Está en la página 1de 43

NAMA : AMELIA MAULIDASARI

NIM : 31116152
KELAS : 2D FARMASI

GOLONGAN ANTIBIOTIKA BETA-LAKTAM

A. Golongan Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia nya


Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimianya sebagai
berikut (Katzung, 2007) :
a. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya
Mekanisme aksi penisilin dan antibiotika yang mempunyai struktur
mirip dengan β-laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri
melalui pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Dinding sel ini tidak
ditemukan pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, antara lain: golongan
penisilin, sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam lainnya.
b. Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Clindamisin dan Streptogramin
Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein
bakteri dengan cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain:
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, klindamisin, streptogramin,
oksazolidinon.
c. Aminoglikosida
Golongan Aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin,
kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomicin, etilmicin, dan
lain-lain.
d. Sulfonamida, Trimethoprim, dan Quinolones
Sulfonamida, aktivitas antibiotika secara kompetitif menghambat
sintesis dihidropteroat. Antibiotika golongan Sulfonamida, antara lain
Sulfasitin, sulfisoksazole, sulfamethizole, sulfadiazine,
sulfamethoksazole, sulfapiridin, sulfadoxine dan golongan pirimidin
adalah trimethoprim. Trimethoprim dan kombinasi trimetoprim-
sulfametoksazol menghambat bakteri melalui jalur asam dihidrofolat
reduktase dan menghambat aktivitas reduktase asam dihidrofolik
protozoa, sehingga menghasilkan efek sinergis. Fluoroquinolon adalah
quinolones yang mempunyai mekanisme menghambat sintesis DNA
bakteri pada topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV.
Golongan obat ini adalah asam nalidiksat, asam oksolinat, sinoksasin,
siprofloksasin, levofloksasin, slinafloksasin, enoksasin, gatifloksasin,
lomefloksasin, moxifloksasin, norfloksasin, ofloksasin, sparfloksasin
dan trovafloksasin dan lain-lain.

B. Struktur Kimia Antibiotik, Efek Terapi dan Efek Samping


 Penicillin
 Efek Terapi
Antibiotik golongan β-laktam dapat digunakan untuk
berbagai macam penyakit infeksi. Obat-obat golongan ini
terdistribusi secara luas dan secara rutin sering digunakan untuk
penatalaksanaan sinusitis, otitis, pharyngitis, epiglotitis, infeksi
gigi, bronchitis, pneumonia, meningitis, infeksi saluran kemih,
peritonitis, infeksi bilier dan saluran pencernaan, infeksi kulit
dan jaringan lunak, osteomyelitis, septic arthritis dan infeksi
pada pemasangan alat prostheic, termasuk pula pada
pemasangan i.v line. Penicillin G merupakan pilihan utama
untuk penata laksanaan infeksi oleh Streptococcus pneumonia
dan enterococci. Penicillin G yang diberikan secara intravena
tetap merupakan terapi pilihan pada pneumococcal meningitis,
streptococcal dan enterococcal endocarditis. Tak ada penicillin
yang lebih baru ataupun antibiotik dari kelas lainnya yang
terbukti lebih efektif. Streptococcus pneumonia yang masih
susceptible terhadap penicillin dihambat pada konsentrasi
kurang dari 0,1 penicillin. Penicillin lainnya juga sangat aktif
namun minimal inhibitory concentration (MIC) yang
dimilikinya melebihi penicillin G. Penicillin, ampicillin dan 10
amoxicillin merupakan senyawa yang paling aktif, dengan MIC
yang jarang melebihi 4 ug/mL, jika dibandingkan dengan MIC
sebesar 128 ug/mL dari ticarcillin untuk strain resisten
penicillin. Untuk infeksi pneumococcal yang berat yang
disebabkan oleh strain penicillin resisten dengan MIC > 1
ug/mL, terutama pada pasien yang immunicompromised,
vancomycin maupun obat-obat antibiotikdari golongan non β
laktam menjadi pilihan dibandingkan penicillin maunpun β-
laktam lainnya. Penicillin dapat digunakan untuk mengatasi
pneumococcal meningitis hanya jika isolat tersebut merupakan
penicillin susceptible. Pada umumnya semua Neisseria
meningitis susceptible terhadap penicillin sedangkan Neisseria
gonorrhea seringkali resiten terhadap penicillin sehingga tidak
lagi direkomendasikan untuk penatalaksanaan Gonorrhea.
Penicillin G merupakan obat pilihan utama (drug of choise)
untuk semua stadium penyakit syphilis. Infeksi pada masa nifas
terjadi karena streptococci anaerob maupun grup B streptococci
(Streptococci agalactiae) maupun infeksi genital oleh clostridal
juga menggunakan penicillin G
 Efek Samping
Penicilline adalah obat yang relatif aman. Efek samping
yang paling berbahaya adalah reaksi hipersensitifitas (reaksi
alergi). Semua penicillin memiliki “cross sensitizing” dan “cross
reacting”. Reaksi alergi yang terjadi dapat berupa syok
anafilatik, uticaria, serum sickness, angioedema, pruritus dsb.
Riwayat alergi penicillin sebelumnya tidaklah dapat dipercaya
sepenuhnya. Dari sekitar 5-8% yang mengklaim memiliki
riwayat reaksi alergi terhadap penicillin, ternyata hanya sebagian
kecil yang benar-benar mengalaminya ketika diberikan
penicillin. Sebaliknya sekitar 1% dari mereka yang pernah
menerima penicillin dan tak menunjukkan reaksi
hipersensitifitas, ternyata justru mengalami reaksi alergi pada
pemberian penicillin yang berikutnya. Sebagian besar pasien
yang alergi terhadap penicillin dapat diobati dengan
menggunakan obat lainnya. Tetapi pada keadaan tertentu dan
jika memang sanat diperlukan (misalnya pada enterococcal
endocarditis atau neurosyphilis pada pasien yang memang alergi
dengan penicillin), desensitisasi dapat dilakukan dengan cara
secara bertahap meningkatkan dosis penicillin. Pada pasien
dengan gangguan funsi ginjal, pemberian penicillin dosis tingi
akan dapat menyebabkan kejang, nefcillin dapat menyebabkan
neutropenia, oxacillin dapat menyebabkan hepattis dan
methicillin dapat menyebabkan nephritis intersitial (sehingga
tidak dipergunakan lagi). Pemberian penicillin secara oral dalam
dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan,
terutama mual, muntal dan diare. Ampicillin dihubungkan
dengan kejadian Pseudomonas colitis.

 Clavulanate
 Efek Terapi
Amoxicillin-clavulanate terbukti berguna untuk terapi otitis
media pada anak-anak yang disebabkan oleh kuman penghasil
β-laktamase seperti H. Influenzae dan M. Catarrhalis. Juga
dipergunakan untuk pengobatan sinusitis ataupun pneumonia
yang disebabkan oleh kuman penghasil β-laktamase yang masih
susceptible maupun untuk kuman 15 non penghasil β-laktamase.
Juga sangat berguna untuk pengobatan polymicrobial infection.
Ticarcillin-clavulanate (Timentin) memiliki spektrum
pengobatan yang mencakup gram positif cocci selain
enterococci dan methicillinresintant staphlococci,
enterobacteriaceae, termasuk pula strain resisten obat,
P.aeruginosa dan gram positif dan gram negatif anaerob.
Terbukti sangat efektif pula untuk mengatasi berbagai macam
infeksi, termasuk pula community acquired pneumonia, hospital
acquired dan ventilator associated pneumonia. Infeksi
ginekologi, infeksi intraabdominal, infeksi kulit dan jaringannya
serta osteomyelitis.
 Efek Samping
Tidak ada efek samping yang bermakna dalam penggunaan
clavulanate yang dikombinasikan dengan amoxicillin maupun
ticarcillin. Insiden reaksi kulit sama besarnya dengan pengunaan
penicillin lainnya secara tunggal. Diare merupakan efek samping
tersering, terutama jika diberikan dosis oral selama beberapa
hari. Dosis clavulanate yang dianjurkan adalah tidak boleh
melebihi 125 mg dua atau tiga kali pemberian per hari

 Sulbactam
 Efek Terapi
Ampicillin-sulbactam memiliki spektrum antibakterial yang
serupa dengan amoxicillin-clavulanate. Biasa digunakan untuk
mixed bacterial infections seperti pada infeksi intra abdominal.
Infeksi dalam bidang obsteri dan ginekologi, infeksi jaringan
lunak dan infeksi pada tulang.
 Efek Samping
Hasil uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi sulbactam
dengan ampicillin memiliki efek terhadap sistem hematologi,
ginjal, hati ataupun sistem saraf pusat. Diare bukanlah suatu
persoalan setelah pemberian secara intra vena. Terkadang terjadi
peningkatan nilai transaminase.

 Cephalosporins

 Efek Samping
Sama halnya dengan obat-obat antibiotik golongan β-laktam
lainnya, efek samping cephalosporin yang paling sering
dijumpai adalah reaksi hipersensitive. Namun angka kejadian
reaksi hipersensifitas akibat cephalosporin tidaklah sebesar pada
penicillin. Reaksi hipersensitifitas yang berat dapat
menyebabkan anaphylaxis, serum sickness ataupun angiodema.
Reaksi silang antar obat-obat cephalosporin sedang dalam tahap
penelitian. Penggunaan skintest untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya reaksi hipersensitifitas tidaklah cukup
meyakinkan. Pada saluran cerna dapat muncul berbagai keluhan,
diantaranya diare. Efek pada susunan saraf sangat jarang dan
sama seperti pada beta lactam lainnya.

Dari berbagai penggolongan yang ada, maka yang paling


banyak dipergunakan adalah klasifikasi cephalosporin menjadi
generasi berdasarkan aktifitas spektrum anti mikrobial.
a. Cephalosporin generasi I (Cefazolin, Cefadroxil, Cephalothin,
Cephalexin)

 Efek Terapi
Terutama digunakan sebagai alternatif pengganti penicillin
untuk mengatasi imfeksi staphylococcal dan nonenterococcal
streptococcal termasuk pula infeksi pada kulit dan jaringan lunak
(soft issue). Cefazolin yang dikombinasikan dengan probenecid
dalam dosis sehari sekali sangat
efektif untuk infeksi kulit dan soft issue, cefazolin juga
direkomendasi untuk antibiotika profilaksis untuk prosedur
implantasi serta berbagai prosedur bedah lainnya.

b. Cephalosporin generasi II (Cefuroxime, Cefotetan,


Cefoxitin, Cefaclor, Cefprozil dan Loracearbef)

 Efek Terapi
Karena memiliki potensi untuk melawan S. Pneumoniae, H.
Influenzae dan M. Catarrhalis, maka cephalosporin generasi II
banyak dipergunakan untuk mrngtasi berbagai infeksi saluran
pernapasan. Cefuroxine dapat digunakan untuk penatalaksnaan
meningitis, community acquired pneumonia (walau sudah tak
direkomendasikan lagi) juga untuk berbagai infeksi yang serius
yang disebabkan oleh kuman yang susceptible. Tetapi
cefuroxime tidak dapat digunakan untuk penatalaksnaan infeksi
nosokomial. Sedian oral cephalosporin generasi II efektif untuk
berbagai infeksi dan sedang di masyarakat.

c. Cephalosporin generasi III (Ceftazidime, cefotaxime,


ceftriaxone, cefixime dan cefdinir)

 Efek Terapi
Generasi III cephalosporin digunakan untuk berbagaia
infeksi yang berat yang disebabkan oleh organisme yang telah
resisten terhadap berbagai macam antibiotik. Tetapi strain yang
mengekspresikan “extended spectrum β-laktamase” (ESBL)
tidaklah termasuk yang bisa ditangani oleh antibiotik ini.
Penggunaan generasi ketiga cephalosporin untuk infeksi oleh
kuman golongan enterobacter haruslah dihindari walaupun jika
hasil pemeriksaan secara in vitro terhadap isolat menunjukkan
masih susceptible karena adanya resiko resistensi. Ceftriaxone
dan cefotaxime dapat digunakan untuk mengatasi meningitis,
termasuk meningitis yang disebabkan oleh pneumococci,
meningococci, H. Influenzae dan kuman enteric batang gram
negatif yang susceptible tetapi tidak untuk L. Monocytogenes.

d. Cephalosporin generasi IV (Cefepine dan cefpirome)


 Efek Terapi
Cefepime adalah salah satu contoh dari obat cephalosporin
generasi IV. Cefepime memiliki afinitas yang baik untuk
Pseudomonas aeruginosa, enterobacteriaceae, staph. Aureus dan
strep. Pneumoniae. Juga sangat aktif dalam menghadapi
haemophillus dan neisseria.

e. MRSA Active Cephalosporin (Ceftaroline dan Ceftobiprole)

 Efek Terapi
Antibiotik golongan β-laktama yang mempunyai
kemampuan untuk melewan MRSA ini sedang dalam
pengembangan. Ceftaroline dan cefrobiprole keduanya memiliki
peningkatan kemampuan untuk terikat dengan PBP 2a yang
biasanya berperan dalam mekanisme resistensi methicillin pada
staphylococcci.

 Carbapenem
 Efek Samping
Carbapenem umumnya dapat ditoleransi dangan baik dan
memiliki profil toksisitas yang serupa dengan penicillin. Rash,
Urticaria, immidiate hipersensitivy, seaksi silang, diare dan mual
merupakan efek samping yang biasa terjadi. Semua carbapenem
dikaitkan dengan terjadinya kejang terutama imipenem.
Ertapenem dan meropenem tampaknya kurang bersifat
epileptogenic.
 Efek Terapi
Carbapenem diindikasi untuk infeksi yang disebabkan oleh
kuman yang masih susceptible namun resisten terhadap obat-
obat lain yang tersedia. Misalnya untuk infeksi oleh
pseudomonas aeruginosa dan untuk penatalaksanaan infeksi
campuran antara aerob dan anaerob. Carbapenem juga aktif
terhadap banyak kuman tergolongan “highly penicillin resistant
strain of pneumococcus”

C. Sediaan yang Ada di Pasaran dengan Dosisnya


 Penicillin
 Cephalosporin
 Monobactam dan Carbapenems

D. Sejarah Singkat Antibiotika


Golongan β-laktam
 Penicillin
Penicillin merupakan salah satu grup obat antibiotika
terpenting. Walaupun telah banyak antibiotika lain yang ditemukan
setelah penemuan penicillin oleh alexander flemming pada tahun
1928 dan penggunaannya untuk pertama kali oleh florey, chain dan
abraham untuk menolong pasien dengan infeksi staphylococcal pada
tahun 1941, namun antibiotik golongan β-laktam tetap sering
digunakan sebagai pilihan pertama untuk mengatasi berbagai infeksi
bakteri.
 Cephalosporins
Pertama kali ditemukan pada tahun 1945 oleh Giuseppe
Brotzu, hasil dari isolasi Cephalosporin acremonium. cephalosporin
menyerupai penicilin namun lebih stabil terhadap berbagai bakteri
pengahasil β-laktamase dan memiliki spektrum aktifita yang lebih
luas. Namun ada strain tertentu dari E.coli dan Klebsiella sp. Yang
mengekspresikan “extended spectrum β-laktamase” yang dapat
menghidrolisa sebagai cephalosporin dan menimbulkan persoalan.
Cephalosporin tidak aktif terhadap enterococci dan
L.Monocytogenes.
GOLONGAN TETRASIKLIN

A. Sejarah tetrasiklin
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang
Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan
antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan
antibiotika penting.
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah
klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian
ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat
secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies
Streptomyces lain.
Para tetrasiklin adalah suatu keluarga besar antibiotik yang ditemukan
sebagai produk alami oleh Benjamin Minge Duggar dan pertama kali dijelaskan
pada 1948.Di bawah Yellapragada Subbarao , Benjamin Duggar membuat
penemuan pertama dunia antibiotik tetrasiklin, Aureomycin , pada tahun 1945.
Pada tahun 1950, Profesor Harvard Robert Woodward menentukan struktur
kimia Terramycin, nama merek untuk anggota keluarga tetrasiklin; paten
perlindungan untuk fermentasi dan produksi juga pertama kali diterbitkan pada
tahun 1950. Sebuah tim riset dari tujuh ilmuwan di Pfizer, bekerja sama dengan
Woodward, berpartisipasi dalam dua tahun penelitian yang mengarah ke penemuan
tersebut.
Nubia mumi telah dipelajari pada 1990-an dan ditemukan mengandung level
signifikan tetracycline; ada bukti bahwa bir brewed pada saat itu bisa saja
sumbernya.Tetracycline memicu pengembangan banyak antibiotik kimiawi
berubah dan dalam melakukannya terbukti menjadi salah satu penemuan paling
penting yang dibuat dalam bidang antibiotik. Hal ini digunakan untuk mengobati
bakteri gram positif dan gram-negatif banyak dan beberapa protozoa. Ini, seperti
beberapa antibiotik lainnya, juga digunakan dalam pengobatan jerawat.

B. Definisi Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin
sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.

Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga cara deklorrinasi
klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau denga fermentasi.
Tetrasiklin mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari 975 μg
tetrasiklin hidroklorida,(C22H24N2O8.HCl),per mg di hitung terhadap zat
anhidrat.

Struktur kimia dari tetrasiklin adalah sebagai berikut:

Struktur Molekul Tetrasiklin

Struktur kimia golongan tetrasiklin

Gugus
Jenis tetrasiklin
R1 R2 R3

1. Klortetrasiklin -Cl -CH3, -OH -H, -H

2. Oksitetrasiklin -H -CH3, -OH -OH, -H

3. Tetrasiklin -H -CH3, -OH -H, -H

4. Demeklosiklin -Cl -H, -OH -H, -H

5. Doksisiklin -H -CH3, -H -OH, -H

6. Minosiklin -N(CH3)2 -H, -H -H, -H

Tetracycline adalah spektrum luas Poliketida antibiotik yang dihasilkan


oleh Streptomyces genus dari Actinobacteria , diindikasikan untuk digunakan
melawan infeksi bakteri banyak. Ini adalah inhibitor sintesis protein. Hal ini
umumnya digunakan untuk mengobati jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea
, dan memainkan peran historis dalam memerangi kolera di negara maju. Itu dijual
dengan merek Sumycin, Terramycin, Tetracyn, dan Panmycin, antara lain. Actisite
adalah seperti bentuk-serat benang, digunakan dalam aplikasi gigi. Hal ini juga
digunakan untuk memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama
dikenal sebagai antibiotik tetrasiklin.

Menurut farmakope Indonesia Edisi 4, Tetrasiklin memiliki pemerian


serbuk hablur kuning, tidak berbau. Stabil di udara tetapi pada pemaparan dengan
cahaya matahari kuat, menjadi gelap. Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2,
potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida.

Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut dalam
50 bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Larut dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian.

Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis


protein pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat
kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat
sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja
penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke
tempat aseptor A pada kompleks mRNA-ribosom, sehingga menghalangi
penggabungan asam amino ke rantai peptide.

C. EFEK TERAPI
Tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas dan bersifat
bakteriostatik yang efektif melawan baakteri gram positif dan gram negatif.
Tetrasiklin adalah obat pilihan untuk infeksi bakteri berikut :

1. Infeksi yang disebabkan oleh Clamydia trachomatis yang ditularkan


secara seksual yang dapat menyebabkan uretritis nongonococcus,
penyakit radang panggul, dan limfogranuloma venereum.
2. Infeksi oleh Clamydia psittaci yang menyebabkan psitakosis yang
biasanya ditandai dengan hepatitis, miokarditis, dan koma. doksisiklin
atau aazitromisin biasanya digunakan sebagai obat pilihan untuk
mengobati infeksi klamidia.
3. Infeksi yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia yang biasanya
dapat menyebabkan pneumonia pada orang dewasa yang ditandai
dengan demam, batuk dan malaise.
4. Infeksi yang disebabkan oleh Vibrio clotera yang ditularkan melalui
makan atau air yang terkontaminasi oleh fese. Vibrio cholera
berkembang biak didalam usus dan menyekresikan enterotoksin yang
menyebabkan diare. Pengobatan dengan doksisiklin akan menurunkan
jumlah vibrio dalam saluran cerna.
5. Infeksi Spirocheta yang disebabkan oleh Borrelia burgdorferi. Penyakit
ditularkan oleh gigitaan kutu. Infeksi menyebabkan lesi kuli, sakit
kepala, dan demam yang diikuti oleh meningoensefalitis yang pada
akhirnya arthritis.

D. EFEK SAMPING OBAT


Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif
serta reaksi yang timbul akibat perubahan biologik.

1. Reaksi Kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
ialah erupsi mobiliformis, urtikaria dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang
lebih hebat ialah edema angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan
eosinofilia dapat pula terjadi pada waktu terapi berlangsung. Sensitisasi silang
antara berbagai derivat tetrasiklin sering terjadi.

2. Reaksi toksik dan iritatif


Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin per oral,
terutama dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang
diberikan, makin sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mengurangi dosis untuk sementara waktu atau memberikan golongan
tetrasiklin bersama dengan makanan, tetapi jangan dengan susu atau antasid
yang mengandung alumunium, magnesium atau kalsium. Diare seringkali
timbul akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare akibat superinfeksi
stafilokokus atau Clostridium difficile yang sangat berbahaya.

Manifestasi reaksi iritatif yang lain ialah terjadinya tromboflebitis pada


pemberian IV dan rasa nyeri setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan IM
tanpa anestetik lokal.

Terapi dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti
leukositosis, limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit dan
trombositopenia.

Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan tetrasiklin, tetapi paling


sering timbul pada pemberian dimetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa
fotosensitivitas, kadang-kadang disertai demam dan eosinofilia. Pigmentasi
kuku dan onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
3. Efek samping akibat perubahan biologik
Seperti antibiotik lain yang berspektrum luas, pemberian golongan
tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman resisten
dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi dalam rongga mulut, faring,
bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Faktor predisposisi yang
memudahkan terjadinya superinfeksi ini ialah diabetes melitus, leukimia, lupus
eritematosus diseminata, daya tahan tubuh yang lemah dan pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid dalam waktu lama.

E. CONTOH OBAT
Contoh sediaan obat yang mengandung tetrasiklin dipasaran antara lain:

1. Conmycin
Dosis : 1 kaps 4 x/ hr. Brucellosis 500 mg 4 x/hr selama 3 minggu. Sifilis
30-40 g dalam dosis terbagi selama 15 hr.

2. Corsamycin
Dosis :Dewasa 250-500mg tiap 6 jam selama 5-10 hari (untuk kebanyakan
infeksi). Infeksi nafas seperti eksaserbasi akut bronkitis dan
pneumonia karena mikoplasma 500 mg 4 x/hr. Profilaksis infeksi
saluran respiratorius 250 mg 2-3 x/hr. GO dan sifilis, bruselosis total
dosis 2-3 g/hr.

3. Corsatet
Dosis : Dewasa 250 mg 4 x/hr. Infeksi berat 1500-2000 mg/hr. Anak 20-
40 mg/kg/BB/hr, dosis terbagi. Sifilis dosis total 30-40 g dalam dosis
terbagi rata selam 10-15 hari. Bruselosis kombinasi dengan
streptomisin.
ANTIBIOTIKA GOLONGAN RIFAMPICIN

Antibiotik Golongan Rifampicin


1. Struktur kimia

2. Efek terapi
Rifampicin adalah antibiotik spektrum luas untuk mengobati
berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini sering
diandalkan sebagai salah satu komponen dari obat TBC (Tuberkulosis)
kombinasi karena efektifitasnya dalam membunuh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
3. Sediaan yang ada di pasaran
Merimac, Rafamtibi, RIF 300/450/600, TB RIF, Rifampin,
Corifam, Kalrifam,Rifampicine,Rimactane,Rifampicin Indo Farma

KOMPOSISI
Rifampicin 300 mg : Setiap tablet mengandung Rifampicin 300 mg.
Rifampicin 450 mg : Setiap tablet mengandung Rifampicin 450 mg.
Rifampicin 600 mg : Setiap tablet mengandung Rifampicin 600 mg.

FARMAKOLOGI
Rifampicin (rifampisin) merupakan antibiotik semisintetik yang
mempunyai efek bakterisid terhadap mikobakteri dan organisme
gram positif. Pada dosis tinggi, rifampisin juga efektif terhadap
organisme gram negatif. Mekanisme kerja Rifampisin dengan
menghambat sintesa RNA dari mikobakterium.

INDIKASI
Untuk pengobatan tuberkulosis atau TBC dalam kombinasi obat
tuberkulosis lainnya.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengan
senyawa leprotik lain.

KONTRAINDIKASI
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini,Penderita
jaundice,Penderita porfiria.

DOSIS DAN ATURAN PAKAI


Dewasa : 10-12 mg/kg berat badan/hari.
Anak-anak : maksimal 600 mg/hari.

Tuberkulosa :
dewasa : dosis tunggal sebesar 600 mg/hari.
anak-anak : 10-20 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis
tunggal.
Tidak boleh melebihi 600 mg/hari jika dikombinasikan dengan
antituberkulosa lainnya.
Lepra :
dewasa : dosis tunggal sebesar 450-600 mg/hari.
anak-anak : 10-15 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal.
Tidak boleh melebihi 600 mg/hari jika dikombinasikan dengan
antilepra lainnya.
Sebaiknya obat Rifampisin diminum 30 menit – 1 jam sebelum
makan atau 2 jam sesudah makan.

EFEK SAMPING
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual dan muntah.
2. Gangguan fungsi hati.
3. Pernah dilaporkan timbulnya ikterus, purpura, reaksi
hipersensitivitas atau alergi.
4. Trombositopenia, leukopenia.
5. Dapat terjadi abdominal distress (ketidaknyamanan pada perut)
dan pernah dilaporkan terjadinya kolitis pseudo membran. Juga
pernah dijumpai keluhan-keluhan seperti influenza (flu
syndrome), demam, nyeri otot dan sendi.
ANTIBIOTIKA GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA

Struktur kimia

golongan aminoglikosida

a. Gentamisin

b. Kanamisin

c. Neomisin
d. streptomisin

Commented [L1]:
Commented [L2R1]:
Efek terapi

Aminoglikosida efektif untuk penanganan empiris infeksi bakteri


gram negative aerob, termasuk P. aeruginosa. Untuk mendapatkan efek
sinergis, aminoglikosida sering dikombinasikan dengan antibiotic β-laktam
atau vankomisin, atau obat yang dapat melawan bakteri anaerob.
Aminoglikosida bersifat bakterisidal. Mekanisme aksi aminoglikosida
dalam membunuh bakteri belum diketahui dengan pasti karena umumnya
antibiotic yang memengaruhi sintesis protein bersifat bakteriostatik.

Beberapa antibiotic golongan aminoglikosida (amikasin,


gentamisin, tobramisin, dan streptomisin) Antara lain digunakan untuk
mengatasi infeksi sebagai berikut :
1. Infeksi yang disebabkan oleh Enterococcus gram positif. Enterococcus
pada dasarnya resisten terhadap beberapa jenis antibiotic dan dibutuhkan
terapi kombinasi dua antibiotic yang sinergis untuk meningkatkan efek
terapi. Terapi yang direkomendasikan adalah gentamisin atau streptomisin
yang dikombinasi dengan vankomisin atau golongan β-laktam.
2. Infeksi yang dsebabkan oleh bakteri gram negative, seperti Pseudomonas
aeruginosa, Francisella tularensis, Brucella sp., dan klebsiella sp.
Gentamisin efektif untuk pengobatan penykit pneumonia tularemia,
sedangkan untuk infeksi yang disebabkan oleh Brucella biasanya
digunakan gentamisin yang dikombinasi dengan doksisiklin Pseudomonas
aeruginosa jarang menyebabkan infeks , kecuali dalam keadaan khusus ,
seperti pada pasien dengan gangguan imun dan pada penderita luka bakar.
Pengobatan yang dianjurkan adalah dengan tobramisin atau dengan
kombinasi antipseudomonas, seperti piperasillin atau tikarsillin.

Efek samping

Pemantauan kadar gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin dalam


plasma perlu dilakukan untuk mencegah efek toksik. Faktor pasien, seperti
umur, jenis kelamin, dan penyakit hati, cenderung menimbulkan efek
samping obat, seperti nefrotoksik dan ototoksik, terutama pada pasien usia
lanjut. Beberapa efek samping aminoglikosida Antara lain :

1. Ototoksisitas
Ototoksisitas berhubungan langsung dengan kadar puncak yang tinggi
dalam plasma dan durasi pengobatan. Akumulasi antibiotic di dalam
endolimfa dan perilimfa telinga bagian dalam mengganggu fungsi organ
korti pada telinga yang memengaruhi indra pendengaran. Ototoksitas bisa
bersifat irreversibel dan telah diketahui dapat memengaruhi janin dalam
kandungan. Pasien yang secara bersamaan menerima obat lain, seperti
sisplatin, furosemid, bumentanid, atau asam etakrinat, dapat meningkatkan
efek toksiknya. Vertigo dan kehilangan keseimbangan (terutama pada
pasien yang menerima streptomisin) dapat terjadi karena obat ini
memengaruhi system vestibular.
2. Nefrotoksisitas
Retensi aminoglikosida oleh sel tubulus proksimal mengganggu proses
transport yang dimediasi kalsium yang dapat mengakibatkan kerusakan
ginjal ringan hingga berat.
3. Paralisis neuromoskular
Efek samping ini paling sering terjadi setelah pemberian aminoglikosida
dalam dosis tinggi secara intraperitoneal atau intrapleural langsung. Hal ini
disebakan oleh penurunan pelepasan asetilkolin pada ujung saraf dan
penurunan sensitivitas pascasinapsis. Pemberian aminoglikosida pada
pasien dengan miestenia gravis sebaiknya dihindari.
4. Reaksi alergi
Dermatitis merupakan reaksi umum terhadap neomisin yang digunakan
secara topical.

CONTOH OBAT YANG DIPASARAN


1. Streptomisin
Dosis : tbc, i.m. tergantung dari usia 1 dd 0,5-1 g selama maksimal 2
bulan, selalu dikombinasi dengan obat-obat lain. Pada sampar
(pest/plague, disebabkan oleh Yersinia pestis); I.m 1 dd 1-2 g

ANTIBIOTIKA GOLONGAN MAKROLIDA

1. ERITROMISIN
 Struktur Eritromisin

 Sejarah Antibiotik Eritromisin


Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini
berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin
larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam
suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah.
Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin
yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari,
tetapi bila disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu.

 Efek Terapi
Mampu membunuh bakteri gram positif maupun negatif. Mekanisme kerja
Erythromycin dalam mengobati penyakit infeksi yaitu dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Antibiotik ini akan mengikat sub unit 50s dan
70s dari ribosom bakteri sehingga terjadi penghambatan translasi mRNA. Ketika
hal ini berhasil dilakukan, maka bakteri tidak mensistesis protein sehingga
pertumbuhannya akan terhambat bahkan mati.

 Efek Samping
Ruam Gatal Pusing Efek Samping Eritromisin yang serius (lebih jarang):
Radang usus besar yang parah akibat penggunaan antibiotik (kolitis
pseudomembran) Peradangan hati Kebingungan atau halusinasi Peradangan ginjal
atau infeksi Sakit perut Biduran

 Sediaan Di Pasaran dan Dosis


- Erysanbe ( Dosis 500 mg )
- Erysanbe ( Dois 250 mg )

2. AZITHROMISIN

 Struktur Azithromisin

 Sejarah Antibiotik Azithromisin


Mampu membunuh bakteri gram positif maupun negatif. Mekanisme kerja
Erythromycin dalam mengobati penyakit infeksi yaitu dengan cara
menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).

 Efek Terapi

Mengobati infeksi bakteri pada beberapa bagian tubuh, seperti saluran


pernapasan, mata, kulit, dan alat kelamin (misalnya klamidia, gonore, atau
granuloma inguinale).

 Efek Samping
 Nafsu makan berkurang
 Sakit kepala.
 Mual
 Sakit perut
 Diare

 Sediaan Di Pasaran dan Dosis


- Zithrax ( dosis 500 mg )
- Zibramax ( dosis 500 mg )
3. SPIRAMISIN
 Struktur Spiramisin

 Sejarah Antibiotik Spiramisin

Asalnya merupakan campuran dari zat spiramisin I, II dan III yang


dibentuk oleh Streptomyces ambofaciens

 Efek Terapi
Untuk pengobatan infeksi di tempat-tempat tersebut yang sering kali
sukar dicapai oleh antibiotika lain. Begitu pula terhadap toksoplasmosis
pada wanita hamil dan bayi sebagai alternatif bagi sulfadiazin dan
primetamin.

 Efek Samping
Efek sampingnya ringan

 Sediaan Di Pasaran dan Dosis


- Spiradan ( dosis 500 mg )
- Rovadin ( dosis 500 mg )

GOLONGAN LINKOSAMID

A. Struktur Kimia Antibiotik, Efek Terapi dan Efek Samping


 Klindamisin

 Efek Terapi
Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun
bakterisida tergantung konsentrasi obat pada tempat infeksi dan
organisme penyebab infeksi. Klindamisin menghambat sintesa
protein organisme dengan mengikat subunit riboso, 50 s yang
mengakibatkan terhambatnya pembentuka ikatan peptida.
Klindamisin diabsorbsi dengan cepat oleh saluran pencernaan.
Klindamisin efektif untuk pengobatan infeksi serius yang di
sebabkan oleh bakteri anaerob, streptokokus, pnemokokus dan
stafilokokus, seperti:
1. Infeksi saluran nafas yang serius.
2. Infeksi tulang dan jaringan lunak yang serius.
3. Septikemia.
4. Abses intra abdominal.
5. Infeksi pada panggul wanita dan saluran kemih.
 Efek Samping
Saluran pencernaan, seperti mual, muntah, dan diare. Reaksi
hipersensitif, seperti rash dan urtikaria.
Hati : Penyakit kuning, abnormalitas pemeriksaan fungsi hati.
Ginjal : Neutropenia (leukopenia dan eosinofilia sementara).
Muskuloskeletal : Poliartritis.

 Linkomisin
 Efek Terapi
Linkomisin diindikasikan untuk pegobatan infeksi serius yang
disebabkan oleh stafilokokus, streptokokus, pneumokokus.
 Efek Samping
a. Saluran pencernaan, seperti mual, muntah, dan diare.
b. Reaksi hipersensitif, seperti rash dan urtikaria.
c. Rasa yang tidak umum seperti haus, letih dan kehilangan
bobot tubuh (psedomembranous colitis). Hematopoietik:
neutropenia, leukopenia, agranulositosis.

B. Sediaan yang Ada di Pasaran dengan Dosisnya


 Klindamisin
Dewasa : Infeksi serius 150 mg – 300 mg tiap 6 jam.
Infeksi yang lebih berat 300 – 450 mg tiap 6 jam.
Anak-anak : Infeksi serius 8-16 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4.
Infeksi yang lebih berat 16 – 20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3 –
4.
Untuk menghindari kemungkinan timbulnya iritasi esofageal, maka
obat harus ditelan dengan segelas air penuh. Pada infeksi
streptokokus beta hemolitik, pengobatan harus dilanjutkan paling
sedikit 10 hari.

 Linkomisin
Dewasa : 500 mg setiap 6 – 8 jam.
Anak-anak berumur lebih dari 1 bulan : 30 – 60 mg/kg BB sehari
dalam dosis terbagi 3-4
Untuk infeksi yang disebabkan oleh kuman streptokokus betha-
haemolitikus, pengobatan paling sedikit 10 hari. Pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, dosis 25-30% dari dosis penderita dengan
penderita ginjal normal.

C. Sejarah Singkat Antibiotika


Clindamycin merupakan antibiotik yang termasuk dalam salah satu
obat essensial paa daftar obat WHO. Telah digunakan sejak tahun 1967.
Clindamycin merupakan sebuah antibiotik yang telah digunakan seluruh
dunia lebih dari 3 dekade,yang secara konsisten efektif dalam pengobatan
infeksi spektrum luas bakteri termasuk juga bakteri anaerob. Pada dekade
yang lalu di negara-negara tertentu clindamycin dijadikan obat profilaksis
(pencegahan) terjadinya endokarditis pada tindakan medis di kedokteran
gigi. Sedangkan di negara yang lainnya juga digunakan untuk pengobatan
infeksi akut di mulut dan gigi.
ANTIBIOTIKA GOLONGAN STREPTOGRAMIN
a. Sejarah singkat antibiotik
Quinupristin dan dalfopristin merupakan antibiotik golongan
streptogramin yang biasanya digunakan dalam kombinasi. Antibiotik ini
merupakan derivat senyawa alami yang diisolasi dari Streptomyces dan
kemudian dimodifikasi secara kimia. Obat ini digunakan untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Enterococcus yang
resisten terhadap vankomisin (VRE).

b. Efek terapi dan efek samping


Efek terapi :
Quinupristin dan dalfopristin aktif terutama terhadap bakteri gram positif,
termasuk yang resisten terhadap antibiotik lain (misalnya staphylococcus
resisten-metisilin). Kedua obat tersebut utamanya digunakan dalam
pengobatan infeksi E. faecium, temasuk galur Vancomycin-resistant
Enterococcus (VRE). Namun obat ini tidak efektif terhadap Enterococcus
faecalis.
Efek samping :
Penggunaan quinupristin dan dalfopristin dapat menyebabkan iritasi pada
vena yang biasanya terjadi pada pemberian secara intravena pada vena
perifer. Mialgia dan artralgia telah dilaporkan ketika obat diberikan pada
kadar yang tinggi. Kedua obat tersebut juga dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia dengan peningkatan total bilirubin sekitar 25%. Karena
quinupristin dan dalfopristin dapat menghambat sitokrom P450 (CYP3A4)
isozim, pemberian secara bersamaan dengan obat-obatan yang
dimetabolisme oleh sitokrom P450 dapat meningkatkan toksisitas obat-
obatan tersebut .

c. Sediaan dengan dosis yang ada dipasaran


intravena vs oral
Vankomisin harus diberikan secara intravena (IV) untuk terapi sistemik,
karena tidak diserap dari usus. Ini adalah molekul hidrofilik besar yang
partisi buruk di seluruh pencernaan mukosa. Satu-satunya indikasi untuk
terapi vankomisin oral dalam pengobatan kolitis pseudomembranosa,
dimana ia harus diberikan secara oral untuk mencapai tempat infeksi di usus
besar. Setelah pemberian oral, konsentrasi kotoran dari vankomisin adalah
sekitar 500 mg / mL [23] (strain sensitif C. difficile memiliki konsentrasi
hambat rata-rata ≤ 2 mg / mL [24]).
Vankomisin dihirup juga telah digunakan (off-label), melalui nebulizer,
untuk pengobatan berbagai infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan
bawah. Sifat kaustik vankomisin membuat terapi IV menggunakan garis
perifer risiko untuk thrombophlebitis. Idealnya, garis tengah, PICCs, atau
port infus harus digunakan. Vankomisin harus diberikan dalam larutan
encer perlahan, selama setidaknya 60 menit (kecepatan maksimum 10 mg /
menit untuk dosis> 500 mg). Hal ini disebabkan tingginya insiden rasa sakit
dan thrombophlebitis dan untuk menghindari reaksi infus dikenal sebagai
sindrom manusia merah atau sindrom leher merah. Sindrom ini, biasanya
muncul dalam waktu 4-10 menit setelah dimulainya atau segera setelah
selesainya infus, ditandai dengan menyiram dan / atau eritematosa ruam
yang mempengaruhi wajah, leher, dan tubuh bagian atas. Temuan ini adalah
karena non-spesifik sel mast degranulasi dan bukan IgE -reaksi alergi
dimediasi. Kurang sering, hipotensi dan angioedema juga dapat terjadi.
Gejala dapat diobati atau dicegah dengan antihistamin, termasuk
diphenhydramine, dan kecil kemungkinannya untuk terjadi dengan infus
lambat.

ANTIBIOTIKA GOLONGAN POLIPEPTIDA


1. POLIMIKSIN-B

 Struktur Polimiksin - B

 Sejarah Antibiotik Polimiksin – B

Diperoleh dari Bacillus polymixa dan seringkali dikombinasi dengan tetrasiklin ,


neomisin .

 Efek Terapi

Obat ini jarang digunakan per oral pada infeksi usus dengan kuman gram
negatif untuk terapi setempat.

 Efek Samping

Parestesia perioral dan periferal, vertigo, kelemahan otot, apne,


nefrotoksisitas. Kadang-kadang gangguan vasomotor, gangguan bicara dan
penglihatan, bingung dan psikosis. Neurotoksisitas terjadi pada dosis berlebihan;
bronkospasme pada pemberian secara inhalasi.

 Sediaan Di Pasaran dan Dosis


- Polimixin – B Injeksi ( dosis 500,000 units )

2. BASITRASIN
 Struktur Basitrasin

 Sejarah Antibiotik Basitrasin

Dihasilkan oleh Bacillus subtillis ( Inggris , 1945 )

 EfekTerapi

Diigunakan sebagai salep dan tetes mata biasanya bersamaan dengan neomisin dan
atau polimiksin untuk memperluas spektrum kerjanya , juga bersama hidrokortison.

 Efek Samping

Bacitracin topikal biasanya jarang menyebabkan efek samping, namun pada


kasus yang sangat jarang terjadi, pengguna obat ini bisa saja mengalami gejala
alergi pada kulit, seperti ruam, bintik-bintik, dan gatal. Segera temui dokter apabila
mengalami efek samping berupa sesak napas dan kesulitan menelan untuk
mendapatkan penanganan medis secepatnya.

Sedangkan efek samping yang bisa saja terjadi setelah diberikan bacitracin suntik
adalah rasa sakit di area yang disuntik, ruam (reaksi hipersensitivitas), mual, dan
muntah.

 Sediaan Di Pasaran dan Dosis


- Nebacetin Powder ( dosis 5 gram )

ANTIBIOTIKA GOLONGAN GLIKOPEPTIDA


Antinbiotik Golongan Glikopeptida
Vankomisin dan teikoplanin merupakan contoh dari glikopeptida
1. Struktur kimia vankomisin

Bentuk Sediaan Vancomycin


Kapsul; Larutan Injeksi; Serbuk Injeksi

Kekuatan Sediaan Vancomycin


 Kapsul: 125 mg; 250 mg
 Larutan injeksi: 5 mg/mL
 Serbuk untuk injeksi: 500 mg; 750 mg; 1 gram; 5 gram; 10 gram

Nama Dagang Vancomycin


Klosvan; Ladervan; Vancolon; Vancep; Vancodex; Vantocil; VCM

Dosis dan Cara Pemakaian:

Dosis lazim: Bayi > 1 bulan dan anak-anak: 10-15 mg/kg setiap 6 jam.

Dewasa: IV: 2-3 g/hari (20-45 mg/kg/hari) dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam,
maksimum 3 g/hari.

Efek Samping Vancomycin


Mulut pahit, mual, muntah, stomatitis, eosinopilia, nefritis interstisial, ototoksisitas,
gagal ginjal, ruam kulit, trombositopenia, vaskulitis, hipotensi eritematus pada
wajah dan bagian tubuh atas.

Efek terapeutik
Resistensi dapatan jarang terjadi pada vankomisin tetapi beberapa laporan
menunjukan bahwa hal ini sudah mulai sering terjadi.

2. Struktur kimia teikoplanin

Sediaan dipasaran
Targocid
Efek samping
Eritema, nyeri lokal, abses pada tempat injeksi, tromboflebitis, ruam kulit,
pruritus, demam, rigor (kekakuan sendi), bronkospasme, reaksi/syok anafilaksis,
urtikaria,a ngioedema, mual, muntah, diare, peningkatan kadar transaminase serum
&ampul;/atau fosfatase aklain serum, peningkatan sementara kadar kreatinin
serum, pusing, sakit kepala, hilangnya daya pendengaran, tinitus, gangguan
vestibuler, superinfeksi.

Dosis pemakaian
Dws Infeksi sedang: 400 mg IV untuk dosis awal. Pemeliharaan: 200 mg/hari
IV/IM. Infeksi berat: 400 mg IV dalam 12 jam terbagi dalam 3 dosis diikuti dengan
400 mg/hari IV/IM. Anak 10 mg/kgBB/12 jam terbagi dalam 3 dosis.
Pemeliharaan: 6 mg/kgBB tiap 12 jam untuk 3 dosis. Neonatus 16 mg/kgBB dosis
tunggal. Pemeliharaan: 8 mg/kgBB 1 x/hari.
VANKOMISIN

A. Sejarah antibiotik
Vankomisin pertama kali diisolasi pada tahun 1953 oleh Edmund Kornfeld
(bekerja di Eli Lilly) dari sampel tanah yang diambil dari hutan pedalaman
Kalimantan oleh seorang misionaris. Organisme yang menghasilkan itu
akhirnya dinamakan orientalis Amycolatopsis. Indikasi original untuk
vankomisin adalah untuk pengobatan penisilin tahan Staphylococcus
aureus.
Senyawa awalnya bukan vankomisin, namun akhirnya diberi vankomisin
nama generik, berasal dari "menaklukkan" panjang. Salah satu keuntungan
yang cepat terlihat adalah bahwa staphylococci tidak mengembangkan
resistensi yang signifikan meskipun bagian serial dalam media kultur yang
mengandung vankomisin. Pesatnya perkembangan penisilin resistensi oleh
stafilokokus menyebabkan senyawa yang cepat dilacak untuk disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1958. Eli Lilly pertama
kali dipasarkan hidroklorida vankomisin dengan nama dagang Vancocin
dan sebagai COVANC dari Nucleus, India.
Vankomisin pernah menjadi pengobatan lini pertama untuk Staphylococcus
aureus karena beberapa alasan:
Ia memiliki bioavailabilitas mulut yang buruk, melainkan harus diberikan
intravena untuk sebagian besar infeksi.
β-laktamase-tahan semi-sintetik penisilin seperti methicillin (dan
penerusnya, nafcillin dan kloksasilin ) yang kemudian dikembangkan, yang
memiliki kegiatan yang lebih baik terhadap non-MRSA staphylococci.
Uji coba awal menggunakan bentuk murni awal vankomisin ("Mississippi
lumpur"), yang ditemukan menjadi racun bagi telinga dan ke ginjal. Temuan
menyebabkan ini vankomisin diturunkan ke posisi obat of last resort.
Pada tahun 2004, Eli Lilly lisensi Vancocin ke ViroPharma di AS, Flynn
Pharma di Inggris, dan Aspen Pharmacare di Australia. The paten berakhir
pada awal tahun 1980, FDA berwenang penjualan versi generik beberapa di
Amerika Serikat, termasuk dari produsen Bioniche Pharma, Baxter
Healthcare , Sandoz , Kemajuan Akorn dan Hospira.
Sebuah bentuk lisan dari vankomisin awalnya disetujui oleh FDA pada
tahun 1986 untuk pengobatan Clostridium difficile diinduksi kolitis
pseudomembranosa. Hal ini tidak secara lisan diserap ke dalam darah dan
tetap dalam saluran pencernaan untuk memberantas C. difficle. Produk ini
untuk saat dipasarkan oleh ViroPharma di Amerika Serikat.

B. Efek terapi dan efek samping


a. Efek terapi
Indikasi utama vankomisin adalah septisemia dan endokarditis yang
disebabkan oleh S. Aureus, Streptococcus, dan Enterococcus pada pasien
yang alergi atau resisten terhadap penisilin dan sefalosporin. Vankomisin
efektif melawan bakteri gram positif. Telah dibuktikan bahwa vankomisin
sangat efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh MRSA dan
metisilin resisten Staphyloccus epidermis (MRSE), serta terhadap infeksi
Enterococcus. Pembatasan peningkatan resistensi bakteri (seperti
Enterococcus faecium dan Enterococcus faecalis) terhadap vankomisin
sangat penting dan dapat dilakukan dengan membatasi penggunakan
vankomisin hanya untuk terapi infeksi yang serius yang disebabkan oleh
bakteri yang resisten terhadap β-laktam.
b. Efek samping
Pemakaian vankomisin secara luas tidak dianjurkan karena bersifat
nefrotoksik, ototoksik, dan menyebabkan flebitis dan demam. Selain itu,
vankomisin juga memiliki efek samping berupa gangguan darah seperti
netropenia, kadang-kadang agranulositosis dan trombositopenia, mual,
menggigil, eosinofilia, dan ruam. Pemberian infus cepat dapat
menyebabkan hipotensi, nafas meninggi, sesak napas, reaksi anafilaksis,
tromboflebitis, urtikaria, pruritus, kemerahan pada tubuh bagian
atas(red man syndrome) karena pelepasan histamin, dan nyeri atau kram
otot punggung dan dada. Pemberian yang terlalu sering dapat
menyebabkan kemerahan pada kulit dan syok karena pelepasan
histamin. Penurunan dosis harus dilakukan pada pasien dengan
kerusakan fungsi ginjal.

C. Sediaan yang ada dipasaran dengan dosisnya


Vantocil
Dosis :
Dewasa : Dosis lazim : 2 gram IV/hari dalam dosis terbagi (500 mg
tiap 5 jam atau 1 gram tiap 12 jam).
Anak : 40 mg /kg BB/hari dalam dosis terbagi
Bayi dan neonatus: awal 15 mg/kg BB, lalu 10 mg/kg BB tiap 12 jam(untuk
bayi dalam minggu-minggu pertama) dan tiap 8 jam (untuk bayi usia hingga 1
bulan). Semua dosis diberikan dalam waktu 60 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Mandell GL, Bannett JE, Dollin R. Mandell, Douglas, and Bennett’s. 2010.
Principle and Practice of Infectious Diseases, 7th ed. Philadelphia: Elsevier
Churchil Livingstone.
Cohen J, Powderly WG, Opal SM. 2010. Infectious Disease 3rd ed. Elsevier
Mosby.
Bannet PM, Brown MJ. 2003. Clinical Pharmacology 9th ed. Churchil Livingstone.
Guilfoile Patrick. 2007. Antibiotik-Resistant Bacteria. Infobase Publishing.
Bauman RW. 2012. Microbiology: with diseases by Body System 3rd ed. Pearson.
Anonim. 2008. Customer Education: Antibitics Classification and Modes of Action.
Biomerieux.
Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ. 2009. Basic and Clinical Pharmacology, 11th
ed. Lange.
Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Jakarta : Universitas Indonesia
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi 3, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi 4, Jakarta : Depkes RI
Anonim, 2007, Obat-Obat Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian, Edisi Revisi,
Yogyakarta: UGM-Press.
Istriyati , Bejo Basuki, 2006, Pengaruh Pemberian Tetrasiklin Pada Induk Mencit
(Mus musculus L.) Terhadap Struktur Skeleton Fetus, Berkala Ilmiah Biologi,
Volume 5, Nomor 1, Juni 2006, halaman 45-50

También podría gustarte