Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
ABSTRACT
Background: World Health Organization (WHO) states that Indonesia is an endemic country with the highest
dengue fever cases in Southeast Asia. Southeast Sulawesi is the top 9 th rank of 34 provinces which the highest
Incidence Rate (IR) is 60.01 per 100,000 population in 2015. Dengue Fever cases in Muna are 142 cases and 3
deaths in 2016, most cases are reported by some of public health centers such as Katobu public health center
(62 cases, 0 death) and Batalaiworu public health center (32 cases, 1 death). Research Purpose: This study
aims to determine the level of density of Aedes spp. by using larvae indices profile in Batalaiworu public health
center of Muna District in 2017. Research Method: This research is held in Districts Batalaiworu. Research
populations are 100 houses spreaded in Batalaiworu Subdistrict. The survey data was calculated in the larvae
indices profile using the House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) and Larvae Free Index
(LFI) to investigate the density of the larvae. Further, the data was converted into Density Figure category (DF)
to measure the level of vector density and the risk of DHF transmission. Research result: Based on the
identification of larvae, it showed that Aedes aegypti larvae = 57 (67%) and Aedes albopictus larvae = 28
(33%). The result of the parameter calculation of the larvae indices were HI = 46%, CI = 28,3%, BI = 85% and
LFI = 54%. The DF category revealed that the Batalaiworu public health center is included on the 7th high
category scale.
Keyword: Larva index profile, Aedes spp., Dengue Hemorrhagic Fever
Tabel 3. Skala dan Kategori Density Figure Profil Indeks Larva Aedes spp.
Lokasi HI CI BI Skala DF Kategori DF Ket
1. Laiworu 7 7 7 7 3 Tinggi
2. Sidodadi 8 8 8 8 3 Tinggi
3. Wakorambu 4 6 6 6 3 Tinggi
4. Wawesa 5 5 6 5 2 Sedang
Kecamatan Batalaiworu 6 7 7 7 3 Tinggi
Sumber : Data Primer 2017
PEMBAHASAN dan lebih zoofagik (Budiyanto, 2012).
1. Identifikasi Aedes spp. Penelitian yang juga dilakukan di
Kepadatan dari spesies larva di 4 Kabupaten Sleman menyatakan spesies
kelurahan/desa berbeda-beda. Kepadatan Ae. aegypti dapat di temukan di TPA dari
spesies Ae. aegypti tertinggi didapatkan dalam rumah dan luar rumah sementara
di Kelurahan Sidodadi sebanyak 20 larva Ae. albopictus dominan di temukan di
(66,7%), hal ini dapat disebabkan oleh TPA luar rumah (Widjaja, 2012).
banyaknya kontainer yang potensial Kondisi air TPA yang positif Aedes
sebagai habitat pertumbuhan larva spp. pada survei memiliki kondisi air
spesies ini. Kepadatan spesies Ae. yang jernih dan tenang, sehingga sesuai
albopictus tertinggi pada Kelurahan dengan pernyataan WHO (2011) dimana
Sidodadi sebanyak 10 larva (33,3%), hal habitat bertelur dari nyamuk Aedes spp.
ini dapat disebabkan oleh banyaknya merupakan air tenang dan jernih. Hal ini
kontainer diluar rumah yang didapatkan juga sesuai dengan pernyataan hasil
pada saat survei. Berdasarkan hasil penelitian Ayuningtyas tahun 2013 yang
survei, larva Aedes spp. dapat ditemukan menyatakan bahwa keberadaan larva Ae.
di TPA di dalam dan luar rumah, baik aegypti lebih banyak pada kontainer
TPA untuk keperluan sehari-hari (bak dengan air jernih/bersih dibandingkan
mandi, tempayan, ember) dan TPA dengan kontainer dengan air keruh/kotor.
bukan keperluan sehari-hari (kaleng Hal ini sesuai dengan bionomik nyamuk
bekas, ban bekas, pot bunga). Aedes aegypti, nyamuk ini memang suka
Spesies Ae. aegypti ditemukan di meletakkan telurnya pada air
TPA didalam rumah seperti bak mandi bersih/jernih dan tidak suka meletakkan
dan ember serta TPA di luar rumah telurnya pada air yang kotor/keruh serta
seperti pot bunga, kaleng bekas dan ban bersentuhan langsung dengan tanah.
bekas. Spesies Ae. albopictus juga Hasil ini sejalan dengan penelitian
ditemukan di TPA dalam rumah dan Sudibyo (2009) mengenai Kepadatan
TPA di luar rumah, tetapi penemuan populasi larva Aedes aegypti pada musim
larva Ae. albopictus lebih banyak di luar hujan di kelurahan Patemon Surabaya
rumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang menyatakan bahwa terdapat
penelitian lain yang menyatakan bahwa hubungan antara tingkat kekeruhan air
nyamuk Ae. aegyti lebih banyak dengan jumlah larva Ae. aegypti,
ditemukan di dalam gedung, dan nyamuk semakin tinggi tingkat kekeruhan air
Ae. albopictus lebih senang beristirahat maka jumlah larva nyamuk Ae. aegypti
di luar gedung. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan semakin sedikit.
perilaku hidup nyamuk Ae. aegypti yang 2. House Indeks dan Angka Bebas Jentik
lebih suka beristirahat di tempat gelap, House index merupakan salah satu
lembab dan tersembunyi di dalam rumah, indikator yang digunakan untuk
dan juga perilaku makan nyamuk Ae. menghitung risiko penyebaran penyakit.
aegypti sangat antropofilik. Sedangkan Indeks ini memberikan petunjuk tentang
nyamuk Ae. albopictus pada dasarnya persentase rumah yang positif untuk
adalah spesies hutan yang beradaptasi perkembangbiakan dan oleh karena itu
dengan lingkungan manusia dan menunjukkan populasi manusia yang
merupakan penghisap darah yang acak berisiko terkena DBD (WHO, 2011).
House Index (HI) di Kecamatan 3. Breteau Indeks dan Countainer Indeks
Batalaiworu adalah sebesar 46% Container Index (CI)
menunjukkan bahwa populasi rumah mengungkapkan presentase kontainer
yang terdapat nyamuk penular DBD yang positif larva Aedes spp. Kontainer
cukup tinggi. Menurut Kemenkes (2000) yang positif dengan keberadaan larva
dalam Zulkarnaini dan Dameria (2009), akan menjadi faktor terjadinya penularan
angka House Index (HI) yang dianggap DBD, karena Container Index (CI)
aman untuk penularan penyakit DBD merupakan parameter untuk mengetahui
adalah < 5%, dengan demikian kepadatan keberadaan Aedes spp. yang dinilai dari
dan penyebaran vektor DBD di hasil pemeriksaan pada sejumlah
Kecamatan Batalaiworu tergolong tinggi rumah/bangunan yang ada di dalam
dengan HI = 46%. Indikator keberhasilan maupun di luar lingkungan yang
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ≥ 95%. ditemukan larva. Menurut
Nilai ABJ di Kecamatan Batalaiworu Kantachuvessiri (2002) dalam
pada tahun 2016 adalah 81,24% Zulkarnaini dan Dameria (2009) angka
sedangkan dari penelitian yang dilakukan CI > 10% sangat potensial bagi
di 100 rumah pada tahun 2017 penyebaran penyakit Demam Berdarah
menunjukan nilai ABJ di Kecamatan Dengue.
Batalaiworu adalah 54%, hal ini jauh Pada hasil penelitian didapatkan
dibawah Indikator Indonesia Sehat 2011. angka CI pada Kecamatan Batalaiworu
Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan sebesar 28,3%, jika di lihat dari nilai
Batalaiworu merupakan daerah yang risiko tinggi untuk penularan DBD yaitu
sangat berpotensi dalam penularan CI > 10%, maka Kecamatan Batalaiworu
penyakit Demam Berdarah Dengue. mempunyai nilai CI yang tinggi,
Pada penelitian ini ditemukan bahwa dikarenakan masih banyaknya kontainer
keberadaan nyamuk Aedes spp. sebagai yang di temukan di dalam dan luar rumah
vektor DBD di rumah penduduk yang berpotensi menjadi tempat
menunjukkan hasil yang tinggi, perkembangbiakan vektor DBD.
dikarenakan pemukiman penduduk di Tingginya CI ini dikarenakan kondisi
Kecamatan Batalaiworu yang padat di pemukiman yang kurang bersih,
kawasan perumahan sehingga banyaknya tempat perindukan nyamuk
memudahkan nyamuk untuk berpindah yang potensial seperti bak mandi semen,
dari satu rumah ke rumah lainnya. Hal ini dispenser, ember plastik yang
juga dipengaruhi perilaku dan kesadaran menampung air hujan, ban bekas dan
masyarakat yang masih kurang dalam tempat penampungan air lainnya yang
pengelolaan tempat penampungan air kurang dikelola dengan baik sehingga
untuk selalu menjaga kebersihan vektor mudah berkembangbiak.
kontainer baik yang ada di dalam Tingginya angka CI ini juga dikarenakan
maupun di luar rumah, kurangnya perilaku sebagian masyarakat yang
pengendalian sarang nyamuk yang kurang peduli dengan lingkungan, seperti
dilakukan masyarakat juga berubungan jarang membersihkan bak mandi,
dengan tingginya angka HI dan meletakkan ember atau ban bekas di luar
rendahnya angka ABJ. rumah.
Menurut WHO (2011) Bruteau Index tersebut. Berdasarkan hasil penelitian,
(BI) dapat menentukan hubungan antara profil indeks larva di wilayah kerja
kontainer dan rumah yang positif Puskesmas Batalaiworu Kabupaten Muna
larva, tetapi juga tidak dapat tahun 2017, Kecamatan Batalaiworu
mencerminkan tingkat produktivitas menempati skala 7 kategori DF-3, yang
kontainer. Meskipun demikian, dalam berarti tingkat kepadatan vektor DBD di
proses pencarian informasi dasar untuk wilayah ini masih tinggi serta tingkat
menghitung BI, dapat diketahui risiko penularan DBD yang juga tinggi.
karakteristik habitat larva dengan cara Berdasarkan data Puskesmas
pencatatan secara simultan dari berbagai Batalaiworu bulan Januari-Agustus 2017,
jenis kontainer yang merupakan tempat didapatkan sebanyak 2 kasus DBD,
potensial untuk pertumbuhan nyamuk. dimana kejadian ini tidak berkolerasi
Menurut Kantachuvessiri (2002) dalam langsung dengan tingkat kepadatan
Zulkarnaini dan Dameria (2009) angka vektor DBD di Kecamatan Batalaiworu.
BI > 50% sangat potensial bagi Meskipun skala DF yang di dapatkan
penyebaran penyakit DBD. Pada hasil memiliki risiko penyebaran penyakit
penelitian didapatkan angka BI pada yang tinggi kasus DBD yang tercatat
Kecamatan Batalaiworu adalah sebesar masih tergolong rendah. Rendahnya
85%. Jika di lihat dari nilai risiko tinggi kejadian DBD di Puskesmas Batalaiworu
untuk penularan DBD yaitu Breteau bisa disebabkan oleh perilaku masyarakat
Indeks (BI) > 50%, maka Kecamatan yang tidak melakukan pemeriksaan di
Batalaiworu mempunyai nilai BI yang puskesmas tetapi langsung ke rumah
tinggi. sakit ataupun praktek dokter.
4. Density Figure Hal ini sejalan dengan penelitian
Skala dan kategori DF yang di yang dilakukan oleh Purnama dan
dapatkan di tiap kelurahan/desa berbeda- Baskoro (2012), tentang Maya Indeks
beda. Pada Desa Wawesa skala DF=5 dan Kepadatan Larva Aedes aegypti
sehingga termasuk dalam kategori DF-2 Terhadap Infeksi Dengue menunjukan
yang berarti kepadatan vektor larva kejadian DBD tidak berkolerasi langsung
Aedes spp. sedang dan risiko penularan dengan tingkat kepadatan vektor DBD.
penyakit DBD juga sedang, sehingga Demikian pula penelitian yang dilakukan
masih perlu dilakukan evaluasi terhadap oleh Safril (2017) di kota Kendari,
program PSN agar risiko tidak menjadi tentang Profil Indeks Larva Aedes spp. di
tinggi pada tahun-tahun selanjutnya. Wilayah Puskemas Mokoau menunjukan
Pada Kelurahan Laiworu (skala DF=7), Kecamatan Kambu menempati skala 6
Kelurahan Sidodadi (skala DF=8), dan kategori DF-3 tetapi data puskesmas
Desa Wakorambu (skala DF=6) termasuk bulan Januari-April 2017, didapatkan 1
dalam kategori DF-3 yang berarti tingkat kasus DBD pada Kecamatan Kambu,
kepadatan vektor larva Aedes spp. tinggi yang tidak berkorelasi langsung dengan
dan tingkat risiko penularan DBD juga tingkat kepadatan vektor DBD. Hal ini
tinggi. Hal ini berarti masih disebabkan oleh beberapa faktor
diperlukannya tindakan pencegahan diantaranya faktor inang dan faktor virus.
penyakit dan pengendalian vektor yang Profil indeks larva hanya dapat
optimal pada ketiga kelurahan/desa menghitung risiko berdasarkan kepadatan
vektor, tetapi tidak dapat masyarakat terhadap kegiatan
memperhitungkan perilaku inang dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
sirkulasi virus dengue.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Hasil identifikasi spesies larva Ae. Amalia, Rizki. 2016. Studi Ekologi
Penyakit Demam Berdarah
aegypti berjumlah 57 larva (67%) dan
Dengue (DBD) Di Kota
spesies larva Ae. albopictus berjumlah 28 Tangerang Selatan Tahun 2013-
larva (33%). Hasil penghitungan parameter 2015. [skripsi]. Jakarta :
indeks HI adalah tinggi (46%), CI adalah Universitas Islam Negeri Syarif
tinggi (28,3%), BI adalah tinggi (85%), Hidayatullah; 2016.
dan ABJ adalah rendah (54%). Skala dan
kategori Density Figure Kecamatan Ayuningtyas, E. D. 2013. Perbedaan
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Batalaiworu menempati skala = 7, yaitu
Berdasarkan Karakteristik
kepadatan tinggi dan risiko tinggi Kontainer Di Daerah Endemis
Demam Berdarah Dengue.
SARAN
Bagi masyarakat diharapkan Budiyanto, Anif. 2012. Karakteristik
meningkatkan kesadaran dalam Kontainer Terhadap Keberadaan
memperhatikan kondisi kontainer dan Jentik Aedes Aegypti di Sekolah
meningkatkan perilaku Pemberantasan Dasar. Jurnal Pembangunan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan gerakan Manusia. Vol. 6 No. 1.
4M Plus yaitu (menguras, menutup,
Irwadi , M. Arif , Hardjoeno . 2006.
mengubur barang bekas, dan memantau Gambaran Serologis IgM – IgG
atau memonitor semua tempat yang Cepat dan Hematologi Rutin
berpotensi menjadi perkembangbiakan Penderita DBD. Indonesian
Aedes spp.) secara serentak serta Journal Of Clinical Pathology
membiasakan diri menguras kontainer And Medical Laboratory.
minimal seminggu sekali dan cara lain Majalah Patologi Klinik
Indonesia dan Laboratorium
seperti tidur menggunakan kelambu dll. Medik. Vol 13 (2), p. 45-48.
Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan
instansi terkait untuk melakukan Kementerian Kesehatan Republik
sinkronisasi data kejadian penyakit DBD Indonesia. 2010. Buletin Jendela
dan Angka Bebas Jentik (ABJ). Selain itu Epidemiologi: Demam Berdarah
Dengue. Vol. 2. Pusat Data dan
melakukan evaluasi dan pengendalian
Surveilans Epidemiologi: Jakarta.
larva Aedes spp. dengan lebih ketat dengan
merencanakan kegiatan PSN DBD melalui Kementerian Kesehatan Republik
bulan bakti 4M, mengaktifkan Juru Indonesia. 2016. Profil
Pemantau Jentik (Jumantik) pada setiap Kesehatan Indonesia 2015.
Rukun Tetangga (RT) dan secara intensif Jakarta
melakukan penyuluhan tentang DBD.
Purnama, S. G., dan Baskoro, T. 2012.
Serta perlu dilakukan penelitian lebih Maya Indeks dan Kepadatan
lanjut untuk mengetahui hubungan profil Larva Aedes aegypti Terhadap
indeks larva dengan tingkat perilaku
Infeksi Dengue. Makara
Kesehatan, Vol. 16 (2), p. 57-64.