Está en la página 1de 30

PRESENTASI KASUS

TB PARU KASUS BARU

Disusun Oleh:

Harumi Kusuma 1710221053

Pembimbing :
dr. Indah Rachmawati, Sp. P

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
TB PARU KASUS BARU

Disusun oleh :
Harumi Kusuma 1710221053

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: Mei 2018

Purwokerto, Mei 2018


Pembimbing,

dr. Indah Rachmawati, Sp.P


BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak


menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis kompleks.
Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya melalaui
saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB
paru (Mario dan Richard, 2005). Menurut WHO, 2016, TB masuk kedalam sepuluh
penyebab kematian terbanyak di dunia. Pada tahun 2015 diperkirakan ada sekitar
10.4 juta kasus baru TB di dunia, dengan 5.9 juta diantaranya mengenai pria, 3.5
juta wanita, dan sekitar 1 juta mengenai anak-anak.

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam Global


Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita
TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Peringkat ini turun
dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB
terbanyak setelah India dan China (Astuti, 2014). Angka notifikasi kesakitan pada
tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per 100.000 penduduk (Kemenkes,
2016).
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS
Nama : Ny. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 49 tahun
Alamat : Darmakradenan RT 06/04
No. CM : 02048527
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Ruang Rawat : Cendana Perempuan, Isolasi
Tanggal Masuk RS : Kamis, 3 Mei 2018
Tanggal Periksa : Selasa, 8 mei 2018

II.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Sesak napas

Keluhan Tambahan:

Mual, muntah, nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli RSMS tanggal 2 Mei 2018 dengan keluhan sesak
napas dan sulit BAK sejak 1 minggu lalu. Keluhan dirasa semakin memberat setiap
harinya. Sesak tidak berkurang saat duduk maupun tidur. Diperberat saat pasien
sehabis aktivitas, diperinan saat pasien istirahat. Sesak napas tidak disertai bunyi
ngik-ngik. Pasien juga mengeluh batuk berdahak warna putih. Dahak sulit
dikeluarkan. Pasien mengatakan batuk yang terus menerus ini sangat menganggu
tidur pasien. Batuk agak berkurang jika pasien duduk dan minum air hangat. Setiap
batuk pasien merasakan sesak napas. Pasien tidak bisa BAK tanpa terpasang urine
kateter. Mual dirasakan hampir setiap saat, pasien tidak bisa makan, sehabis makan
pasien muntah. Berat badan pasien cenderung menurun semenjak sakit.

Pasien dalam pengobatab OAT bulan ke 2A. Pasien terdiagnosis TB


berdasarkan klinis, hasil sputum BTA 3x dan rontgen thorax. Awalnya pasien
mengeluh batuk, sesak napas, sering demam selama 1 bulan, badan terasa nyeri dan
lemas, suka berkeringat di malam hari, dan berat badan turun dari 45 kg menjadi 40
kg. Setelah didiagnosis TB dan diberi terapi OAT, pasien mengatakan keluhan tidak
banyak berubah.

Riwayat Penyakit Dahulu:

a. Penyakit dengan keluhan sama: disangkal


b. Darah tinggi: (+)
c. Kencing manis: (+)
d. Asma: disangkal
e. Alergi obat: disangkal
f. Alergi makanan: disangkal
g. Penyakit kuning: disangkal
h. Penyakit jantung: disangkal
i. Penyakit ginjal: disangkal
j. Riwayat transfusi darah: disangkal
k. Riwayat operasi: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

a. Penyakit dengan keluhan sama: disangkal


b. Darah tinggi: (+) ayah dan ibu pasien
c. Kencing manis: disangkal
d. Asma: disangkal
e. Alergi obat: disangkal
f. Alergi makanan: disangkal
g. Penyakit kuning: disangkal
h. Penyakit jantung: disangkal
i. Penyakit ginjal: disangkal
Riwayat Sosial dan Exposure:
a. Community
Pasien menikah dan tinggal bersama 5 anggota keluarganya. Hubungan
antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat dan baik. Suami pasien
adalah seorang perokok berat 1-2 bungkus sehari.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah dengan 5 orang anggota keluarganya yang
lain. Rumah terdiri dari 3 kamar dan masing-masing dihuni oleh 1-2 orang
dan disertai dengan 1 kamar mandi. Kamar mandi dan jamban di dalam
rumah. Atapnya memakai genteng dan lantai terbuat dari keramik. Ruangan
rumah cukup terang walaupun lampu tidak dinyalakan serta matahari cukup
masuk ke dalam rumah serta ventilasi cukup.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
d. Personal habit
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, dan jarang olahraga.
e. Drugs and Diet
Pasien sedang dalam terapi OAT bulan ke2. Menu makan pasien terdiri dari
nasi dan sayur-mayur, terkadang lauk-pauk. Pasien makan sehari 2 kali.
f. Biaya pengobatan
Sumber pembiayaan kesehatan pasien pada saat ini menggunakan jaminan
kesehatan.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Kurus, tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi dan tekanan cukup
Laju pernafasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36.6 oC
Airway : clear (+)

Status Gizi
BB : 38 kg
TB : 145 cm
BMI : 17.3 (underweight)

STATUS GENERALIS
Kepala : mesosefal, distribusi rambut merata, venektasi temporal (-)
Leher : tidak terdapat pembesaran KGB
Mata : edema palpebrae (-/-),konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-), deformitas (-/-)

STATUS LOKALIS
Paru
Inspeksi : Hemithorax dextra = sinistra, ketertinggalan gerak (-/-), retraksi
intercostae (-/-), jejas (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus apex dextra = sinistra
Vocal fremitus basal dextra = sinistra
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas : SIC II LPSD
Kiri atas : SIC II LPSS
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC V, 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, Murmur (-), Gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), defans muscular (-),
pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
Ekstremitas
Atas : Edem (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
Bawah : Edem (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 03/05/18
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 9.9 g/dL (L) 11.7 – 15.5 gr/dl
Leukosit 5420 U/L 3600 –11000/µL
Hematokrit 29 % (L) 35 - 47%
Eritrosit 3.5 x10ˆ6/Ul 3.8 – 5.2 juta/µL
Trombosit 244000 /uL 150.000 -440.000/µL
MCV 82.4 80 – 100 fL
MCH 28.0 26 – 34 pg
MCHC 34.0 32 – 36 %
Hitung Jenis
Basofil 0,2 % 0–1%
Eosinofil 3.5 % 2–4%
Batang 0.6 % (L) 3–5%
Segmen 61.4 % 50 – 70 %
Limfosit 29.3 % 25 – 40 %
Monosit 5.0 % 2 -8 %
Kimia Klinik
Total protein 5.92 g/dL (L) 6,40 – 8,20 g/dl
Albumin 2.42 g/dL (L) 3,40 – 5,00 g/dL
Globulin 3.50 g/dL (H) 2,70 – 3,20 g/dL
SGOT 19 U/L 15 – 37 U/L
SGPT 21 U/L 14 – 59 U/L
Ureum 23.9 mg/dL 14,98 – 38,52 mg/dL
Kreatinin 1.40 mg/dL (H) 0,55 – 1,02 mg/dL
GDS 246 mg/dL (H) <= 200 mg/dL
Natrium 134 mmol/L 134 – 146 mmol/L
Kalium 3.9 mmol/L 3,4 – 4,5 mmol/L
Klorida 98 mmol/L 96 – 108 mmol/L
HBSAG Non reaktif Non reaktif
HBA1C 10.4 % (H) <7.0
Sputum MTB DETECTED MED
Foto Thoraks PA Tanggal /04/18

II.5 DIAGNOSIS KERJA


1. TB paru kasus baru TCM rif sensitif dalam terapi OAT kategori khusus
bulan ke 2A
2. Anemia on chronic disease
3. Dispepsia
4. ISK
5. DM tipe 2
6. Acute Kidney Injury
7. Hipoalbumin
II.6 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
 O2 3 lpm nasal kanul
 IVFD NaCl 0.9% : Aminofluid 20 tpm
 Inj Omeprazole 1amp/24 jam iv
 Inj Ondansentron 1amp/12jam iv
 Inj Streptomycin 500mg/24 jam im
 Inj furosemide 1amp/12 jam iv
 PO INH 1x300mg tab
 PO Etambutol 1x750mg tab
 Vitamin B6 1x10mg tablet
 Curcuma 3x1 tablet
 Cliad 2x1tab
 Sucralfat syr 3x1c
 Vipalbumin 3x1 caps
 Paracetamol 3x500mg tab
 Metformin 500mg 1-0-1
 Asam folat 2x1
 Glimepirid 1x1
 Drip metoklorpramid 1amp/12 jam
 Asam urso deoksilat 4 kolf 2x1
2. Non medikamentosa
 Bed rest
 Diet 1500Kkal ekstra putih telur
 Kultur Sputum
 Edukasi pasien untuk selalu menggunakan masker, tidak batuk, bersin, serta
membuang dahak sembarangan
 Edukasi mengenai higienitas dan sanitasi rumah, terutama ventilasi dan
pencahayaan ruang yang baik
 Edukasi mengenai penyebab, faktor risiko, cara penularan, pengobatan dan
efek samping obat, serta komplikasi penyakit
 Screening anggota keluarga lain untuk tindakan pencegahan dan pengobatan
dini jika tertular
 Monitoring
a) Keadaan umum dan kesadaran
b) Tanda vital
c) Evaluasi klinis
 Pasien dievaluasi setiap 2 minggu sampai akhir bulan kedua
pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan sampai bulan keenam
 Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi
 Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
d) Evaluasi bakteriologis (BTA)
 Satu minggu pada akhir bulan ke 2 pengobatan (setelah fase
intensif)
 Akhir bulan kelima pengobatan
 Pada akhir pengobatan pada bulan keenam
e) Evaluasi radiologi
 Akhir bulan kedua (akhir fase intensif)
 Pada akhir pengobatan
f) Evaluasi efek samping
 Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
 Periksa fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
 Periksa GDS, asam urat
 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran

II.7 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) (PDPI, 2006).

III.2 Epidemiologi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TB) paru dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan
terdapat 8.6 juta kasus TB di dunia pada tahun 2012, dimana 1.1 juta orang
diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. TB banyak terjadi di negara
berkembang, 75 % pasien TB di dunia terjadi di benua Afrika. Kelompok usia
pasien yang mengalami TB paling banyak adalah usia produktif (15 – 50 tahun)
(Kemenkes RI, 2014).

III.3 Klasifikasi Tuberkulosis Paru


1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) (PDPI, 2006)
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis
2. Berdasarkan tipe penderita (PDPI, 2006)
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan
negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan
terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan
dll)
2) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
2) Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi

III.4 Patogenesis dan Penularan TB


TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini termasuk kedalam kelompok Bakteri
Tahan Asam (BTA). Secara umum sifat kuman TB adalah kuman yang tahan
terhadap suhu rendah, peka terhadap panas, peka terhadap sinar matahari, peka
terhadap sinar ultraviolet, dan dapat bersifat dorman. Penularan TB dapat terjadi
melalui beberapa hal berikut (Depkes RI, 2014; PDPI, 006):
1. Dapat menular melalui percik dahak yang dikeluarkan melalui batuk atau
bersin dan terhirup.
2. Pasien dengan BTA negatif belum tentu tidak terdapat kuman didalam
dahaknya, sehingga masih dapat menularkan kuman TB.
TB terjadi dalam 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit sebagai berikut:
1. Paparan
Terdapat paparan dari pasien TB ke orang sehat.
2. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah infeksi.
Reaksi imun lokal terjadi ketika kuman masuk ke alveoli dan di tangkap oleh
makrofag. Rekasi imun umum terjadi dengan tanda tes tuberkulin positif.
Ketika pasien dengan TB dinyatakan sembuh, hal ini belum tentu semua
kuman sudah hilang. Masih terdapat kemungkinan kuman TB dorman dan
suatu saat akan aktif kembali.
3. Sakit TB
Pasien dengan faktor risiko menghirup kuman dalam jumlah yang banyak,
paparan yang lama, usia paparan, dan daya tahan tubuh yang menurun dapat
meningkatkan kejadian TB.
4. Meninggal dunia
III.5 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada Konsensus TB dari PDPI tahun 2006. Gejala klinis TB terdiri atas
gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik yang terdapat pada
pasien ini antara lain adalah batuk berdahak campur darah, sesak napas.
Gejala sistemik pada pasien ini terdiri atas demam, malasie, berat badan
berkurang dan keringat malam hari.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien TB tergantung dari organ
yang terlibat. Pada pasien dengan TB paru, temuan pemeriksaan fisik
ditentukan juga oleh luas kelainan struktur paru. Awalnya mungkin tidak
didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik, biasanya kelaian pada awal
perkembangan penyakit terdapat pada daerah lobus superior terutama daerah
apex dan segmen posterior. Pada auskultasi paru dapat ditemukan suara nafas
bronkial, amforik, suara nafas melemah, dan ronki basah. (Depkes RI, 2014;
PDPI, 2006).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologis
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai potensi penularan dan menilai keberhasilan terapi.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengumpulkan sampel uji dahak 3
kali dalam dua hari kunjugan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) (PDPI, 2006):
a) Sewaktu
Dahak yang ditampung pada saat pasien TB berkunjung ke
fasilitas kesehatan. Lalu pasien membawa dua pot dahak
kerumah.
b) Pagi
Dahak yang ditampung pada pagi hari kedua setelah kunjungan
ke fasilitas kesehatan.
c) Sewaktu
Dahak yang ditampung pada saat pasien TB menyerahkan dahak
pagi pada hari kedua kunjungan ke fasilitas kesehatan .
Pada pasien pemeriksaan dahak mikroskopis sedang dilakukan
akan tetapi belum ada hasil sampai saat ini sehingga belum bisa
menentukan status BTA pasien.
2) Pemeriksaan biakan dahak
Pemeriksaan biakan bertujuan untuk mengidentifikasi M.tb
dan menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien TB ekstra paru, TB
anak, atau pemeriksan dahak dengan hasil BTA negatif.
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasanya digunakan adalah pemeriksaan foto
thorax PA dengan atau tanpa foto lateral. Gambaran radiologi dengan
kecurigaan TB aktif adalah (PDPI, 2006):
1) Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus
superior paru dan segmen superior lobus inferior paru
2) Kavitas labih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral
Sedangkan pada TB inaktif terdapat gambaran
1) Fibrotik pada segmen apikal superior dan atau posterior lobus superior
2) Kalsifikasi atau fibrotik
3) Fibrotoraks
Pada saat melihat hasil radiologi foto thorax pasien TB penentuan luas
lesi harus dilakukan terutama pada pasien dengan BTA dahak negatif.
Penetuan lesi dapat dibagi menjadi dua yaitu
a) Lesi minimal
Lesi mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
melebihi dari volume paru yang terletak diatas chondrosternal
junction dari iga kedua depan dan processus spinosus dari
vertebrae torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 atau sela iga
2 dan tidak didapatkan kavitas.
b) Lesi luas
Luas lesi melebihi lesi minimal
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan TB
yaitu (PDPI, 2006):
1) Polymerase chain reaction (PCR)
2) Serologi
3) BACTEC
4) Cairan pleura
5) Histopatologi jaringan
6) Pemeriksaan darah
7) Uji tuberkulin

III.6 Alur diagnosis TB


Diagnosis TB paru dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
bakteriologis untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan bakteriologis yang
dianjurkan adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan, atau tes cepat.
Apabila hasil pemeriksaan bakteriologis menunjukkan hasil negatif, maka
penegakkan diagnosis TB dilakukan dengan menggunakan hasil pemeriksaan klinis
dan penunjang (minimal foto thorax), Selain itu, jika tidak terdapat fasilitas
penunjang, dapat dilakukan pemberian antibiotik spektrum luas non OAT dan non
quinolon untuk melihat respon terapi. Jika tidak terdapat perbaikan dengan tanda
klinis TB maka pasien dapat didiagnosis TB. Diagnosis TB tidak boleh hanya
mengandalkan pemeriksaan serologis saja, foto thorax saja, dan uji tuberkulin saja
(Depkes RI, 2014).
Gambar 2.1 Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pad apasien dewasa
(Depkes RI, 2014).

III.7 Pengobatan pasien Tuberkulosis


1. Prinsip pengobatan TB (Depkes RI, 2014).
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara lansgung oleh Pengawas
Menelan obat (PMO) sampai selesai pengobatan
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
2. Tahapan pengobatan TB (Depkes RI, 2014).
a. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Tahap ini bertujuan untuk menurunkan
jumlah kuman secara efektif dan meminimalisir pengaruh kuman yang
mungkin resisten. Tahap ini dilakukan sealma 2 bulan. Biasanya setelah
melewati tahap awal secara teratur daya penularan pasien TB akan
menurun setelah 2 minggu tahap awal.
b. Tahap lanjutan
Tahap ini berfungsi untuk membunuh sisa kuman yang masih ada didalam
tubuh khususnya kuman peristen agar tidak terjadi kekambuhan.
3. Obat anti tuberkulosis (OAT) (Depkes RI, 2014).

Tabel 2.1 OAT lini pertama (Depkes RI, 2014).

Tabel 2.2 Dosis OAT lini pertama (Depkes RI, 2014).


Tabel 2.3 OAT pada TB MDR (Depkes RI, 2014).

4. Panduan OAT lini pertama


a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
OAT dapat berupa kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) yang terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat. Dosis disesuaikan dengan berat badan
pasien. Selain OAT-KDT, obat dapat berupa paket kombipak yang
merupakan obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. OAT kategori 1
diberikan kepada pasien:
1) TB paru terkonfirmasi bakteriologis
2) TB paru terdiagnosis klinis
3) TB ekstra paru
Tabel 2.4 Dosis OAT-KDT kategori 1 (Depkes RI, 2014).

Tabel 2.5 Dosis Kombipak kategori 1 (Depkes RI, 2014).


b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
OAT kategori 2 diberikan kepada pasien:
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1
3) Putus berobat

Tabel 2.6 Dosis OAT-KDT kategori 2 (Depkes RI, 2014).

Tabel 2.7 Dosis Kombipak kategori 2


c. Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10 hari

5. Pemantauan kemajuan pengobatan


Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh
uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat (Depkes RI, 2014).
Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara
terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan
tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah
masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus
memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
tidak mengalami konversi) (PDPI, 2006).
Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak
selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan
dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan (Depkes RI, 2014).
a. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
1) Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis
pengobatan tahap lanjutan
2) Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada
bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
b. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori
1):
1) Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak
teratur,
2) Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah
pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji
kepekaan obat.
3) Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir
bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan
paduan OAT kategori 2):
1) Lakukan penilaian apakah pengobatan teratur atau tidak. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat
teratur.
2) Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
3) Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
4) Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT
tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang
dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT
bulan ke 5 ).
Pada bulan ke 5 atau lebih :
1) Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila
hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan
pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
2) Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR .
3) Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
4) Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT
kategori 2 dari awal.
5) Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal.
Harus diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pussat Rujukan TB
MDR. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR, berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau
kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi).
6. Penatalaksanaan efek samping OAT

Tabel 2.8 Efek samping ringan (Depkes RI, 2014).

Tabel 2.9 Efek samping berat (Depkes RI, 2014).


BAB IV
KESIMPULAN

1. Pasien kasus kali ini didiagnosis dengan TB paru kasus baru TCM rif sensitif
dalam terapi OAT kategori khusus bulan ke 2A
2. Penegakan diagnosis penyakit berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
3. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru
4. Pengobatan pada TB Paru adalah dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis
(OAT).
5. Tujuan pengobatan pada pasien TB Paru adalah untuk mengurangi gejala,
membunuh bakteri tuberkuloosis, serta mencegah penularan.
6. Pada pasien TB Paru perlu diperhatikan tentang kepatuhan berobat karena
terkait dengan kesembuhan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idris et al. 2015. Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam : Panduan
Praktik Klinis. Jakarta : PAPDI.

Astuti, W. 2014. Jurnal Medula Unila. A Holistic Approximation to Management


of Tuberculosis Cases Relapse in the Second Month of Treatment An
intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas Tahun


2014. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter: di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Depkes RI.

Kansal, H. M., S. Srivastava, dan S. K. Bhargava. 2015. Diabetes and Tuberculosis.


JIMSA. 28(1): 58 – 60.

Kemenkes, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta :


Kementerian Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Tuberkulosis: Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra
Grafika.

World Health Organization, 2016, Tuberculosis Global Report, America.


LAMPIRAN
Lampiran 1
Dosis OAT Ny. C (BB: 38 kg)

Dosis FDC untuk BB: 38 kg adalah 2 tablet FDC.

1. Rifampisin
Dosis : 8-12 mg/kgBB/hari

Maka kg x dosis

38 x 8 = 304 mg sampai 38 x 12 = 456 mg

Sehingga dosis yang diberikan memiliki rentang antara 305 - 456 mg.

Sediaan : 300, 450, 600 mg (sediaan pilihan 450 mg)

2. Isoniazid (INH)
Dosis : 4-6 mg/kgBB/hari

Maka kg x dosis

38 x 4 = 152 mg sampai 38 x 6 = 228 mg

Sehingga dosis yang diberikan memiliki rentang antara 152-228 mg.

Sediaan : 100, 300 mg (sediaan pilihan 300 mg )

3. Pirazinamid
Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari

Maka kg x dosis

38 x 20 = 760 mg sampai 38 x 30 = 1140 mg


Sehingga dosis yang diberikan memiliki rentang antara 760-1140 mg.

Sediaan : 500 mg (sediaan pilihan 500 mg sebanyak 2 tablet)

4. Etambutol
Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari

Maka kg x dosis

38 x 15 = 570 mg sampai 38 x 20 = 760 mg

Sehingga dosis yang diberikan memiliki rentang antara 570-760 mg.

Sediaan : 250, 500 mg (sediaan pilihan 250 mg sebanyak 3 tablet)


dr. Harumi
1710221053
Jl.Gumbreg No. 01, Berkoh, Purwokerto, Banyumas
02816345574

Purwokerto, 10 Mei 2018

R/

Pro : Ny. C
BB : 38
Usia : 49 tahun
Alamat : Darmakradenan

También podría gustarte