptospirosis
Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma
syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa
kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan
pasien, apakah termasuk riwayat resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul
mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau
muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali,
dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urine
dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat,bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin bisa meninggi bila

7
terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti
dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.6
6. Purpura Thrombocytopenic
Penyakit ini biasa terjadi pada orang dewasa pada umur 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih
sering mengenai wanita daripada pria. Ditemukan juga splenomegali ringan (hanya ruang
traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain
normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan sering terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh slow sitometri berdasarkan
messenger RNA yang menerangkan bahwa pendarahan pada PTI tidak sejelas gambaran pada
kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit serupa. Salah satu diagnosis penting adalah
fungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariositdan agrunel atau
tidak mengandung trombosit.
7. Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika
Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala akut (demam
onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi
bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan,
limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10
hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan
pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga beberapa
bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi spesifik yang
tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan antikonvulsan).4,6

Working Diagnosis

Pada analisis deferential diagnosis sebelumnya, didapatkan berbagai ciri-ciri klinik. Ciri-
ciri tersebut lalu dicocokan dengan kasus yang ada pada skenario. Sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa diagnose pada kasus dalam skenario tersebut adalah demam berdarah
dengue.

8
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan
melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot
(myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang
dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi
sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam
yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan
demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil
kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam
ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari,
disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-
ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik
perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang
rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi
kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue
tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara
dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)

9
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada
demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan
demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien demam berdarah
dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam
berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain yang
tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket yang positif atau
mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan kulit
dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa terjadi
di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diperiksa,
hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase kritis pada
penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari, penurunan
suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita berkeringat,
gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut
nadi.7
Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi berantai polymerase
tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah jika terindikasi secara klinis.

Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat dibedakan menjadi 4 strain
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod

10
borne viruses (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae
(1,13). Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Virus ini hidup (survive) di alam
lewat dua mekanisme yaitu:
1. Melalui transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan oleh nyamuk
betina dan telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari
nyamuk jantan kepada nyamuk betina melalui kontak seksual.
2. Melalui transmisi virus yang berasal dari nyamuk masuk ke dalam tubuh vertebrata seperti
manusia dan kelompok kera tertentu atau sebaliknya.
Nyamuk mendapatkan virus pada saat menggigit manusia yang terinfeksi virus dengue.
Virus yang berada di lambung nyamuk akan mengalami replikasi, kemudian akan bermigrasi
dan akhirnya sampai ke kelenjar ludah. Virus masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang
menembus kulit, kemudian masuk sirkulasi darah dengan cepat.
Reaksi tubuh terhadap virus dengue dapat berbeda. Sehingga manifestasi gejala klinis dan
perjalanan penyakitpun akan berbeda. Bentuk reaksi tubuh terhadap adanya virus dengue itu
adalah seperti:
1. Mengendapnya bentuk netralisasi komplek Ig serum pada pembuluh darah kecil di kulit
berupa gejala ruam (rash).
2. Gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas faktor
koagulasi yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3. Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
menuju ke ruang ekstravaskuler dengan manifestasi asites dan efusi pleura.
Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua, orang itu akan menderita
demam dengue. Sementara, jika ketiga reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD.
Pada tahun 1944 Sabin berhasil mengisolasi 2 jenis virus yang berkaitan namun secara
imunologis menimbulkan reaksi yang berbeda yakni yang dikenal sekarang sebagai DEN-1 dan
DEN-2 dari pasien yang secara klinis terdiagnosis DBD. Kemudian pada tahun 1956 Hammon
dkk, telah mengisolasi dua serotipe baru virus dengue yang dinamakan sebagai DEN-3 dan
DEN-4 selama epidemi DBD di Philipina.
Survei virologi penderita DBD yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit Indonesia
sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995 melaporkan keempat serotipe virus dengue yang
berhasil diisolasi baik dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun,
serotipe yang mendominasi ialah DEN 2 atau 3 namun virus dengue tipe 3 sangat berkaitan
dengan kasus DBD berat.6-8

11
Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk kebun Aedes (Ae.)
dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan
Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti semuanya
mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka
merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor
epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. Vektor potensialnya adalah Aedes
albopictus.4,7

Morfologi Daur Hidup


Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae. Aegypti mempunyai dinding yang bergaris-
garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae. Aegypti mempunyai pelana yan terbuka
dan gigi sisir yang berduri lateral.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata100 butir telur tiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Tempat perindukan utama Ae. Aegypti adalah tempat-
tempat berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak
melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan
buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot
bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yan berisi
air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi,
pisang), tempurung kelapa, tongak bamboo, dan lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat
perindukan Ae.aegypti seringkali ditemukan larva Ae. Albopictus yang hidup bersama-sama.
Ae. Aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Species ini ditemukan di kota-kota
pelabuhan dimana penduduknya padat, Nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran
Ae. Aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Ae.Aegypti terbawa melalui transportasi.

12
Walaupun umurnya pendek yaitu kira-kira sepuluh hari. Ae. Aegypti dapat menularkan virus
dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.
Perilaku Nyamuk Betina
Nyamuk betina menisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam
rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua
puncak waktu yaitu setelah matahari terbit(08:00-12:00) dan sebelum matahari terbenam
(15:00-17:00). Tempat istirahat Ae. Aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah
termasuk rerumputan yang terdapat di halaman / kebun / pekarangan rumah. Juga berupa benda-
benda yan tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain sebagainya.
Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium
mencapai 2 bulan. Ae.aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak
terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter.

Mekanisme Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah
Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam
darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila
penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk
kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai
jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah
mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh
karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.7-9

Patogenesis

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi

13
gejala sebagai DD. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah
terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan
bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke system
retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk
kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi system komplemen
yang berakibat akan dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas dinding
pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP,
trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi
faktor Hageman (faktorXII) akan menyebabkan pembekuan intravascular yang meluas dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.4,5
Dua perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler
dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskuler yang meningkat mengakibatkan
kebocoran plasma, hipovolemi dan syok. Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites.
Gangguan homeostasis dapat menimbulkan vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,
sehingga memunculkan manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan gusi,
epistaksis, hematemesis dan melena.2,7
Berikut ini gambaran skema terjadinya pendarahan dan syok pada demam berdarah dengue;

14
Gejala Klinik

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD
dengan manifestasi demam akutperdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat
pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan.7
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di
bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan
pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa
pegal. Eksantem dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di
lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan
cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan
kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan.
Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan
ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat ditemukan
lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan
pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epitaksis.
Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit.
Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis
perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai
penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun
antara hari ke-3 dan hari ke-7.10

Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4

15
hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang
dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan
sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta
terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.8
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat
diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena
berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut.
1. Penanganan pasien DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.

Penanganan klinis pada pasien DBD anak


Anak-anak cenderunglebih rentan dibandingkan kelompok usia lain, salah satunya
adalah karena factor imunitas (kekebalan) yang relative lebih rendah dibandingkan orang
dewasa. Penanganan klinis yang tepat akan membantu anak untuk terhindar dari kematian.
Mengenali tanda kedaruratan / syok adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Jika tanda-
tanda kedaruratan tidak terlihat, segera lakukan uji tourniquet. Bila hasilnya positif, maka
segera bawa anak tersebut ke rumah sakit untuk dirawat / dirujuk. Pada pasien DBD anak,
sangat dianjurkan pasien untuk banyak minum serta pemberian obat antipiretik.

Prognosis

Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih
dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit

16
maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat
waspadai DSS.1,2

Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang
menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan
tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang
berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng,
botol pecah, dan ember plastik.
5. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
6. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali
jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
b. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau
menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
c. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan:

17
 Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam dan lain-lain.3-5
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu
dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan
air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-
lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain
itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.

Pengendalian Vektor
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor
dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata
rantai perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan tersebut
terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
a. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
1. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
3. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung
air hujan.
b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk

18
c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air
dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan sarung klambu waktu tidur.8-10

Epidemiologi

Demam berdarah dengue telah menjadi endemis di 112 negara di wilayah tropis dan
subtropis yang meliputi benua Amerika, Eropa Selatan,Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, dan
Australia serta pada beberapa pulau di Samudera Hindia, Pasifik dan Karibia. Distribusi
geografis DBD tersebar luas dan jumlah kasusnya terus meningkat selama 3 dekade terakhir.
Empat puluh persen dari populasi dunia (2.5-3 milyar orang) memiliki risiko terinfeksi, dan
diprediksikan terjadi 50 juta infeksi pertahun.
Setiap tahun diperkirakan 250.000-500.000 kasus DBD dengan mortalitas sekitar 5% atau
25.000 kematian dilaporkan oleh World Health Organization (WHO). Demam berdarah dengue
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak di negara tropis dan
subtropis. Sekitar 95% kasus DBD terjadi pada anak usia <15 tahun dan 5% terjadi pada bayi.
Epidemi pertama kali di wilayah Asia Tenggara terjadi pada tahun 1954 di
Manila,Philipina. Selanjutnya secara berangsur-angsur menyebar ke negara yang berdekatan.
Pada tahun 2005 jumlah kasus DBD di Asia Tenggara cenderung meningkat 19% dan mortalitas
meningkat sekitar 43% dibandingkan tahun 2004 dan Indonesia merupakan penyumbang
terbesar kasus DBD untuk wilayah Asia Tenggara.
Demam berdarah dengue masuk wilayah Indonesia tahun 1968. Kasus di Indonesia
pertama kali di laporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24
orang. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence
Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2 %.
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko terjangkit DBD karena virus penyebab dan
vektornya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Laporan yang

19
ada sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue sudah menjadi masalah yang endemis
pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia.
Morbiditas DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya mortalitas cenderung
menurun.
Faktor yang berkaitan dengan kembalinya epidemi DBD antara lain pertumbuhan
penduduk, urbanisasi, pengolahan limbah dan persediaan air, distribusi vektor, kepadatan
vektor dan transportasi.

Kesimpulan
Hipotesis diterima. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
virus dengue dan ditularkan melalui vector nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan bentuk
berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan
perdarahan. Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke
jaringan interstitiel mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan
hiponatremia yang dapat menyebabkan syok hipovolemik yang dapat membahayakan nyawa.
Dalam penatalaksanaannya, difokuskan pada terapi suportif dan terjaganya cairan tubuh.
Penyakit DBD dapat dicegah dengan memberantas vektornya.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo W.Aru, et al. Buku Ajar IPD. Jilid II & III. Jakarta: Departemen IPD FK UI; 2006.
H.1731-35, 1754-66, 1774-79, 1845-47, 669-674
2. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. H.428-433
3. Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H.T. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo
A.W, editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. 2006. h. 1731-5.
4. Soedarmo S.S.P., Garna H., Hadinegoro S.R.S., Satari H.I. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008. h. 155-80
5. Widyastuti P. Panduan lengkap pengenalan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue. Diterjemahkan dari World Health Organization. Prevention and control of dengue
and dengue haemorrhagic fever: comprehensive guidelines. Jakarta: EGC. 2005. h. 25-8

20
6. Kresno S.B. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 h. 324-450
7. McAdam A.J., Sharpe A.H. Penyakitinfeksi. Dalam: Pendit B.U, editor.
Dasarpatologispenyakit. Ed. 7. Jakarta: EGC. 2010. h. 375-6
8. Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Virus Dengue. Edisi 1998. Diunduh dari
www.scribd.com, 27 November 2009
9. Korelasi Nilai Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Demam Berdarah Dengue (DBD).
Azeli Riswan 2006 h. 450-667
10. Pencegahan Demam Berdarah Melalui Metode PemberantasanSarang Nyamuk (PSN).
2008. Novitasari Sherly, et al h. 325-423

21

También podría gustarte