Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
Kekurangan gizi didefinisikan sebagai kondisi kurangnya berat badan untuk
usia seseorang, kurang tinggi untuk usia seseorang (stunting), sangat kurus untuk
tinggi badan seseorang (wasting) serta kekurangan vitamin dan mineral (defisiensi
mikronutrien) sebagai hasil dari asupan makanan yang tidak mencukupi, perawatan
yang tidak memadai dan penyakit tertentu. Kekurangan gizi secara luas diakui
sebagai masalah kesehatan di negara-negara berkembang di dunia, termasuk di
indonesia.1 Kekurangan gizi berkontribusi terhadap setengah dari total jumlah
kematian dan mencakup sebanyak 34-62% pada anak usia sekolah. Kekurangan gizi
yang berkepanjangan pada kelompok usia ini menghambat pertumbuhan dan
meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit. 2
1
Kondisi buruknya asupan nutrisi pada individu terutama pada anak akan dapat
mengarahkan individu tersebut kedalam penyakit-penyakit tertentu seperti Xerosis
cutis. Xerosis cutis adalah suatu bentuk iritasi yang disebabkan oleh kurangnya
kelembaban di kulit. Penyakit ini seringkali ditemukan pada usia tua. Akan tetapi,
faktor-faktor seperti kondisi sosial ekonomi dan asupan nutrisi yang rendah dapat
berkontribusi memicu munculnya kelainan ini pada anak-anak.4
KASUS
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun dikonsulkan dari bagian anak dengan
keluhan munculnya luka pada siku kiri, dan lutut kiri sejak 4 hari yang lalu
(Sabtu, 12 Januari 2019). Keluhan disertai adanya bercak kehitaman pada
wajah, kedua tangan, dan kedua kaki, keseluruhan kulit kering, gatal, dan
bersisik, penurunanan berat badan disertai penurunan nafsu makan, dan sulit
berjalan yang muncul tiba-tiba sejak 3 tahun yang lalu. Demam, batuk,
gangguan buang air kecil (BAK), dan buang air besar (BAB) disangkal. Pasien
lahir normal dengan usia kehamilan dan berat badan lahir cukup di rumah
dengan dibantu bidan. ibu pasien mengaku bahwarutin memeriksakan
kandungannya selama 9 bulan mengandung di puskesmas terdekat. Imunisasi
pasien lengkap dan cukup air susu ibu (ASI).
2
Riwayat keluarga : tidak ada anggota keluarga atau yang tinggal serumah
dengan pasien memiliki keluhan yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : kesadaran kompos mentis, kesan gizi kurang (Indeks massa
suhu 36⸰C
Mulut : Sianosis (-), T1/T1, hiperemis (-), Kandidiasis oral (-), bibir
kering
3
Inguinal : Tidak ada pembesaran kelenjar betah bening
Status dematologi
Ukuran : Numular
2. Lokasi : Generalisata
4
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Laboratorium :
5
6 Eritrosit 0-1/LPB
7 Nitrit Negatif
8 Epitel Negatif
9 Bakteri Negatif
DIAGNOSA BANDING
Xerosis cutis
Iktiosis vulgaris
Xeroderma pigmentosum
DIAGNOSIS
Xerosis cutis
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
Quo ad Vitam: dubia ad bonam
Quo ad Functionam: dubia ad bonam
Quo ad Sanationam: dubia ad bonam
Qua ada Kosmetikan: dubia ad malam
ANJURAN
Perhatikan kebersihan dan asupan gizi seimbang
6
FOLLOWUP
A : Xerosis cutis
S : luka mengering, nyeri (-)
23/01/2019 Sagestam 2x1
O: Emolient
Krusta (-), Erosi (-), Hiperpigmentasi (+) regio
caput, collum, dan ekstremitas
TTV → N : 70x, S : 36c, RR : 16x
A : Xerosis cutis
S : luka mengering, nyeri (-)
24/01/2019 Sagestam 2x1
O: Emolient
Krusta (-), Erosi (-), Hiperpigmentasi (+) regio
caput, collum, dan ekstremitas
TTV → N : 80x, S : 36c, RR : 17x
A : Xerosis cutis
S : luka mengering, nyeri (-)
25/01/2019 Sagestam 2x1
O: Emolient
Krusta (-), Erosi (-), Hiperpigmentasi (+) regio
caput, collum, dan ekstremitas
TTV → N : 80x, S : 36c, RR : 17x
A : Xerosis cutis
S : luka mengering, nyeri (-)
29/01/2019 Sagestam 2x1
O: Emolient
Krusta (-), Erosi (-), Hiperpigmentasi (+) regio
caput, collum, dan ekstremitas
7
TTV → N : -, S : - RR : -
Eosinofil >10.000
A : Xerosis cutis
PEMBAHASAN
Diagnosis xerosis cutis karena gizi buruk pada penderita ini ditegakan
berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
8
fungsi kulit sebagai dinding perlindungan pertama, sehingga trauma dan luka sering
kali ditemukan pada daerah-daerah penonjolan tulang. Hal tersebut sesuai dengan
masalah utama yang dikeluhkan pasien yakni terdapat luka pada siku dan lututnya.6
9
atopik lainnya. Selain itu, ada korelasi antara kekurangan filaggrin dan risiko
pengembangan eksim. Diagnosis IV berdasarkan pada integrasi beberapa faktor.
Faktor-faktor ini termasuk fenotipe kulit, onset, manifestasi kulit terkait, riwayat
keluarga, temuan histopatologis pada biopsi kulit, dan pengujian genetik. Manajemen
perawatan kulit untuk IV bertujuan untuk mengurangi kerak, mendukung fungsi
sawar kulit, meningkatkan hidrasi kulit, dan mengurangi gejala. Terapi IV meliputi
mandi segera dengan diikuti oleh penggunaan pelembab, emolien, agen keratolitik,
dan steroid topical.9 Diagnosis banding iktiosis vulgaris dapat disingkirkan karena
pada iktiosis vulgaris sisik dan lesi yang ditimbulkan lebih dalam dibandingkan
xerosis cutis sehingga akan menimbulkan rasa nyeri. Selain itu juga ikhtiosis vulgaris
dapat sembuh atau tidak menimbulkan keluhan pada tempat yang hangat dan seiring
pertambahan usia, sedangkan pada kasus ini tidak.9
10
tahun kemudian meskipun perlindungan matahari yang cukup telah dilakukan.
Karena perubahan kulit semua disebabkan oleh sinar UV, perlindungan penuh dari
paparan UV dapat mencegah perubahan kulit lebih lanjut. Perlindungan sinar
matahari yang ketat kemungkinan menyebabkan kekurangan vitamin D, jadi
suplemen vitamin D harus diresepkan. Diagnosa banding Xeroderma pigmentosum
dapat disingkirkan karena pada xeroderma pigmentosum penderita biasanya akan
menunjukan gejala sensitivitas terhadap paparan sinar matahari yang signifikan
seperti kulit menjadi bersisik, menebal, dan gatal. Namun pada penderita ini tidak.10
Prognosis penderita ini adalah quo vitam dubia ad bonam, quo fungtionam
dubia ad bonam, quo sanationam ad bonam, dan quo kosmetikam dubia ad malam.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa penatalaksanaan dengan
menggunakan emolient secara teratur sudah dapat menurukan keluhan pasien terkait
xerosis cutis dan membantu penderita dalam menjalankan fungsi sehari-hari. Namun,
jika kondisi status gizi ikut dipertimbangkan maka prognosis penderita sulit untuk
dapat dipastikan. 11
11
Tanpa perawatan, kondisi epidermis akan memburuk kearah kegagalan dalam
mempertahankan integritas permukaannya. Pada titik ini, pelat sel epidermis akan
terangkat, menghasilkan skala putih kasar. Celah kemudian berkembang menjadi pola
seperti canal (cannalé) atau crazy-paving (craquelé).7 Perubahan ini paling sering
dimulai pada ekstremitas bawah, tetapi seiring waktu atau dalam kasus yang parah,
dapat digeneralisasi. Fisura persisten akan meradang dan eritematosa. Menggaruk
dapat menyebabkan infeksi sekunder superfisial (impetiginisasi), yang selanjutnya
memicu reaksi inflamasi dan meningkatkan penyebaran lesi. 11
DAFTAR PUSTAKA
12
8. Jen M, Shah KN, Yan AC. Diabetes Cutaneous changes in nutritional disease.
In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchhrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th Ed.The Mcgraw-
Hill Companies Inc: 2008; p.1201-1202
9. Mertz SE, Thea D. Nguyen, Spies LA. Ichthyosis Vulgaris A Case Report and
Review of Literature. Journal of dermatology nurse assosiation. 2018; 10(5):
p.235-237
10. Lehmann AR, McGibbon D, Stefanini M. Xeroderma pigmentosum.
Orphanet journal of rare disease. 2011; 6: p.70-75
11. Trozak DJ, Tennenhouse DJ, Russel JJ, editors. Dermatology skills for
primary care. New Jersey: Humana pers; 2006.
13