Está en la página 1de 14

AKUNTANSI ASURANSI SYARIAH

DisusunUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah Asuransi Syariah


Dosen Pengampu : Andi Cahyono S.H.I, M.H.I.

Disusun Oleh:
Kelas 6G
1. Loka Wardani (162111273)
2. Latifa Ika A (162111280)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2019
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, seorang manusia pasti akan mengalami sebuah
musibah atau sebuah masalah yang mana masalah tersebut akan
menimbulkan sebuah kerugian atau risiko. Nah dalam hal ini ada yang
namanya asuransi, yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi hal
tersebut. Sebagai orang muslim disini kami akan membahas mengenai
Asuransi Syariah. Asuransi syariah (Ta'min, Tafakul, atau Tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di anatara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru' yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan
syariah adalah yang tidak gharar (penipuan), maisir (perjudian), riba,
dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.1
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan
dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi
yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru') akan dikelola secara
profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar'i
dengan berlandaskan prinsip syariah. Dan pada akhirnya semua dana yang
dikelola tersebut (dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk
menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang
terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syari'ah, kita
mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan
prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam.
Pengakuan dalam PSAK No. 108 tentang akad tabarru’ menjelaskan
kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai periode
akan asuransi atau pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.
Kontribusi peserta yang diterima juga bukan merupakan pendapatan
entitas pengelola dana, karena entitas pengelola dana merupakan wakil

1
Kuat Ismanto.2009. “Asuransi Syariah Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam”. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. hlm. 52.
para peserta untuk mengelola dana tabarru’ dan kontribusi peserta
meupakan milik peserta secara kolektif dalam dana tabarru’.
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip pengakuan dan pengukuran
akuntansi syariah yang berlandasarkan PSAK No. 108 dengan mengakui
pendapatan yang penerapannya diakui saat direalisasikan, pengakuan
biaya yang penerapannya seiring dengan pengakuan biaya, maka biaya
diterapkan saat melakukan prmbayaran. Dan pengakuan rugi laba yang
penerapannya saat terjadi atau saat direalisasikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud metode Cash Basis dan karakteristiknya?
2. Bagaimana konsep bagi hasil dalam akuntansi Mudharabah?
3. Bagaimana mekanisme perhitungan bagi hasil dan ilustrasinya?
4. Bagaimana ilustrasi pencatatan jurna umum dalam asuransi syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu metode Cash Basis dan bagaimana
karakteristiknya.
2. Untuk mengetahui konsep bagi hasil dalam akuntansi Mudharabah.
3. Untuk mengetahui mekanisme perhitungan bagi hasil dan ilustrasinya.
4. Untuk mengetahui ilustrasi pencatatan jurna umum dalam asuransi
syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Cash Basis dan Karakteristikya
Cash Basis merupakan teknik pencatatan akuntansi yang mengakui
transaksi ketika telah terjadi aliran kas. Hal ini berarti kas telah diterima
atau dikeluarkan oleh perusahaan. Pada dasarnya cash basis adalah sitem
pembukuan dimana seluruh pengeluaran dan biaya diakui sebagai
pengeluaran dan biaya pada periode tersebut, berdasarkan realitas
pembayaran tunai. Oleh karena itu, berdasarkan cash basis, maka
pendapatan dan beban akan diakui jika kas telah diterima dan
dikeluarkan.2
Dalam praktik akuntansi takaful atau asuransi syariah, angsuran atau
premi dan laba dari investasi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika
perusahaan telah menerimanya secara tunai. Praktik akuntansi ini memiliki
arti yang penting berkaitan dengan sistem bisnis yang berprinsip pada
mudharabah dimana akad mengikat antara peserta dengan perusahaan
dalam kesepakatan bagi hasil.3 Yang dimaksud cash basis disini adalah
pendapatan premi diakui saat polis dibayar tunai, dan biaya tetap dicatat
secara akrual. Demikian juga beban retakaful diakui sebagai utang sampai
angsuran atau premi takaful dibayarkan. Pada sisi laindalam pengakuan
sebagai pendapatan, surplus dari dana investasi hanya dapat diakui sebagai
pendapatan setelah terjadi bagi hasil antara peserta dengan perusahaan.
Cash basis akan mencatat kegiatan keuangan saat kas atau uang telah
diterima misalkan, perusahaan menjual produknya akan tetapi uang
pembayaran belum diterima maka pencatatan pendapatan penjualan
produk tersebut tidak dilakukan, jika kas telah diterima maka transaksi
tersebut baru akan dicatat seperti halnya dengan “dasar akrual”. Hal ini
berlaku untuk semua transaksi yang dilakukan. Jika menggunakan cash
basis maka piutang dagang akan dilaporkan lebih rendah dari yang

2
Hani Werdi Apriyani, Teori Akuntansi, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), hlm. 104.
3
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 397.
sebenarnya terjadi. Cash basis juga mendasrkan konsepnya oada dua pilar
yaitu:4
1. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan pendapatan pada cash basis adalah saat perusahaan
menerima pembayaran secara kas. Dalam konsep cash basis menjadi
hal yang kurang penting mengenai kapan munculnya hak untuk
menagih. Makanya dalam cash basis penghapusan piutang secara
langsung dan tidak mengenal adanya astimasi piutang tertagih.
2. Pengakuan Biaya
Pengakuan biaya dilakukan pada saat sudah dilakukan pembayaran
secara kas. Sehingga pada saat sudah diterima pembayaraan maka
biaya sudah diakui pada saat itu juga.
Pencatatan akuntansi dengan metode cash basis mempunyai beberapa
keungulan yaitu sebagai berikut:5
1. Metode cash basis digunakan untuk pencatatan pengakuan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan
2. Beban atau biaya belum diakui sampai adanya pembayaran secara kas
walaupun beban telah terjadi, sehingga tidak menyebabkan
pengurangan dalam penghitungan pendapatan
3. Pendapatan diakui pada saat diterimanya kas, sehingga benar-benar
mencerminkan posisi yang sebenarnya
4. Penerimaan kas biasanya diakui sebagai pendapatan
5. Laporan keuangan yang disajikan memperlihatkan posisi keuangan
yang ada pada saat laporan tersebut
6. Tidak perlunya suatu perusahaan untuk membuat pencadangan untuk
kas yang belum tertagih.

4
Supriyati, Usaha Kecil dan Menengah Berbasis Akuntansi dan Perpajakan,
(Yogyakarta: ANDI, 2016), hlm. 9-10.
5
Dhycana, Metode Akuntansi Kas Basis dan Akrual Basis,
https://dhycana.wordpress.com/2008/11/21/metode-akuntansi-kas-basis-akrual-basis/, Diakses
pada pukul 15.44 WIB
B. Konsep Bagi Hasil
1. Prinsip Pembagian Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil, dasar
pembagaian hasil usaha adalah laba bruto (grass profit) bukan total
pendapatan usaha (omset). Adapun dalam prinsip bagi hasil laba, dasar
pembagian adalah laba bersih, yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.6
2. Penyempurnaan AKuntansi Mudharabah Pada PSAK 105
PSK 105 : Akuntansi mudharabah merupakan penyempurnaan dari
PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah (2001) yang mengatur
mengenai mudharabah. Bentuk penyempuranaan dan penambahan
pengaturannya adalah sebagai berikut :7
a. PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi
mudharabah baik sebgai pemilik dana (shahibul mal) maupun
pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini tidak berlaku untuk
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
b. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan
memisahkan akuntansi untuk pemilik dana dan akuntansi untuk
pengelola dana dalam transaksi mudharabah.
c. Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiriatas
mudharbah mutlaqah, muqayyadah, dan musytarakah.
d. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai
pemilik dana penyempurnaan dilakukan untuk :
1) Pengakuan investasii mudharabah pada saat penyaluran dana
syirkah temporer
2) Pengakukan keuntungan/kerugian atas penyerahan asset nonkas
dalam investasi mudharabah.

6
Juhaya S. Pradja, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2015), hlm. 135
7
Juhaya S. Pradja, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2015), hlm. 134
e. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk akuntansi pembeli,
penyempurnaan dilakukan untuk :
1) Pengakuan dana syirkah temporer kelolaan
2) Pengakuan modal mudharib bersama-sama dengan
modalpemilik dana (shahibul mal) dalam mudharabah
musytarokah.

C. Mekanisme Penghitungan Bagi Hasil


Ketentuan teknis bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak antara kantor ansuransi dengan peserta. Kesepakatan bagi
hasil tersebut sangat bergantung pada jenis asuransi, produk asuransi dan
klasifikasi premi yang disetor oleh peserta asuransi.
Premi yang telah dibayar oleh peserta dimasukkan ke dalam dua
rekening tabungan, yakni rekening tabungan pribadi peserta takaful dan
rekening khusus (tabarru’) yaitu rekening yang disediakan untuk kebaikan
berupa pembayaran klaim kepada ahli waris jika diantara peserta ada yang
ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya.
Premi tersebut disatukan dengan seluruh dana peserta Asuransi
Takaful kemudian dikembangkan lagi melalui investasi proyek yang
dibenarkan oleh Islam yang dijalankan oleh perusahaan asuransi dengan
menggunakan prinsip mudharabah. Ketentuan mudharabah disesuaikan
dengan kesepakatan. Realisasi pembayaran rekening dilakukan apabila
masa pertanggungan berakhir, peserta mengundurkan diri dalam masa
pertanggungan dan/atau peserta meninggal dunia selama masa
pertanggungan.
Ilustrasi perhitungannya adalah seorang peserta yang mengambil
waktu pertanggungan 10 tahun, dengan premi 1 juta Rupiah pertahun. Dari
jumlah itu, dua persen (20 ribu Rupiah) dimasukkan ke rekening khusus
(tabarru’), sehingga rekening peserta menjadi 980 ribu Rupiah setahun.
Dalam waktu 10 tahun akan terkumpul dana sebesar 9,8 juta Rupiah.
Karena ia menitipkan uangnya pada perusahaan, maka peserta berhak
mendapatkan keuntungan bagi hasil, misalnya dengan perbandingan
60:40.
Apabila misalnya peserta tersebut meninggal dunia pada tahun kelima
masa angsuran, maka ia akan mendapatkan dana pertanggungan. Dana ini
terdiri dari rekening peserta selama lima tahun (5 x Rp. 980 ribu = Rp. 4,9
juta) dan ditambah dengan bagi hasil selama lima tahun, misalnya Rp. 400
ribu, dan sisa premi yang belum dibayarkan 5 x Rp. 1 juta = Rp. 5 juta.
Bagian lima juta inilah yang nantinya diambil dari dana tabarru’.
Demikian halnya apabila peserta tersebut mengundurkan diri pada
tahun kelima, maka ia akan mendapatkan kembali uang sebesar 5,3 juta
Rupiah, yang terdiri dari Rp. 4,9 juta dari rekening peserta selama lima
tahun dan Rp. 400 ribu dari bagi hasil selama lima tahun. Akan tetapi tidak
mendapatkan sisa premi yang belum dibayarkan selama 5 tahun.
1. Contoh perhitungan mudaharabah dalam produk non saving8
Jumlah peserta : 10 peserta
Premi per peserta : 1 juta
Jumlah premi :10 juta
Biaya : 25%
Hasil investasi setara : 10%
Biaya Reas : 1,5 juta
Biaya Klaim : 2 juta
Bagi Hasil : 40% perusahaan asuransi dan 60% peserta

Perhitungan:
Premi 10.000.000
Biaya (2.500.000)
Biaya Reas (1.500.000)
Biaya Klaim (2.000.000) _
Surplus 4.000.000
Hasil Investasi 1.000.000_
Surplus yang dibagihasilkan 5.000.000
8
Waldi Nopriansyah, Asuransi Syariah: Berkah Terakhir Yang Tak Terduga,
(Yogyakarta: ANDI, 2016), hlm. 77-78.
- Bag. Perusahaan 40% x 5.000.000 = 2.000.000
- Bag. Peserta 60% x 5.000.000 = 3.000.000 : 10 pesera
= @300.000
Rate Bagi Hasil Peserta:
3.000.000_ x 100% = 30%
10.000.000

Jadi Perusahaan memperoleh pengelolaan = 2.500.000 + 2.000.000


= 4.500.000
2. Contoh Perhitungan Mudharabah dalam Produk Saving9
Jumlah peserta : 1000 orang
Premi per peserta : 1 juta
Biaya : 35%
Tabarru : 5%
Hasil investasi setara : 10%
Bagi Hasil : 40% perusahaan dan 60% peserta
Perhitungan:
Premi Tahun I Dana tabungan Dana Tabarru’
Premi Bruto 950.000.000 50.000.000
Biaya (350.000.000) -
Premi Reas - (10.000.000)
Premi yang bisa diinvestasikan 600.000.000 40.000.000
Hasil Investasi 60.000.000 4.000.000
Bag. Perusahaan 40% (24.000.000) (1.600.000)
Dana terkumpul 636.000.000 42.400.000
Klaim (10.540.000) (9.000.000)
Saldo Dana Peserta 625.460.000 33.400.000
Perusahaan Memperoleh:
Biaya 350.000.000
Pegelolaan dana Tabungan 24.000.000
Pengelolaan dana tabarru’ 1.600.000

9
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm 346-347.
Total 375.400.000
Bagian Peserta:
60% x 60.000.000 = 36.000.000
60% x 4.000.000 = 2.400.000 +
Total bagi hasil peserta = 38.400.000 : 1000 orang
Bagi hasil per peserta = @38.400

D. Ilustrasi Pencatatan Jurnal Umum Akuntansi Syariah pada Asuransi


Syariah
Pada tanggal 10 Maret 2008 PT ASURANSI RAHMA SYARIAH
menerima akad pertanggungan jiwa Tn. Andi untuk masa 10 tahun. Premi
yang harus dibayar oleh peserta 1 juta tiap bulan dan sudah termasuk dana
tabarru’ 2% dengan skema mudharabah dan nisbah 60:40
1. Penerimaan pembayaran premi (pada tanggal 10 Maret 2008)
Kas 1.000.000
Rekening Peseta 980.000
Rekening Tabarru’ 20.000

2. Pemberitahuan penerimaan bagi hasil dari investasi Mudharabah dari


pihak ketiga
Semisal hasil investasi satu tahun Rp. 830.000 sehingga bagian
perusahaan Rp. 830.000 x 40%= 332.000
Piutang bagi hasil 332.000
Mudh.
Pendapatan bagi 332.000
hasil Mudh.

3. Penerimaan pembayaran bagi hasil investasi Mudharabah dari pihak


ketiga
Kas 332.000
Piutang bagi 332.000
hasil Mudh.

4. Pembayaran biaya investasi mudharabah kepada pihak ketiga


Semisal biaya untuk investasi 10% =1.500.000
Biaya Invertasi Mudh 1.500.000
Kas 1.500.000

5. Pembayaran claim
Pada tahun pertama Tn. Andi mengalami musibah meninggal dunia
Rekening peserta 980.000 x 12 bulan = 11.760.000
Dana tabarru’ 20.000 x 108 bulan = 2.160.000
Bagi Hasil 12 bulan (830.000 x 60%) = 498.000
Rekening dana peserta 11.760.000
Dana tabarru’ 2.160.000
Bagi hasil Mudh. 498.000
Beban klaim 13.920.000

6. Pembayaran premi kepada peserta karena mengundurkan diri


Misal mundur pada tahun pertama
Rekening dana peserta 11.760.000
Bagi hasil Mudh. 498.000
Beban Klaim 12.258.000

7. Pembayaran premi kepada peserta karena jatuh tempo usia takaful


Rekening dana peserta 980.000 x 120 bulan = 117.600.000
Bagi hasil 1 tahun 498.000 x 10 tahun = 4.980.000
Rekening dana peserta 117.600.000
Bagi hasil Mudh. 4.980.000
Kewajiban segera 122.580.000
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam praktik akuntansi takaful atau asuransi syariah menggunakan
metode cash basis, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar
diakui sebagai pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara
tunai. Praktik akuntansi ini memiliki arti yang penting berkaitan dengan
sistem bisnis yang berprinsip pada mudharabah dimana akad mengikat
antara peserta dengan perusahaan dalam kesepakatan bagi hasil. Demikian
juga beban retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi
takaful dibayarkan. Pada sisi lain dalam pengakuan sebagai pendapatan,
surplus dari dana investasi hanya dapat diakui sebagai pendapatan setelah
terjadi bagi hasil antara peserta dengan perusahaan.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil, dasar
pembagaian hasil usaha adalah laba bruto (grass profit) bukan total
pendapatan usaha (omset). Adapun dalam prinsip bagi hasil laba, dasar
pembagian adalah laba bersih, yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. PSK 105 : Akuntansi
mudharabah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah (2001) yang mengatur mengenai mudharabah.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Hani Werdi. Teori Akuntansi. Yogyakarta: CV Budi Utama. 2018.

Dhycana, Metode Akuntansi Kas Basis dan Akrual Basis,


https://dhycana.wordpress.com/2008/11/21/metode-akuntansi-kas-basis-
akrual-basis/, Diakses pada pukul 15.44 WIB

Ismanto, Kuat. Asuransi Syariah Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar. 2009.

Pradja, Juhaya S. Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik. Bandung: CV


Pustaka Setia. 2015.

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan
Sistem Operasional, Jakarta: Gema Insani. 2004.

Supriyati. Usaha Kecil dan Menengah Berbasis Akuntansi dan Perpajakan,


Yogyakarta: ANDI. 2016.

También podría gustarte