Está en la página 1de 11

 


 
 Resiko Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Dengan Sumber Dana Pembiayaan
Berasal Dari Hutang Luar Negeri

Adhitya Dwipayana Raspati


NIM. 2212181002

Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sangga Buana YPKP Bandung
Kampus Jl. Suropati No. 189, Cihaur Geulis, Cibeunying Kaler, Kota Bandung 40123

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan kemajuan teknologi yang
revolusioner serta dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pembangunan
infrastruktur di Indonesia dituntut terus tumbuh, pertumbuhan pembangunan infrastruktur
dinegara berkembang seperti Indonesia memiliki tantangan kesulitan yang berbeda dengan
negera berkembang lainnya, Indonesia sebuah negara kepulauan yang terdiri ± 17.000 pulau,
terdapat 5 (lima) pulau besar, setiap pulau yang besar atau pulau kecil memiliki karakteristik
masing-masing yang tidak sama satu dengan lainnya. Kebutuhan infrastruktur yang terus
tumbuh tetap menjadi kunci tantangan bagi pembuat kebijakan, seperti jalur transportasi darat,
laut dan udara yang efisien, jalur komunkasi modern yang merata disetiap daerah, sarana air
bersih yang sehat, fasilitas utama penunjang untuk kedaulatan pangan dan lain sebagainya.

Pembangunan infrastruktur masif sangat penting untuk menarik para investor asing secara
langsung, mempeluas dan mempercepat kegiatan ekonomi nasional dan tercapainya investasi
jangka panjang. Pembangunan infrastruktur tentunya membutuhkan modal yang sangat besar,
modal pembangunan infrastruktur bisa berasal dari modal sendiri yaitu dari hasil pajak dalam
negeri atau hasil ekspor pengelolaan seluruh sumber daya alam yang efektif dan efisien. Jika
modal sendiri kurang atau tidak ada maka alternatif modal sebuah negera berkembang untuk
memenuhi kebutuhan infrastruktur bersifat public private project adalah modal swasta berupa
pinjaman luar negeri.

Kegiatan pembangunan infrastruktur berupa public private project (PPP) atau kemitraan
publik dan swasta akan meningkatkan kredit yang dapat mengakses pasar domestik dan para
investor internasional untuk pembiayaan dengan hutang, pemerintah sebagai penentu
kebijakan diharuskan membuat atau memperbaiki peraturan yang telah diterbitkan terkait PPP
agar investor asing dimasa yang akan datang tidak merugikan bangsa ini seperti monopoli


 

 
swasta, pemerintah perlu membuat lembaga khusus (Bank Khusus) sebagai penjamin dana
pembangunan infrastruktur nasional dan sebagai pintu utama para investor yang akan
berinvestasi di Indonesia, bank khusus tersebut untuk mempermudah supervisi pemerintah
dalam hal penggunaan dana yang digunakan karena tantangan pembangunan infrastruktur di
negara berkembang bisa berupa risiko sektoral yaitu rumitnya pembebasan lahan, kelonggaran
lingkungan, peraturan yang berkembang didaerah investasi, dan lambannya penyelesaian
ketiga hal tersebut. Selain itu masalah harga mata uang nasional (Rupiah), margin kredit di
Indonesia rendah dibandingkan dengan standar internasional, karena bank yang menikmati
likuiditas lebih banyak dan liabilitas peraturan tertentu bersaing secara intens untuk
menghasilkan pinjaman, perlambatan pertumbuhan ekonomi yaitu pengembalian infrastruktur
akan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi
dapat mengurangi prospek infrastruktur bahkan dapat menggagalkan kegiatan infrastruktur,
jika sebuah kegiatan public private project yang didanai investor asing berupa pinjaman gagal
dalam pelaksanaannya maka kepercayaan investor akan semakin berkurang sementara hutang
luar negeri tetap harus di bayar.

PEMBAHASAN

Pinjaman atau hutang luar negeri tentunya memiliki resiko negatif yang tidak mungkin
dihindari jika kesepakatan antara yang memberikan pinjaman dan yang meminjam sudah
dijalankan, dalam hal ini pemerintah sebagai peminjam sebelum menyetujui kontrak
kesepakatan harus benar-benar memiliki beberapa pertimbangan melalui sebuah peraturan
yang disahkan untuk menghindari potensi kerugian masyarakat sebagai pengguna dari
infrastruktur yang didanai investor asing. Kemungkinan resiko negatif yang akan terjadi dari
pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan sumber dana pembiayaan berasal dari hutang
luar negeri, diantaranya :

A. Potensi Terganggunya Likuiditas

Likuiditas yaitu kewajiban negara dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau
kemampuan negara untuk memenuhi kewajiban hutang (Cicilan hutang luar negeri) yang
harus segera dibayar. Hutang luar negeri baru dianggap aman jika pelunasannya tidak
mengganggu likuiditas (bbc.com, 13 Maret 2018). Tagihan pembayaran hutang luar negeri
didasarkan pada perhitungan pengembalian aset tetap atau dengan peraturan batas harga
dengan insentif untuk peningkatan pengembalian hutang luar negeri melalui penghematan
biaya anggaran belanja negara. Beban utama ditanggung oleh pembayar pajak atau rakyat,
 

 
yang secara tidak langsung menanggung risiko investasi berupa hutang luar negeri dan
terkadang rakyat menderita akibat ketidakefisienan pengelolaan fasilitas infrastruktur milik
negara. Pajak adalah salah satu sumber dana untuk pembayaran hutang luar negeri, jika rasio
penerimaan pajak berkurang dan mata uang dollar AS menguat maka potensi likuiditas
mungkin terjadi.
Jika penggunaan hutang luar negeri hanya menghasilkan peningkatan di salah satu sektor saja,
misalkan hanya di sektor jasa, sementara untuk sektor riil seperti pertanian, pertambangan,
dan industri tidak mengalami banyak kemajuan, padahal ketiga sektor tersebut sangat
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan akan menyeimbangkan likuiditas dan
ketiga sektor tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jika hutang sebuah negara semakin besar maka pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang
menjadi salah satu beban terbesar dalam APBNnya. Kas negara sebagian akan terkonsentrasi
untuk membayar hutang setiap tahun. Makin besar jumlah hutang, jumlah kas negara yang
tersedot untuk membayar cicilan hutang juga semakin besar, dampaknya kapasitas kas negara
untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat makin terbatas dan sudah menjadi
rahasia umum dengan beban hutang yang besar maka harga energi seperti listrik dan bahan
bakar minyak yang dikonsumsi rakyat akan dinaikan oleh pemerintah, dengan kebijakan
tersebut maka beban hidup seluruh rakyat akan meningkat sementara penghasilan sebagian
besar rakyat tetap bahkan berkurang.

B. Generasi Selanjutnya Sebagai Pewaris Hutang Luar Negeri

Potensi bahwa orang Indonesia generasi yang akan datang akan ikut menanggung hutang
karena pembayaran hutang adalah dengan menggunakan pajak sehingga beban pajak nantinya
tentu akan ditanggung oleh generasi yang akan datang karena hutang luar negeri Indonesia
bersifat jangka panjang.

Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance, INDEF, Enny Sri
Hartati, Penggunaan hutang luar negeri untuk pembangunan infrastruktur akan membuat
beban pajak yang cukup tinggi tidak akan menjadi beban warisan untuk generasi selanjutnya.
Hasil hutang luar negeri berupa pembangunan infrastruktur memungkinkan banyaknya
lapangan kerja pada masa yang akan datang jika korupsi di Indonesia dapat diminimalisir,
membuat generasi yang akan datang tidak akan kesulitan mencari lapangan kerja. Sekalipun
generasi yang akan datang harus membayar pajak, sepertinya tidak akan menjadi masalah
karena sumber pendapatan mereka akan lebih besar dari beban pajaknya.
 

 
Masalah yang sangat dikhawatirkan adalah tidak terbayarnya hutang luar negeri maka
kemungkinan infrastruktur yang sudah terbangun akan dikuasai pihak asing yang
meminjamkan uang dan monopoli asing pasti akan terjadi karena infrastruktur terbangun akan
dijadikan lahan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, jika hal ini terjadi maka
generasi selanjutnya akan menjadi “komoditas” yang dimanfaatkan pihak asing yang
mengakuisisi infrastruktur.
Risiko terbesarnya gagal membayar hutang luar negeri sebagai contoh Zimbabwe menjadi
cerita yang mengenaskan. Gagal membayar utang sebesar US$40 juta kepeda Cina. Sejak 1
Januari 2016, mata uangnya harus diganti menjadi Yuan, sebagai imbalan penghapusan utang.
Berikutnya Nigeria. Model pembiayaan infrastruktur melalui utang yang disertai perjanjian
merugikan dalam jangka panjang. Cina mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh
kasar asal negara mereka untuk pembangunan infrastruktur. Begitu juga Sri Lanka. Setelah
tidak mampu membayar utang, akhirnya Pemerintah Sri Langka melepas Pelabuhan
Hambatota sebesar US$1,1 triliun. Tak ketinggalan Pakistan. Pembangunan Gwadar Port
bersama Cina dengan nilai investasi sebesar US$46 miliar harus rela dilepas. Risiko seperti
itu tidak mustahil. Bila melihat pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan
secara massif, polanya mirip dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara yang gagal
membayar utang (Rmol.co, 12/09/2018).

C. Berpotensi Mengakibatkan Krisis Ekonomi

Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menekankan bahwa pemerintah tetap harus
berhati-hati terhadap hutang luar negeri swasta. Dari total Rp 4.849 triliun hutang luar negeri
Indonesia, 49% adalah milik swasta. Hutang luar negeri swasta berpotensi menciptakan krisis
(ekonomi), seperti yang terjadi pada 1997, hutang luar negeri swasta bisa berbahaya karena
tidak dapat dikontrol pemerintah. Pengelolaan dan pembayaran hutang pokok dan bunganya,
hanya bergantung pada perusahaan peminjam itu sendiri.

Khususnya bagi perusahaan swasta dalam negeri yang tidak melakukan hedging atau lindung
nilai (sejenis penjaminan). Misalnya swasta berhutang dalam dollar, tetapi pendapatannya
dalam rupiah, sehingga akan terjadi missmatch, kondisi inilah yang memicu krisis 1997/1998.
Menjelang krisis 1997, banyak perusahaan swasta yang menarik hutang luar negeri dalam
jumlah besar. Ketika terjadi krisis hutang yang dipicu pelemahan mata uang Baht Thailand,
Rupiah ikut melemah, sehingga banyak utang yang gagal bayar. Kondisi seperti diatas yang
dikhawatirkan terjadi lagi di Indonesia, jika hutang luar negeri swasta terus membengkak.
Peningkatan hutang luar negeri swasta bersifat kebalikan dari perbaikan ekonomi negara.
 

 
Ketika ekonomi negara membaik, maka banyak swasta nasional yang akan/berniat
mengekspansi bisnisnya. Perusahaan swasta memilih sumber dananya dari pinjaman luar
negeri, karena suku bunga di luar negeri lebih kompetitif.

Hutang luar negeri selalu dalam bentuk mata uang asing, yang dominan yaitu dollar AS, maka
pasti membuat kebutuhan akan mata uang asing khususnya dollar semakin besar. Akibatnya,
kurs Rupiah akan terdepresiasi (menurun). Melemahnya Rupiah dan makin tingginya Dolar
akan membawa berbagai dampak terhadap perekonomian dan kehidupan rakyat secara umum.

Menurut Guru besar dan dosen Sosiologi Pembangunan FISIP Unair seperti dilansir media
Jawa Pos 2 Apr 2018, Keberhasilan Indonesia menghela laju pertumbuhan ekonomi sebesar
5% ternyata tidak sebanding dengan peningkatan jumlah utang luar negeri yang mencapai dua
kali lipatnya atau 10% lebih. Jadi, alih-alih bersikap optimistis bahwa kenaikan jumlah utang
luar negeri akan memberikan dampak positif bagi kemajuan, dengan belajar dari pengalaman
sebelumnya, kita harus segera beradaptasi dan siap-siap menghadapi perubahan baru yang
mungkin mengancam stabilitas, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan ekonomi seharusnya dapat mengontrol perusahaan


swasta yang memiliki dan akan berhutang kepada luar negeri, mau diakui atau tidak akibat
hutang luar negeri swasta maka akan berpotensi dan berkorelasi terhadap stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi nasional.

D. Gejolak Nilai Tukar Rupiah Karena SBN Tidak Terproteksi

Mayoritas hutang luar negeri Indonesia berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN),
sebagian kepemilikan saham SBN Indonesia dimiliki pihak asing, beberapa ekonom menilai
besarnya pemilikan asing di SBN perlu diwaspadai, aksi jual secara tiba-tiba oleh asing bisa
membuat gejolak nilai tukar. Menurut Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David
Sumual, yang perlu diwaspadai yaitu yang dipegang oleh manajer investasi (fund manager)
yang mudah keluar masuk, David menilai kenaikan nominal hutang luar negeri tersebut wajar
lantaran seiring dengan kenaikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berbahaya kalau
nominal PDB turun, tapi nominal hutang luar negeri terus naik, bisa membuat krisis seperti
Eropa Selatan.

David Sumual mendorong agar pemerintah lebih mengupayakan investasi asing langsung
(Foreign Direct Investment), untuk mendanai berbagai proyek pemerintah dan pengembangan
 

 
industri di dalam negeri. Dalam jangka panjang, FDI terutama yang mengalir untuk industri
berorientasi ekspor bakal mempertebal devisa. FDI mungkin akan membuat impor bahan
baku tinggi di awal, tapi kalau produknya bukan hanya untuk pasar domestik, tapi untuk
diekspor, maka ke depan bisa menaikkan devisa.

Selain FDI, David Sumual mendorong adanya pendalaman pasar finansial, melalui penerbitan
instrumen-instrumen investasi lainnya, misalnya surat utang yang tidak bisa dijual dalam
jangka waktu tertentu. Mesti dicari instrumen lain, ada savings bonds harus ditahan 3 tahun,
SUN mungkin diperkenalkan fixed 3 tahun.

Pada masa yang akan datang harus ada pengalokasian dana untuk pengembangan SDM
(Sumber Daya Manusia) meskipun dana tersebut berasal dari hutang luar negeri, jika sumber
daya manusia sebuah negara handal maka kreatifitas bisnis dan industry kecil menengah akan
banyak terbentuk, sejalan berjalannya waktu bisnis kecil dan menengah dapat berkembang
dan berpotensi mampu mengekspor produknya, karena didukung sumber daya manusia yang
handal, yang tentunya akan berkontribusi meningkatkan devisa negara dan membantu
pertumbuhan ekonomi.

ALTERNATIF SOLUSI

Untuk mesejahterakan rakyat sangat penting memilih dan menetukan sistem ekonomi terbaik
yang akan membuat nasionalisme meningkat, system ekonomi di Indonesia sekarang ini mau
diakui atau tidak adalah praktek “kapitalisme” indikasinya apapun kegiatan pemerintah 100%
wajib memiliki modal awal yang holistis untuk sebuah kegiatan, salah satu kebijakan bersifat
kapitalisme yaitu hutang luar negeri untuk pembangunan infrastruktur. Sistem kapitalisme
yang tidak ditunjang oleh sumber daya manusia yang kompeten, kurang memikirkan nasib
rakyat dan dilaksanakan oleh sebagian manusia korup maka akan berdampak pada kehancuran
ekonomi negara.

Jika kita melihat sistem ekonomi lain seperti komunisme, fasisme atau sosialisme maka
sistem tersebut kurang cocok dengan Pancasila yang mengutamakan ketuhanan, ketuhanan
dalam jati diri mayoritas manusia Indonesia tidak mungkin dapat dipisahkan dan tidak
mungkin sebuah ideologi yang tidak mengikutsertakan aspek ketuhanan dapat dipaksakan
dengan cepat kepada manusia Indonesia. Kemudian sebuah pertanyaan besar yang muncul
dari permasalahan hutang luar negeri bangsa Indonesia tersebut diatas dan potensi warisan
utang yang cukup tinggi kepada generasi bangsa selanjutnya. Sistem syariah Islam pasti dapat
 

 
memberikan solusi terhadap masalah bangsa terkait dengan hutang luar negeri dan sistem
syariah Islam pasti mampu membangun perekonomian negara, contohnya negara tetangga
Brunai Darussallam yang hanya mengandalkan sektor migas saja mampu mensejahterakan
rakyatnya, padahal jumlah cadangan migas Brunai Darussallam jauh lebih sedikit jika
dibandingkan dengan cadangan migas Indonesia.

Sistem hutang luar negeri dalam sistem kapitalis sudah pasti menerapkan riba/bunga yang
menjadi alat utama para kaum imperialis untuk menguasai negara-negara yang berhutang
terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sistem syariah Islam dapat
membangun ekonomi sebuah negara yang berdasarkan kepada kedaulatan bersifat syar’i dan
kekuasaan milik rakyat, sehingga diharapkan mampu keluar dari imperialisme asing dan
selanjutnya secara mandiri dapat mengelola semua potensi ekonomi yang ada di negara
Indonesia.

Mengatasi permasalahan hutang luar negeri dinegara dengan sistem ekonomi Islam bisa
dilakukan dengan cara, diantaranya :
 Tidak membayar bunga hutang yang dibebankan karena termasuk riba.
 Pembayaran hutang tanpa membayar bunga dari bunga (riba) hutang. Tanggungjawab
membayar hutang pinjaman luar negri dibebankan kepada para pejabat pemerintahan
sebagai pembuat kebijakan yang terlibat semasa pengambilan hutang luar negeri.

Hal ini dikarenakan para pejabat pemerintah yang memutuskan hutang luar negeri menjadi
kaya semasa pengambilan kebijakan tersebut sehingga perlu dihitung ulang rasionalitas
pendapatan mereka. Kelebihan kekayaan mereka yang didapatkan dari perhitungan
ketidakwajaran (perbandingan gaji yang diterima semasa menjabat dengan harta yag dimiliki
setelah menjabat). Ketidakwajaran pendapatan atau harta lebih yang mereka miliki harus
disita oleh negara untuk membayar hutang luar negeri, sehingga masing-masing pejabat
negara pada masa tersebut bisa jadi berbeda dalam pembebanan tanggung jawab hutang luar
negeri yang mereka putuskan. Alasan para penguasa/pejabat yang harus dibebankan
tanggungjawab untuk pembayaran hutang luar negeri tersebut, karena :
 Tanggungjawab penuh penguasa/pejabat dalam Islam adalah menjaga kepentingan
nasional dalam keseluruhan aspek kehidupan rakyatnya termasuk aspek ekonomi.
 Pejabat/penguasa dalam Islam tidak diperbolehkan melibatkan diri dalam usaha komersial.
Jika pejabat/penguasa kaya ketika menjabat maka perlu diaudit kekayaannya karena bisa
 

 
jadi pejabat/penguasa diuntungkan oleh kebijakan mengambil hutang luar negeri tersebut,
lewat persetujuan terselubung yang tidak terpublikasi dengan pemberi hutang luar negeri.
 Memutuskan pinjaman luar negeri dan melibatkan masyarakat dalam beban pembayaran
hutang adalah sebuah kasus yang merugikan rakyat dan membahayakan negara. Bahaya
tersebut harus diminimalisir dan yang paling wajib bertanggungjawab atas kasus ini adalah
yang memutuskan hutang luar negeri.
 Selanjutnya tidak membuat hutang luar negeri baru karena ini sangat berbahaya apalagi
bunga hutang ada didalamnya. Hutang luar negeri bisa menjadi alat penjajahan/imperialis
dan memperpanjang pengaruh negara asing kedalam negara yang berhutang.

Dengan asumsi bahwa hutang luar negeri sudah terbayar lunas, kemudian cara negara
mendorong perekonomian tanpa perlu mencetak uang baru dan memutuskan hutang luar
negeri baru, Sistem ekonomi syariah Islam mempunya dua jalan untuk menumbuhkan
perekonomian, yaitu :

Pertama, membuat kebijakan ekonomi di bidang pertanian, perdagangan dan industri. Di


bidang pertanian, negara akan meningkatkan produksi bahan makanan, bahan pakaian seperti
kapas, kulit hewan mamalia ternak, rami dan lain sebaginya, serta peningkatan produk
pertanian yang diminati pasar luar negeri seperti buah-buahan tropis, kacang-kacangan, sayur
mayur dan lain sebagainya. Dalam hal ini pemerintah bertindak hanya sebagai fasilitator dan
marketing saja, hasil dari kegiatan ekspor pertanian semuanya akan dikembalikan kepada para
petani, sebagai contoh para petani di Thailand utara memiliki tingkat kesejahteraan yang
layak karena hasil pertanian mereka diekspor oleh negara ke laur negeri dan hasil ekspor
sepenuhnya dikembalikan kepada para petani, meskipun Thailand bukanlah sebuah negara
muslim.

Di bidang perdagangan Islam tidak menentukan dan mewajibkan pajak sehingga tidak perlu
memberikan sebuah perijinan kepada warga negaranya untuk berbisnis kecuali dalam
beberapa kondisi, yaitu negara mencegah dan tidak mengijinkan berbisnis dengan negara
yang memerangi Islam dan juga mencegah dan melarang komoditas yang membahayakan
atau merugikan Negara seperti narkoba dan barang selundupan hasil pencurian. Dalam bidang
perdagangan dan pelayanan, Islam menitik beratkan kualitas yang terpercaya dengan harga
yang wajar atau mampu dijangkau oleh masyarakat secara mudah, yaitu untuk mempermudah
kehidupan rakyatnya maka kebijakan negara Islam diantaranya memberikan subsidi sebesar-
besarnya untuk kebutuhan rakyatnya, contoh disebagian besar negara-negara timur tengah
 

 
yang bersyariat Islam yang hanya mengandalkan sektor migas seperti Brunai Darussallam,
mereka membebaskan pembelian bahan bakar minyak atau diberikan secara gratis untuk
rakyatnya, begitupun dengan akses kesehatan yang sangat mudah dan memiliki kelayakan
tingkat tinggi diberikan oleh negara untuk rakyatnya, rakyat benar-benar istimewa
kedudukannya di negara tersebut.

Di bidang perindustrian negara Islam harus dituntut mandiri seperti Iran dan Pakistan, untuk
menghindari ketergantungan sumber daya pendukung industri kepada negara asing, negara
akan bekerja keras untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk kepentingan
dalam negerinya dan sisanya diekspor, hasil ekspor akan dipergunakan untuk pengembangan
lebih lanjut dari pengelolaan sumber daya alam termasuk pemberdayaan sumber daya
manusianya. Negara juga fokus untuk menciptakan/membuat fasilitas-fasilitas berat dan
ringan untuk mendukung produksi barang-barang industri atau membuat infrastruktur
mendasar yang dibutuhkan hususnya untuk aktivitas industri dan perdagangan.

Sebagai penganti pajak yang diharamkan dalam hukum syariah maka Islam mewajibkan
Baitul mal/rumah harta yang berfungsi sebagai rumah penampungan pembayaran berbagai
macam zakat, infaq dan shadaqah dalam jumlah besar baik berasal dari dalam negeri maupun
berasal dari luar negeri, tidak pernah ada Baitul mal yang bangkrut karena harta dari Baitul
mal selalu dipergunakan untuk kepentingan rakyat khususnya rakyat menengah kebawah.
Selain untuk mensejahterakn rakyat harta Baitul mal juga dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan sumber daya manusia seperti di Aceh, dana dari Baitul mal digunakan untuk
beasiswa mahasiswa Aceh yang berprestasi untuk dapat meneruskan pendidikan didalam atau
diluar negeri, selain itu dana Baitul mal Aceh digunakan untuk sebuah program kesehatan
yaitu program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), pelaksanaan JKA sangat mudah, orang Aceh
yang berobat cukup menunjukan KTP Aceh semua urusan pengobatan gratis, bahkan JKA
dijadikan pelopor Jaminan Kesehatan Nasional yang dibentuk pemerintah yang bernama
BPJS, meskipun BPJS bersifat sosialis dan agak membebankan rakyat dengan aturan sepihak
yang sering merugikan penggunanya.

Harta Baitul mal juga difungsikan untuk membiayai pembangunan infrastruktur utama yang
penting seperti fasilitas trasnportasi, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas teknis
dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Baitul mal juga memiliki kewajiban menjaga
segala infrastruktur bagi kesejahteraan rakyat.
 
10 
 
Jika Indonesia terus menggunakan/mempraktekan sistem ekonomi kapitalis seperti sekarang
ini, maka kepentingan modal adalah sebuah kebutuhan dasar untuk memulai suatu kegiatan
yang berhubungan dengan rakyat, defisit anggaran APBN dari masa sebelum reformasi
sampai masa sekarang terus terjadi yang memaksa pemerintah dari rezim ke rezim memilih
alternatif hutang luar negeri, dari masa sebelum reformasi sampai saat sekarang ini hutang
luar negeri Indonesia tidak pernah lunas, yang terjadi malah bertambah terus dan secara tidak
langsung akan diwariskan kepada generasi penerus bangsa. Sebuah hal yang bijak untuk
Negara Indonesia adalah mengganti sistem ekonomi lama yang ternyata gagal dalam
mensejahterakan rakyat dan malah memasukan bangsa ini kedalam jeratan hutang luar negeri
dan bunga hutang yang besar dan sulit dilunasi.

KESIMPULAN

1. Sebuah pemerintahan yang sebagian besar berisi manusia-manusia korup, tidak akan mampu
membuat rakyatnya sejahtera, manusia-manusia korup hanya akan mementingkan dan memperkaya
dirinya dan golongannya dengan mengatasnamakan rakyat, sementara dampak kebijakan hutang
luar negeri yang terjadi adalah kesengsaraan sebagian besar rakyat akan bertambah pada masa kini
dan mungkin berlanjut sampai masa generasi selanjutnya.
2. Indonesia yang sebagian besar beragama Islam secara fitrah harus memulai secara holistis sistem
ekonomi Islam yang kaffah yang bisa dimuali dari seluruh komunitas-komunitas kecil seperti
pesantren dan tempat-tempat pendidikan Islam.
3. Hutang luar negeri disertai riba itu pasti akan memunculkan bahaya terbesar, yaitu datangnya azab
Allah SWT. Allah SWT berfirman :
Orang-orang yang mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila (TQS al-Baqarah [2]: 275)
Rasul saw. Bersabda :
Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah
menghalalkan azab Allah bagi diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)

Perekonomian yang dibangun di atas pondasi riba tidak akan pernah stabil, akan terus tergoncang
bahkan terjatuh dalam krisis ekonomi secara berulang. Akibatnya, kesejahteraan dan kemakmuran
yang merata untuk rakyat serta kehidupan yang tenteram untuk rakyat akan jauh dari yang
direncanakan. Dengan kembali pada syariah Islam maka keberkahan akan dilimpahkan kepada
bangsa ini.
 
11 
 
DAFTRA PUSTAKA

bisnis.tempo.co/read/1157123/utang-luar-negeri-sudah-lampu-kuning-ini-gambaran-dan-dampaknya
economy.okezone.com/read/2017/12/19/20/1832626/mewaspadai-risiko-utang-ri
economy.okezone.com/read/2017/12/06/20/1826064/utang-negara-demi-proyek-infrastruktur-ini-
sederet-bahayanya
infradebt.in/Fin_Min.pdf
katadata.co.id/berita/2018/03/15/utang-pemerintah-tembus-rp-4000-t-ini-risiko-yang-perlu-diwaspadai
mediaumat.news/buletin-kaffah-bahaya-penumpukan-utang-luar-negeri
news.detik.com/opini-anda/1704878/bahaya-membangun-negara-dengan-utang
nptel.ac.in/courses/105103133/37
siteresources.worldbank.org/GDFINT2004/Home/20177051/gdf_chapter%206.pdf
www.adb.org/sites/default/files/publication/82273/south-asia-wp-029.pdf
www.bbc.com/indonesia/indonesia-43373257
www.opic.gov/what-we-offer/financial-products
www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20180402/281638190763357

También podría gustarte