Está en la página 1de 25

PENDAHULUAN

Respirasi adalah proses penting dalam metabolisme bakteri. Cara respirasi pada bakteri
berbeda dengan respirasi pada organisme eukariotik karena ada bakteri yang dalam proses
respirasinya memerlukan oksigen dan ada pula yang tidak memerlukan oksigen.1,2,3

Karena perbedaan tersebut, maka kebutuhan akan oksigen dijadikan sebagai salah satu
dasar dalam klasifikasi atau penggolongan bakteri. Dasar klasifikasi bakteri ini membagi
bakteri ke dalam dua kelompok yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen (bakteri aerob) dan
bakteri yang tidak membutuhkan oksigen (bakteri anaerob). Dan kelompok bakteri anaerob
dibagi lagi menjadi 2 golongan besar yaitu bakteri anaerob obligat dan bakteri anaerob
fakultatif. 1,2,3

Bakteri anaerob adalah bakteri yang bisa tumbuh dalam kondisi tanpa oksigen. Udara
ruangan terdiri dari 21% oksigen dan 1% karbondioksida. Bakteri obligat aerob memerlukan
oksigen untuk metabolisme. Bakteri capnophilic tumbuh baik jika konsentrasi karbondioksida
ditingkatkan menjadi 5% - 10% di inkubator CO2. Bakteri microaerophilic memerlukan
konsentrasi oksigen 5% atau kurang untuk tumbuh. Anaerob fakultatif seperti Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus lebih menggunakan oksigen sebagai reseptor elektron tapi bisa juga
tumbuh tanpa ada oksigen. 1,2,3
Bakteri anaerob bervariasi dalam merespon oksigen. Beberapa bakteri anaerob mati
dengan segera jika terpapar dengan oksigen. Untuk menumbuhkan bakteri anaerob,
laboratorium memerlukan lingkungan bebas oksigen. Beberapa bakteri anaerob bisa bertahan
dengan paparan oksigen tapi tidak dapat melakukan metabolisme optimal kecuali ditempatkan
di lingkungan anaerob. Organisme tersebut disebut aerotolerant atau anaerob moderate.
Banyak pathogen dalam mikrobiologi klinik yang dapat digolongkan dalam kelompok tersebut
(contoh Bacteroides fragilis). 1,2,3

1
Tabel 1. Klasifikasi Mikroorganisme Berdasarkan Kebutuhan dengan Oksigen dan
Karbon Dioksida2
Kategori Kebutuhan Contoh
Aerob obligat 15%-20% O2 Mycobacteria, fungi
Microaerophilic 5% O2 Campylobacter,
Helicobacter
Anaerob Dapat tumbuh baik Enterobacteriaceae,
fakultatif dengan atau tanpa O2 kebanyakan
staphylococci
Anaerob toleran Memerlukan konsentrasi Kebanyakan strains
O2 kurang dari 21% streptococci,
Propionibaterium,
Lactobacillus, beberapa
Clostridium
Anaerob obligat Hanya tumbuh dalam Kebanyakan Bacteroides
lingkungan bebas O2 (0% spp., kebanyakan
O2) Clostridium,
Eubacterium,
Fusobacterium,
Peptostreptococcus,
Porphyromonas
Capnophile 5%-10% CO2 Beberapa anaerob,
Neisseria

2
PEMBAHASAN

Prinsip metabolisme bakteri anaerob


Molekul oksigen bisa menjadi toksik pada beberapa bakteri anaerob, dan produk
turunan metabolisme oksigen bisa menjadi lebih beracun. Saat reaksi oksidasi-reduksi terjadi
dalam metabolisme seluler, molekul oksigen direduksi menjadi anion superoksida (O2-) dan
hydrogen peroksidase (H2O2). 1,2,3
O2 + e-  O2- (anion superoksidase)
O2 + e- + 2H+  H2O2(hydrogen peroksidase)
Lebih lanjut, hipotesis toksisitas oksigen ditunjukkan reaksi anion superoksidase
dengan hydrogen peroksidase ditambah ion Fe untuk menghasilkan radikal hydroxyl (OH-).
Molekul OH- adalah oksidan biologi paling poten yang diketahui. Reaksi antara radikal
hydroxyl dan anion superoksidase membentuk satu molekul oksigen, yang dapat merusak sel.
Komponen toksik tesebut merusak komponen sel seperti protein dan asam nukleat. Menjadi
jelas jika sel berusaha menyingkirkan molekul berbahaya tersebut agar mereka dapat bertahan
di lingkungan kaya oksigen. Bakteri anaerob obligat dan anaerob fakultatif yang dapat
menggunakan oksigen, memiliki enzim superoksida dismutase dan atau katalase untuk
melindungi mereka dari anion superoksida dan derivate toksik. 1,2,3
4 O2- + 4H+  superoksida dismutase  2H2O2 + O2
2H2O2  katalase  2H2O + O2
Superoksida dismutase mengubah anion superoksida menjadi oksigen dan hydrogen
peroksida. Hydrogen peroksida bisa menjadi toksik untuk sel tapi tidak seberat anion
superoksida atau radikal hydroxyl. Hydrogen peroksida akan berdifusi keluar dari sel, tapi
banyak organisme menggunakan enzim katalase, yang akan memecah hydrogen peroksidase
menjadi oksigen dan air untuk mengurangi efek toksiknya. Karena radikal hydroxyl adalah
produk dari reduksi lanjut dari anion superoksidase, eliminasi dari anion superoksidase oleh
superoksida dismutase akan menginhibisi formasi dari radikal hydroxyl. 1,2,3

3
Tabel 2. Toleransi paparan O2 pada beberapa stain anaerob4

Period of O2 tolerance (hours)


72 72

48 48

8 8 8 4 2 1 1 0 0

Habitat alami bakteri anaerob


Bakteri anaerob dapat ditemukan di tanah, air tawar dan air asin, dan sebagai komponen
mikrobiota endogen pada manusia dan beberapa hewan. Bakteri anaerob hidup di luar tubuh
hewan disebut anaeorob eksogen. Infeksi yang disebabkan mikrobiota eksogen disebut infeksi
eksogen. Sebaliknya mikrobiota endogen jika menyebabkan infeksi disebut infeksi endogen
anaerob. 1,2,3
Infeksi anaerob eksogen biasa disebabkan bakteri bentuk batang, gram positif dan
membentuk spora digolongkan Clostridium. Infeksi clostridia diawali saat spora tertelan
bersama makanan yang terkontaminasi dengan tanah. Bakteri anaerob kebanyakan diisolasi
dari proses infeksi dari dalam tubuh manusia, sehingga disebut infeksi endogen. Bakteri
anaerob endogen bisa menginfeksi di lokasi anatomi manapun dari tubuh, jika lokasi tubuh
tersebut cocok untuk tempat pertumbuhan bakteri anaerob. 1,2,3
Walaupun banyak spesies bakteri anaerob bisa diisolasi dari spesimen klinik, tapi
jumlah spesies yang rutin bisa diisolasi relatif sedikit. Bakteri anaerob yang banyak didapat
dari spesimen klinik di Scott & White Memoriam Hospital adalah B. fragilis, Porphyromonas
dan Prevotella spp., Fusobacterium spp., Clostridium spp., Propionibacterium spp., dan
coccus anaerob. Jenis anaerob patogen yang sangat sering menyebabkan masalah adalah
Clostridium difficile, yang dapat menyebabkan diare akibat antibiotik. 1,2,3

4
Tabel 3. Insidensi Anaerob di Scott & White Memorial Hospital2
Kelompok organisme Total Blood isolates
Bacteroides fragilis group 377 16
Fusobacterium 47 4
Prevotella-Porphyromonas group 244 6
Clostridium 40 13
Propionibacterium 148 60
Peptostreptococci 155 6
Veilonella 7 0
*Kebanyakan kontaminasi

Bakteri anaerob di lokasi tubuh spesifik


Bakteri anaerob tumbuh subur di permukaan mukosa, seperti di perbatasan cavum oris,
colon, dan traktus genitourinarius. Koloni yang sangat banyak itu bisa menjadi pintu masuk ke
jaringan dan darah bagi bakteri anaerob endogen. Pada kondisi fisiologis mikrobiota tidak
menyebabkan penyakit dan bisa memberikan keuntungan untuk pejamu. Tapi jika mikrobiota
tadi masuk ke bagian tubuh yang steril, seperti aliran darah, otak dan paru-paru dapat
menyebabkan infeksi berat dan fatal. 1,2,3

Tabel 4. Bakteri anaerob endogen di lokasi anatomi tubuh2


Lokasi Bakteri anaerob
Kulit Propionibacterium,
Peptostreptococci
Saluran nafas bagian atas Peptostreptococci,
Actinomyces,
Propionibacterium,
Campylobacter,
Fusobacterium,
Prevotella, Veilonella
Rongga mulut Actinomyces,
Eubacterium,
Peptostreptococci,

5
Campylobacter,
Fusobacterium,
Prevotella,
Bifidobacterium,
Porphyromonas,
Prevotella
Usus Bifidobacterium,
Eubacterium,
Peptostreptococci,
Bacteroides fragilis
group, Fusobacterium,
Prevotella,
Porphyromonas,
Prevotella
Saluran genitourinaria Peptostreptococci,
Bifidobacterium,
Fusobacterium,
Lactobacillus,
Mobiluncus, Prevotella,
Veilonella

Faktor predisposisi infeksi bakteri anaerob


Faktor predisposisi infeksi bakteri anaerob meliputi trauma pada membran mukosa atau
trauma kulit, gangguan vaskular, dan penurunan oksigenasi ke jaringan. Hal tersebut
menyebabkan nekrosis jaringan dan kerusakan jaringan. Mekanisme pasti bakteri anaerob
menyebabkan infeksi belum diketahui dengan tepat. Seperti bakteri patogen lainnya, bakteri
anaerob menghasilkan banyak faktor virulensi. Toksin molekul yang merusak jaringan, kapsul
yang menghambat fagositosis oleh makrofag, dan faktor adherens yang membantu perlekatan
dengan permukaan mukosa adalah beberapa hal yang menjadi patogenisitas. 1,2,3
Umumnya, penyakit infeksi termasuk yang disebabkan bakteri anaerob diawali
kerusakan barrier proteksi seperti kulit dan membran mukosa. Kerusakan pada lokasi tersebut
menyebabkan masuknya mikrobiota endogen untuk masuk ke jaringan lebih dalam. Gangguan
aliran vaskular menghambat aliran oksigen ke lokasi tertentu, sehingga menghasilkan

6
lingkungan kondunsif untuk pertumbuhan dan multiplikasi dari beberapa bakteri anaerob. Hal
yang sama bisa terjadi pada jaringan nekrosis karena kerusakan jaringan di sekitar. 1,2,3

Tabel 5. Faktor Virulensi Bakteri Anaerob2


Faktor virulensi Fungsi Bakteri anaerob
Kapsul polisakarida Membentuk abses, fungsi Bacteroides fragilis,
antifagositik Porphyromonas
gingivalis
Faktor adherens Fimbriae, fibril B. fragilis, P. gingivalis
Clostridial toxins, exoenzymes memungkinkan
organisme untuk melekat
di permukaan sel
Collagenases Katalisator degradasi Clostridium spp.
kolagen
Cytotoxins Toksik untuk beberapa C. difficile
sel
DNases Merusak DNA Clostridium spp.
Enterotoxins Toksik untuk sel di C. difficile
mukosa usus
Hemolysins Merusak sel darah merah Clostridium spp.
Hyaluronidase Katalisator proses Clostridium spp.
hidrolisis asam
hyaluronat
Lipases Katalisator proses Clostridium spp.
hidrolisis rantai ester
antara asam lemak dan
gliserol
Neurotoxins Merusak jaringan saraf C. botulinum, C. tetani
Phospolipases Katalisator degradasi Clostridium spp.
phospholipid
Proteases Merusak komponen Clostridium spp.
protein sel pejamu

7
Klasifikasi Bakteri Anaerob
Secara taksonomi bakteri anaerob yang berhubungan dengan spesimen klinik bisa
dikelompokkan menjadi gram negatif dan gram positif. Gram positif anaerob bisa digolongkan
berdasar adanya endospora (membentuk spora) dan tidak membentuk spora. Ada atau tidak
adannya spora bisa membantu dalam identifikasi bakteri anaerob. 1,2,3

Handling Specimen Bakteri Anaerob

Gambar 1. Tahapan handling


specimen bakteri anaerob4

A. Pengambilan sampel
1. Sampel padat

Sampel padat, seperti tinja, disimpan dalam wadah khusus yang mampu menghasilkan
suasana anaerob. Beberapa manufaktur sudah dapat menghasilkan wadah tersebut.

2. Sampel darah

Untuk darah, ada botol khusus untuk bakteri anaerob seperti BD Bactec™ (Becton
Dickinson) atau Bact/ALERT ™ (Biomerieux, Marcy l’Etoile, France) yang umum digunakan.

8
3. Media transport
Media Stuart & Amies dan Cary-Blair adalah media transport yang sering digunakan
dalam mikrobiologi klinik. Media tersebut tidak hanya untuk bakteri anaerob tapi juga untuk
bakteri fastidious seperti Neisseria sp. Pada media ini methylene blue digunakan sebagai
indikator oksigen, natrium thioglycolate untuk mengurangi reaksi oksidasi-reduksi.

B. Metode untuk membiakkan bakteri anaerob

Untuk membiakkan bakteri anaerob, langkah terpenting adalah mengeliminasi oksigen dan
media kultur dan mencegah masuknya oksigen. Cara fisika adalah dengan teknik merebus dan
teknik kimia. Enzim bakteri oxyrase dalam media ini dapat mengurangi konsentrasi oksigen
dengan mengkatalis O2 + H+  H2O. Enzim oxyrase ini bisa ditambahkan dalam media cair,
semisolid dan solid. 1,2,3

Resazurin dan methylene blue sering digunakan sebagai indikator media anaerob.
Resazurin akan berwarna pink jika masih terdapat reaksi oksidasi dan akan menjadi tidak
berwarna jika tidak reaksi oksidasi. Begitu juga dengan methylene blue, akan tetap berwarna
biru dalam lingkungan oksidasi dan akan menjadi tidak berwarna jika sudah tidak ada reaksi
oksidasi. 1,2,3

Anaerob Batang Gram Negatif


Prevotella
Prevotella sp. adalah basil gram negatif dan tampak sebagai batang ramping atau
kokobasil. Yang paling umum diisolasi adalah P. melaninogenica, P. bivia, dan P. disiens. P.
melanonigenica dan spesies serupa ditemukan pada infeksi yang berhubungan dengan saluran
nafas atas. P. bivia dan P. disiens terdapat pada saluran genital perempuan. Prevotella sp.
ditemukan di abses otak dan abses paru, empiema, serta pada penyakit radang panggul dan
abses tubo-ovarium. 6
Pada berbagai infeksi tersebut, Prevotella sering ditemukan bersamaan dengan
organisme anaerob lainnnya yang merupakan bagian mikrobiota normal – terutama
peptostreptokokus, batang gram positif anaerob, dan Fusobacterium sp. – begitu pula bakteri
anaerob fakultatif gram positif dan negatif yang merupakan bagian mikrobiota normal. 6

9
Struktur sel dan metabolisme
Strain Prevotella adalah gram negatif, tidak bergerak, berbentuk batang, sel tungal yang
dapat bertahan dalam suasana anaerob. Prevotella merupakan mikrobiota normal rongga mulut.
Prevotella mengkolonisasi dengan jalan melekat dengan bakteri lain pada sel epitel,
membentuk infeksi lebih berat di area yang terinfeksi sebelumnya. 6

Anaerob Coccus Gram Positif


1. Peptostreptococcus
Peptostreptococcus merupakan genus dari anaerob kokus gram positif yang bermakna
dalam infeksi klinik. Grup anaerob kokus gram positif juga terdapat genus lama seperti
Peptococcus, terkecuali Peptococcus niger. Perubahan taksonomi ini berdasarkan analisa
gugus guanine-plus-cytosine. Dalam genus ini yang sering diisolasi adalah Peptostreptococcus
magnus, Peptostreptococcus asaccharolyticus, Peptostreptococcus anaerobius,
Peptostreptococcus prevotii, dan Peptostreptococcus micros. 7
Kokus gram positif anaerob yang menghasilkan banyak asam laktat selama proses
fermentasi karbohidrat digolongkan sebagai Streptococcus parvulus (sebelumnya
Peptococcus) dan Streptococcus morbillorum (sebelumnya Peptostreptococcus). 7

Patofisiologi
Peptostreptococcus adalah bagian dari mikrobiota normal permukaan mukosa,
termasuk mulut, saluran cerna, vagina, uretra, dan kulit. Genus ini cukup sering diisolasi dari
specimen rutin. Anaerob kokus gram positif adalah penyebab terbanyak kedua dari bakteri
anaerob yang di kultur atau seperempat dari isolasi bakteri anaerob. Anaerob kokus gram
positif biasa tumbuh bercampur dengan bakteri anaerob lainnya atau bakteri aerob dari
berbagai infeksi di tubuh manusia.7
Infeksi anaerob ini bersifat sinergis dengan infeksi bakteri lain. Karena infeksi anaerob
dapat menginduksi kemungkinan sepsis sehingga meningkatkan angka mortalitas. Infeksi ini
akan menginduksi abses dan menghasilkan produk metabolisme yang dibutuhkan bakteri lain
untuk tumbuh.7

Epidemiologi
Frekuensi tepat infeksi Peptostreptococcus sulit untuk dihitung karena ketidaksesuaian
pengambilan spesimen, transportasi, dan penanaman spesimen. Infeksi ini umum ditemui pada

10
pasien dengan infeksi kronis. Pertumbuhan dari kultur darah sekitar 2-5% dan lebih tinggi pada
pasien dengan kondisi predisposisi. Di Mayo Clinic USA laporan isolasi infeksi anaerob kokus
gram positif mencapai angka 8.5-31% dari seluruh spesimen anaerob yang dicurigai. 7

Manifestasi klinis
Infeksi SSP
Anaerob kokus gram positif dan streptococcus mikroaerofilik bisa diisolasi dari
empyema subdural dan dari abses otak yang merupakan lanjutan dari sekuel infeksi kronis
telinga, mastoid, sinus, dan gigi. Anaerob kokus gram positif yang diisolasi dari infeksi SSP
adalah 46% (18 isolat positif dari 39 kasus abses otak).7

Infeksi saluran nafas atas dan infeksi gigi


Kolonisasi anaerob kokus gram positif yang banyak di orofaring menjadi penyebab
infeksi terbanyak di lokasi ini. Anaerob kokus gram positif bisa ditumbuhkan dari isolat infeksi
akut dan kronis saluran nafas atas. Organisme ini ditemukan sebagai penyebab infeksi 9%-38%
infeksi otitis media kronis. 15% pasien dengan mastoiditis, 30% dari pasien menderita sinusitis
kronis, 33% dari pasien infeksi peritonsilar dan abses retrofaringeal, dan 50% dari pasien
dengan abses periodontal dan juga bisa ditemukan pada gingivitis nekrosis akut.7

Infeksi intra abdomen


Karena kokus anaerob gram positif merupakan mikrobiota normal dari saluran cerna,
maka organisme ini dapat diisolasi kira-kira 20% dari infeksi intraabdomen, seperti peritonitis
dan abses liver, limpa, dan rongga perut.7
Anerob kokus gram positif biasa tumbuh bersama mikrobiota normal lain dari saluran
cerna seperti Escherichia coli, Bacteroides fragilis group, dan Clostridium species.7

Infeksi rongga pelvis


Anaerob kokus gram positif bisa diisolasi dari 25-50% pasien dengan endometritis,
pyoderma, abses pelvis, abses kelenjar Bartholin, infeksi post operasi pelvis, dan infeksi rongga
pelvis. Asal organisme in mungkin dari vagina dan flora serviks. Organisme dominan adalan
P. asaccharolyticus, P. anaerobius, dan P. prevotii. 7

11
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Kokus anaerob gram positif sering diisolasi dari infeksi polimikrobial kulit dan jaringan
lunak. Seperti necrotizing fasciitis, ulckus decubitus, gangrene diabetic, paronikia, luka bakar,
infeksi akibat gigitan binatang. Peptostreptococcus biasa ditemukan pada infeksi tropik.7

Terapi
Terapi antimikroba yang umum digunakan adalah antibiotik spektrum luas yang dapat
mengatasi bakteri anaerob, beberapa diantaranya golongan karbapenem, tigecycline, dan
kombinasi penisilin dengan beta lactamase inhibitor (kluvulanat) atau kuinolon dengan
aktifitas anaerob (moxifloxacin).7

2. Streptococcus mutans
Streptococcus mutans adalah bakteri kokus gram positif. Termasuk fakultatif anaerob
biasa ditemukan pada rongga mulut manusia, dan merupakan penyebab utama karang gigi.
Akibat dari karang gigi ini sangat berpengaruh pada kesehatan individual. S. mutans adan
mesofilik dan tumbuh pada suhu antara 18-400c. Streptococcus mutans adalah mikroorganisme
kariogenik yang memecah gula untuk energi dan menghasilkan produk asam laktat, yang
mengakibatkan demineralisasi struktur luar gigi. 7

Patogenesis
S. mutans merupakan mikrobiota flora normal rongga mulut, namun di sisi lain
merupakan penyebab utama karies gigi. Karies gigi adalah infeksius dan berhubungan dengan
penyakit gigi di segala usia. S. mutans dapat berpindah dari satu orang ke orang lain. Transmisi
S. mutans adalah untuk mengkolonisasi manusia sebagai pejamu. Pada anak dan bayi lebih
mudah untuk mendiagnosis S. mutans dan penelitian menunjukkan transmisi berasal dari
pelayanan gigi primer. 7

Gambar 2.
Biofilm di gigi

12
Pertumbuhan dan metabolisme S. mutans memungkinkan organisme fastidious untuk
tumbuh dan memudahkan terjadinya pembentukan plak gigi. Streptococcus mutans adalah
organisme unik yang memiliki reseptor yang memungkinkan untuk melekat pada permukaan
gigi dan membentuk lingkungan mukoid. Setelah melekat dengan gigi, S. mutans mulai
bertambah banyak dan menghasilkan mikrokoloni dengan lapisan lendir untuk membentuk
biofilm. S. mutans mulai tumbuh dan memproduksi dextran dengan bantuan enzim
dextransucrase. Dextran kemudian melekat pada enamel dan membentuk biofilm yang berisi
300-500 sel bakteri. Biofilm membantu metabolisme S. mutans dan memungkinkan
pembentukan lebih banyak sukrosa dengan bantuan enzim Glucansucrase melalui reaksi : : n
sucrose -------> (glucose) n + n fructose. Dengan produk tadi maka fruktosa difermentasikan
menjadi energi untuk pertumbuhan sementara glukosa mengalami proses polimerisasi menjadi
polimer dextran ekstrseluler. Ini penting karena lapisan polimer S. mutans di enamel akan
membentuk matriks di plak gigi. Selanjutnya dextrin akan mengalami depolimerisasi menjadi
glukosa dan akan digunakan sebagai sumber karbon, yang mana akan menghasilkan asam
laktat di biofilm dengan cara mendekalsikasikan enamel dan membentuk karies gigi.
Kombinasi asam dan plak akan menjadi penyebab kerusakan gigi. 7

Kriteria infeksi

Bakteri adalah mikrobiota terbanyak di mulut. Diperkirakan ada lebih dari 100 juta di setiap
mililiter saliva dengan lebih dari 600 spesies berbeda. Dalam usaha untuk menurunkan
ancaman bakteri, setiap individu membutuhkan hanya 10.000 CFU per ml Streptococcus
mutans di saliva. 7

Colony Forming Units CFU S. mutans /ml saliva

class 0-1 <100,000

class 2 100,000< CFU/ml <1,000,000

class 3 >1,000,000 CFU/ml

In the table, class 0-3 is referring to how many Streptococcus mutans reside in the mouth with class 0-1 acting as best
case with good oral hygiene, while class 3 acts as the worst case

13
Faktor virulensi

Ada 3 faktor virulensi yang berhubungan dengan kariogenik oleh Streptococcus


mutans. Pertama adalah sinstesis glycans terlarut air dari sukrosa disakarida. Kedua, S. mutans
mempunyai kemampuan untuk tahan asam. Lalu kemampuan menghasilkan asam laktat dari
metabolisme gula. 7

Terapi

Terapi dari kerusakan gigi tergantung dari tingkat keparahan kerusakannya. Yang
paling mudah untuk mengurangi laju kerusakan gigi adalah dengan penggunaan fluoride.
Karena fluoride dapat mencegah proses demineralisasi akibat asam. Fluoride bekerja dengan
menempel di area demineralisasi dan memperkuat enamel melalui proses yang disebut
remineralisasi. Sementara untuk memperbaiki kavitas karena akibat Streptococcus mutans,
dokter gigi memerlukan tindakan composite filling atau amalgam filling. 7

Respon imun pejamu

Streptococcus mutans adalah patogen utama dari karies gigi karena mempunyai
kemampuan akumulasi dan menempel di permukaan gigi. Respon imun innate dan respon imun
adaptif adalah 2 hal utama dari sistem imun yang merespon infeksi pada karies gigi.
Streptococcus mutans masuk ke pejamu melalui rute oral. Jaringan mukosa memiliki kelenjar
eksokrin dan saliva berperan dalam produksi kelenjar di rongga mulut. Antibodi sekretorik
yang melindungi karies gigi adalah IgA dan IgG. Makrofag dari respon imun innate akan
memfagositosis bakteri.7

Anaerob Batang Gram Positif Tidak Berspora


1. Propionibacterium
Propionibacterium sp. merupkan anggota mikrobiota normal kulit, rongga mulut, usus
besar, konjungtiva, dan saluran telinga luar. Produk metaboliknya berupa asam propionate,
yang menjadi asal nama genus ini.7
Pada pewarnaan gram, spesies ini sangat pleomorfik, memperlihatkan ujung yang
melengkung, berbentuk gada, atau runcing; berbentuk panjang dengan pewarnaan yang tidak
rata seperti manik-manik, dan terkadang berbentuk kokoid atau sferis.7

14
Propionibacterium acnes, yang sering dianggap sebagai patogen oportunis,
menyebabkan penyakit akne vulgaris dan berhubungan dengan berbagai macam kondisi
inflamasi. Bakteri ini menyebabkan akne dengan menghasilkan lipase yang membebaskan
asam lemak bebas dari lemak pada kulit. Asam lemak ini dapat menyebabkan inflamasi
jaringan yang berperan dalam timbulnya akne.7
Sebagai tambahan, P. acnes sering menjadi penyebab infeksi luka pasca bedah,
terutama pembedahan yang melibatkan pemasangan alat, seperti infeksi pada sendi prostetik,
terutama di bahu, infeksi pada shunt sistem saraf pusat, osteomyelitis, endocarditis, dan
endoftalmitis. Karena merupakan bagian mikrobiota kulit normal, P. acnes dapat mencemari
biakan darah atau cairan kulit normal, P. acnes terkadang mencemari biakan darah atau cairan
serebrospinal yang diambil dengan penetrasi kulit. Oleh sebab itu, penting untuk membedakan
biakan yang terkontaminasi dengan yang benar-benar positif dan mengindikasikan infeksi. 7

Anaerob Batang Gram Positif membentuk Spora


Semua basil anaerob membentuk spora dikategorikan dalam genus Clostridium dan
sering disebut clostridia. Walaupun semua clostridia bisa membentuk spora, beberapa spesies
sudah memiliki spora lebih dulu, yang mana spora dibentuk dalam keadaan ekstrim. Spora
sering tidak bisa diobservasi pada pemeriksaan pewarnaan gram, kecuali jika biakkan kultur
yang diamati diinkubasi cukup lama. Kadang diperlukan penggunaan panas atau alkohol untuk
menginduksi sporulasi.1,2,3
Clostridia bisa dikelompokkan berdasarkan lokasi endospora. Spora terminal jika spora
berada di ujung sel bakteri dan subterminal jika spora ditemukan berada di lokasi selain di
ujung sel. Spora terminal kadang menyebabkan pembengkakan sel bakteri. 1,2,3

Clostridium
Clostridium merupakan kelompok bakteri berbentuk batang, anaerobik, gram-positif.
Mayoritas bakteri ini motil dengan flagela peritrichous. Jika membentuk spora maka posisinya
di sentral, subterminal atau terminal. Sebagian memiliki kemampuan mendekomposir protein
atau memproduksi toksin dan sebagian memiliki kemampuan keduanya. Habitat alami adalah
di tanah dan di usus manusia atau hewan sebagai saprofit. Spesies yang patogen dapat
menyebabkan botulism, tetanus, gangren gas dan pseudomembranous colitis. 1,2,3
Clostridium tumbuh dalam suasana anaerob seperti dalam blood-enriched media, hanya
sebagian kecil yang aerotolerant dan hidup pada keadaan ada sedikit oksigen. Koloni C.

15
perfringens berukuran besar sedangkan koloni C. tetani berukuran kecil. Sebagian Clostridium
mampu membentuk zona hemolisis. C. perfringens khas memperlihatkan zona hemolisis
multipel di sekitar koloni. Clostridium dapat memfermentasi berbagai karbohidrat dan mampu
mencerna protein. Clostridium memiliki antigen yang bersifat umum dan spesifik yang dapat
diidentifikasi dengan uji precipitin. 1,2,3

Morfologi dan Identifikasi


A. Organisme Tipikal
Spora Clostridium sp. biasanya berdiameter lebih lebar daripada bentuk batangnya.
Pada berbagai spesies, sporanya terletak di sentral, subterminal, atau terminal. Sebagian
besar spesies clostridia motil dan memiliki flagel peritrika. Pewarnaan gram Clostridium
sp. dengan spora terminal diperihatkan gambar dibawah ini. 1,2,3

Gambar 3. Tanda panah


menunjukkan lokasi spora

B. Biakan
Clostridium sp. bersifat anaerob dan tumbuh pada kondisi anaerob; beberapa spesies
bersifat aerotolerant dan juga tumbuh dalam udara sekitar. Secara umum, clostridia tumbuh
baik pada media yang diperkaya dengan darah dan media lainnya yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri anaerob. 1,2,3

C. Bentuk Koloni
Beberapa Clostridium sp. menghasilkan koloni yang tumbuh besar (misalnya C.
perfringens), yang lainnya menghasilkan koloni yang lebih kecil (contohnya C. tetani).
Beberapa clostridia membentuk koloni yang menyebar atau berkelompok di permukaan
agar (C. septicum). Banyak clostridia menghasilkan zona beta hemolisis pada agar darah.

16
C. perfringens secara khas memproduksi zona beta hemolisis ganda di sekeliling koloni.
1,2,3

D. Karakteristik Pertumbuhan
Clostridium sp. dapat melalukan fermentasi berbagai gula (sakarolitik) dan dapat
mencerna protein (proteolitik), beberapa dapat melakukan keduanya. Karakter metabolik
ini digunakan untuk membagi clostridia menjadi beberapa kelompok. Susu diubah menjadi
asam oleh beberapa spesies dan dicerna oleh spesies lainnya serta mengalami “fermentasi
badai”: yaitu bekuan dihancurkan oleh grup ketiga (misalnya C. perfringens). Berbagai
enzim diproduksi oleh spesies yang berbeda. Clostridium sp. menghasilkan lebih banyak
toksin daripada kelompok bakteri lainnya. 1,2,3

1. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum menyebabkan botulism, sporanya tahan panas higga 100°C dalam
beberapa jam, tetapi dapat hilang kemampuan resistensi panas ini bila dimasukkan dalam
larutan asam atau tinggi garam. Selama fase pertumbuhan dan autolisis, bakteri akan
menyebarkan toksin ke lingkungan. 1,2,3

A. Toksin
Ada 7 toksin yaitu A-G. Toksin A, B dan E serta kadang-kadang F adalah penyebab
utama botulism pada manusia. Toksin A dan B berhubungan dengan berbagai makanan,
sedangkan toksin E berhubugan dengan ikan, toksin C dengan burung. Berat molekul toksin
adalah 150,000 Dalton yang tersusun atas 100,000 dan 50,000 yang dihubungkan dengan
jembatan disulfida. Toksin botulinum akan diserap usus dan berikatan dengan reseptor
presinaptik pada membran motor neuron saraf tepi dan saraf kranial. Toksin tersebut mencegah
penglepasan acetylcholine sehingga kontraksi tidak terjadi dan paralisis. Toksin akan rusak
pada suhu 100°C selama 20 menit. 1,2,3

B. Patogenesis dan Gambaran Klinis


Gejala akan timbul dalam 18–24 jam setelah tertelan makanan yang mangandung toksin
tersebut, menimbulkan gangguan visual seperti penglihatan ganda, kehilangan kemampuan
menguap, sulit bicara, paralisis bulbar progresif dan dapat terjadi kematian karena paralisis
nafas atau henti jantung (cardiac arrest). Gejala gastrointestinal tidak menonjol, demam tidak

17
terjadi bahkan pasien tetap sadar saat sebelum meninggal. Angka mortalitasnya tinggi. Pasien
yang sembuh tidak memiliki antibodi terhadap toksin tersebut. 1,2,3
Infant botulism umumnya terjadi pada bulan pertama sehingga susah makan, lemah dan
paralisis (floppy baby). Penyakit ini merupakan salah satu penyebab sudden infant death
syndrome. C. botulinum dan toksin botulinum ditemukan di feses tetapi tidak di serum yang
menunjukkan bahwa spora terdapat pada makanan dan produksi toksin terjadi di usus. Toksin
dapat dideteksi dengan passive hemagglutination atau radioimmunoassay.

C. Uji Laboratorium Diagnostik


Untuk memastikan diagnosis diperlukan deteksi toksin, bukan deteksi organisme.
Toksin sering terdapat dalam serum, sekresi lambung, atau tinja pasien, juga dapat ditemukan
dalam sisa makanan. Apusan klinis atau spesimen lain yang diperoleh dari pasien perlu dikirim
dengan menggunakan wadah anaerob. Makanan yang dicurigai harus dibiarkan dalam wadah
awalnya. Tikus yang disuntikkan dengan spesimen ini secara intraperitoneal akan mati dengan
cepat. Tipe antigenik toksin diidentifikasi melalui netralisasi dengan antitoksin spesifik pada
tikus. Pemeriksaan dengan menggunakan tikus adalah tes pilihan untuk konfirmasi botulisme.
C. botulinum dapat ditumbuhkan dari makanan sisa dan di tes produksi toksinnya, tetapi ini
jarang dilakukan dan kemaknaannya dipertanyakan. 1,2,3

D. Pengobatan
Antitoksin poten diproduksi dari serum kuda yaitu trivalen A, B, E, diberikan secara
intravena. Ventilasi bila perlu bantuan nafas diperlukan. Kedua tindakan tersebut dapat
menurunkan angka kematian dari 65% menjadi 25%. Meskipun infant botulism umumnya
sembuh dengan terapi suportif, tetapi pemberian antitoksin dianjurkan. Kebersihan dan
pengolahan makanan yang baik yaitu merebus atau memanaskan 100°C hingga 20 menit sangat
dianjurkan. Makanan kaleng seperti daging harus benar-benar bersih dari kemungkinan toksin
bakteri ini dan jika mungkin dapat dipanaskan sebelum dikonsumsi. Toksin ini juga sering
dijadikan sebagai senjata biologi. 1,2,3

E. Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian


Karena tersebar luas di tanah, spora C. botulinum sering mencemari sayur-sayuran,
buah-buah-buahan, dan bahan lainnya. Suatu wabah besar yang bersumber dari restoran
dikaitkan dengan bahan makanan kaleng atau awetan. Makanan tersebut harus dipanaskan

18
dengan cukup untuk memastikan destruksi spora atau dididihkan selama 20 menit sebelum
dikonsumsi. Faktor resiko utama botulisme terdapat pada makanan kaleng rumahan atau
makanan yang dikemas secara vakum di dalam kantong plastic. Resiko tersebut dapat dikurangi
jika dipanasi selama lebih dari 20 menit sebelum dikonsumsi. 1,2,3

2. Clostridium tetani
Clostridium tetani penyebab tetanus, tersebar di seluruh dunia pada tanah yang
terkontaminasi kotoran hewan terutama kuda. 1,2,3

Gambar 4. Spora
terminal C. tetani dilihat
dengan mikroskop

A. Toksin
Semua galur memiliki antigen somatik O dan memproduksi neurotoksin yang disebut
tetanospasmin dengan berat molekul 150.000 Dalton yang dihubungkan jembatan disulfida
dari dua komponen 100.000 dan 50.000 Dalton. Mula-mula toksin berikatan dengan reseptor
pada membran presinaptik pada motor neuron, kemudian berpindah secara retrograde ke
axonal transport sistem pada spinal cord dan batang otak (brain stem). Toksin menyebar ke
ujung sel inhibitor termasuk glycinergic interneurons dan aminobutyric acid-secreting neuron
dari batang otak menyebabkan degradasi synaptobrevin sehingga terjadi hambatan
penglepasan glycine dan gama-aminobutyric acid tetapi tidak terjadi hambatan motor neuron
sehingga terjadi hiperefleksi, spasme otot dan paralisis spastik dan dapat mematikan. 1,2,3

B. Patogenesis
Clostridium tetani bukan organisme invasive. Infeksi diawali dari luka, luka bakar,
potongan umbilicus atau luka operasi yang tercemar spora. Germinasi spora menjadi bentuk

19
vegetatif akan menghasilkan toksin dengan dukugan jaringan nekrosis, kalsium dan luka
bernanah semua dalam keadaan rendah oksigen. 1,2,3

C. Gambaran Klinis
Masa inkubasi sekitar 4–5 hari hingga beberapa pekan. Gejala klinis khas adalah
kontraksi tonik dari otot lurik. Kekakuan otot pertama terjadi di area infeksi kemudian pada
otot rahang terjadi trismus atau lockjaw sehingga mulut tidak dapat membuka. Stimulus apapun
dapat memicu spasme general. Pasien tetap sadar dan merasakan sakit, kematian terjadi karena
kegagalan nafas. 1,2,3

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan riwayat luka. Diagosis banding
adalah keracunan strychnine. Biakan aerobik jaringan dari luka yang terkontaminasi bisa
menghasilkan C. tetani, tetapi pemberian antitoksin preventif maupun terapeutik tidak boleh
ditunda demi menunggu hasil kultur. Bukti isolasi C. tetani harus didasarkan pada produksi
toksin dan netralisasinya oleh antitoksin spesifik. 1,2,3

E. Pengobatan dan Terapi


Pengobatan tidak memuaskan sehingga pencegahan menjadi sangat penting yaitu
dengan imunisasi toksoid, penanganan luka yang tepat, pemberian antitoksin profilaksis dan
pemberian penisilin. Injeksi intramuskuler 250–500 unit human antitoxin (tetanus
immuneglobulin) memberi perlindungan selama 2-4 pekan. Pasien tetanus harus diberi muscle
relaxant, sedatif dan nafas bantu serta dosis tinggi antitoksin 3000–10,000 unit intravena
terutama berguna pada tetanus neonatal. Debridement sangat penting untuk menghilangkan
jaringan nekrosis yang merupakan tempat subur berkembangnya bakteri ini. 1,2,3
Pemberian oksigen hiperbarik tidak menolong. Penisilin sangat baik mencegah
pertumbuhan C. tetani dan dapat menghentikan produksi toksin. Individu yang pernah
mendapat imunisasi dan saat ini terjadi luka yang potensial terkontaminasi bakteri ini harus
diberikan toksoid sebagai booster untuk menimbulkan antibodi dalam kadar yang tinggi. 1,2,3

20
F. Pengendalian
Tetanus adalah penyakit yang mutlak harus dicegah dengan imunisasi toksoid
yang merupakan toksin yang dilemahkan dengan larutan formalin. Imunisasi diberikan
tiga kali yaitu masa balita, 1 tahun kemudian dan pada masa usia sekolah dasar. 1,2,3
Tindakan pengendalian lingkungan tidak mungkin dilakukan karena
penyebaran organisme yang luas di tanah dan daya tahan sporanya yang lama.

3. Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan 90% penyebab myonecrosis dan gas gangrene jika
mengenai luka atau jaringan yang rusak. 1,2,3

Gambar 5. Zona hemolisis


ganda C. perfringens di media
agar darah

A. Toksin
Toksin alfa C. perfringens adalah suatu enzim lecithinase yang dapat merusak lecithin
membrane sel. Toksin teta memiliki pengaruh hemolitik dan nekrotik seperti toksin alfa tetapi
tidak memiliki aktivitas lecithinase. Selain kedua toksin, bakteri ini juga memproduksi Dnase,
hyaluronidase dan collagenase. Pada gas gangrene (clostridial myonecrosis) umumnya terjadi
infeksi campuran dengan bakteri Gram negatif dan Gram positif kokus. 1,2,3

B. Patogenesis
Luka yang terkontaminasi seperti patah tulang terbuka, antara 1-3 hari akan terjadi
krepitasi subkutan dan otot, berbau busuk, kemudian segera terjadi nekrosis, demam, toksemia,
syok dan kematian. Terapi umumnya adalah amputasi bagian yang mengalami gangren. 1,2,3
Beberapa galur C. perfringens mampu memproduksi enterotoksin terutama pada daging
atau makanan yang mengandung daging. Bila seseorang tertelan 108 sel vegetatif maka akan
segera membentuk toksin di usus yang dapat mengakibatkan diare dalam waktu 6-18 jam. C.

21
perfringens food poisoning umunya karena memakan daging tidak matang yang terkontaminasi
bakteri ini, kemudian terjadi diare dan penyakit akan berlangsung 1-2 hari. 1,2,3

C. Uji Laboratorium Diagnostik


Spesimen dapat diambil dari luka, pus dan jaringan nekrosis. Pewarnaan gram adalah
gram positif, batang, spora tidak ditemukan. Bakteri dapat tumbuh dalam biakan meat-glucose
medium dan thioglycolate medium serta blood agar dalam suasana anaerob. 1,2,3
D. Terapi
Terapi dengan debridement luka, antibiotika. Antitoksin polivalen berguna untuk terapi
tetapi tidak berpengaruh untuk pencegahan. 1,2,3

4. Clostridium difficile dan penyakit diare


Pseudomembranous colitis disebabkan oleh toksin C. difficile yang dapat diamati dari
feses atau endoskopi adanya pseudomembran atau mikroabses pada usus besar pasien diare
yang sering mendapat antibiotika. Diare berair atau berdarah seringkali disertai kram,
lekositosis dan demam. 1,2,3,5
Antibiotika yang paling sering menimbulkan pseudomembranous colitis adalah
ampicillin dan clindamycin. Pemberian antibiotika tersebut mengakibatkan berkembangnya
drug-resistant-C. difficile, yang memproduksi toksin A yaitu suatu enterotoksin poten dan
sitotoksik yang berikatan dengan reseptor pada membran brush border serta toksin B suatu
cytotoxin poten. Kedua toksin dapat ditemukan pada feses pasien pseudomembranous colitis.
Pengobatan dengan menghentikan antibiotik tersebut dan diberi antibiotik lain yaitu
metronidazole atau vancomycin. 1,2,3,5
Terapi transplantasi feses saat ini sedang dikembangkan untuk membantu pasien-pasien
yang menderita diare kronis akibat infeksi C. difficile. Walaupun teknik mempunyai tingkat
kesulitan cukup tinggi. Tapi dari pasien yang mendapat terapi transplant feses didapat
penurunan angka morbiditas cukup signifikan. 1,2,3,5

22
Gambar 6. Antibiotik yang
dapat menginduksi terjadinya
diare dan colitis akibat infeksi
C. difficile2

Diare Terkait Antibiotik


Pemberian antibiotik sering menimbulkan diare bentuk ringan hingga sedang, yang disebut
diare terkait antibiotik. Penyakit ini umumnya tidak seberat colitis pseudomembranosa bentuk
klasik. Sebanyak 25% kasus diare terkait antibiotik disebabkan oleh infeksi C. difficile. Spesies
Clostridium lain seperti C. perfringens dan C. sordelli juga pernah dilaporkan menyebabkan
diare. Dua spesies terakhir ini tidak berkaitan dengan colitis pseudomembranosa. 1,2,3,5

23
Gambar 6. Ringkasan spesies Clostridium5

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahon, C.R., Lehman, D.C. and Manuselis, G., 2014. Textbook of diagnostic
microbiology-E-Book. Elsevier Health Sciences.
2. Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., 2016. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta:
EGC.
3. Tille, P., 2015. Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology-E-Book. Elsevier Health
Sciences.
4. Guilhot, E., Khelaifia, S., La Scola, B., Raoult, D. and Dubourg, G., 2018. Methods for
culturing anaerobes from human specimen. Future microbiology, 13(3), pp.369-381.
5. Gupta, S., Allen-Vercoe, E. and Petrof, E.O., 2016. Fecal microbiota transplantation:
in perspective. Therapeutic advances in gastroenterology, 9(2), pp.229-239.
6. https://emedicine.medscape.com/article
7. https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Streptococcus_mutans-_Tooth_Decay

25

También podría gustarte