Está en la página 1de 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

HIPOTERMI

Disusun oleh:
Kelompok II Hipotermi

KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PURWOKERTO
2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ini telah kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis. Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 14 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Hipotermi.................................................................................5
B. Etiologi Hipotermi.................................................................................6
C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen.............................................7
D. Klasifikasi Hipotermi..........................................................................11
E. Batasan Karakteristik Hipotermi.........................................................12
F. Patofisiologi Hipotermi.......................................................................12
G. Komplikasi Hipotermi.........................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOTERMI.............................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................22
B. Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................23

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hipotermi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada


neonatal. Menurut laporan LB3 DinkesnSubdinbindal Yogyakarta 2003 angka
kematian bayi sebesar 281 dari 23,53/1000 kelahiran hidup. Saat ini telah
dikembangkan tindakan untuk mencegah hipotermi pada neonatal yaitu dengan
menundabmemandikan sampai suhu tubuh stabil. Namun masih ada beberapa
rumah sakit yang menggunakan prosedur memandikan neonatal dengan mandi
rendam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi hipotermi?
2. Bagaimana etiologi hipotermi?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem integumen?
4. Apa saja klasifikasi hipotermi?
5. Bagaimana batasan karakteristik hipotermi?
6. Bagaimana patofisiologi hipotermi?
7. Apa saja komplikasi hipotermi?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada hipotermi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi hipotermi
2. Mengetahui etiologi hipotermi
3. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem integumen
4. Mengetahui klasifikasi hipotermi
5. Mengetahui batasan karakteristik hipotermi
6. Mengetahui patofisiologi hipotermi
7. Mengetahui komplikasi hipotermi
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus hipotermi

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hipotermia
1. Beberapa definisi hipotermia dari beberapa sumber :
 Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo (2001),bayi
hipotermia adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal.adapun suhu
normal pada neonatus adalah 36,5o-37,5oC. Gejala awal pada hipotermi
apabila suhu <36o C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh
tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang
(suhu 320-36o C). Disebut hipotermia berat bila suhu <32o C diperlukan
termometer ukuran rendah yang dapat mengukur sampai 25o C.
 Menurut Indarso F(2001), disamping sebagai suatu gejala,hipotermia
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
 Menurut Sandra M.T (1997),hipotermi yaitu suatu kondisi dimana suhu
tubuh inti turun sampai dibawah 35o C.
2. Klasifikasi Hipotermia
a. Hipotermi spintas
Yaitu penurunan suhu tubuh1-2◦c sesudah lahir. Suhu tubuh akan
menjadi normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di
atur sebaik-baiknya. Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan
BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila
bayi segera di bungkus setelah lahir terlalucepat di mandikan (kurang dari 4
-6 jam sesudah lahir).
b. Hipotermi akut.
Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam,
terdapat pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin,
incubator yang cukup panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi
segera kedalam inkubataor yang suhunya sudah menurut kebutuhan bayi
dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di awasi secara teliti. Gejala
bayi lemah,gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta kedu kaki
dingin.
c. Hipotermi sekunder

6
Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan
yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan
nafas, penyakit jantung bawaan yang berat,hipoksia dan hipoglikemi,
BBLR. Pengobatan dengan mengobati penyebab Misalnya: pemberian
antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.
d. Cold injuri
Yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang
dingin(lebih dari 12 jam). Gejala: lemah, tidak mau minum, badan dingin,
oligoria , suhu berkisar sekitar 29,5◦c-35◦c, tidak banyak bergerak, oedema,
serta kemerahan pada tangan, kaki dan muka, seolah-olah dalam keadaan
sehat, pengerasan jaringan sub kutis. Pengobatan : memanaskan secara
perlahan-lahan, antibiotika, pemberian larutan glukosa10% dan
kastikastiroid.
- Aktifitas berkurang
- Suhu badan dibawah 36,5◦c
- Lemah
- Perabaan terhadap tubuhnya teraba dingin
- Telapak kaki dingin (ini merupakan pertanda bahwa hipoterminya
sudah berlngsung lama)
- Kaki, tangan dan badannya akan mengeras(sklerema)
B. Etiologi Hipotermi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4. Bayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko tinggi
mengalami hipotermia.
6. Bayi dipisahkan dari ibunya segera mungkin setelah lahir.
7. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur.
8. Tempat melahirkan yang dingin.
9. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis,sindrom dengan
pernapasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.
 Faktor pencetus hipotermia menurut Depkes RI,1992 :
1. Faktor lingkungan.
2. Syok.
3. Infeksi.
4. Gangguan endokrin metabolik.
5. Kurang gizi
6. Obat-obatan.

7
7. Aneka cuaca
 Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu :
1. Radiasi adalah panas yang hilang dari objek yang hangat (bayi) ke
objekyang dingin. Misal BBL diletakkan ditempat yang dingin.
2. Konduksi adalah pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung
kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Misal popok atau celana
basah tidak langsung diganti.
3. Konveksi adalah hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. Misal
BBL diletakkan dekat pintu atau jendela terbuka.
4. Evaporasi adalah hilangnya panas akibat penguapan dari air pada kulit
bayi misalnya cairan amnion pada bayi
C. Anatomi Fisiologi Sistem Integumen
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap
total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah
masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi
ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik
seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah barier
yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.

8
Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu :

1. Epidermis
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multilayer).
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm
untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk
kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel
epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
- Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.
Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons
terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan
sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen
melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin,
semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan

9
bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah
(misal puting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih
banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan bervariasi dari
merah muda yang cerah hingga cokelat. Penyakit sistemik juga akan
memengaruhi warna kulit . Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan
bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin diyakini dapat menyerap
cahaya ultraviolet dan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek
pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
- Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik
dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-
sarah simpatis , yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf
dan kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres
dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang
simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi
kemampuannya mencegah kanker.
- Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
- Keratinosit, lapisan eksternal kulit tersusun atas keratinosit (zat tanduk)
dan lapisan ini akan berganti setiap 3-4 minggu sekali. Keratinosit yang
secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai
berikut:
1. Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan lapisan
terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak
teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel

10
saling melekat erat.Lebih tebal pada area-area yang banyak terjadi
gesekan (friction) dengan permukaan luar, terutama pada tangan &
kaki. Juga merupakan lapisan keratinosit terluar yang tersusun atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati dan tidak berinti.
2. Stratum Lucidum, tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan
tipis yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat.
Stratum lucidum terdiri dari protein eleidin.Merupakan lapisan sel
gepeng yang tidak berinti dan lapisan ini banyak terdapat pada telapak
tangan & kaki.
3. Stratum Granulosum, terdiri atas 2-4lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel
terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel,
yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi
asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.2/3 lapisan ini
merupakan lapisan gepeng, dimana sitoplasma berbutir kasar serta
mukosa tidak punya lapisan inti.
4. Stratum Spinosum,tersusun dari beberapa lapis sel di atas stratum
basale. Sel pada lapisan ini berbentuk polihedris dengan inti
bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak mempunyai tonjolan
sehingga tampak seperti duri yang disebut spinadan terlihat saling
berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai
intercellularbridge.Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen;
filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas
(kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-
sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami
gesekan seperti telapak kaki.
5. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal, berbentuk
silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin.Pada lapisan basile
ini terdapat sel-sel mitosis.
2. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit.Terdiri

11
atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki
sekitar 3 mm.Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,
tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit
atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot
penegak rambut (muskulus arektor pili). Lapisan ini elastis & tahan lama,
berisi jaringan kompleks ujung-ujung syaraf,
3. Subkutan atau Hipodermis
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel
liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi juga sebagai bantalan antara
kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit,
perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap
trauma. Tempat penumpukan energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluhdarah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-
cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat.
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan
bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai
cadangan makanan.Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi
sepanjang konturtubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di
kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah
kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak,
lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan
kontur.
D. Klasifikasi Hyporthermia
Hipotermia didefinisikan sebagai setiap suhu tubuh yang di bawah ini.
Dibagi menjadi empat derajat yang berbeda, ringan; moderat, parah, dan
mendalam pada kurang dari. Ini adalah berbeda dengan hipertermia dan demam
yang didefinisikan sebagai temperatur dubur lebih besar.

12
Beberapa jenis hipotermia, yaitu:
a. Accidental hypothermia terjadi ketika suhu tubuh inti menurun hingga
35°c.
b. Primary accidental hypothermia merupakan hasil dari paparan langsung
terhadap udara dingin pada orang yang sebelumnya sehat.
c. Secondary accidental hypothermia merupakan komplikasi gangguan
sistemik ( seluruh tubuh ) yang serius. Kebanyakan terjadinya di musim
dingin ( salju ) dan iklim dingin. Lain cedera yang berhubungan dengan
dingin dalam kombinasi dengan hipotermia meliputi:
E. Batasan karakteristik
- Suhu tubuh dibawah kisaran normal
- Kulit dingin
- Bantalan kuku sianosis
- Hipertensi
- Pucat
- Merinding
- Penurunan suhu tubuh di bawah normal
- Menggigil
- Pengisian kapiler lambat
- Takikardi
F. Patofisiologi Hipotermia
Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan 370 C ( 36,50C –
37.50C) yang diatur oleh SSP (sistem termostat) yang terletak di hipotalamus.
Perubahan suhu akan mempengaruhi sel-sel yang sangat sensitif di hipotalamus
(chemosensitive cells). Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar
– kelenjar keringat dipengaruhi serat-serat kolinergik dibawah kontrol langsung
hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meningkat akibat adanya
vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf simpatik. Adanya
ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga akan timbul peningkatan
produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan
meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan
mempengaruhi kulit. Kondisi ini akan merangsang serabut – serabut simpatik
untuk mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis dan
reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat metabolisme
berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari
kulit ke organ untuk meningkatkan termogenesis.

13
Termogenesis tanpa menggigil mengacu pada satu dari dua cara berikut ini:
peningkatan kecepatan metabolisme atau penggunaan lemak cokelat (brown fat)
untuk memproduksi panas. Neonatus dapat menghasilkan panas dalam jumlah
besar dengan meningkatkan kecepatan metabolisme mereka. Pada reaksi ini,
norepinefrin mencetuskan pemecahan asam lemak, yang dioksidasi dan dilepas
kedalam sirkulasi. Ini menyebabkan peningkatan penggunaan oksigen yang
terlihat dengan jelas dan bahkan dapat membuat neonatus cukup bulan yang sehat
menjadi lelah. (Varney dkk. 2007)
Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan
mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila terjadi
paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk
menghasilkan panas berupa :
1) Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara involunter
akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2) Non-shivering thermoregulation/NST
3) Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis
untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap
jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dan dalam tubuh.
4) Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern saraf simpatis, kemudian sistem
saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga
terjadi vasokontriksi.Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke
jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna. (kosim dkk.
2008).
Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST
( proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utarna dari suatu
peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin.
Sepanjang tahun pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan
untuk jalur NST selanjutnya akan menurun. (kosim dkk. 2008)
Jaringan lemak coklat berisi suatu konsentrasi yang tinggi dari kandungan
trigliserida, merupakan jaringan yang kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi

14
oleh syaraf simpatik yang berakhir pada pembuluh-pembuluh darah balik dan
pada masing-masing adiposit. Masing-masing sel mempunyai banyak
mitokondria, tetapi yang unik di sini adalah proteinnya terdiri dari protein tak
berpasangan yang mana akan membatasi enzim dalarn proses produksi panas.
Dengan demikian, akibat adanya aktifitas dan protein ini, maka apabila lemak
dioksidasikan terjadi produksi panas, dan bukan energi yang kaya ikatan fosfat
seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan merangsang proses lipolisis dan
aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga dengan begitu akan menghasilkan
panas. (Kosim dkk. 2008)
lemak cokelat dimobilisasi untuk menghasilkan panas. Lapisan lemak
cokelat berada pada dan disekitar tulang belakang bagian atas, klavikula dan
sternum, dan ginjal serta pembuluh darah besar. Banyaknya lemak cokelat
bergantung pada usia gestasi dan berkurang pada bayi baru lahir. Penghasilan
panas melalui penggunaan cadangan lemak cokelat dimulai pada saat bayi lahir
akibat lonjakan katekolamin dan penghentian supresor prostaglandin dan adenosin
yang dihasilkan plasenta. Stimulus dingin ketika kehilangan kehangatan tubuh ibu
mencetuskan aktivitas dalam hipotalamus. Pesan-pesan kimia dikirim ke sel-sel
lemak cokelat. Melalui mediasi glukosa dan glikogen, sel-sel lemak cokelat
menghasilkan energy yang mengubah banyak vakuola lemak intraseluler kecil
menjadi energy panas. Pada bayi baru lahir yang mengalami hipoglikemia atau
disfungsi tiroid, penggunaan cadangan lemak cokelat tidak berlangsung dengan
efisien. (Varney dkk. 2007)
G. Komplikasi Hipotermia
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermia yaitu:
1. Hipoglikemi asidosis metabolik, karena vasokontriksi perifer dengan
metabolism anaerob. Hipoglikemia disebabkan karena pada proses pembakaran
lemak coklat, bayi menggunakan glukosa. Selanjutnya cadangan lemak dan
glukosa tersebut akan habis dengan adanya stres dingin.
2. Kebutuhan oksigen yang meningkat

3. Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu

15
4. Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pumonal yang
menyertai hipotermia berat, shock, apnea.

Hipotermia pada neonatus antara lain bisa menyebabkan gangguan pada


sistem anggota tubuh berikut ini:
1. Gangguan sistem saraf pusat: koma, menurunnya reflex mata (seperti
mengedip)
2. Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara berangsur, menghilangnya
tekanan darah sistolik

3. Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen

4. Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer(Maryunani,


2013). Hal ini disebabkan karena hipotermi tidak diatasi dengan segera
sehingga terjadi hipoglikemi asidosis metabolik dimana hipoglikemia adalah
kadar glukosa bayi berkurang dan asidosis metabolik adalah meningkatnya
kadar asam dalam darah akibat proses metabolisme oksidasi lemak untuk
memproduksi panas. Hipoglikemia asidosis metabolik bisa mempengaruhi
sistem saraf pusat dan kerja otot. (Nelson dkk, 2000)

16
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOTERMI

I. Pengkajian dan penatalaksanaan


 Pengkajian
Pengkajian berisi tentang
1. Identitas pasien : Nama, alamat, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, dll.
2. Status kesehatan : Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Hipertermi : pola demam
b. Hipotermi : aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak
diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35
̊C, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan,
depresi, dan tidak mampu menelan. Jika suhu turun dibawan 34 ̊ C,
frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. Kulit
menjadi sianotik.
4. Riwayat kesehatan dahulu
a. Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (mual, muntah, nafsu makan, eliminasi,
nyeri otot dan sendi, dll)
b. Hipotermi : tanyakan suhu pasien sebelumnya, sejak kapan timbul
gejala gemetar, hilang ingatan, depresi dan gangguan menelan.
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikologis
7. Pemeriksaan fisik
a. Hitung TTV ketika panas terus menerus
b. Inspeksi dan palpasi kulit
c. Tanda-tanda dehidrasi
d. Perubahan tingkah laku
8. Pemeriksaan persistem
9. Pemeriksaan penunjang
 Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Selama menggigil (fase pendinginan)
- Memberikan selimut atau pakaian ekstra
- Memberikan intake cairan yang adekuat
- Mengobservasi TTV

17
Untuk pasien yang sadar penurunan suhu tubuh merupakan
pengalaman yang paling tidak menyenangkan. Pada pasien gemuk
derajat penurunan suhu yang lebih tinggi mungkin dialami setelah
pelepasan selimut pendingin. Untuk alasan ini device pendinginan
harus dimatikan sebelum tingkat hipotermi yang diinginkan benar-
benar dicapai. Suhu tubuh harus dipantau dengan ketat untuk
menentukan apakah kecenderungannya tetap menurun atau terjadi
peningkatan suhu, sehingga membutuhkan selimut pendingin
kembali. Pemantauan suhu tubuh secara kontinyu dapat dilakukan
dengan penggunakan kateter termistol pilmonal, kateter termistol
kandung kemih, dan probe rektal. Pemantauan suhu intermiten
dapat dilakukan dengan penggunaan probe esofagus, timpani atau
rektal yang dikaitkan dengan berbagai termometer listrik. Teknik
pengukiran akan mempengaruhi pembacaan suhu. Karena sushu inti
kurang terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal dan mencerminkan
suhu utama organ vital yang lebih akurat, maka pengukuran suhu
inti ini dianjurkan untuk pemantauan pasien hipotermi.

b. Selama terjadi peningkatan suhu (fase hipotermi)


- Memberikan pakaian tipis
- Membatasi aktivitas
- Memberikan coocing sponge bath
- Meningkatkan sirkulasi udara untuk meningkatkan rasa nyaman
- Memakaikan baju dan selimut yang tipis menyerap keringat.

Ketika pasien telah mencapai fase hipotermi yang diinginkan TTV


juga akan menurun pada tingkat tertentu. Oleh karena itu perubahan
TTV harus dievaluasi pada pasien dengan status hipotermi ringan.

c. Fase penghangatan kembali


Selama fase penghangatan kembali pasien harus dipantau
dengan ketat terhadap indikasi perlunya pendinginan kembali.
Dengan status normotemik pasien yang digunakan sebagai dasar
indikasi ini termasuk penurunan sensorium, peningkatran nadi dan
pernafasan lebih tinggi dari yang normalnya, diharapkan pada

18
proses penghangatan dan penurunan tekanan darah. Hal lain yang
juga perlu dipantau adalah efek kumulatif obat-obat yang telah
diberikan sebelumnya.
Pentingnya interpretasi perubahan-perubahan klinis pada
pasien dengan dasar fisiologi memudahkan pendinginan
menyeluruh dan kemudian penghangatan kembali tidak saling
tumpang tindih. Perawat harus mengantisipasi perubahan-perubahan
dan temuan-temuan yang berdasarkan pada kondisi patologi pasien
serta variabel-variabel lain yang mengganggu temuan tersebut.

II. DIAGNOSA ADAN MASALAH KOLABORASI

No. Diagnosa Etiologi Problem


1 Hipotermia berhubungaan Kerusakan Hipotermi
dengan kerusakan hipotalamus
hipotalamus
2 Penurunan curah jantung Perubahan frekuensi Penurunan
b.d perubahan frekuensi jantung curah jantung
jantung
3 Gangguan rasa nyaman b.d Gejala penyakit terkait Gangguan rasa
gejala penyakit terkait nyaman
4 Risiko gangguan integritas Perubahan sirkulasi Gangguan
kulit/jaringan b.d kerusakan
ketidakseimbangan pertukaran gas
ventilasi perfusi
5 Gangguan pertukaran gas Ketidakseimbangan Gangguan
b.d ketidaksimbangan ventilasi perfusi pertukaran gas
ventilasi perfusi
6 Defisit nutrisi b.d Peningkatan Defisit nutrisi
peningkatan kebutuhan kebutuhan
metabolisme metabolisme

III. NIC dan NOC

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL/TUJUAN- KEPERAWATAN
TUJUAN PASIEN
1. Hipotermia: yang berhubungan  Suhu 1. Pantau suhu dan EKG
dengan kerusakan hipotalamus. terapeutik secara terus menerus.
dapat 2. Pertahankan metode
dipertahankan penghangatan atau

19
pendinginan yang
diresepkan.
3. Periksa pernafasan
jika digunakan selimut
atas.
4. Kaji tanda-tanda vital.
5. Kaji efek kumulatif
obat.
6. Minimalkan aktifitas
pasien.
7. Mandikan pasien
dengan air suam-suam
atau air dingin.
8. Lakukan ROM.
9. Ubah posisi pasien
secara teratur.
10. Beri obat untuk obat
mencegah menggigil
sesuai yang
dipesankan.
2. Penurunan curah jantung  Perfusi 1. Pertahankan tingkat
berhubungan denganfrekuensi sistemik yang hipotermiksekitar
jantung adekuat dapat 230C.
dipertahankan 2. Patau hemodinamik
curah jantung/indeks
jantung terutama
selama penghangatan
kembali.
3. Pantau frekuensi dan
irama jantung.
3. Gangguan rasa nyaman, yang  Rasa tidak 1. Jelaskan tentang
berhubungan dengan gejala nyaman dapat lingkungan sekitar.
terkait penyakit diminimalkan 2. Biarkan pasien untuk
mengekspresikan
dirinya dengan bebas.
3. Libatkan keluarga
dalam perawatan
pasien.
4. Ubah suhu tubuh
secara bertahap.
5. Berikan sedative
sesuai pesanan dokter
4. Risiko gangguan integritas  Integritas 1. Pastikan warna kulit
kulit/jaringan berhubungan kulit dapat dan suhu setiap 2 jam
dengan perubahan sirkulasi dipertahankan sekali.
2. Ubah posisi pasien

20
untuk menghilangkan
titik tekan.
3. Pertimbangkan
penggunaan tempat
tidur berisi udara
untuk mengurangi titik
tekan pada anggota
gerak iksemi.
5. Resiko terhadap pertukaran gas:  Ventilasi yang 1. Baringkan dengan
yang berhubungan dengan adekuat akan posisi yang dapat
ketidakseimbangan ventilasi dipertahankan meningkatkan drainase
perfusi postural.
2. Suction untuk
membuang sekresi
yang terakumulasi.
3. Kaji bunyi nafas setiap
2 smpai 4 jam.
4. Kaji GDA prn, untuk
keseimbangan asam
basa.
5. Evaluasi hasil/laporan
radiografi dada.
6. Berikan suplemen
oksigen, sesuai
indikasi.
7. Pastikan saturasi O2
dengan oksimetri.
6. Deficit nutrisi berhubungan  Nutrisi yang 1. Kaji nutrisi dan hidrasi
dengan peningkatan kebutuhan adekuat akan setiap 4 am dan prn.
metabolisme dipertahankan 2. Pertahankan akses IV
dan cairan
3. Berikan nutrisi melalui
hiperalimentasi atau
selang
makanan,sesuiai
pesanan.
4. Evaluaasi kadar
elektrolit dan serum
albumin.
5. Evaluasi tes fungsi
hepar dan status
ginjal(BUN/keratinin).
6. Kaji semua
pengobatan terhadap
hepatotoksis atau
nefrotoksitas.

21
7. Pantau eliminasi usus.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipotermi pada bayi baru lahir perlu mendapat perhatian dari para
petugas kesehatan. Mereka perlu memiliki pengetahuan tentang bagaimana
cara memperlakukan bayi pertama kali ketika lahir.
Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi
baru lahir. Oleh karena itu, para petugas kesehatan harus melakukan tindakan
pencegahan terjadinya hipotermi di tingkat pelayanan dasar.
B. Saran
1. Upaya pencegahan hipotermi pada bayi baru lahir dilakukan dengan benar,
bila bayi dikeringkan untuk melakukan kontak kulit dengan ibu
2. Suhu lingkungan selama dan setelah kelahiran sangat besar pengaruhnya
pada bayi baru lahir. Semakin dingin ruangan maka se3makin besar
terjadinya hipotermi
3. Penanganan hipotermi lebih sulit dibandingkan dengan pencegahannya,
katrena bila bayi mengalami hipotermi berarti keadaanya sangat berbahaya
dengan resiko sakit dan kematian

23
DAFTAR PUSTAKA

Kosim,Sholeh,dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.


Maryunani,Anik.2013.Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal.Jakarta : Trans Info Media
Nelson, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1 E/15. Jakarta : EGC
Saifuddin, Abdul Bari. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
http:rheno-biology.blogspot.com/2010/11/sistem- integrumen-manusia.html
(diakses : kamis, 12 Oktober 2017)

http:nurramayanti.blogsot.com/2012/12/hipotermi-pada-bayi-bru-lahir.html
(diakses : Jumat, 13 Oktober 2017)

24

También podría gustarte