Está en la página 1de 8

Profil Index Larva Aedes spp.

di Wilayah Kerja Puskesmas Batalaiworu


Kabupaten Muna Tahun 2017
1
Novitasari 2Zida Maulina Aini 2Ashaeryanto
1
Program Studi Pendidikan Dokter
2
Fakultas Kedokteran UHO

ABSTRACT
Background: World Health Organization (WHO) states that Indonesia is an endemic country with the highest
dengue fever cases in Southeast Asia. Southeast Sulawesi is the top 9 th rank of 34 provinces which the highest
Incidence Rate (IR) is 60.01 per 100,000 population in 2015. Dengue Fever cases in Muna are 142 cases and 3
deaths in 2016, most cases are reported by some of public health centers such as Katobu public health center
(62 cases, 0 death) and Batalaiworu public health center (32 cases, 1 death). Research Purpose: This study
aims to determine the level of density of Aedes spp. by using larvae indices profile in Batalaiworu public health
center of Muna District in 2017. Research Method: This research is held in Districts Batalaiworu. Research
populations are 100 houses spreaded in Batalaiworu Subdistrict. The survey data was calculated in the larvae
indices profile using the House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) and Larvae Free Index
(LFI) to investigate the density of the larvae. Further, the data was converted into Density Figure category (DF)
to measure the level of vector density and the risk of DHF transmission. Research result: Based on the
identification of larvae, it showed that Aedes aegypti larvae = 57 (67%) and Aedes albopictus larvae = 28
(33%). The result of the parameter calculation of the larvae indices were HI = 46%, CI = 28,3%, BI = 85% and
LFI = 54%. The DF category revealed that the Batalaiworu public health center is included on the 7th high
category scale.
Keyword: Larva index profile, Aedes spp., Dengue Hemorrhagic Fever

PENDAHULUAN 1968 di Surabaya, penyebaran penyakit ini


Menurut World Health Organization dengan cepat terjadi ke berbagai daerah,
(WHO) Demam Berdarah Dengue (DBD) dari 2 (8%) provinsi menjadi 32 (97%)
merupakan penyakit endemik di lebih dari provinsi dan 2 (1%) kabupaten/kota,
100 negara diantaranya Afrika, Amerika, menjadi 382 (77%) kabupaten/kota pada
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan tahun 2009 serta peningkatan jumlah kasus
Pasifik Barat, dimana angka tertinggi dari 58 kasus pada tahun 1968, menjadi
terdapat di Amerika, Asia Tenggara dan 158.912 kasus pada tahun 2009
Pasifik Barat. Kasus di seluruh Amerika, (Kemenkes RI, 2010). Kejadian DBD di
Asia Tenggara dan Pasifik Barat melebihi Indonesia pada tahun 2012, dilaporkan
1,2 juta di tahun 2008 dan lebih dari 3,2 sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah
juta pada tahun 2015. Jumlah kasus yang kematian 816 orang (IR = 37,11/100.000
dilaporkan terus meningkat. Diperkirakan penduduk dan CFR = 0,90%). Tahun 2013
500.000 orang dengan demam berdarah jumlah penderita DBD terus meningkat
berat memerlukan rawat inap setiap tahun, yaitu sebanyak 112.511 kasus dengan
dan sekitar 2,5% dari penderita DBD jumlah kematian 871 orang (IR =
meninggal (WHO, 2017). Sejak tahun 45,85/100.000 penduduk dan CFR =
1968 hingga tahun 2009, World Health 0,77%). Pada tahun 2014 jumlah
Organization (WHO) mencatat Negara penderita DBD mengalami penurunan
Indonesia merupakan negara endemik kasus, dilaporkan sebanyak 100.347 kasus
dengan kasus demam berdarah dengue dengan jumlah kematian sebanyak 907
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD orang (IR = 39,8/100.000 penduduk dan
ini pertama kali ditemukan pada tahun CFR = 0,9%). Pada tahun 2015 jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
129.650 kasus dengan jumlah kematian Batalaiworu yang terletak di Kecamatan
sebanyak 1.071 orang (IR = 50,75/100.000 Batalaiworu Kabupaten Muna, Provinsi
penduduk dan CFR = 0,83%) (Kemenkes Sulawesi Tenggara. Penelitian ini
RI, 2016). Teori segitiga epidemiologi dilakukan pada bulan September-
menjelaskan bahwa timbulnya penyakit November 2017. Pengambilan sampel
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor dilakukan dengan cara memilih
penjamu (host), penyebab (agent) dan keseluruhan kelurahan dan desa di
lingkungan (environment) yang Kecamatan Batalaiworu dengan total 2
digambarkan sebagai segitiga (Amalia, kelurahan dan 2 desa. Kelurahan Laiworu
2016). Penyakit demam berdarah dengue memiliki 4 lingkungan, Kelurahan
(DBD) merupakan penyakit demam akut Sidodadi 3 lingkungan, Desa Wakorambu
yang disebabkan oleh infeksi virus spesies 2 dusun, dan Desa Wawesa 2 dusun.
Flaviviridae, yaitu genus Flavivirus Memilih 6-9 rumah di 7 lingkungan dari 2
dengan Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4 kelurahan dan 12-13 rumah di 4 dusun dari
serotype, yang ditularkan melalui gigitan 2 desa dengan pendekatan cluster hingga
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes pada akhirnya akan terpilih 100
albopictus. Gejala klinis berupa demam rumah/bangunan secara keseluruhan.
tinggi (38–40 °C) yang berlangsung 2–7 Pengumpulan data dilakukan dengan
hari, dengan gejala perdarahan, berbentuk memeriksa kontainer yang dicurigai
uji Rumpel Leede positif atau adanya sebagai tempat perkembangbiakan larva
bintik merah (purpura), garis merah, Aedes spp. di dalam dan diluar rumah,
mimisan, perdarahan gusi, muntah darah pengamatan dilakukan dengan
dan tinja hitam, hepatomegali, nyeri otot menggunakan senter sebagai alat bantu
dan persendian, renjatan yang ditandai pencahayaan, bila pada pengamatan awal
oleh rasa nyeri perut, mual, muntah, tidak nampak larva tunggu selama 1 menit
penurunan tekanan darah, pucat, rasa untuk memastikan benar ada atau tidaknya
dingin yang tinggi, terkadang disertai larva. Selanjutnya dilakukan metode
perdarahan dalam. Masa inkubasi pengambilan single larva yaitu dengan
berlangsung selama 4–6 hari. Gambaran mengambil satu larva di setiap kontainer
khas hasil laboratorium DBD adalah yang diperiksa dengan menggunakan
terjadi peningkatan hematokrit (meningkat gayung atau pipet, larva yang di ambil
20%, atau nilai hematokrit lebih 3,5 kali selajutnya ditempatkan di botol/vial larva
nilai Hb) disertai penurunan trombosit yang telah diisi formalin 10% kemudian
kurang dari 100.000/µL (Irwadi dkk., ditempelkan label (label berisi informasi
2006). tanggal pengambilan, tempat pengambilan,
nomor kontainer serta nomor rumah).
METODE PENELITIAN
Selanjutnya akan dilaksanakan identifikasi
Metode penelitian ini adalah metode spesies secara mikroskopis menggunakan
deskriptif-observasional dengan rancangan mikroskop. Selanjutnya data yang di
pendekatan survei untuk mengetahui hasilkan dari survei akan dimasukkan ke
kepadatan vektor dengan menggunakan dalam tabel profil indeks larva.
pengukuran profil indeks larva. Penelitian
HASIL
Tabel 1. Hasil identifikasi spesies larva berdasarkan distribusi rumah dan kontainer di
wilayah kerja Puskesmas Batalaiworu Kabupaten Muna tahun 2017
Kelurahan Lingkun Jumlah
/Desa gan/ Rumah Rumah Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer
Dusun di (+) di periksa (+) larva (+) A.A (+) A.B
periksa larva n % n %
Laiworu Ling 1 7 4 25 6 4 66.7 2 33.3
Ling 2 6 4 19 8 5 62.5 3 37.5
Ling 3 6 3 19 5 3 60 2 40
Ling 4 6 3 18 5 4 80 1 20
Sidodadi Ling 1 9 6 32 11 7 63.6 4 36.4
Ling 2 8 6 26 10 8 80 2 20
Ling 3 8 5 22 9 5 55.6 4 44.4
Wakorambu Dusun 1 13 4 35 11 8 72.7 3 27.3
Dusun 2 12 3 36 7 5 71.4 2 28.6
Wawesa Dusun 1 13 4 34 7 5 71.4 2 28.6
Dusun 2 12 4 34 6 3 50 3 50
Kecamatan Batalaiworu 100 46 300 85 57 67 28 33
Sumber : Data Primer 2017

Tabel 2. Hasil perhitungan parameter indeks larva Aedes spp.


Parameter Indeks Larva
Lokasi
HI (%) CI (%) BI (%) ABJ (%)
1. Laiworu 56 29,6 96 44
2. Sidodadi 68 37,5 120 32
3. Wakorambu 28 25,3 72 72
4. Wawesa 32 19,1 52 68
Kecamatan Batalaiworu 46 28,3 85 54
Sumber : Data Primer 2017

Tabel 3. Skala dan Kategori Density Figure Profil Indeks Larva Aedes spp.
Lokasi HI CI BI Skala DF Kategori DF Ket
1. Laiworu 7 7 7 7 3 Tinggi
2. Sidodadi 8 8 8 8 3 Tinggi
3. Wakorambu 4 6 6 6 3 Tinggi
4. Wawesa 5 5 6 5 2 Sedang
Kecamatan Batalaiworu 6 7 7 7 3 Tinggi
Sumber : Data Primer 2017
PEMBAHASAN dan lebih zoofagik (Budiyanto, 2012).
1. Identifikasi Aedes spp. Penelitian yang juga dilakukan di
Kepadatan dari spesies larva di 4 Kabupaten Sleman menyatakan spesies
kelurahan/desa berbeda-beda. Kepadatan Ae. aegypti dapat di temukan di TPA dari
spesies Ae. aegypti tertinggi didapatkan dalam rumah dan luar rumah sementara
di Kelurahan Sidodadi sebanyak 20 larva Ae. albopictus dominan di temukan di
(66,7%), hal ini dapat disebabkan oleh TPA luar rumah (Widjaja, 2012).
banyaknya kontainer yang potensial Kondisi air TPA yang positif Aedes
sebagai habitat pertumbuhan larva spp. pada survei memiliki kondisi air
spesies ini. Kepadatan spesies Ae. yang jernih dan tenang, sehingga sesuai
albopictus tertinggi pada Kelurahan dengan pernyataan WHO (2011) dimana
Sidodadi sebanyak 10 larva (33,3%), hal habitat bertelur dari nyamuk Aedes spp.
ini dapat disebabkan oleh banyaknya merupakan air tenang dan jernih. Hal ini
kontainer diluar rumah yang didapatkan juga sesuai dengan pernyataan hasil
pada saat survei. Berdasarkan hasil penelitian Ayuningtyas tahun 2013 yang
survei, larva Aedes spp. dapat ditemukan menyatakan bahwa keberadaan larva Ae.
di TPA di dalam dan luar rumah, baik aegypti lebih banyak pada kontainer
TPA untuk keperluan sehari-hari (bak dengan air jernih/bersih dibandingkan
mandi, tempayan, ember) dan TPA dengan kontainer dengan air keruh/kotor.
bukan keperluan sehari-hari (kaleng Hal ini sesuai dengan bionomik nyamuk
bekas, ban bekas, pot bunga). Aedes aegypti, nyamuk ini memang suka
Spesies Ae. aegypti ditemukan di meletakkan telurnya pada air
TPA didalam rumah seperti bak mandi bersih/jernih dan tidak suka meletakkan
dan ember serta TPA di luar rumah telurnya pada air yang kotor/keruh serta
seperti pot bunga, kaleng bekas dan ban bersentuhan langsung dengan tanah.
bekas. Spesies Ae. albopictus juga Hasil ini sejalan dengan penelitian
ditemukan di TPA dalam rumah dan Sudibyo (2009) mengenai Kepadatan
TPA di luar rumah, tetapi penemuan populasi larva Aedes aegypti pada musim
larva Ae. albopictus lebih banyak di luar hujan di kelurahan Patemon Surabaya
rumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang menyatakan bahwa terdapat
penelitian lain yang menyatakan bahwa hubungan antara tingkat kekeruhan air
nyamuk Ae. aegyti lebih banyak dengan jumlah larva Ae. aegypti,
ditemukan di dalam gedung, dan nyamuk semakin tinggi tingkat kekeruhan air
Ae. albopictus lebih senang beristirahat maka jumlah larva nyamuk Ae. aegypti
di luar gedung. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan semakin sedikit.
perilaku hidup nyamuk Ae. aegypti yang 2. House Indeks dan Angka Bebas Jentik
lebih suka beristirahat di tempat gelap, House index merupakan salah satu
lembab dan tersembunyi di dalam rumah, indikator yang digunakan untuk
dan juga perilaku makan nyamuk Ae. menghitung risiko penyebaran penyakit.
aegypti sangat antropofilik. Sedangkan Indeks ini memberikan petunjuk tentang
nyamuk Ae. albopictus pada dasarnya persentase rumah yang positif untuk
adalah spesies hutan yang beradaptasi perkembangbiakan dan oleh karena itu
dengan lingkungan manusia dan menunjukkan populasi manusia yang
merupakan penghisap darah yang acak berisiko terkena DBD (WHO, 2011).
House Index (HI) di Kecamatan 3. Breteau Indeks dan Countainer Indeks
Batalaiworu adalah sebesar 46% Container Index (CI)
menunjukkan bahwa populasi rumah mengungkapkan presentase kontainer
yang terdapat nyamuk penular DBD yang positif larva Aedes spp. Kontainer
cukup tinggi. Menurut Kemenkes (2000) yang positif dengan keberadaan larva
dalam Zulkarnaini dan Dameria (2009), akan menjadi faktor terjadinya penularan
angka House Index (HI) yang dianggap DBD, karena Container Index (CI)
aman untuk penularan penyakit DBD merupakan parameter untuk mengetahui
adalah < 5%, dengan demikian kepadatan keberadaan Aedes spp. yang dinilai dari
dan penyebaran vektor DBD di hasil pemeriksaan pada sejumlah
Kecamatan Batalaiworu tergolong tinggi rumah/bangunan yang ada di dalam
dengan HI = 46%. Indikator keberhasilan maupun di luar lingkungan yang
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ≥ 95%. ditemukan larva. Menurut
Nilai ABJ di Kecamatan Batalaiworu Kantachuvessiri (2002) dalam
pada tahun 2016 adalah 81,24% Zulkarnaini dan Dameria (2009) angka
sedangkan dari penelitian yang dilakukan CI > 10% sangat potensial bagi
di 100 rumah pada tahun 2017 penyebaran penyakit Demam Berdarah
menunjukan nilai ABJ di Kecamatan Dengue.
Batalaiworu adalah 54%, hal ini jauh Pada hasil penelitian didapatkan
dibawah Indikator Indonesia Sehat 2011. angka CI pada Kecamatan Batalaiworu
Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan sebesar 28,3%, jika di lihat dari nilai
Batalaiworu merupakan daerah yang risiko tinggi untuk penularan DBD yaitu
sangat berpotensi dalam penularan CI > 10%, maka Kecamatan Batalaiworu
penyakit Demam Berdarah Dengue. mempunyai nilai CI yang tinggi,
Pada penelitian ini ditemukan bahwa dikarenakan masih banyaknya kontainer
keberadaan nyamuk Aedes spp. sebagai yang di temukan di dalam dan luar rumah
vektor DBD di rumah penduduk yang berpotensi menjadi tempat
menunjukkan hasil yang tinggi, perkembangbiakan vektor DBD.
dikarenakan pemukiman penduduk di Tingginya CI ini dikarenakan kondisi
Kecamatan Batalaiworu yang padat di pemukiman yang kurang bersih,
kawasan perumahan sehingga banyaknya tempat perindukan nyamuk
memudahkan nyamuk untuk berpindah yang potensial seperti bak mandi semen,
dari satu rumah ke rumah lainnya. Hal ini dispenser, ember plastik yang
juga dipengaruhi perilaku dan kesadaran menampung air hujan, ban bekas dan
masyarakat yang masih kurang dalam tempat penampungan air lainnya yang
pengelolaan tempat penampungan air kurang dikelola dengan baik sehingga
untuk selalu menjaga kebersihan vektor mudah berkembangbiak.
kontainer baik yang ada di dalam Tingginya angka CI ini juga dikarenakan
maupun di luar rumah, kurangnya perilaku sebagian masyarakat yang
pengendalian sarang nyamuk yang kurang peduli dengan lingkungan, seperti
dilakukan masyarakat juga berubungan jarang membersihkan bak mandi,
dengan tingginya angka HI dan meletakkan ember atau ban bekas di luar
rendahnya angka ABJ. rumah.
Menurut WHO (2011) Bruteau Index tersebut. Berdasarkan hasil penelitian,
(BI) dapat menentukan hubungan antara profil indeks larva di wilayah kerja
kontainer dan rumah yang positif Puskesmas Batalaiworu Kabupaten Muna
larva, tetapi juga tidak dapat tahun 2017, Kecamatan Batalaiworu
mencerminkan tingkat produktivitas menempati skala 7 kategori DF-3, yang
kontainer. Meskipun demikian, dalam berarti tingkat kepadatan vektor DBD di
proses pencarian informasi dasar untuk wilayah ini masih tinggi serta tingkat
menghitung BI, dapat diketahui risiko penularan DBD yang juga tinggi.
karakteristik habitat larva dengan cara Berdasarkan data Puskesmas
pencatatan secara simultan dari berbagai Batalaiworu bulan Januari-Agustus 2017,
jenis kontainer yang merupakan tempat didapatkan sebanyak 2 kasus DBD,
potensial untuk pertumbuhan nyamuk. dimana kejadian ini tidak berkolerasi
Menurut Kantachuvessiri (2002) dalam langsung dengan tingkat kepadatan
Zulkarnaini dan Dameria (2009) angka vektor DBD di Kecamatan Batalaiworu.
BI > 50% sangat potensial bagi Meskipun skala DF yang di dapatkan
penyebaran penyakit DBD. Pada hasil memiliki risiko penyebaran penyakit
penelitian didapatkan angka BI pada yang tinggi kasus DBD yang tercatat
Kecamatan Batalaiworu adalah sebesar masih tergolong rendah. Rendahnya
85%. Jika di lihat dari nilai risiko tinggi kejadian DBD di Puskesmas Batalaiworu
untuk penularan DBD yaitu Breteau bisa disebabkan oleh perilaku masyarakat
Indeks (BI) > 50%, maka Kecamatan yang tidak melakukan pemeriksaan di
Batalaiworu mempunyai nilai BI yang puskesmas tetapi langsung ke rumah
tinggi. sakit ataupun praktek dokter.
4. Density Figure Hal ini sejalan dengan penelitian
Skala dan kategori DF yang di yang dilakukan oleh Purnama dan
dapatkan di tiap kelurahan/desa berbeda- Baskoro (2012), tentang Maya Indeks
beda. Pada Desa Wawesa skala DF=5 dan Kepadatan Larva Aedes aegypti
sehingga termasuk dalam kategori DF-2 Terhadap Infeksi Dengue menunjukan
yang berarti kepadatan vektor larva kejadian DBD tidak berkolerasi langsung
Aedes spp. sedang dan risiko penularan dengan tingkat kepadatan vektor DBD.
penyakit DBD juga sedang, sehingga Demikian pula penelitian yang dilakukan
masih perlu dilakukan evaluasi terhadap oleh Safril (2017) di kota Kendari,
program PSN agar risiko tidak menjadi tentang Profil Indeks Larva Aedes spp. di
tinggi pada tahun-tahun selanjutnya. Wilayah Puskemas Mokoau menunjukan
Pada Kelurahan Laiworu (skala DF=7), Kecamatan Kambu menempati skala 6
Kelurahan Sidodadi (skala DF=8), dan kategori DF-3 tetapi data puskesmas
Desa Wakorambu (skala DF=6) termasuk bulan Januari-April 2017, didapatkan 1
dalam kategori DF-3 yang berarti tingkat kasus DBD pada Kecamatan Kambu,
kepadatan vektor larva Aedes spp. tinggi yang tidak berkorelasi langsung dengan
dan tingkat risiko penularan DBD juga tingkat kepadatan vektor DBD. Hal ini
tinggi. Hal ini berarti masih disebabkan oleh beberapa faktor
diperlukannya tindakan pencegahan diantaranya faktor inang dan faktor virus.
penyakit dan pengendalian vektor yang Profil indeks larva hanya dapat
optimal pada ketiga kelurahan/desa menghitung risiko berdasarkan kepadatan
vektor, tetapi tidak dapat masyarakat terhadap kegiatan
memperhitungkan perilaku inang dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
sirkulasi virus dengue.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Hasil identifikasi spesies larva Ae. Amalia, Rizki. 2016. Studi Ekologi
Penyakit Demam Berdarah
aegypti berjumlah 57 larva (67%) dan
Dengue (DBD) Di Kota
spesies larva Ae. albopictus berjumlah 28 Tangerang Selatan Tahun 2013-
larva (33%). Hasil penghitungan parameter 2015. [skripsi]. Jakarta :
indeks HI adalah tinggi (46%), CI adalah Universitas Islam Negeri Syarif
tinggi (28,3%), BI adalah tinggi (85%), Hidayatullah; 2016.
dan ABJ adalah rendah (54%). Skala dan
kategori Density Figure Kecamatan Ayuningtyas, E. D. 2013. Perbedaan
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Batalaiworu menempati skala = 7, yaitu
Berdasarkan Karakteristik
kepadatan tinggi dan risiko tinggi Kontainer Di Daerah Endemis
Demam Berdarah Dengue.
SARAN
Bagi masyarakat diharapkan Budiyanto, Anif. 2012. Karakteristik
meningkatkan kesadaran dalam Kontainer Terhadap Keberadaan
memperhatikan kondisi kontainer dan Jentik Aedes Aegypti di Sekolah
meningkatkan perilaku Pemberantasan Dasar. Jurnal Pembangunan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan gerakan Manusia. Vol. 6 No. 1.
4M Plus yaitu (menguras, menutup,
Irwadi , M. Arif , Hardjoeno . 2006.
mengubur barang bekas, dan memantau Gambaran Serologis IgM – IgG
atau memonitor semua tempat yang Cepat dan Hematologi Rutin
berpotensi menjadi perkembangbiakan Penderita DBD. Indonesian
Aedes spp.) secara serentak serta Journal Of Clinical Pathology
membiasakan diri menguras kontainer And Medical Laboratory.
minimal seminggu sekali dan cara lain Majalah Patologi Klinik
Indonesia dan Laboratorium
seperti tidur menggunakan kelambu dll. Medik. Vol 13 (2), p. 45-48.
Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan
instansi terkait untuk melakukan Kementerian Kesehatan Republik
sinkronisasi data kejadian penyakit DBD Indonesia. 2010. Buletin Jendela
dan Angka Bebas Jentik (ABJ). Selain itu Epidemiologi: Demam Berdarah
Dengue. Vol. 2. Pusat Data dan
melakukan evaluasi dan pengendalian
Surveilans Epidemiologi: Jakarta.
larva Aedes spp. dengan lebih ketat dengan
merencanakan kegiatan PSN DBD melalui Kementerian Kesehatan Republik
bulan bakti 4M, mengaktifkan Juru Indonesia. 2016. Profil
Pemantau Jentik (Jumantik) pada setiap Kesehatan Indonesia 2015.
Rukun Tetangga (RT) dan secara intensif Jakarta
melakukan penyuluhan tentang DBD.
Purnama, S. G., dan Baskoro, T. 2012.
Serta perlu dilakukan penelitian lebih Maya Indeks dan Kepadatan
lanjut untuk mengetahui hubungan profil Larva Aedes aegypti Terhadap
indeks larva dengan tingkat perilaku
Infeksi Dengue. Makara
Kesehatan, Vol. 16 (2), p. 57-64.

Safril, I.F., 2017. Profil Indeks Larva


Aedes spp. di Wilayah Puskesmas
Mokoau Tahun 2017. Skripsi
Sarjana (Tidak diterbitkan).
Kendari : Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo

Sudibyo, P.A.. 2009. Kepadatan Populasi


Larva Aedes aegypti pada musim
Hujan di Kelurahan Patemon
Surabaya. Universitas Airlangga.

Widjaja, Junus. 2012. Survei Entomologi


Aedes spp Pra Dewasa di Dusun
Satu Kelurahan Minomartani
Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman Provinsi Yogyakarta.
Aspirator Vol. 4 No. 2, Hal 64-72

World Health Organization. 2011.


Comprehensive Guideline for
Prevention and Control of
Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever.

World Health Organization. 2017. Dengue


and Severe Dengue. From World
Health Organizatio
http://www.who.int/mediacentre/
factsheets/fs117/en/ (di akses
tanggal 26 september 2017)

Zulkarnaini, Siregar, Y. I., dan Dameria.


2009. Hubungan Kondisi
Sanitasi Lingkungan Rumah
Tangga Dengan Keberadaan
Jentik Vektor Dengue Di Daerah
Rawan Demam Berdarah
Dengue Kota Dumai Tahun
2008. Journal of Environmental
Science, 2 (3), p. 115–124.

También podría gustarte