Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 1
BAB II .............................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. Pengertian Hadist Shahih .................................................................. 2
B. Contoh Hadist Shahih ........................................................................ 3
C. Klasifikasi Hadist Shahih .................................................................. 4
D. Kehujjahan Dalam Hadist Shahih.................................................... 6
E. Peringkat Hadist Shahih ................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................ 8
PENUTUP ........................................................................................................ 8
A. KESIMPULAN ................................................................................... 8
B. SARAN ................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadist shahih
2. Untuk mengetahui contoh hadist shahih
3. Untuk mengetahui klarifikasi dari hadist shahih
4. Untuk mengetahui jehujjahan dalam hadist shahih
5. Untuk mengetahui peringkat hadist shahih
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. As-Suyuthi
b. Ibnu Shalah
ْ لَالضَّا ِب ِطَعَ ِن
َِ َالع ْد ِلَالضَّا ِب
َطَاِلى َِ لَ َْالع ْد ِ ْثَاْل ُمسْندَُاْلدِيَيت
َِ ص ُلَاِسْنادُهَُ ِبن ْق ُ ٌهوااح ِدي
ًَُم ْنتهاهَُوالَي ُك ْو ُنَشاذًاَوال ُمع ِلال
Artinya: “Hadits shahih ialah hadits musnad yang sanadnya
bersambung dengan periwayatan seorang perawi yang adil
dan dhabith (yang berasal) dari orang yang adil dan
dhabith sampai pada akhir sanadnya, serta tidak ada
kejanggalan dan cacat.”
1
Zein, M. Ma’shum. Ilmu Memahami Hadits Nabi, Cara Praktis Menguasai Ulumul
Hadits dan Musthalah Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2014), hal. 112.
2
c. Ajjaj al-Khathibiy
شذُ ْوذٍَوالَ ِعلَّة ِ ُهوَماَاِتَّصلَسندَُهََُِبرواي ِةَالثِق ِةَع ِنَالثِق ِة
ْ َُم ْنَاوَِل ِهَاَِلىَ َُم ْنتهاه
ُ ََمنَغَي ِْر
Artinya: “Hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung
dengan periwayatan seorang perawi yang tsiqqah dan
(berasal) dari orang yang tsiqqah (pula), (mulai) dari awal
sanad sampai pada akhir sanad dengan tidak ada
kejanggalan dan cacat (di dalamnya).”2
Jadi, Hadits Shahih dapat didefenisikan sebagai sebuah hadits yang
sanadnya muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi Muhammad saw,
melalui rawi-rawi dengan karakteristik moral yang baik (‘adl) dan tingkat
kapasitas intelektualitas yang mumpuni, tanpa ada kejanggalan dan cacat,
baik dalam matan ataupun sanadnya.3
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat dipahami bahwa sebuah hadits
bisa dikatakan shahih jika memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Sanadnya bersambung
b. Perawinya adil
c. Perawinya dhabith
d. Tidak ada kejanggalan (syadz)
e. Tidak ada cacat (mu’allal)
B. Contoh Hadits Shahih
َب َع ْن َ َُمح َّم ِد َب ِْن َ ُجبي ِْر ََْب ِن َِ َ سف َقال َأ ْخبرناَما ِلكٌ َعَ ِن َاب ِْن
ٍ شها ُ حدَّثناَع ْبدُهللاِ ََْب ُن َي ُْو
ِ م َقرأ ََِفي َا ْلم ْغ َِر.س ْول َهللاِ َص
ُّ ب َ ِب
َالط َْو ِر َ“(رواه ْ ُم
ُ ط ِع ِم َع ْن َأ ِب ْي ِه َقال َس ِم ْعتُ َر
)البخاري
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia
berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu
syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya
ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca
2
Ibid., hal. 112-113.
3
Yaqub, Mustafa Ali. Dasar-dasar Ilmu Hadits, Imam al-Nawawi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001), hal. 3.
3
dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab
Adzan).
Analisis terhadap hadits tersebut:
1. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut
mendengar dari gurunya.
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhabit, adapun sifat-sifat para rawi
hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut :
a. Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.
b. Malik bin Annas = imam hafidz
c. Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d. Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
4
shahih lantaran ada faktor pendukung yang dapat memenuhi
kekurangan yang ada.”
Maksudnya ialah hadits yang tidak secara sempurna memenuhi
syarat-syarat tertinggi dari sifat-sifat hadits maqbul. Hal ini bisa terjadi
karena perawi haditsnya, yang sudah diketahui adil, ternyata dinilai kurang
dhabith. Hanya saja, hadits tersebut kemudian menjadi shahih karena ada
hadits lain yang redaksinya sama atau sepadan, datang dari jalur lain yang
setingkat atau lebih shahih.4
Pada mulanya hadits kategori ini memiliki kelemahan berupa
periwayat yang kurang dhabith, sehingga dinilai tidak memenuhi syarat
untuk dikategorikan sebagai hadits shahih. Tetapi, setelah diketahui ada
hadits lain dengan kandungan matan yang sama dan berkualitas shahih,
maka hadits tersebut naik derajatnya menjadi shahih. Dengan kata lain,
hadits shahih lighairih pada asalnya adalah hadits hasan yang karena ada
hadits shahih dengan matan yang sama. Maka hadits hasan tersebut naik
menjadi shahih.5
Contoh:
ِ ش َّقَعلىَا ُ َّمتِىَألم ْرت ُ ُه ْمَبِالسِو
)َ(رواهَالبخارى.ٍاكَمعَ َُك ِلَصَالة ُ ل ْوالَا ْنَا
Artinya: “Andaikan aku tidak takut memberatkan ummatku, niscaya aku
akan memerintahkan bersiwak pada setiap kali hendak
melaksanakan shalat.”
Hadits ini berstatus hasan lidzatihi sebab perawi yang bernama
Muhammad bin ‘Amr, meski dikenal jujur, namun kedhabitannya kurang
sempurna. Tapi hadits ini naik derajat menjadi shahih lighairih sebab ada
hadits lain, dari jalur lain, yang menutupi kekurangannya.
4
Zein, M. Ma’shum. Ilmu Memahami Hadits Nabi, Cara Praktis Menguasai Ulumul
Hadits dan Musthalah Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2014), hal. 113-114.
5
Idri. Studi Hadits, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 173.
5
D. Kehujjahan dalam Hadits Shahih
Pada dasarnya, para ulama, baik dari kalangan ahli hadits, ushul
maupun fiqh, telah bersepakat bahwa hadits shahih bisa digunakan untuk
menetapkan hukum secara umum. Akan tetapi, kesepakatan itu hanya
terbatas pada masalah penetapan halal-haram, bukan yang berhubungan
dengan akidah.Dalam masalah aqidah, kehujjahan hadits shahih masih bisa
diperselisihkan, hal ini karena, jika dilihat dari kualitas, hadits ahadi pun
bisa mencapai derajat hadits shahih. Sementara bagi sebgaian kalangan,
untuk masalah aqidah, hujjah yang digunakan harus berasal dari Al-Quran
dan hadits mutawwatir.
Stratifikasi hadits shahih sendiri tergantung pada sejauh mana
kedhabitan dan keadilan perawinya. Semakin tinggi dhabith dan adil
seorang perawi, semakin tinggi pula strata kualitas hadits yang
diriwayatkannya.6
E. Peringkat Hadits Shahih
Peringkat hadits shahih mengkrucut menjadi tujuh tingkatan, yaitu:
1. Hadits Shahih yang telah disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim
2. Hadits yang secara khusus memperoleh akreditasi shahih dari al-
Bukhari
3. Hadits yang secara khusus memperoleh akreditasi shahih dari Muslim
4. Hadits yang memenuhi kualifikasi shahih dari al-Bukhari dan Muslim
5. Hadits yang hanya memenuhi kualifikasi shahih dari al-Bukhari
6. Hadits yang hanya memenuhi kualifikasi shahih dari Muslim
7. Hadits-hadits lain yang mendapat akreditasi shahih dari ahli hadits lain
selain al-Bukhari dan Muslim
Ketika para ahli hadits mengatakan, Shahih muttafaq ‘alaih aw’ala
sihhatihi (hadits shahih yang telah disepakati keshahihan-nya), berarti
bahwa hadits yang dimaksud telah disepakati keshahihannya oleh al-
Bukahri dan Muslim. Ibn al-Shalah menegaskan bahwa hadits yang
6
Zein, M. Ma’shum. Ilmu Memahami Hadits Nabi, Cara Praktis Menguasai Ulumul
Hadits dan Musthalah Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2014), hal. 115.
6
diriwayatkan oleh kedua tokoh itu atau salah satunya telah dapat
dipastikan keshahihannya. Namun pendapat ini ditentang oleh para ahl al-
tahqiq dan mayoritas ulama. Mereka mengatakan bahwa hadits itu masih
memunculkan kecurigaan selama hadits itu belum mutawwatir.7
7
Yaqub, Mustafa Ali. Dasar-dasar Ilmu Hadits, Imam al-Nawawi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001), hal. 8.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadist shahih adalah hadist yang sehat dan benar tidak terdapat
penyakit dan cacat. Hadist shahih terbagi menjadi 2 yaitu sahih lidhatihi
dan sahih li ghairihi. Kitab-kitab hadist sahih sntara lain sahih Bukhari,
sahih Muslim, sahih Ibnu Khuzaimah, sahih Ibnu Hibban, Sahih Ibnu As
Sakan, Sahih Ibnu As Syarqi.
B. SARAN
Puji dan syukur untuk Allah, pencipta dan pengantar seluruh alam,
karena dengan berkat rahmat dan karunianya makalah hadist sahih ini
telah dapat kami selesaikan.
Jika ada mereka yang mengetahui mengenai hadist sahih untuk
menelaah kembali di buku yang lain, Atau ada yang kurang dalam
makalah ini sehingga apa yang menjadi kekurangan kami dalam menyusun
makalah ini bisa tercukupi.
Sebagai ucapan terakhir, dengan ini kami mengharapkan banyak
maaf atas segala kekhilafan dan kelupaan yang terdapat dalam makalah ini
dari awal sampai akhir.untuk segala perhatiannya kami ucapkan banyak
terima kasih.
8
DAFTAR PUSTAKA
Zein, M. Ma’shum. 2014. Ilmu Memahami Hadits Nabi, Cara Praktis Menguasai
Ulumul Hadits dan Musthalah Hadits. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Yaqub, Mustafa Ali. 2001. Dasar-dasar Ilmu Hadits, Imam al-Nawawi. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Idri. 2010. Studi Hadits. Jakarta: Kencana.