Está en la página 1de 102

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN

PADA TANAH ULTRABASA DI AREAL KONSESI


PT. INCO Tbk. SEBELUM PENAMBANGAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN

MUSTIAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
PADA TANAH ULTRABASA DI AREAL KONSESI
PT. INCO Tbk. SEBELUM PENAMBANGAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN

MUSTIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK
MUSTIAN. Diversity of Plant Species in Ultrabasic Soils Before Mining in
Concession Areas of PT. INCO Tbk., the Province of South Sulawesi. Under
Academic Supervision of Dr. Ir. Istomo, MS.

Ultrabasic soils have considerable amount of heavy metal content and


cause the existing vegetation to have very unique properties. Soils which develop
in ultrabasic soils are very poor due to high content of Fe, Mg, Al and Ni.
Ultrabasic soils occupy two altitudinal zonations, namely lowland mafic zone
1000 m asl) and upland mafic zone ( 1000 m asl). Areas of ultrabasic soils in
this Verbeek mountain range constitutes the concession area of PT INCO Tbk,
which in the future will be mined, and therefore there is a need for a study
concerning its species diversity.
The objective of this study was studying plant species diversity existing in
the ultrabasic soils. This research was conducted by vegetation analysis method
for vegetation stages of seedlings, saplings, poles, trees, and non tree vegetation.
Placements of sample plots was conducted by purposive sampling in each
zonation (lowland mafic and upland mafic zones) with size of 20 m X 500 m (1
ha), and for each zone there were two sample plots. Therefore, the total area size
of the research sample plots was four hectares.
Research results showed that the number of species found in lowland
mafic plot (LLM) for tree stage was 61 species, whereas that in upland mafic
(ULM) was 19 species. Status of species diversity (H ) in tree stage in the
research location was categorized as ranging from low to high. Value of H for
tree stage ranged between 2.06 3.13, value of species richness (R) were 5.96
8.53, and value of species evenness (E) were 0.73 0.86. Dominant species at
tree stage and regeneration in nearly all sample plots was species of Heritiera
trifoliata. Other dominant species were Gironniera subequalis, Sloetia elongate
and Acmena acuminatissima. Those of local endemic species found in this study
were among other things Kjelbergiodendron celebica, Hopea celebica,
Lithocarpus celebica, Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis
celebica, Garcinia celebica, Metrosideros vera and Sarcotheca celebica.
Number of trees in diameter class of 20 cm up was greater in ULM zone,
as compared with that in LLM zone. On the other hand, basal area and volume of
trees with diameter of 20 cm up was greater in LLM zone. Therefore, in LLM,
number of trees was smaller, but the average tree size was greater as compared
with that in ULM zone. Level of soil fertility in LLM plots were higher as
compared with that in ULM plots. Values of pH in LLM plots were higher as
compared with those in ULM plots, whereas contents of Fe, Ni and Al were
higher in plots of ULM.
Dominant species, such as Heritiera trifoliate , as well as those local tree
species which had been mentioned above were tree species which had been
adapted to the properties of ultrabasic soils. Therefore, those species need to be
maintained in terms of their sustainability and cold be made as priority for
rehabilitation of ex mining land in ultrabasic soils.

Key words: Diversity, ultrabasic soils, stand potency, dominant species.


RINGKASAN
MUSTIAN. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pada Tanah Ultrabasa di Areal
Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Istomo, MS.

Tanah ultrabasa memiliki kandungan logam berat yang cukup tinggi


menyebabkan tipe vegetasi yang ada sangat khas. Tanah yang berkembang pada
batuan ultrabasa bersifat sangat tandus, sebagai akibat adanya kandungan basa-
basa (Fe, Mg, Al dan Ni) yang tinggi. Tanah ultrabasa menempati dua zonasi
menurut ketinggian tempat yaitu zona lowland mafic ( 1.000 mdpl) dan zona
upland mafic ( 1.000 mdpl). Kawasan tanah ultrabasa di Pegunungan Verbeek ini
merupakan areal konsesi PT. INCO Tbk. yang nantinya akan di tambang sehingga
perlu suatu kajian tentang keanekaragaman jenis.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji keanekaragaman jenis-jenis
tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa. Penelitian ini dilakukan dengan metode
analisis vegetasi untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon dan tumbuhan non
pohon. Penentuan petak contoh dilakukan dengan cara purposive sampling pada
setiap zonasi (lowland mafic dan upland mafic) yang berukuran 20 m x 500 m (1
ha) masing-masing zona sebanyak dua petak contoh penelitian, sehingga luas
seluruh petak contoh penelitian adalah empat ha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis yang ditemukan pada
petak lowland mafic (LLM) untuk tingkat pohon 61 jenis, sedangkan untuk petak
upland mafic (ULM)sebanyak 19 jenis. Status keanekaragaman jenis (H ) tingkat
pohon di lokasi penelitian tergolong rendah sampai tinggi. Nilai H' untuk tingkat
pohon berkisar antara 2,06 3,13, nilai kekayaan jenis (R) 5,96 8,53 dan nilai
kemerataan jenis (E) adalah 0,73 - 0,86. Jenis dominan pada tingkat pohon dan
permudaan hampir diseluruh petak contoh penelitian adalah jenis Heritiera
trifoliata. Jenis-jenis dominan lainnya adalah Gironniera subequalis, Sloetia
elongata dan Acmena acuminatissima. Untuk jenis-jenis endemik lokal antara lain
ditemukan Kjellbergiodendron celebica, Hopea celebica, Lithocarphus celebica,
Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis celebica, Garcinia celebica,
Metrosideros vera dan Sarcotheca celebica.
Jumlah pohon pada kelas diameter 20 cm up lebih banyak di zona ULM
dibandingkan dengan zona LLM, namun luas bidang dasar (LBDS) dan volume
pohon berdiameter 20 cm up lebih banyak pada zona LLM. Dengan demikian
pada LLM jumlah pohon sedikit tetapi pohonya lebih besar dibandingkan pada
zona ULM. Tingkat kesuburan tanah di petak LLM lebih tinggi dibandingkan
dengan petak ULM. Nilai pH di petak LLM lebih tinggi dibandingkan di petak
ULM, sedangkan kandungan Fe, Ni dan Al lebih tinggi di petak ULM.
Jenis-jenis dominan seperti jenis Heritiera trifoliata merupakan jenis
pohon yang sudah beradaptasi dengan sifat-sifat tanah ultrabasa, termasuk jenis-
jenis lokal yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu jenis-jenis tersebut perlu
dijaga kelestariannya dan dijadikan jenis prioritas untuk rehabilitasi tanah ultrabasa bekas
tambang.

Kata Kunci : Keanekaragaman, Tanah ultrabasa, Potensi tegakan, Jenis dominan.


PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman


Jenis Tumbuhan Pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum
Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Mustian
E14204016
Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah
Ultrabasa di Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum
Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan.
Nama : Mustian
NIM : E14204016

Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Istomo, MS


NIP 131 849 395

Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr


NIP 131 578 788

Tanggal Lulus: ……………….


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cakke, Sulawesi Selatan pada tanggal 5


Maret 1986 dari pasangan suami istri Hasanuddin dan Aidar.
Penulis memulai jenjang pendidikan formal pada tahun 1992 di
Sekolah Dasar 69 Marena, Kabupaten Enrekang dan lulus pada
tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di
SLTPN 1 Anggeraja, Kabupaten Enrekang dari tahun 1998
sampai dengan tahun 2002. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SMUN 1 Anggeraja dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004
penulis di terima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis
kemudian di terima sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, Program Studi
Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
penulis aktif di organisasi mahasiswa, yakni sebagai ketua bidang Ekologi TGC
(Tree Grower Community) Fakultas Kehutanan dari tahun 2007-2008, panitia
pelatihan ekologi pada tahun 2008 dan penulis juga aktif mengikuti seminar-
seminar nasional seperti seminar nasional Soil and Maining , seminar nasional
The Earth Day Celebration 2006 dan seminar-seminar yang lain.
Selain aktif dalam organisasi, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Ekologi Hutan. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) tahun 2007 di Getas, Cilacap dan Baturraden. Pada
tahun 2008 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) dan kemudian
dilanjutkan dengan penelitian di PT. INCO Tbk. Propinsi Sulawesi Selatan.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah Ultrabasa di
Areal Konsesi PT. INCO Tbk. Sebelum Penambangan Propinsi Sulawesi Selatan
dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah
satu syrarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini berjudul
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Tanah Ultrabasa di Areal Konsesi PT.
INCO Tbk. Sebelum PenebanganPropinsi Sulawesi Selatan.
Atas selesainya penyusunan karya ilmiah ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Istomo, MS selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan.
2. Bapak Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS sebagai dosen penguji dari
departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Bapak Ir. T.R.
Mardikanto, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan.
3. Bapak Hasanuddin dan ibu Aidar serta kakak-kakakku tercinta atas segala
bantuan, semangat, motivasi dan doanya.
4. Pihak PT. INCO Tbk. dan PT. Hatfield Indonesia yang telah menfasilitasi
penulis dalam penelitian.
5. Bapak Edi Permana, Bapak Aris A, Bapak Boorliand, yang telah
membantu penulis.
6. Sahabat terbaik Agus, Boy, Yandri, Adie, Kaka, Bebek, Heru, Rizal,
Felisitas, Dwi, Maryo, Wita, Kirana, Didie dan teman-teman BDH 41
yang belum sempat di tulis namanya yang selalu memberikan semangat
dan keceriaan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaaan, namun penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi
semua pihak dan dunia ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR............................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Keanekaragaman Jenis Pada Tanah Ultrabasa ..................... 3
2.2 Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan di Tanah Ultrabasa 4
2.3 Tanah Ultrabasa.................................................................. 5
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 8
3.2 Bahan dan Alat Penelitian................................................... 8
3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................. 9
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan............................................. 10
3.5 Analisis Data ...................................................................... 11
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Posisi Geografis. ................................................ 15
4.2.Data Fisik Lapangan ........................................................... 15
4.2.1 Jenis Tanah dan Topografi ......................................... 15
4.2.2 Iklim .......................................................................... 15
4.2.3 Kondisi Geologi......................................................... 16
4.2.4 Keadaan Vegetasi ...................................................... 16
Halaman
4.3 Kondisi Masyarakat ........................................................... 16
4.4 Areal Konsesi PT. INCO Tbk ............................................. 16
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian................................................................... 19
5.1.1 Komposisi Jenis ........................................................ 19
5.1.1.1 Jumlah Jenis......................................................... 19
5.1.1.2 Jenis Dominan...................................................... 20
5.1.1.3 Indeks Keanekaragaman Jenis .............................. 22
5.1.1.4 Indeks Kekayaan Jenis ......................................... 24
5.1.1.5 Indeks Kemerataan Jenis ...................................... 26
5.1.1.6 Indeks Dominansi................................................. 27
5.1.1.7 Indeks Kesamaan Komunitas................................ 29
5.1.2 Struktur Tegakan ...................................................... 31
5.1.2.1 Sebaran Jumlah Individu ...................................... 31
5.1.2.2 Sebaran Jumlah Pohon ......................................... 33
5.1.2.3 Luas Bidang Dasar Pohon Per kelas Diameter ..... 34
5.1.2.4 Sebaran Volume Per kelas Diameter..................... 36
5.1.3 Hasil Analisis Sifat-sifat Tanah .................................. 37
5.1.3.1 Sifat Fisik Tanah .................................................. 37
5.1.3.2 Sifat Kimia Tanah ................................................ 38
5.2 Pembahasan........................................................................ 40
5.2.1 Keanekaragaman Jenis ............................................... 40
5.2.2 Struktur dan Komposisi Tegakan ............................... 44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................ 49
6.2 Saran .................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51
LAMPIRAN ............................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rekapitulasi jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 19
2. Rekapitulasi nilai INP terbesar dari jenis-jenis dominan di tiap
petak contoh penelitian................................................................... 21

3. Rekapitulasi nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai


tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian ....................... 22
4. Rekapitulasi nilai indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 24
5. Rekapitulasi nilai indeks kemerataan (E) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 26
6. Rekapitulasi nilai indeks dominansi (D) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian................................... 28
7. Rekapituasi nilai indeks kesamaan komunitas pada berbagi
tingkat pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian ....................... 30
8. Sebaran jumlah individu di tiap petak contoh penelitian ................. 31
9. Sebararan jumlah pohon per kelas diameter di tiap contoh
penelitian ....................................................................................... 33
10. Sebaran jumlah pohon dan luas bidang dasar pohon per kelas
diameter di tiap petak contoh penelitian.......................................... 35
11. Sebaran volume per kelas diameter di tiap contoh penelitian .......... 36
12. Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian....................... 37
13. Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian..................... 38
14. Perbandingan keadaan vegetasi hutan tanah ultrabasa dengan
tipe hutan lain................................................................................. 40
15. Jenis-jenis tumbuhan lokal yang ditemukan pada petak contoh
Penelitian ....................................................................................... 42
16. Perbandingan indeks-indeks pada hutan ultrabasa dengan
tipe hutan lain................................................................................. 43
17. Perbandingan struktur dan potensi pada tanah ultrabasa.................. 44
18. Perbandingan tanah ultrabasa dengan beberapa jenis tanah lain ...... 46
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Agihan tanah ultrabasa di pulau Sulawesi....................................... 7
2. Desain metode analisis vegetasi jalut berpetak ............................... 10
3. Letak dan posisi areal konsesi PT. INCO Tbk. Sorowako ............... 18
4. Jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan
di tiap petak contoh penelitian ........................................................ 19
5. Indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat
pertumbuhan pohon dan permudaannya di tiap petak contoh
penelitian ....................................................................................... 23

6. Indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat


pertumbuhan non pohon di tiap petak contoh penelitian ................. 23
7. Indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 24
8. Indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan
non pohon di tiap petak contoh penelitian....................................... 25
9. Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 27
10. Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaannya di tiap petak contoh penelitian ............... 27
11. Indeks dominansi jenis (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian ................. 28
12. Indeks dominansi jenis (D) pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian ................. 28
13. Sebaran jumlah individu pada tiap petak contoh penelitian............. 32
14. Sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak
contoh penelitian ............................................................................ 34
15. Sebaran LBDS berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh
pengamatan.................................................................................... 35
16. Sebaran volume pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak
contoh penelitian ............................................................................ 36
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Rekapituasi nama jenis tumbuhan pada tingkat pohon dan
permudaannya yang ditemukan pada lokasi pengamatan ............... 53
2. Rekapitulasi nama jenis tumbuhan pada tingkat non pohon
yang ditemukan pada lokasi pengamatan ........................................ 57
3. Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai
tingkat pertumbuhan di petak LLM-1. ............................................ 59

4. Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai


tingkat pertumbuhan di petak LLM-2 ............................................. 64

5. Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai


tingkat pertumbuhan di petak ULM-1............................................. 72

6. Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai


tingkat pertumbuhan di petak ULM-2............................................. 78

7. Penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983) ....... 86
8. Foto-foto kondisi umum lokasi penelitian....................................... 87
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati (biological diversity) atau sering disebut dengan
biodiversity merupakan suatu istilah untuk menyatakan tingkat keanekaragaman
sumber daya alam hayati yang meliputi kelimpahan atau penyebaran dari
ekosistem, jenis dan genetik. Keanekaragaman hayati merupakan konsep penting
dan mendasar karena menyangkut kelangsungan hidup seluruh kehidupan di muka
bumi. Keanekaragaman hayati tumbuhan dapat dilihat dari nilai kerapatan,
frekuensi, dominansi, INP (Indeks Nilai Penting), dan Indeks Kemerataan, Indeks
Kekayaan Margalef, Indeks Keragaman Shanon-Wiener, Indeks Dominansi dan
Indeks Kesamaan Komunitas.
Sulawesi merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang bersifat endemik, baik dari segi fauna
maupun dari floranya yang tersebar di seluruh pulau Sulawesi. Flora dan fauna
yang ada di pulau Sulawesi merupakan peralihan dari flora dan fauna yang ada di
dua bagian penyebaran flora dan fauna di Indonesia. Untuk kawasan barat
(Kalimantan dan Sumatera) yang merupakan kawasan yang mendapat pengaruh
vegetasi dari Asia dan kawasan timur (Timor, Maluku dan Irian) yang dipengaruhi
oleh vegetasi Pasifik-Australia. Keanekaragaman hayati yang ada di Sulawesi,
sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, sebab merupakan peralihan antara dua
zona penyebaran flora dan fauna (Soerianegara 1996).
Salah satu jenis tanah yang menarik untuk di kaji di pulau Sulawesi ini
adalah jenis tanah ultramafik atau biasa dikenal sebagai tanah ultrabasa. Tanah
jenis ultrabasa merupakan batuan hasil pembekuan oleh panas yang menjadi
padat, yang tersusun oleh mineral magnesium, besi, kalsium, aluminium, nikel
dan logam berat lain yang bersifat beracun terhadap tanaman dalam jumlah yang
besar. Tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa ini telah beradaptasi dengan sifat
tanah tersebut sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan penyesuaikan
dengan keadaan tanah tersebut. Beberapa tumbuhan lain dapat berfungsi sebagai
indikator, artinya terdapat korelasi antara kadar logam di dalam tanah dengan
konsentrasi logam yang sama di dalam tumbuhan. Keberadaan tanah ultrabasa ini
juga ada di Kalimantan, Sumatera, Timor, Halmahera, Sumba dan Irian tetapi
yang paling luas baik di Indonesia maupun di dunia adalah di Sulawesi seluas
8.000 km2 (Whitten, Mustafa dan Handerson 1987).
Beberapa jenis vegetasi yang ada pada hutan Sulawesi juga sangat unik
dan endemik sehingga keberadaanya perlu dilestarikan, khususnya hutan yang ada
di Pegunungan Verbeek yang merupakan areal konsesi PT INCO Tbk. yang
nantinya akan ditambang perlu dilakukan pendataan dan identifikasi jenis.
Sehingga pada saat akan dilakukan kegiatan rehabilitasi bekas tambang, tumbuhan
jenis lokal dan endemik tersebut merupakan jenis prioritas untuk ditanam kembali.
Selain itu juga dilakukan kegiatan penyelamatan dan kegiatan konservasi jenis-
jenis yang khas. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi tentang potensi
keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman
jenis-jenis tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa di hutan Pegunungan Verbeek
areal konsensi PT. INCO Tbk. Sulawesi Selatan sebelum kegiatan penambangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Jenis pada Tanah Ultrabasa


Menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati (1994) yang tercantum dalam
UU No. 5 Tahun 1994, keanekaragaman di antara mahluk hidup dan semua
sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lainnya serta
kompleks ekologi yang merupakan kajian dari keanekaragaman, mencakup
keanekaragaman di dalam jenis, antar jenis dan ekosistem.
Menurut Soerianegara (1996), keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak
hanya ditentukan oleh banyaknya jenis tetapi juga oleh banyaknya individu dari
setiap jenis. Untuk Indonesia, dari hasil penelitian untuk berbagai tipe hutan dapat
dikatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman pada angka lebih dari 3,5 dapat
dikatakan tinggi. Suatu daerah yang didominasi oleh jenis-jenis tertentu saja,
maka daerah tersebut dapat dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang
rendah. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas
memiliki kompleksitas yang tinggi, karena didalam komunitas itu terjadi interaksi
antara jenis yang tinggi.
Menurut McNeely (1988) dalam Haryanto (1995), keanekaragaman
hayati atau yang dikenal dengan istilah Biological Diversity (Biodiversity) adalah
istilah payung untuk keanekaragaman sumber daya alam hayati, meliputi jumlah
maupun frekuensi dari ekosistem, jenis maupun genetik dalam suatu tempat
tertentu. Istilah keanekaragaman hayati mencakup tiga tingkat pengertian yang
berbeda, yaitu keanekaragaman genetik, jenis dan ekosistem.
Berdasarkan hasil spesimen-spesimen botani yang dikumpulkan dari
Sulawesi menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan lebih sedikit dibandingkan
dengan hasil spesimen tumbuhan yang dikumpulkan dari pulau-pulau lain yang
penting di Indonesia. Sampai sekarang, dari setiap 100 km² hanya sekitar 23
spesimen yang didapatkan untuk dijadikan herbarium, sedangkan dari pulau jawa
didapatkan lebih dari 200 spesimen per 100 km² (Whitten et al. 1987).
Backer (1981) dalam Whitten et al. (1987) mengatakan bahwa tumbuhan
yang ada pada tanah ultrabasa ini telah berdaptasi dengan sifat tanah tersebut
sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan penyesuaikan dengan keadaan
tanah tersebut. Beberapa tumbuhan lain dapat berfungsi sebagai indikator, artinya
terdapat korelasi antara kadar logam didalam tanah dengan konsentrasi logam
yang sama didalam tumbuhan.
Hutan dataran rendah di Sulawesi mempunyai jumlah jenis paling banyak
dari semua tipe hutan di Sulawesi, tetapi hanya mempunyai tujuh jenis yang
tergolong suku Dipterocarpaceae, sedang di pulau lain seperti di Kalimantan dan
Sumatera terdapat berturut-turut 106 dan 267 jenis (Whitten et al. 1987).
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa kekayaan jenis
tumbuhan di hutan hujan tropika Indonesia berbeda dari suatu tempat ke tempat
lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulhadi (1996) dalam penelitiannya
tentang hubungan antara luas petak contoh dengan tingkat keanekaragaman
tumbuhan hutan hujan dataran rendah di HPH PT. Daisy Timber Kalimantan
Timur pada petak plasma nutfah menemukan sebanyak 40 jenis tiang dan pohon,
103 jenis pancang, 101 jenis semai, 11 jenis tumbuhan bawah, 15 jenis liana dan 4
jenis epifit.

2.2 Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan di Tanah Ultrabasa


Pengertian struktur vegetasi dapat berlainan tergantung pada tujuan
penggunaan istilah tersebut, sehingga beberapa ahli memberi arti yang berbeda-
beda (Istomo 1994).
Dalam suatu transek berukuran 2 m x 30 m dalam hutan dengan tanah
ultrabasa dilakukan pendataan pohon dan profilnya menunjukkan bahwa pohon-
pohonnya relatif pendek. Tinggi rata-rata pohon yang ditemukan lebih banyak
pada ketinggian 10-20 meter. Hanya sedikit pohon-pohon yang mempunyai tinggi
25-40 meter (Whitten et al. 1987).
Tipe vegetasi hutan pada tanah ultrabasa sangat khas berupa hutan ultra
lahan basa yang terdapat pada hutan dataran rendah dimana iklimnya selalu basah
menyebabkan jenis tumbuhan yang hidup pada tanah tersebut menjadi khas
(Whitten et al. 1987).
Umumnya untuk tegakan normal pada hutan yang tidak seumur grafik
struktur tegakannya berbentuk huruf terbalik (Meyer et al. 1961).
Hutan pada tanah ultrabasa yang ada di sekitar Soroako mempunyai
sejumlah besar kayu besi (Metrosideros sp), pohon damar (Agathis sp),
Calophyllum sp, beberapa jenis Burseraceae, Sapotaceae dan Dipterocarpaceae
(Vatica sp dan Hopea celebica) (Witthen et al. 1987).
Soerianegara dan Indrawan (2002) membagi formasi hutan hujan tropika
basah di Indonesia menjadi 3 zona vegetasi yaitu:
1. Zona barat, berada dibawah pengaruh vegetasi Asia yang meliput Sumatera
dan Kalimantan, kayu yang dominan adalah dari famili Dipterocarpaceae.
2. Zona timur, berada dibawah pengaruh vegetasi Australia yang meliputi
Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya, kayu yang dominan oleh famili
Araucariaceae dan Myrtaceae.
3. Zona peralihan, merupakan pertemuan antara kedua zona diatas yang meliputi
Jawa dan Sulawesi dengan jenis yang ditemukan antara lain dari famili
Araucariaceae, Myrtaceae dan Verbenaceae.
Adapun jenis flora yang khas pada tiga zona penyebaran vegetasi yang ada
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Zona barat (Asiatik) berupa Pinus merkusii, Rafflesia spp, Dipterocarpaceae,
Altingia exelsa.
2. Zona timur (Austraia) berupa Araucaria cunninghamii, Papua cerdrus sp,
Grevilla spp.
3. Zona tengah (Wallaceae) berupa Diospyros celebica, Elmerillia ovalis, Shorea
selaria, Eucalyptus urophylla.

2.3 Tanah Ultrabasa


Batuan ultramafic merupakan batuan pembekuan oleh panas yang padat,
yang tersusun atas mineral magnesium dan besi dari situlah muncul istilah ma
dan fik ). Batuan yang ultrabasis atau ultrabasa adalah batuan yang mengandung
kurang dari 45% kersik dan batuan ini kaya akan besi, magnesium, kalsium,
aluminium dan logam-logam berat. Kebanyakan batuan ultrabasa termasuk
kedalam batuan ultamafic (Witthen et al. 1987).
Menurut Hardjowigeno (1987) tanah laterit (Oksisol) yaitu tanah dengan
kandungan mineral rendah dan banyak mengandung logam-logam berat seperti
Ni, Al, Fe didalamnya.
Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran
udara, panas, air, dan zat terlarut melalui tanah. Sifat fisik tanah yang penting
antara lain tekstur tanah, struktur, porositas, stabilitas agregat dan beberapa sifat
fisik tanah dan memang mengalami perubahan karena penggarapan tanah dan sifat
fisik tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bantuan induk, iklim, vegetasi,
topografi dan waktu (Harjowigeno 2003).
Sifat kimia tanah merupakan semua peristiwa yang bersifat kimia yang
terjadi pada tanah, baik pada permukaan maupun pada di dalamnya. Rentetan
peristiwa kimia inilah yang akan menentuan ciri dan sifat tanah yang akan
terbentuk atau akan berkembang (Hakim et al. 1986).
Tanah yang berkembang pada batuan ultrabasa bersifat sangat tandus,
sebagai akibat adanya faktor-faktor berikut: pertukaran mangnesium yang tinggi
dan perbandingan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan kalsium,
nitrogen, kekurangan fosfor, kekurangan kalium, dan terdapatnya konsentrasi
logam-logam berat yang bersifat racun seperti nikel, kobal dan krom (Witthen et
al. 1987).
Konsentrasi nikel dalam tanah ultrabasa dapat sepuluh kali lebih tinggi
atau lebih tinggi dari pada konsentarsi dalam tanah yang bukan ultrabasa. Jumlah
nikel yang tersedia bagi tanaman jauh lebih kecil, tetapi konsentrasi setinggi 3
µg/g didalam tanah telah dapat meracuni tumbuhan tertentu. Namun tumbuhan
lain mampu menahan konsentrasi yang jauh lebih tinggi dan mengkonsentrasikan
logam itu dalam jaringannya sedemikian tinggi, sehingga dalam abunya dapat
terkandung sampai 5-25% nikel (Witthen et al. 1987).
Batuan ultrabasa ini sebagian besar tersusun dari peridotit dan serpentinit.
Sisa-sisa tanah yang ada telah mengalami pelapukan yang lanjutan, dalam
keadaan basah dapat diremas dan berwarna kemerah-merahan. Umumnya batuan
peridotit yang tersingkap telah terubah menjadi serpentinit. Serpentin merupakan
istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan sifat tanah yang kaya akan
mineral magnesium silikat yang berasas dari batuan ultramafik. Karakteristik dari
tanah serpentin ini adalah memiliki kandungan nikel yang tinggi, nilai pH yang
mendekati netral dan rasio Ca:Mg <1 (Rajakaruna et al. 2008).
Hakim et al. (1986) bahwa kurang suburnya tanah yang mempunyai pH
yang masam adalah adanya reaksi tanah sebagai akibat curah hujan yang tinggi
mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Kemudian yang kedua adalah adanya
dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium (Al3+).
Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan
menyumbangkan ion H+ mengakibatkan tanah menjadi masam.
Sulawesi dan sekitarnya merupakan pulau dengan tatanan geologi yang
sangat kompleks. Kompleksitas ini disebabkan karena Sulawesi terletak pada zona
konvergen antara tiga lempeng lithosfer, yaitu Lempeng Australia yang bergerak
ke utara, pergerakan ke barat Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia di bagian
selatan-tenggara. Ketiga lempengan tersebut membuat pulau Sulawesi memiliki
tiga Mandala yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat (dicirikan oleh adanya jalur
gunung api Paleogen, Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum), Mandala
Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan
ultramafik peridotit, dunit dan serpentinit yang diperkirakan dan Mandala Geologi
Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan metamorf Permo-
Karbon, batuan-batuan plutonik yang bersifat granitis berumur Trias dan batuan
sedimen Mesozoikum (Ambodo 2007).
Penyebaran tanah ultrabasa di pulau Sulawesi dapat dilihat pada Gambar 1
yang luas tanah ultrabasanya sebesar 8.000 km2 meliputi Propinsi Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara (Witthen et al. 1987).

.
Gambar 1 Agihan tanah ultrabasa di pulau Sulawesi (Witthen et al. 1987).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penenelitian


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan
bulan April 2008 di hutan lindung Pegunungan Verbeek yang termasuk dalam
areal konsesi PT. INCO Tbk. di wilayah perbatasan antara propinsi Sulawesi
Selatan dengan Sulawesi Tengah.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Global Positioning System (GPS) dengan akurasi ± 80m.
2. Teropong.
3. Alat pengukur ketinggian pohon seperti Haga, Abney level, Christen meter
dan sebagainya.
4. Kompas.
5. Altimeter.
6. Golok untuk pengambilan sampel tanaman dan untuk pembuatan herbarium.
7. Kantong plastik untuk sampel tanaman dan tali plastik untuk penanda batas
petak.
8. Kertas label untuk pelabelan sampel tanaman.
9. Camera digital.
10. Tally sheet, kertas koran, penggaris dan alat-alat tulis lainnya.
11. Phi-band untuk mengukur diameter pohon.
12. Alkohol, spritus untuk mengawetkan sampel tanaman.
13. Patok bambu dengan ketinggian 1,5 m untuk penanda batas-batas petak.
14. Peta kerja/ peta lokasi/ peta tanah untuk mengetahui kondisi lapangan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Penentuan Lokasi Sampling
Lokasi pengukuran keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan pada hutan
dengan jenis tanah ultrabasa. Lokasi tersebut terbagi dua zonasi yaitu :
1. Zona tanah lowland mafic yaitu hutan pada tanah ultrabasa dengan
ketinggian tempat 1.000 m dpl.
2. Zona tanah upland mafic yaitu hutan pada tanah ultrabasa dengan
ketinggian tempat 1.000 m dpl.
Untuk zona lowland mafic digunakan simbol LLM dan untuk zona upland
mafic digunakan simbol ULM. Petak ukur penelitian untuk analisis vegetasi
ditempatkan secara purposive sampling dengan ukuran petak 20 m x 500 m (1 ha)
masing-masing dua jalur untuk LLM dan dua jalur ULM (sehingga luas petak
ukur penelitian adalah 4 ha). Sebaran petak penelitian untuk analisis vegetasi
dapat dilihat pada peta terlampir (Lampiran 9).
3.3.2 Pembuatan Petak Contoh
Cara pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan cara
analisis vegetasi, metode ini merupakan metode kombinasi antara metode jalur
dengan garis berpetak. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara analisis
vegetasi disajikan pada Gambar 2.
Analisis vegetasi merupakan suatu cara untuk mempelajari susunan
(komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-
tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan 2002). Dalam pengambilan petak contoh
dari jalur tersebut dibagi-bagi kedalam petak-petak pengamatan yang lebih kecil
(nested sampling) dengan ukuran sebagai berikut :
1. 2 m x 2 m (4 m² atau 0,0004 ha) untuk pengamatan tingkat semai, non pohon
(semak, herba, epifit dan pakis).
2. 5 m x 5 m (25 m² atau 0,0025 ha) untuk pengamatan tingkat pancang dan
tingkat liana (non woody dan palm family).
3. 10 m x 10 m (100 m² atau 0,01 ha) untuk pengamatan tingkat tiang.
4. 20 m x 20 m (400 m² atau 0,04 ha) untuk pengamatan tingkat pohon dan liana
berkayu (strangler).
d

Dst
a

b
c

Keterangan:
a : Sub plot pengamatan untuk tingkat semai, herba, semak, pakis dll.
b : Sub plot pengamatan untuk tingkat pancang, liana, pandan, palm family dll.
c : Sub plot pengamatan untuk tingkat tiang.
d : Sub plot untuk pengamatan tingkat pohon dan liana berkayu (strangler).
Gambar 2 Desain metode analisis vegetasi jalut berpetak.

3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan


Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah:
1. Data sekunder sebagai data penunjang berupa kondisi umum lokasi, dan data
fisik lapangan.
2. Data primer, yakni data yang diperoleh dari kegiatan di lapangan melalui
pengukuran dan pengamatan langsung. Data ini meliputi data fisik dan data
vegetasi. Untuk data fisik meliputi keadaan tanah meliputi tekstur, pH, C-
Organik dan kandungan-kandungan lainnya. Adapun pengambilan contoh
tanah diambil dari dua kedalaman yaitu kedalaman 0-15 cm dan 15-30 cm,
sedangkan data vegetasi meliputi data sebagai berikut:
a) Semai dan pancang meliputi; nama jenis dan jumlah.
b) Tiang dan pohon meliputi; nama jenis, jumlah individu, diameter dan
tinggi pohon.
c) Tumbuhan non pohon meliputi; semak, herba, liana, liana berkayu,
paku-pakuan, palem, epifit.
3. Bila ditemukan jenis tanaman yang belum teridentifikasi, maka contoh jenis
tumbuhan tersebut harus diambil dan diidentifikasi di laboratorium dan
Herbarium Bogoriense LIPI.
Adapun kriteria tingkat tumbuh dan pertumbuhan yang diukur dalam
analisis vegetasi adalah sebagai berikut :
1. Untuk Tingkat Pohon dan permudaanya:
a. Pohon adalah vegetasi pohon dengan diameter 20 cm.
b. Tiang adalah vegetasi pohon muda diameter 10-20 cm.
c. Pancang adalah vegetasi anakan pohon yang mempunyai tinggi 1,5 cm
dengan batasan diameter 10 cm.
d. Semai adalah anakan pohon yang telah mempunyai 2 kecambah dan
mempunyai tinggi 1,5 cm.
2. Untuk Tingkat non pohon:
a. Semak, yaitu tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa mempunyai
diameter < 7 cm, tumbuh rapat, berduri dan daun yang mudah gugur.
b. Herba adalah tumbuhan setahun atau menahun, tinggi 0,5-2 cm, tidak
berkayu.
c. Liana (non woody), merupakan golongan tumbuhan yang walaupun tetap
hijau tetapi sangat tergantung pada kelompok tumbuhan lainnya dan
mempunyai ketinggian > 1,5 m dari permukaan tanah.
d. Liana berkayu (strangler), merupakan tumbuhan yang sama dengan liana,
tetapi tumbuhan ini memiliki kayu dan ukurannya relatif besar dibandingkan
liana dan mempunyai ketinggian > 1,5 m dari permukaan tanah serta dapat
membunuh inangnya.
e. Palm family adalah palem yang mempunyai ketinggian > 1,5 m dari
permukaan tanah atau yang sudah besar dan dewasa.
f. Epifit adalah tumbuhan yang melekat pada batang, cabang bahkan pada
daun tumbuhan lainnya. Pada umumnya tumbuhan ini tidak menimbulkan
pengaruh buruk pada inangnya yang ditumpanginnya.
g. Paku-pakuan adalah semua paku (herba) yang telah memiliki tinggi
maksimum dua meter dari permukaan tanah.

3.5. Analisis Data


3.5.1 Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Niali Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi
suatu jenis terhadap jenis lainnya. INP ini merupakan penjumlahan dari Kerapatan
Relatif, Frekuensi Relatif dan Dominansi Relatif (Soerianegara dan Indrawan
2002). Adapun rumus- rumusnya sebagai berikut:
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan =
Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis


Kerapatan Relatif = X 100%
Kerapatan seluruh jenis

Jumlah plot ditemukan suatu jenis


Frekuensi =
Jumlah seluruh Plot

Frekuensi suatu jenis


Frekuensi Relatif = X100%
Frekuensi seluruh jenis

Jumlah luas bidang dasar suatu jenis


Dominansi =
Luas petak contoh

Dominansi suatu jenis


Dominansi Relatif = X100%
Dominansi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) = KR+ FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)

Indeks Niali Penting (INP) = KR + FR (untuk tingkat semai, pancang dan semua
tumbuhan non pohon)

3.5.2 Indeks Kekayaan jenis Margallef


Untuk mengetahui besarnya kekayaan jenis tumbuhan digunakan indeks
Margalef (Margalef 1958 dalam Ludwing & Reynold 1988) sebagai berikut:

S −1
R1 =
ln (N)
Dimana:
R1 : Indeks Kekayaan jenis Mergalef
S : Jumlah jenis
N : Jumlah total individu
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1< 3,5 menunjukkan kekayaan
jenis tergolong rendah, jika R1 = 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong
sedang dan jika R1 > 5,0 maka kekayaan jenis tergolong tinggi.

3.5.3 Keanekaragaman Jenis


Keanekaragaman jenis merupakan parameter yang sangat berguna untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman suatu jenis. Indeks keanekaragaman
Shanom-Wiener (H ) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam
ekologi komunitas (Ludwing & Reynold 1988). Rumus Indeks keragaman dari
Shanom-Wiener adalah sebagai berikut:
s
 n   n 
H' = −∑  i ln  i 
i =1  N   N  

Dimana:
: Indeks Keragaman Shannom-Wiener
s : Jumlah jenis
ni : Jumlah individu jenis-i
N : Total jumlah individu semua jenis

3.5.4 Indeks Kemerataan Jenis


Indeks kemerataan jenis yang paling banyak digunakan dalam ekologi
adalah indeks kemerataan (Ludwing & Reynold 1988) sebagai berikut:
H'
E=
ln (S)
Dimana:
E : Indeks kemerataan jenis
: Indeks keanekaragaman jenis
S : Jumlah jenis

3.5.5 Indeks Dominansi


Indeks dominansi digunakan untuk menentukan dominansi suatu jenis
didalam komunitas untuk menentukan dimana dominansi dipusatkan
(Soerianegara & Indrawan 2002). Indeks dominansi ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
a
C = ∑ (ni/N) 2
i =1
Dimana:
C : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu tiap jenis
N : Jumlah dari seluruh jenis

3.5.6 Indeks Kesamaan Komunitas


Indeks kesamaan komunitas (IS) digunakan untuk mengetahui kesamaan
relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan. Untuk mengetahui koefisien kesamaan komunitas dapat
digunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynold 1988) :
2W
IS = X 100%
a -b
Dimana:
IS : Koefisien Kesamaan Komunitas (indeks of similarity)
W : Jumlah nilai penting yang sama atau nilai yang terendah dari jenis-jenis
yang terdapat dalam dua petak contoh yang dibandingkan.
a : Jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas A
b : Jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas B

3.5.7 Potensi Tegakan


Dalam pengelolaan hutan sangat penting mengetahui potensi dari tegakan
hutan yang ada, sehingga dalam pengelolaannya dapat mencapai kelestarian.
Potensi dari setiap tegakan berbeda-beda baik tegakan yang homogen maupun
heterogen. Pohon yang dihitung adalah pohon yang berdiameter 20 cm,
kemudian dibagi dalam kelas-kelas diameter untuk lebih memudahkan dalam
pengelolaannya. Potensi tegakan dapat diketahui dari rumus sebagai berikut:

Volume = (1/4 D2) X TBC X 0,7

Dimana:
D : Diameter setinggi dada
TBC : Tinggi Bebas Cabang
0,7 : Angka Bentuk dari pohon
: Tetapan (3,14)
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Posisi Geografis


Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara posisi 97°15 00 -
o o
96°9 00 BT (Sua-Sua sampai dengan Torokulu) dan 4 50' - 3 50' LS. Areal
tersebut merupakan areal konsesi awal PT INCO Tbk. Daerah tersebut merupakan
perbatasan antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Tenggara (Ambodo 2007). Untuk gambaran umum dapat dilihat pada Gambar 3
sedangkan untuk titik lokasi penelitian dapat dilihat pada peta lokasi penelitian.

4.2 Data Fisik Lapangan


4.2.1 Jenis Tanah dan Topografi
Jenis tanah yang ada pada daerah Soroako dan merupakan lokasi
penelitian umumnya didominasi oleh jenis tanah Latosol dan Oksisol. Rata-rata
kemiringan lahan di Soroako yaitu 9-30%. Dengan ketinggian di atas permukaan
laut rata-rata yaitu 600 m dpl. Perbukitan di blok Timur memiliki kemiringan 40°
(83,9%). Topografi daerah penambangan berupa perbukitan dengan ketinggian
antara 290 m - 900 m di atas permukaan laut (Ambodo 2007).

4.2.2 Iklim
Menurut Schmidt-Ferguson (1951) dalam Ambodo (2007) daerah Soroako
yang merupakan daerah konsesi PT. INCO Tbk. berada dan juga merupakan
daerah dilakukannya penelitian ini termasuk tipe iklim A dengan curah hujan yang
cukup tinggi mencapai rata-rata 3000 mm/tahun. Curah hujan berlangsung
sepanjang tahun yaitu pada bulan November sampai dengan bulan Maret. Suhu
udara berkisar antara 25-26°C dengan kelembaban rata-ratanya 80%.

4.2.3 Kondisi Geologi


Golightly (1979) dalam Ambodo (2007) membagi geologi daerah Soroako
menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Satuan batuan sedimen, terdiri dari batu gamping laut dalam dan rijang.
Terdapat di bagian barat Soroako dan dibatasi oleh sesar naik dengan
kemiringan ke arah barat.
2. Satuan batuan ultrabasa, umumnya terdiri dari jenis peridotit, sebagian
mengalami serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan umumnya
terdapat di bagian timur. Pada satuan ini juga terdapat intrusi-intrusi pegmatit
yang bersifat gabroik dan terdapat di bagian utara.
3. Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine), umumnya terdapat di bagian
utara dekat desa Soroako.

4.2.4 Keadan Vegetasi


Vegetasi hutan alami di lokasi penelitian tepatnya di Bahodipi dan Zeba-
zeba Camp di Pegunungan Verbeek Sulawesi Selatan, secara umum sama dengan
formasi hutan hujan tropika dataran rendah di Indonesia. Vegetasi yang tumbuh
adalah tumbuhan tropis berupa semak belukar, tanaman perdu dan hutan yang
ditumbuhi pohon berdiameter antara 10-40 cm (Ambodo 2007). Beberapa jenis
lokal yang tercatat sebagai berikut: Agathis sp (Arau.), Metrosideros sp (Myrt.),
Calophyllum sp (Gutt.), Diospyros celebica (Eben.), Ficus sp (Mora.),
Kjellbergiodendron sp (Myrt.) dan lain-lain (Whitten et al. 1987).

4.3 Kondisi Sosial Masyarakat


Masyarakat yang hidup di sekitar hutan ini pada umumnya bermata
pencaharian sebagai petani dan peladang. Terlihat dengan sudah banyaknya
sawah-sawah dan kebun di sekitar hutan. Selain itu, banyak masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai karyawan kontraktor yang bekerjasama dengan PT.
INCO Tbk.

4.4 Areal Konsesi PT INCO Tbk.


Secara umum, wilayah kontrak karya PT INCO Tbk. dibagi dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Lokasi Soroako Project Area (SPA), dengan luas daerah sekitar 10.010,22 ha.
2. Lokasi Soroako Outer Area (SOA), dengan luas daerah sekitar 108.377,25 ha,
meliputi daerah Lingke, Lengkobale, Lasobonti, Lambatu, Tanamalia,
Lingkona, Lampenisu, Lampesue, Petea, Topemanu, Tanah Merah, Nuha,
Matano, Larona, dan Malili.
3. Lokasi Sulawesi Coastal Deposite (SCD), dengan luas daerah sekitar
100.141,54 ha, meliputi daerah Bahodopi, Kolonedale (Sulawesi Tengah) dan
daerah Latao, Sua-Sua, Pao-Pao, Pomala, Malapulu, Torobulu, Lasolo serta
Matarape (Sulawesi Tenggara).
Petak contoh penelitian

Gambar 3 Letak dan posisi areal konsesi PT. INCO Tbk. Soroako.
(Sumber: PT. Hatfield Indonesia).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


5.1.1 Komposisi Jenis
5.1.1.1 Jumlah Jenis
Berdasarkan hasil kegiatan penelitian dengan analisis vegetasi yang
dilakukan pada hutan dengan jenis tanah ultrabasa di areal konsesi PT. INCO
Tbk., ditemukan jumlah jenis pada tiap lokasi penelitian berdasarkan tingkat
pertumbuhan disajikan dalam Tabel 1 dan Gambar 4. Sedangkan hasil
selengkapnya tentang daftar nama seluruh jenis yang ditemukan dapat dilihat pada
Lampiran 1 sampai Lampiran 2.
Tabel 1 Rekapitulasi jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan
di tiap petak pengamatan.

No. Petak Penelitian


Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Semak 14 12 3 4
Liana 19 35 8 8
Liana berkayu 0 5 10 12
Semai 24 47 26 45
Pancang 31 49 41 61
Tiang 19 18 25 27
Pohon 38 39 34 49
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

70
61

60
49

49
47

45

50
41
J u m la h J en is

39
38

34
35

40
31

27

30 26 25
24

19
19

18
14

20
12

10
12

8
8

10 3
5
4

0
Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2

Gambar 4 Jumlah jenis tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap petak
contoh penelitian.
Berdasarkan pada Gambar 4 dan Tabel 1 terlihat bahwa jumlah jenis untuk
petak lowland mafic (LLM) pada tingkat tiang tertinggi terdapat pada petak LLM-
1 sebesar 19 jenis. Pada tingkat semai dan pancang, jumlah jenis tertinggi pada
LLM-2 dengan jumlah 47 jenis dan 49 jenis. Untuk tingkat pohon jumlah jenis
terbanyak terdapat pada LLM-2 sebesar 39 jenis. Sedangkan untuk tumbuhan non
pohon pada tingkat liana berkayu dan liana terbesar terdapat pada LLM-2 dengan
jumlah sebesar 5 jenis dan 35 jenis. Untuk tingkat semak jumlah jenis tertinggi
terdapat pada LLM-1 sebesar 14 jenis.
Pada petak di upland mafic (ULM) terlihat bahwa jumlah jenis untuk
tingkat pertumbuhan pohon dan permudaannya yang tertinggi terdapat pada
ULM-2 dibandingkan dengan ULM-1. Adapun jumlah jenis tertinggi pada petak
ULM-2 terdapat pada tingkat pancang sebesar 61 jenis dan terendah pada tingkat
tiang sebesar 27 jenis. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon tertinggi pada
tingkat liana berkayu dengan jumlah jenis 12 jenis. Untuk petak ULM-1 jumlah
jenis tertinggi terdapat pada tingkat pancang dengan jumlah 41 jenis sedangkan
terendah pada tingkat tiang dengan 25 jenis. Tumbuhan non pohon tertinggi
terdapat pada tingkat herba untuk kedua lokasi dengan nilai berturut-turut 3 dan 4
jenis.
Dengan demikian terlihat bahwa jumlah jenis pada petak LLM lebih kecil
dibandingkan dengan petak ULM untuk tingkat pohon dan permudaannya. Untuk
tingkat semak dan liana jumah jenis lebih banyak di petak LLM tetapi pada
tingkat liana berkayu jumlah jenis lebih banyak di petak ULM.

5.1.1.2 Jenis Dominan


Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada lokasi penelitian
didapatkan jenis-jenis yang ada pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Sedangkan untuk nilai INP keseluruhan jenis-jenis yang ada pada lokasi penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai Lampiran 6.
Tabel 2 Rekapitulasi nilai INP terbesar dari jenis-jenis dominan di tiap petak
contoh penelitian.

No. Petak Penelitian


Tingkat
Nama Jenis LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Pertumbuhan
(INP) (INP) (INP) (INP)
Zingiber sp (47.98%) - - -
Semak Alpinia sp. - (48.94%) - -
Gleichenia linearis - - (117.14%) (83.14%)
Dinocloa scandens (44.93%) - - -
Freycinetia scandens - (39.89%) - -
Liana
Calamus caesius - - (77.07%) -
Calamus sp - - - (61.91%)
Dinocloa scandens (126.21%) - - -
Liana berkayu Entada phaseoloides - (33.97%) - -
Gnetum sp - - (45.84%) (39.68%)
Heritiera trifoliata (57.54%) - (75.93%) (75.23%)
Semai
Gironniera subaequalis - (52.76%) - -
Heritiera trifoliata (20.26%) (32.44%) - -
Pancang Agrostistachys longifolia - - (72.57%) -
Dillenia sp1 - - - (52.40%)
Sloetia elongata (51.89%) - - -
Tiang Heritiera trifoliata - (33.13%) - -
Syzygium sp1 - - (28.97%) (57.29%)
Litsea mappacea (61.13%) - - -
Pohon
Heritiera trifoliata - (37.45%) (90.22%) (79.52%)
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tiap petak pengamatan,


umumnya kawasan tersebut didominasi oleh jenis-jenis yang hampir sama di
setiap petak. Hal ini menandakan bahwa umumnya areal tersebut didominasi oleh
jenis-jenis tersebut. Untuk petak LLM-1, jenis yang dominan di tingkat semak
adalah jenis Zingiber sp dengan INP sebesar 47,98% dan jenis Alpinia sp dengan
INP sebesar 48,93 % untuk petak LLM-2, sedangkan untuk tingkat liana pada
petak LLM-2 didominasi oleh jenis Freycinetia scandens dengan nilai INP
sebesar 39,89 dan petak LLM-1 oleh jenis Dinocloa scandens dengan nilai INP
sebesar 44,93%. Untuk tingkat semai dan pancang, pada petak LLM-1 didominasi
oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP berturut-turut 57,54 % dan 20,26
%. Untuk tingkat tiang dan pohon didominasi oleh jenis Sloetia elongata dan
jenis Litsea mappacea dengan nilai INP berturut-turut sebesar 51,89 % dan 61,13
%. Sedangkan untuk petak LLM-2 untuk tingkat pancang, tiang dan pohon
didominasi oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP berturut-turut 32,44%;
33,14% dan 37,45%. Tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh jenis
Gironniera subaequalis dengan nilai INP sebesar 52,76%.
Untuk petak ULM-1 dan petak ULM-2 pada tingkat semak didominasi
oleh jenis Gleichenia linearis dengan nilai INP berturut-turut sebesar 117,14%
dan 83,14%, untuk tingkat liana dengan jenis Calamus caesius dengan INP
sebesar 77,07% dan liana berkayu dengan jenis Gnetum sp dengan INP sebesar
45,84%. Untuk tingkat semai dan pohon pada petak ULM-1 dan ULM-2
didominasi oleh jenis Heritiera trifoliata dengan nilai INP keduanya adalah
75,93%, 90,22% dan 75,23%, 79,52%. Untuk tingkat pancang didominasi oleh
jenis Agrostistachys longifolia dengan nilai INP sebesar 72,57% pada petak ULM-
1 dan jenis Dillenia sp1 dengan INP sebesar 52,4% pada petak ULM-2,
sedangkan untuk tingkat tiang oleh jenis Syzygium sp1 dengan INP sebesar
28,97% pada petak ULM-1 dan jenis Syzygium sp1 dengan INP 57,29% pada
petak ULM-2. Hal yang menarik adalah pada tingkat pohon dan permudaannya,
jenis Heritiera trifoliata sangat dominan pada tingkat semai, pancang, tiang dan
pohon di hampir semua petak contoh penelitian baik di petak LLM maupun di
petak ULM.

5.1.1.3 Indeks Keanekaragaman Jenis


Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi penelitian
maka didapatkan indeks keanekaragaman jenis (H ) pada hutan dengan tanah
ultrabasa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rekaptulasi nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian.

No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon
LLM-1 1.98 2.37 2.16 1.76 2.81 2.83 3.13
LLM-2 1.98 2.30 3.37 2.96 3.45 2.64 3.00
ULM-1 0.95 1.39 1.99 1.44 1.88 3.00 2.06
ULM-2 0.97 1.52 0.90 1.79 2.58 2.87 2.84
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada petak LLM nilai H


tertinggi terdapat pada tingkat semai pada petak LLM-2 sebesar 2,96, tingkat
pancang sebesar 3,45. Pada tingkat pohon nilai H tertinggi pada petak LLM-1
sebesar 3,13. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks H terbesar
pada tingkat semak sebesar 1,98 di kedua petak LLM-1 dan LLM-2, tingkat liana
tertinggi pada petak LLM-1 sebesar 2,37 dan tingkat liana berkayu pada petak
LLM-2 sebesar 3,37.
Untuk petak penelitian di ULM, indeks keanekaragaman jenis terbesar
berada pada tingkat tiang yaitu petak ULM-1 sebesar 3,00. Pada tingkat semai,
pancang dan pohon, nilai H terbesar terdapat pada petak ULM-2 berturut-turut
1,79; 2,58 dan 2,85. Untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks H terbesar pada
tingkat semak dan liana terdapat pada petak ULM-2 masing-masing sebesar 0,97
dan 1,52 sedangkan untuk tingkat liana berkayu terdapat pada petak ULM-1
sebesar 1,99.
4
45
3.

13
96

3.5

3.
2.

87

84
83
81

3
2.
64

2.
2.
3
2.

58
Nilai Indeks H'

2.
2.

2.5

06
88

2.
79
76

1.

2
1.
1.

44
1.

1.5
1
0.5
0
Semai Pancang Tiang Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2

Gambar 5 Indeks keanekaragaman (H ) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan


pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian.
4
37
3.

3.5

3
37
Niali Indeks H'

3
2.

16

2.5
2.
98

98

99
2.
1.

1.
1.

2
52
39
1.
1.

1.5
97
95
0.

9
0.

0.

0.5

0
Semak Liana Liana berkayu

Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2

Gambar 6 Indeks keanekaragaman (H ) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan


non pohon di tiap petak contoh penelitian.
Berdasarkan pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat bahwa tingkat
keanekaragaman untuk tingkat pohon dan permudaanya lebih tinggi di petak LLM
dibandingkan dengan petak ULM. Begitu juga dengan tumbuhan non pohon
bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan lebih tinggi di petak LLM
dibandingkan di petak ULM. Hal ini menandakan bahwa kekayaan jenis lebih
tinggi pada petak LLM dan penyebaran jenisnya juga merata di tiap petak
penelitian.

5.1.1.4 Indeks Kekayaan Jenis


Berdasarkan data hasil analisis vegetasi yang dilakukan maka indeks
kekayaan jenis Margallef (R) pada berbagai tingkat pertumbuhan di lokasi
penelitian disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Rekapitulasi nilai indeks kekayaan jenis (R) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak contoh penelitian.

No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon
LLM-1 2.43 3.28 2.91 3.86 5.93 5.19 8.00
LLM-2 2.48 6.01 1.06 8.49 9.49 4.42 7.71
ULM-1 2.57 1.01 0.78 3.48 6.39 5.71 5.96
ULM-2 0.80 1.16 2.36 7.01 9.87 5.57 8.53
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

12
87
49

9.
9.

10
53
49

8.
8.

71
8
7.
Nilai Indeks R

01

8
7.

39
93

96
6.

71
57
5.

5.
5.
19

5.

6
5.

42
4.
86

48
3.

3.

0
Semai Pancang Tiang Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Gambar 7 Indeks kekayaan jenis (R) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaanya di tiap petak contoh penelitian.
7

01
6.
6

5
Nilai Indeks R
4

28
3.

91
2.
57
48
43

36
3

2.
2.
2.

2.
2

16

06
01
1.

78
1.
1.
8
0.

0.
1

0
Semak Liana Liana berkayu
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Gambar 8 Indeks kekayaan jenis (R) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan non
pohon di tiap petak contoh penelitian.

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 7 dan 8 dapat dilihat bahwa untuk petak
lowland mafic (LLM), nilai indeks kekayaan terbesar pada tumbuhan tingkat
pohon dengan nilai sebesar 8,00 di petak LLM-1, tingkat tiang terbesar pada petak
LLM-1 sebesar 5,19, tingkat pancang pada petak LLM-2 sebesar 9,49 dan pada
tingkat semai terbesar pada petak LLM-2 sebesar 8,49. Untuk tumbuhan non
pohon, nilai indeks R terbesar terdapat pada tingkat liana dengan nilai sebesar
3,28 di petak LLM-2 dan yang terkecil ada pada tingkat liana berkayu sebesar
1,06 di petak LLM-2.
Untuk nilai indeks kekayaan yang tertinggi pada petak upland mafic
(ULM), untuk tingkat pohon dan permudaannya pada tingkat pancang dengan
nilai sebesar 9,87 di petak ULM-2, sedangkan untuk indeks kekayaan terkecil
pada tingkat semai sebesar 3,43 di petak ULM-1. Untuk tumbuhan non pohon,
indeks R terbesar terdapat di tingkat semak sebesar 2,57 di petak ULM-1 dan
terkecil di tingkat liana berkayu sebesar 0,78 di petak ULM-1.
Secara umum indeks kekayaan di petak LLM untuk tingkat pertumbuhan
semai dan pohon lebih besar dibandingkan di petak ULM. Untuk tingkat pancang
dan tiang lebih tinggi di petak ULM dibandingkan petak LLM. Hal ini
menandakan bahwa jenis-jenis tumbuhan di tiap petak penelitian cukup banyak
baik di petak LLM maupun petak ULM.
5.1.1.5 Indeks Kemerataan Jenis
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi yang dilakukan maka indeks
kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan di berbagai lokasi
pengamatan disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Rekapitulasi nilai indeks kemerataan (E) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak penelitian.

No. Petak Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon
LLM-1 0.70 0.80 0.94 0.55 0.82 0.96 0.86
LLM-2 0.79 0.65 0.99 0.77 0.89 0.91 0.82
ULM-1 0.41 0.71 0.90 0.45 0.51 0.93 0.74
ULM-2 0.70 0.73 0.36 0.47 0.63 0.87 0.73
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Dari Tabel 5 dan Gambar 9 dan 10 dapat dilihat untuk indeks kemerataan
jenis pada petak LLM untuk tumbuhan non pohon, indeks kemerataan terkecil
pada tingkat liana dengan nilai 0,65 di petak LLM-2. Sedangkan untuk nilai
indeks kemerataan terbesar terdapat pada tingkat liana berkayu sebesar 0,99 di
petak LLM-2. Pada tingkat pohon dan permudaanya, indeks kemerataan jenis
terbesar terdapat pada tingkat tiang sebesar 0,96 di petak LLM-1 dan indeks
kemerataan terkecil terdapat pada tingkat semai dengan nilai sebesar 0,55 di petak
LLM-1.
Untuk indeks kemerataan jenis (E) pada petak penelitian ULM, terlihat
bahwa nilai E terbesar pada tumbuhan non pohon pada tingkat semak dengan nilai
sebesar 1,37 di petak ULM-1 dan yang terkecil ada pada tingkat liana berkayu
sebesar 0,36 di petak ULM-2. Pada tingkat semai, nilai E terkecil sebesar 0,45 dan
tingkat tiang nilai E terbesar sebebsar 0,93 di petak yang sama yaitu petak ULM-
1. Indeks kemerataan di petak lowland mafic (LLM) lebih tinggi dibandingkan
dengan petak upland mafic (ULM). Untuk melihat kecenderungan perbedaannya
secara jelas dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
1.2

96

93
91
1

0.

0.
89

87
0.

86
0.

0.
82

82
0.
0.

0.
77

74
Nilai Indeks E

73
0.
0.8

0.

0.
3
0.6
55

51
0.6

0.

47

0.
45
0.
0.
0.4

0.2

0
S emai Pancang Tiang Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Gambar 9 Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon
dan permudaannya di tiap petak penelitian.

1.2

99
94
0.
0.
1

9
0.
79

8
0.
0.

73
71
Nilai Indeks E

0.8
0.
7

0.
65
0.

0.

0.

0.6
41

36
0.

0.
0.4

0.2

0
Semak Liana Liana berkayu
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2

Gambar 10 Indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan non
pohon di tiap petak penelitian.

Dengan demikian nilai kemerataan antara petak LLM dan ULM lebih
tinggi di petak LLM artinya pola penyebaran tumbuhan pada petak LLM lebih
merata di setiap petaknya.

5.1.1.6 Indeks Dominansi


Besarnya indeks dominansi pada lokasi pengamatan tersaji pada Tabel 8.
Besarnya indeks dominansi menunjukkan tingkat dominansi suatu jenis pada
suatu tegakan.
Tabel 6 Rekapitulasi nilai indeks dominansi (D) pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak penelitian.

Tingkat No. Petak Penelitian


Pertumbuhan LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Semak 0.21 0.19 0.44 0.45
Liana 0.12 0.18 0.31 0.25
Liana berkayu 0.13 0.65 0.16 0.01
Semai 0.25 0.61 0.38 0.37
Pancang 0.09 0.05 0.37 0.20
Tiang 0.07 0.09 0.06 0.09
Pohon 0.08 0.10 0.45 0.14
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

0.7

65
0.
0.6
45
44

0.5
0.
Nilai Indeks D

0.

0.4

31
0.

25
0.3

0.
21

19

18
0.

16
0.

0.

13
0.2

0.
12

0.
0.

0.1

01
0.
0
Semak Liana Liana berkayu
Tingkat Pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2

Gambar 11 Indeks dominansi (D) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan non
pohon di tiap petak penelitian.
0.7
61
0.

0.6
45

0.5
0.
Nilai Indeks D

38

37
0.

37
0.

0.

0.4
25

0.3
0.

2
0.

14

0.2
09
09

0.
0.
09

08
0.
0.

06
07
0.

0.
05

0.
0.

0.1
0.

0
Semai Pancang Tiang Pohon
Tingkat pertumbuhan
LLM-1 LLM-2 ULM-1 ULM-2
Gambar 12 Indeks dominansi (D) jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pohon
dan permudaanya di tiap petak penelitian
Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 11 dan 12 dapat diketahui bahwa secara
umum tidak ada pemusatan jenis-jenis tertentu di semua petak pengamatan. Untuk
tumbuhan non pohon, nilai dominansi terbesar terdapat pada LLM-2 dengan nilai
sebesar 0,89 pada tingkat liana berkayu dan yang terkecil di tingkat liana dengan
nilai 0,12 pada petak LLM-1. Untuk tingkat pohon dan permudaannya, indeks
dominansi terbesar berada pada LLM-1 dengan nilai 0,61 pada tingkat semai
sedangkan yang nilai dominansi terkecil berada di LLM-2 ada pada tingkat
pancang dengan nilai 0,05.
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa pada tumbuhan non pohon, nilai
indeks dominansi terbesar berada pada ULM-2 sebesar 0,45 pada tingkat
pertumbuhan semak dan yang terkecil pada lokasi yang sama (LLM-2) yaitu pada
tingkat liana berkayu dengan nilai 0,01. Sedangkan pada tingkat pohon dan
permudaanya, nilai indeks dominansi terbesar berada pada ULM-1 yaitu pada
tingkat pohon dengan nilai sebesar 0,45 dan yang terkecil juga berada di ULM-1
pada tingkat tiang yang nilainya 0,06. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan
keadaan di petak lowland mafic (LLM) di mana tidak ada pemusatan jenis-jenis
tertentu.
Untuk indeks dominansi tingkat semai dan tiang lebih tinggi pada petak
LLM tetapi untuk tingkat pancang dan pohon lebih tinggi pada petak ULM. Untuk
tingkat semak dan liana, indeks dominan lebih tinggi di petak LLM dan tingkat
liana lebih tinggi di petak ULM. Pada petak ULM-1 indeks dominansi paling
besar terdapat pada tingkat pohon menandakan bahwa petak tersebut didominasi
oleh sedikit jenis.

5.1.1.7 Indeks Kesamaan Komunitas


Berdasarkan hasil analisis data pada petak LLM-1, LLM-2, ULM-1 dan
ULM-2 didapatkan indeks kesamaan komunitas vegetasi yang ada pada lokasi
penelitian tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Rekapitulasi nilai indeks kesamaan komunitas pada berbagai tingkat
pertumbuhan di tiap petak penelitian

Tingkat ULM-1
No. Petak
Pertumbuhan SE LI LB SM PC TI PO
SE 0
LI 15.2
LB 0
LLM-1 SM 29.6
PC 16.6
TI 14.9
PO 16.5
SE 0
LI 12.3
LB 63.1
LLM-2 SM 33.0
PC 7.4
TI 15.8
PO 18.6

Tingkat ULM-2
No. Petak
Perumbuhan SE LI LB SM PC TI PO
SE 0.0
LI 16.2
LB 17.7
LLM-1 SM 39.5
PC 22.2
TI 17.0
PO 34.2
SE 0
LI 12.3
LB 4.5
LLM-2 SM 31.4
PC 20.2
TI 19.6
PO 19.3

Keterangan : SE (semak); LI (liana); LB (liana berkayu); SM (semai); PC (pancang); TI (


tiang); P O(pohon); ULM (Upland mafic); LLM (Lowland mafic).

Berdasarkan Tabel 7 tersebut terlihat bahwa secara umum nilai indeks


kesamaaan (IS) antara kedua komunitas yang dibandingkan memiliki nilai yang
rendah sampai yang tertinggi. Nilai kesamaan komunitas tertinggi hanya
mencapai 48,6% yaitu pada tingkat pohon antara ULM-2 dengan LLM-1 untuk
tingkat pohon dan permudaanya sedangkan indeks komunitas tertinggi pada
tumbuhan non pohon pada tingkat liana berkayu sebesar 63,1% antara ULM-1 dan
LLM-2. Nilai indeks kesamaan komunitas terendah terdapat pada tingkat semak di
tiap petak dan liana berkayu antara LLM-2 dengan ULM-1. Terlihat bahwa indeks
kesamaan komunitas tidak ada yang > 50% sehingga bisa dikatakan kedua petak
indeks kesamaan komunitasnya tidak sama.
Nilai indeks kesamaan komunitas tertinggi terdapat pada pohon untuk
tingkat pohon dan permudaannya yang menandakan bahwa pola penyebaran
pohon cukup luas dibandingkan dengan tingkat yang lain. Sedangkan untuk liana
berkayu yang memiliki nilai indeks kesamaan komunitas tertinggi dapat di
katakan bahwa tumbuhan yang ada pada ke dua petak adalah sama.

5.1.2 Struktur Tegakan


5.1.2.1 Sebaran jumlah Individu
Sebaran jumlah individu pertingkat pertumbuhan pada petak contoh
penelitian LLM dan ULM tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran jumlah individu pertingkat pertumbuhan pada
petak contoh penelitian.

Tingkat Petak Penelitian


Pertumbuhan LLM* ULM**
Semak 147 26.5
Liana 264 398.5
Liana berkayu 22 97
Semai 306 760
Pancang 157 442
Tiang 39.5 217.5
Pohon 120 265.5
Jumlah 1055.5 2207
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
* Rata-rata dari LLM-1 dan LLM-2,
** Rata-rata dari ULM-1 dan ULM-2
800

0
76
700
Ju m lah In divid u 600

2
500

44
8 .5
39
400

5 .5
30
4

26
26

7 .5
300

21
7
7

15
200
14

0
12
97

.5
100
.5

39
26

22
0
Semak Liana Liana berkayu Semai Pancang Tiang Pohon
Tingkat Pertumbuhan
LLM ULM
Gambar 13 Sebaran jumlah individu pada tiap petak contoh penelitian.
Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 13 terlihat bahwa pola penyebaran
jumlah individu pada tingkat pohon dan permudaannya paling tinggi pada tingkat
semai dan pancang. Terlihat pada semua petak jumlah individu tumbuhan lebih
banyak untuk tingkat pohon dan permudaannya dibandingkan tumbuhan non
pohon. Untuk petak LLM, jumlah individu semai dan pancangnya berturut-turut
306 individu dan 157 individu, tingkat tiang dengan jumlah individu 39,5 individu
dan tingkat pohon dengan jumlah individu 120 individu. Pada tingkat tumbuhan
non pohon, jumlah individu terbanyak ditemukan pada tingkat liana sebesar 264
individu.
Hal yang sama juga terjadi di petak ULM, yaitu jumlah individu terbanyak
pada tingkat semai dan pancang. Pada petak ULM jumlah individu terbanyak
terdapat pada tingkat semai dengan jumlah individunya sebesar 760 individu
kemudian tingkat pancang sebesar 442 individu. Untuk tumbuhan non pohon,
jumlah individu terbanyak pada tingkat liana sebesar 398,5 individu dan terkecil
di tingkat semak sebesar 26,5 individu.
Jumlah individu pada petak ULM untuk tingkat pohon dan permudaanya
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jenis di petak LLM seperti yang
terlihat pada Gambar 13. Begitu juga dengan tumbuhan non pohon jumlah
individu lebih banyak di petak ULM kecuali di tingkat semak. Hal ini menunjukan
bahwa jumlah individu lebih banyak pada petak ULM dibandingkan petak LLM.
5.1.2.2 Sebaran Jumlah Pohon
Sebaran jumlah pohon di petak penelitian LLM dan ULM menurut kelas
diameter pohon yang mempunyai diameter 20 cm pada tanah ultrabasa dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran jumlah pohon per kelas diameter di petak contoh
penelitian.

No. Kelas Diameter (cm)


Petak 20-29 30-39 40-49 50up 20up
LLM 97.8 53.6 21.9 28.8 202.1
ULM 127.5 92.5 30 12.5 262.5
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa jumlah pohon yang berdiameter 20-29


cm lebih banyak dibandingkan dengan kelas diameter yang lain. Jumlah pohon
semakin berkurang seiring dengan bertambahnya diameter pohon. Jumlah pohon
pada petak LLM terbesar pada kelas diameter 20-29 cmp sebesar 97,8 pohon
sedangkan pada petak ULM pada kelas diameter 20-29 cm sebesar 127,5 pohon.
Besarnya jumlah pohon pada petak ULM dibandingkan dengan petak LLM
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berupa adanya kegiatan
penebangan jenis-jenis komersial terutama oleh masyarakat sekitar hutan dan
pembangunan sarana prasarana penambangan nikel dengan mengambil bahan
baku kayu dari hutan.

5
300 2.
26
14

250
2.
20
Jumlah Pohon.

200
5
7.
150 12
.8

.5
97

92
3

100
.6
53

1
.8
.9

30
28

50 .5
21

12
0
20-29 30-39 40-49 50up >20
Kelas Diameter

LLM ULM
Gambar 14 Sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh
penelitian.

Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa secara umum pola penyebaran


pohon membentuk suatu struktur tegakan yang sesuai dengan bentuk umum dari
struktur tegakan hutan alam yang berbentuk terbalik. Sebaran diameter pohon
yang berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan dengan kelas diameter yang
lain yang lebih besar. Pada kedua lokasi tersebut, jumlah pohon pada kelas
diameter terkecil memiliki jumlah pohon yang melimpah. Hal ini
mengindikasikan bahwa persedian permudaan berupa tingkat tiang pada kawasan
tersebut telah cukup memadai untuk terjadinya permudaan alam.
Secara umum jumlah pohon >20 cm di petak ULM lebih banyak
dibandingkan di petak LLM Jumlah pohon pada petak LLM sebanyak 202,1
individu sedangkan pada petak ULM sebanyak 262,5 individu. Hal ini
menandakan bahwa jumlah pohon pada petak ULM lebih banyak dibandingkan di
petak LLM disebabkan oleh beberapa faktor terutama faktor kesuburan tanah.

5.1.2.3 Luas Bidang Dasar Pohon Per Kelas Diameter


Sebaran besarnya luas bidang dasar (LBDS) pohon perkelas diameter pada
lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran jumlah pohon dan luas bidang dasar pohon per kelas diameter di
tiap petak contoh penelitian.

LBDS Pohon (m3 ) Per Kelas Diameter


No.
Petak 20-29 30-39 40-49 50 up 20 up
N LBDS N LBDS N LBDS N LBDS N LBDS
LLM 97.80 7.87 53.60 7.87 21.90 6.16 28.80 8.17 202.1 30.08
ULM 127.50 5.71 92.50 7.53 30.00 5.29 12.50 5.96 262.5 24.48
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic), N (Jumlah pohon/ha),
LBDS (Luas Bidang Dasar (m2/ha))
35

7
.0
30
30

9
.4
24
LBDS 25
20
15

17
7. 87
87

16

8.

96
10
71
7.

7.

29
53

6.

5.
5.

5.
5
0
20-29 30-39 40-49 >50 >20
Kelas Diameter
LLM ULM

Gambar 15 Sebaran LBDS berdasarkan kelas diameter di tiap petak contoh


penelitian.

Besarnya sebaran luas bidang dasar (LBDS) pada hutan ultrabasa dapat
dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 15. Untuk petak ULM, terlihat bahwa LBDS
terbesar terdapat pada kelas diameter 30-39 cm sebesar 7,53 m2 /ha dengan jumlah
individu sebanyak 92,50 pohon sedangkan LBDS terkecil terdapat pada kelas
diameter 40-49 cm sebesar 5,29 m2/ha dengan jumlah individu 30 pohon.
Kemudian untuk petak LLM, LBDS terbesar terdapat pada kelas diameter 50 cm
up sebesar 8,17 m2 /ha dengan jumlah individu sebesar 28,8 pohon sedangkan
LBDS terkecil terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 6,16 m2 /ha dengan
jumlah individu sebesar 21,9 pohon.
Secara umum jumlah pohon (N) di petak ULM lebih banyak dibandingkan
di petak LLM, namun untuk besaran LBDS pada petak LLM lebih besar
dibandingkan dengan petak ULM. Hal ini terlihat dari pohon berdiameter kecil
sampai besar besaran LBDS tetap paling tinggi di petak LLM. Apalagi pada
diameter 50 cm up untuk petak LLM memiliki LBDS terbesar. Hal ini
menandakan bahwa pohon-pohon pada petak LLM memiliki diameter yang besar-
besar walaupun jumlah pohonnya lebih sedikit sedangkan pada petak ULM,
diameter pohonnya kecil-kecil meskipun jumlah pohonnya banyak. Kondisi
tegakan hutan yang demikian mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian
semakin tinggi tepat dari permukaan laut maka jumlah pohon akan semakin
banyak tetapi diameter pohonnya akan semakin kecil-kecil. Faktor tempat tumbuh
terutama jenis tanah, tinggi tepat dan tingkat kesuburan tanah sangat menentukan
kondisi tegakan tersebut.

5.1.2.3 Sebaran Volume Per Kelas Diameter


Sebaran besarnya volume pohon per kelas diameter pada lokasi penelitian
dapat dilihat pada Tabel 11. Adapun pohon yang dihitung volumenya adalah
pohon dengan diameter 20 cm.
Tabel 11 Sebaran volume pohon per kelas diameter pada tiap petak contoh
penelitian.

Kelas Diameter (cm)


No. Petak
20-29 30-39 40-49 50up 20up
LLM 45.85 51.20 36.45 96.40 230.55
ULM 43.31 60.51 40.22 42.54 186.57
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

250

18 55

5
0.

57
23

6.
200
Volume

150 .4
96

100
1

15
.5
5

.2
1

60

.2

4
.8

5
.3

51

.5
40
45

.4
43

42
36

50

0
20-29 30-39 40-49 50up 20up
Kelas Diameter
LLM ULM
Gambar 16 Sebaran volume pohon per kelas diameter di tiap petak contoh
penelitian.

Besarnya sebaran volume pohon pada hutan ultrabasa dapat dilihat pada
Gambar 16. Pada petak LLM, terlihat bahwa volume terbesar terdapat pada kelas
diameter 50 cm up dengan volume sebesar 96,4 m³/ha dan volume terkecil
terdapat pada kelas diameter 40-49 cm sebesar 36,45 m³/ha. Sedangkan volume
seluruh tegakan yang ada pada petak LLM sebesar 230,55 m³/ha. Untuk petak
ULM, volume terbesar terdapat pada kelas diameter 30-39 cm dengan besarnya
volume sebesar 60,51 m³/ha dan sebaran volume terkecil terdapat pada kelas
diameter 40-49 cm sebesar 40,21 m³/ha.
Volume pohon pada petak LLM lebih besar dibandingkan dengan volume
pohon di petak ULM seperti yang terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 11. Untuk
volume terbesar pada petak LLM di kelas diameter 50 cm up menandakan bahwa
petak tersebut masih banyak didapatkan pohon-pohon dengan diameter besar.
Seperti halnya pada data LBDS bahwa volume pohon di petak LLM lebih besar
dibandingkan di petak ULM mengindikasikan bahwa dimensi pohon di petak
LLM lebih besar bila dibandingkan dengan pohon di petak ULM.

5.1.3 Hasil Analisis Sifat-sifat Tanah


5.1.3.1 Sifat Fisik Tanah
Berdasarkan hasil analisis tanah dari tanah ultrabasa di petak LLM dan
ULM didapatkan data sifat fisik tanah seperti yang terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian.
Petak Kedalaman (cm) Tekstur
0-15 Lempung berpasir
LLM
16-30 Lempung berpasir
0-15 Lempung berpasir
ULM
16-30 Liat lempung berpasir
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

Berdasarkan Tabel 12 di atas terlihat bahwa tekstur pada tanah ultrabasa


ini bertekstur lempung liat berpasir dan liat berpasir. Tanah tersebut memiliki
erodibilitas yang tinggi dan sangat rawan terhadap gangguan berupa erosi. Hal ini
disebabkan oleh tekstur tanah yang liat lempung berpasir sehingga porositasnya
buruk dan sulit untuk menahan air. Terlihat bahwa baik pada petak LLM maupun
di petak ULM tekstur tanah pada kedalaman 0-15 cm sama yaitu lempung
berpasir. Tekstur pada kedalaman 16-30 cm pada petak LLM masih lempung
berpasir tetapi di petak ULM teksturnya sudah liat lempung berpasir (lebih halus).

5.1.3.2 Sifat Kimia Tanah


Berdasarkan hasil analisis tanah pada petak LLM dan petak ULM
didapatkan data analisis sifat kimia tanah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian.
Kedalaman pH C-Org P Al H Ca
Petak C/N
(cm) H2O KCL (%) (ppm) (me/100g) (me/100g) (me/100g)
0-15 5.9 4.7 3.28 13 9.1 tu 0.08 1.40
LLM
16-30 5.7 4.9 2.88 11 6.5 tu 0.12 1.28
0-15 5.1 4.0 2.48 8 14.2 1.46 0.27 1.14
ULM
16-30 5.5 4.7 2.32 10 3.8 0.24 0.21 1.06
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).
Tabel 13 Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian. (Lanjutan)
Kedalaman Mg K Na Fe Cu Ni Status
Petak
(cm) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (ppm) (ppm) (ppm) Kesuburan
0-15 0.70 0.08 0.12 7.4 3.84 1.11 Rendah
LLM
15-30 0.58 0.06 0.11 5.6 3.28 10.75 Rendah
0-15 0.53 0.08 0.14 7.88 1.72 36.53 Rendah
ULM
15-30 0.42 0.06 0.13 - - 1.92 Rendah
Keterangan : LLM (Lowland Mafic), ULM (Upland Mafic).

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai pH pada tanah ultrabasa berkisar
antara 4,0 sampai dengan 6,0 (sangat masam sampai masam). Pada petak LLM,
nilai pH pada kedalaman 0-15 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 16-30
cm. Sedangkan pada petak ULM, nilai pH pada kedalaman 0-15 cm lebih rendah
dibandingkan kedalaman 16-30 cm. Untuk nilai pH pada petak LLM lebih tinggi
(mendekati netral) dibandingkan dengan petak ULM.
Untuk kandungan C-Organiknya persentase dalam tanah ultrabasa sangat
rendah sampai sedang yaitu kurang dari 0.56-3.28 %. Hal ini berpengaruh
terhadap nilai nisbah C/N yang nilainya dari rendah sampai sedang. Untuk petak
LLM, kandungan C-Organiknya lebih besar dibandingkan di petak ULM. Hal ini
disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengakibatkan adanya pencucian
hara. Untuk kandungan fospor dalam tanah, biasanya tersedia dalam bentuk P2O5
kandungannya sangat rendah yaitu berkisar antara 1,0-14,2 ppm. Kandungan
fospor pada petak LLM secara umum lebih tinggi dibandingkan di petak ULM,
tetapi pada kedalaman tanah 0-15 cm kandungan fospor lebih tinggi di ULM. Hal
ini dipengaruhi oleh bahan organik yang sangat kurang dalam tanah dan pH tanah
yang sangat masam sampai masam.
Untuk kandungan Ca, Mg, Al dan Na dalam tanah ultrabasa ini tergolong
rendah sampai sedang. Untuk kandungan Ca berkisar antara 0,93-1,28 me/ 100 g,
kandungan Ca paling tinggi terdapat pada petak LLM. Kandungan Ca pada petak
LLM secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan Ca di petak
ULM. Begitu juga dengan kandungan Mg dalam tanah ultrabasa ini tergolong
rendah (0,38-0,7 me/ 100 g). Untuk petak LLM, kandungan Mg lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan Mg di petak ULM. Kondisi ini tidak jauh
berbeda dengan kandungan Na dalam tanah ultrabasa ini, untuk kandungannya
tergolong rendah antara 0,07-0,14 me/ 100 g. Tetapi untuk kandungan Na di petak
ULM lebih tinggi dibandingkan dengan petak LLM. Kandungan Al pada petak
LLM sangat sedikit bahkan tidak terukur sehingga tanah ini lebih subur
dibandingakan dengan tanah pada petak ULM. Kandungan Al pada petak ULM
berkisar antara 0,24-1,46 me/ 100 g yang menyebabkan tanah ini menjadi tidak
subur. Sedangkan untuk kandungan besi (Fe) dalam tanah ini tergolong tinggi
yaitu sekitar 5,6-7,88 ppm. Untuk petak ULM kandungan besi ini cukup tinggi
dibandingkan dengan petak LLM. Begitu juga dengan kandungan nikelnya (Ni)
yaitu jumlahnya sangat tinggi pada petak ULM dibandingkan dengan petak LLM.
Untuk tingkat kesuburan pada petak LLM dibandingkan dengan petak
ULM, tanah pada petak LLM lebih subur. Hal ini terlihat dari kandungan seperti
C-Organik, Mg, N, Ca yang tinggi dibandingkan dengan petak ULM. Pada petak
ULM kandungan logam-logam beratnya juga cukup tinggi seperti Ni, Al dan Fe
menyebabkan tanah menjadi tidak subur dan pH pada petah ULM juga lebih
masam. Berdasarkan parameter sifat kimia tanah tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa status kesuburan tanah ultrabasa ini pada petak pengamatan
tergolong rendah. Rendahnya status kesuburan tanah tersebut disebabkan oleh
rendahnya kandungan hara-hara primer yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
banyak faktor-faktor pembatas dalam tanah

5.2. Pembahasan
5.2.1 Keanekaragaman Jenis
Berdasarkan dari hasil penelitian terlihat bahwa jumlah jenis tumbuhan
yang ada di tanah ultrabasa ini cukup rendah, hal ini terlihat dari jumlah tumbuhan
yang ditemukan baik di tingkat pohon dan permudaannya maupun di tumbuhan
non pohon (semak, liana dan liana berkayu). Pada petak LLM jumlah jenisnya
untuk tingkat pohon dan permudaannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan
petak ULM. Begitu juga dengan jumlah individunya lebih banyak pada petak
ULM dibandingkan di petak LLM. Adapun penyebab rendahnya jumlah jenis
tumbuhan dan jumlah individu pada petak LLM disebabkan oleh jenis tanah dan
kesuburan tanah, di petak contoh penelitian telah terjadi penebangan pohon
komersial oleh masyarakat setempat dan areal ini juga merupakan bekas HPH.
Jika dibandingkan dengan tipe hutan lainnya, perbandingan jumlah jenis
dalam luasan yang hampir sama maka jumlah jenis pada hutan dengan jenis tanah
ultrabasa tergolong rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 14 yang
membandingkan antara jumlah jenis pada berbagi tingkat pertumbuhan di
berbagai lokasi penelitian.
Tabel 14 Perbandingan keadaan vegetasi hutan tanah ultrabasa dengan tipe hutan
lain.

Hutan Ultrabasa Hutan Hujan Dataran


No. Perbandingan
di Sulawesi* Rendah di Kalimantan**
Jumlah Jenis
Semai 36 170
Pohon dan Pancang 46 194
permudaannya Tiang 22 116
1.
Pohon 40 243
Liana 8 36
Non pohon Semak 18 36
Liana berkayu 7 -
2. Kerapatan pohon (N/ha) 232.32 611.32
3. LBDS Pohon (m2/ha) 27.28 -
4. Volume Pohon (m3/ha) 208.56 848.88
5. Jenis Pohon Dominan Heritiera Trifoliata Calophyllum inophyllum
Sumber : * Mustian (2009), ** Mahali (2008)
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa jumlah jenis, kerapatan jenis dan
volume yang ada pada dua lokasi hasil penelitian yang dibandingkan untuk hutan
dengan jenis tanah ultrabasa memiliki nilai paling kecil. Besaran volume pada dua
lokasi yang dibandingkan terlihat bahwa pada hutan dengan tanah ultrabasa
memiliki nilai volume yang kecil.
Data hasil penelitian pada hutan dengan tanah ultrabasa dalam penelitian
ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Whitten et al. (1987) yang
menyatakan bahwa pada petak yang berukuran 10 m X 500 m, pohon-pohon pada
tanah ultrabasa dengan diameter 15 cm atau lebih pada pengukuran setinggi dada
mempunyai luas bidang dasar (LBDS) hanya sebesar 31 m2/ha, dengan jumlah
pohon 348 pohon/ha maka rata-rata luas bidang dasar pohon adalah 0,09 m2/ha.
Terlihat bahwa LBDS pada tanah ultrabasa ini sangat kecil yang menandakan
bahwa pohon-pohon di tanah ultrabasa memiliki diameter yang kecil dan
umumnya ketinggian pohon juga tidak terlalu tinggi. Ketinggian rata-rata pohon
yang rendah menyebabkan volume pohon juga berkurang. Rendahnya pohon-
pohon di tanah ultrabasa ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Whitten et al.
(1987) bahwa suatu transek berukuran 2 m x 30 m dalam hutan dengan tanah
ultrabasa dilakukan pendataan pohon dan profilnya menunjukkan bahwa pohon-
pohonnya relatif pendek. Tinggi rata-rata pohon yang ditemukan lebih banyak
pada ketinggian 10-20 meter. Hanya sedikit pohon yang mempunyai tinggi 25-40
meter.
Adapun jenis-jenis yang paling banyak ditemukan pada hutan ultrabasa ini
adalah jenis Heritiera trifoliata dari famili Sterculiaceae, jenis ini sangat dominan.
Berarti dapat dikatakan bahwa jenis seperti Heritiera trifoliata telah dapat
beradaptasi dengan tanah ultrabasa yang memiliki magnesium, besi, nikel atau
bahkan krom yang merupakan beberapa senyawa penyusun dalam jumlah yang
tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Lee et al. (1977) dalam Whitten et al,
(1987) bahwa tumbuhan yang hidup pada tanah ultrabasa telah mampu untuk
beradaptasi dengan konsentrasi nikel yang tinggi, bahkan tumbuhan tersebut
logam tersebut dalam jaringan tumbuhannya mengandung nikel sehingga dalam
abunya dapat terkandung 5-25% nikel. Kemudian Whitten et al, (1987)
mengatakan bahwa tumbuhan yang ada pada tanah ultrabasa ini telah beradaptasi
dengan sifat tanah tersebut sehingga beberapa jenis tanaman telah melakukan
penyusuaikan dengan keadaan tanah tersebut. Didalam hal tersebut terdapat
korelasi antara kadar logam dalam tanah dengan kadar logam yang ada di dalam
tubuh tanaman.
Jenis-jenis lain yang ditemukan diantaranya Freycinettia sp, Ziziphus sp,
Gnetum sp untuk tingkat non pohon. Selain itu juga ditemukan jenis-jenis
tumbuhan seperti Dillenia sp, Sloetia elongata, Baccaurea sp, Calophyllum sp,
Canarium sp, Syzygium acutangulum, Manilkara fasciculata dan jenis yang khas
pada daerah Sulawesi seperti jenis Kjellbergiodendron celebicum, Lithocarpus
celebica, Sarcotheca celebica dan Diospyros celebica. Seperti yang diungkapkan
oleh Witthen et al. (1987) bahwa Jenis yang umumnya ditemukan pada tanah
ultrabasa ini meliputi kayu besi (Metrosideros), Agathis sp, Calophyllum sp,
Burseraceae, Sapotaceae dan Dipterocarpaceae (Vatica sp dan Hopea celebica).
Pada petak penelitian ditemukan juga jenis-jenis lokal yang perlu untuk
diselamatkan atau dikonservasi. Nantinya jenis-jenis tersebut bisa untuk dijadikan
jenis prioritas dalam kegiatan rehabilitasi bekas tambang.
Tabel 15 Jenis-jenis tumbuhan lokal yang ditemukan pada petak
contoh penelitian.

No. Nama Jenis Famili


1. Agathis celebica Araucariaceae
2. Calophyllum celebicum Clusiaceae
3. Diospyros celebica Ebenaceae
4. Garcinia celebica Clusiaceae
5. Heritiera trifoliolata Sterculiacceae
6. Hopea celebica Dipterocarpaceae
7. Kjellbergiodendron celebicum Myrtaceae
8. Lithocarphus celebica Fagaceae
9. Mangifera cf sulavesiana Anacardiaceae
10. Metrosideros vera Myrtaceae
11. Sarcotheca celebica Oxalidaceae
12. Stemonurus celebicus Icacinaceae

Jenis-jenis tersebut terbagi dalam beberapa kategori seperti


Kjellbergiodendron celebica (Myrt.), Hopea celebica (Dipt.) Sarcotheca celebica
(Oxal.), Lithocarphus celebica (Faga.), Calophyllum celebicum (Gutt.) yang
merupakan jenis khas (asli) di Sulawesi, Diospyros celebica (Eben.) merupakan
jenis yang kayunya kuat dan merupakan jenis komersial yang keberadaannya
sudah langka dan pohon Agathis celebica (Arau.) merupakan pohon penghasil
getah yang bernilai ekonomi tinggi.
Untuk tingkat keanekaragaman jenis (H ) yang ada pada lokasi penelitian
tergolong tinggi sampai rendah untuk tingkat pohon dan permudaanya. Untuk
petak LLM, indeks keanekaragamannya masih baik kecuali untuk tingkat semai
karena nilainya kurang dari satu. Begitu juga halnya dengan di petak LLM, indeks
keanekaragamannya tergolong sedang kecuali di tingkat semai yang
keanekaragamnnya rendah. Hal ini menandakan bahwa untuk petak LLM dan
ULM telah mengalami gangguan. Sudarisman (2002) menyebutkan bahwa makin
tinggi nilai indeks keanekaragaman makin banyak pula jenis yang ditemukan.
Terdapat tiga kriteria untuk nilai indeks keanekaragamana yaitu ; 1) Rendah, jika
nilai H kurang dari satu, 2) Sedang, jika nilai H antara satu dan dua, 3) Tinggi,
jika nilai H lebih dari dua.
Untuk melihat rendahnya tingkat indeks keanekaragaman jenis dan indeks
dominansi yang ada pada tanah ultrabasa dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Perbandingan Indeks-indeks pada hutan ultrabasa dengan tipe hutan
lain.

Hutan Ultrabasa Hutan Hujan Dataran


No. Indeks
di Sulawesi* Rendah di Kalimantan**
1. Keanekaragaman (H ) 1.44-3.45 3.83-4.87
2. Kekayaan (R) 3.48-9.87 19.79-36.15
3. Kemerataan (E) 0.45-0.96 0.75-0.89
4. Dominansi (D) 0.01-0.65 0.02-0.64
Sumber : * Mustian (2009), ** Mahali (2008)
Berbeda dengan tipe hutan yang lain, seperti penelitian yang dilakukan
oleh Mahali (2008) di Kawasan Lindung Areal PT. Finnatara Intinga, Propinsi
Kalimantan Barat yang dikatakan bahwa indeks keanekaragaman jenis masih
cukup tinggi untuk kawasan lindung tersebut dengan nilai H , R, E dan D yang
cukup tinggi. Untuk indeks keanekaragaman pada hutan ultrabasa di Sulawesi
hanya berkisar antara 1,44-3,45 sedangkan pada hutan hujan dataran rendah di
Kalimantan, nilai H berkisar antara 3,83-4,87. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Nenih (2008) di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur,
Kalimantan Barat, didapatkan tingkat keanekaragaman yang tergolong sedang
sampai baik karena nilai H rata-rata di atas dua.
Indeks kesamaan komunitas yang terjadi antara petak LLM dengan petak
ULM bisa dikatakan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks kesamaan
komunitasnya yang nilai IS-nya <50%. Besarnya nilai indeks kesamaaan
komunitas berkisar antara 0% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi
jenis tidak sama, sampai dengan 100% untuk petak contoh yang mempunyai
komposisi jenis sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IS pada
komunitas yang dibandingkan nilai tertinggi pada tingkat pohon sebesar 48,6%
untuk tingkat pohon dan permudaannya. Berarti kedua lokasi yang dibandingkan
memiliki indeks kesamaan komunitas yang tidak sama atau berbeda. Seperti yang
diungkapkan oleh Sutisna (1981) bahwa indeks kesamaan komunitas dikatakan
hampir sama apabila memiliki nilai diatas 50%. Dengan demikian, untuk kedua
komunitas yang dibandingkan memiliki indeks kesamaan komunitas yang tidak
sama.

5.2.2 Struktur dan Komposisi Tegakan.


Struktur dan potensi tegakan yang terbentuk pada hutan dengan tanah
ultrabasa ini pada umumnya sudah membentuk kurva terbalik yang struktur
tersebut merupakan struktur dari tegakan hutan alam (Meyer et al. 1961). Struktur
dan potensi tegakan yang terbentuk antara petak lowland mafic (LLM) dan petak
upland mafic (ULM) adalah berbeda. Untuk melihat perbedaan struktur dan
volume yang terbentuk antara petak LLM dan ULM berdasarkan Tabel 9, Tabel
10 dan Tabel 11 disajikan dalam Tabel 17 dibawah ini.
Tabel 17 Perbandingan struktur dan potensi tegakan pada tanah
ultrabasa.

Petak Penelitian
Parameter
LLM ULM
Jumlah Pohon 202.14 262.50
LBDS (m2/ha) 30.07 24.49
Volume (m3/ha) 230.55 186.58
Keterangan : ULM (Upland mafic), LLM (Lowland mafic)
Jumlah pohon yang berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan dengan
pohon yang berdiameter besar. Sebaran jumlah pohon pada petak LLM lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah pohon pada petak ULM. Begitu juga dengan jumlah
individunya lebih banyak pada petak ULM dibandingkan di petak LLM. Untuk
LBDS pada petak LLM lebih besar dibandingkan dengan LBDS pada petak ULM,
tetapi jumlah pohon pada petak ULM lebih banyak. Sedangkan untuk sebaran
volumenya paling besar pada petak LLM dibandingkan dengan petak LLM.
Hubungan antara LBDS dengan volume berbanding lurus artinya semakin besar
LBDS maka volumenya juga akan semakin besar. Kecilnya sebaran volume dan
LBDS pada petak ULM dengan jumlah pohon yang besar menandakan bahwa
pada petak tersebut jumlah pohonnya melimpah tetapi diameternya kecil-kecil.
Sedangkan pada petak LLM jumlah pohonnya sedikit tetapi diameternya besar-
besar.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan keanekaragaman
jenis, jumlah individu, luas bidang dasar dan volume pohon antara petak LLM
dengan petak ULM disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat tanah dan tingkat
kesuburannya. Untuk tingkat kesuburan tanah pada petak LLM lebih subur
dibandingkan dengan petak ULM. Kandungan logam-logam berat (Ni, Al, Fe)
pada petak ULM, pH yang masam dan curah hutan yang tinggi membuat
kesuburan tanah menjadi semakin berkurang. Seperti yang diungkapkan oleh
Hakim et al. (1986) bahwa kurang suburnya tanah yang mempunyai pH yang
masam adalah adanya reaksi tanah sebagai akibat curah hujan yang tinggi
mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Kemudian yang kedua adalah adanya
dekomposisi mineral almunium silikat akan membebaskan ion alumunium (Al3+).
Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan
menyumbangkan ion H+ mengakibatkan tanah menjadi masam. Sehingga dengan
kesuburan tanah yang rendah dengan jumlah pohon yang banyak menyebabkan
diameternya menjadi kecil. Hal ini didukung oleh pernyataan Whitten et al.
(1987) yang menyatakan bahwa tanah yang berkembang pada batuan ultrabasa
bersifat sangat tandus, sebagai akibat adanya faktor-faktor berikut: kekurangan
magnesium, kekurangan kalsium, nitrogen, kekurangan fosfor, kekurangan
kalium, dan terdapatnya konsentrasi logam-logam berat yang bersifat racun
seperti nikel, kobal dan krom. Tanah ultrabasa ini termasuk dalam tanah laterit
yang banyak dipakai untuk berbagai corak tanah merah tropika (Ewusie, 1990).
Menurut Hardjowigeno (1987) tanah laterit (Oksisol) yaitu tanah dengan
kandungan mineral rendah dan banyak mengandung logam-logam berat seperti
Ni, Al, Fe didalamnya.
Keadaaan tanah yang kurang subur berpengaruh terhadap keadaan tegakan
yang terbentuk pada tanah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Soerianegara
dan Indrawan (2002) bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata
dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan dan
dominansinya. Untuk kondisi vegetasi pada petak LLM dapat dikatakan
mengikuti keadaan vegetasi yang umum terjadi pada hutan hujan dataran rendah
sedangkan untuk petak ULM memiliki struktur dan potensi tersendiri. Struktur
dan potensi yang terbentuk pada petak ULM ini dapat dilihat pada jumlah
pohonnya yang bamyak dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah (kandungan
logam beratnya lebih tinggi) menyebabkan pohon-pohon yang tumbuh menjadi
sangat rapat dan diameternya kecil-kecil. Struktur dan potensi yang terjadi pada
petak ULM ini seperti struktur dan potensi yang terbentuk pada hutan kerangas.
Jadi, dapat dikatakan bahwa petak LLM mengikuti pola tegakan pada hutan hujan
dataran rendah dan petak ULM mengikuti pola tegakan pada hutan kerangas.
Untuk melihat keadaan tanah ultrabasa terhadap keadaan jenis tanah lain
dapat dilihat dari perbandingan keadaan jenis tanah ultrabasa yang kurang subur
dengan jenis tanah lainnya pada Tabel 18.
Tabel 18 Perbandingan tanah ultrabasa dengan beberapa jenis lain.

Hutan Hujan
Hutan Ultrabasa di Hutan kerangas di
No. Parameter Dataran Rendah di
Sulawesi* Kalimantan***
Kalimantan**
1. Tekstur Lempung liat berpasit Lempung liat berpasit lempung berpasir
2. pH 4.0-6.0 4.1-4.4 3.6
3. Ca (me/100g) 1.14 0.65 0.32
4. Mg (me/100g) 0.53 0.23 0.31
5. Al (me/100g) 1.46 3.58 -
6. Fe (ppm) 7.88 - -
7. Ni (ppm) 36.53 - -
8. P (ppm) 14.2 3.00 65.6
9. C-Organik (%) 2.48 2.18 6.61
10. K (me/100g) 0.08 0.15 -
Sumber : * Mustian (2009), ** Budiyansyah (2007), *** PT. Global Naturindo (2006)

Berdasarkan dengan Tabel 18, jenis tanah yang dibandingkan sesuai


dengan hasil beberapa penelitian yang mewakili beberapa tempat. Hasil penelitian
Budiyansyah (2007) mewakili jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) di hutan
hujan dataran rendah dan data dari PT. Global Naturindo (2006) mewakili hutan
kerangas sebagai perbandingan jenis tanah ultrabasa ini. Pada Tabel 18 terlihat
bahwa tingkat kesuburan terendah terdapat pada hutan dengan tanah ultrabasa.
Terlihat juga kandungan logam berat yang tinggi pada tanah ultrabasa
dibandingkan dengan tanah yang lainnya.
Untuk nilai pH pada tiap lokasi yang dibandingkan terlihat bahwa nilai pH
paling kecil terdapat pada lokasi di hutan kerangsa. Nilai pH yang semakin masam
menandakan bahwa tanah tersebut tidak subur. Untuk nilai pH paling baik
terdapat pada hutan ultrabasa yang mendekati netral tetapi karena kandungan
logam beratnya yang tinggi menyebabkan tanah ini juga menjadi tidak subur.
Menurut Hakim et al. (1986) bahwa tanah dengan pH yang masam menyebabkan
sejumlah Al, Fe dan Mn menjadi sangat mudah larut sehingga menjadi racun bagi
tanaman. Nilai pH ini sangat berkaitan erat dengan kejenuhan basa, dimana bila
pH tanah semakin rendah maka kejenuhan basanya juga menjadi rendah begitu
juga sebaliknya. Tingginya curah hujan juga menjadi salah satu penyebab tanah
menjadi masam. Curah hujan yang tinggi menyebabkan adanya pencucian kation
basa yang akhirnya menyebabkan tanah menjadi masam (Hadjowigeno 2003).
Untuk kandungan fospor paling tinggi terdapat pada hutan kerangas dan
kandungan fospor yang paling kecil terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh
Budiyansyah (2007). Nilai C-Organik lebih tinggi di hutan kerangas dibandingkan
dua tipe hutan yang lain. Untuk kandungan fospor pada tanah ultrabasa yang
memiliki kandungan Fe dan Al yang tinggi serta pH yang masam menyebabkan
ion P tersebut akan diikat oleh kation asam sehingga unsur P tidak dapat diserap
oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan ungkapan Poerwowidodo (1992) yang
menyatakan bahwa kemasaman tanah memegang peranan penting dalam
ketersediaan fospor. Kemasaman tanah akan mempengaruhi kelarutan ion yang
dapat bereaksi dengan P-larut, menghambat atau menyerap, melenyapkannya dari
larutan sehingga tidak tersedia lagi bagi tanaman.
Sedangkan untuk kandungan logam-logam berat (Ca, Mg, Al, K) paling
tinggi terdapat pada tanah ultrabasa dibandingkan dengan tanah yang lain. Untuk
kandungan nikel dalam tanah ultrabasa ini jumlahnya sangat tinggi dibandingkan
dengan jenis tanah lain yang bukan tanah ultrabasa. Hal ini sejalan dengan
ungkapan Lee et al. (1977) dalam Witthen et al. (1987) yang mengatakan bahwa
konsentrasi nikel dalam tanah ultrabasa dapat 10 kali lebih tinggi atau lebih tinggi
dari pada konsentarsi dalam tanah yang bukan ultrabasa.
Keadaan tanah pada tanah ultrabasa ini hampir sama dengan keadaan
tanah pada hutan kerangas. Nilai pH yang masam, kandungan unsur hara yang
rendah, tekstur tanah yang lempung berpasir dan tingkat kesuburan tanah yang
termasuk kedalam kelas rendah menyebabkan kedua tipe hutan ini ditumbuhi oleh
jenis yang hampir sama juga. Jenis-jenis yang ditemukan pada hutan ultrabasa dan
juga ditemukan pada hutan kerangas seperti jenis Agathis sp, Calophyllum sp,
Casuarina equisetifolia, Ternstroemia sp. Tipe hutan dengan jenis tanah ultrabasa
merupakan beberapa tipe hutan di Indonesia yang mempunyai ciri khas tersendiri.
Hal ini juga diungkapkan oleh Whitten et al. (1987) bahwa tipe vegetasi hutan
pada tanah ultrabasa sangat khas berupa hutan ultra lahan basa yang terdapat pada
hutan dataran rendah dimana iklimnya selalu basah menyebabkan jenis tumbuhan
yang hidup pada tanah tersebut menjadi khas. Keberadaan hutan dengan tanah
ultrabasa ini harus tetap dijaga kelestariannya baik floranya maupun tanahnya
yang keberadaanya sangat terbatas di Indonesia bahkan di dunia.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
1. Jumlah jenis yang ditemukan pada petak lowland mafic (LLM) untuk tingkat
pohon lebih banyak dibandingkan petak upland mafic (ULM). Status
keanekaragaman jenis (H ) tingkat pohon di lokasi penelitian tergolong rendah
sampai tinggi.
2. Jenis dominan pada tingkat pohon dan permudaan hampir di seluruh petak
contoh penelitian adalah jenis Heritiera trifoliata. Jenis-jenis dominan lainnya
adalah Gironniera subequalis, Sloetia elongata dan Acmena acuminatissima.
Untuk jenis-jenis endemik lokal antara lain ditemukan Kjellbergiodendron
celebica, Hopea celebica, Sarcotheca celebica, Lithocarphus celebica,
Calophyllum celebicum, Diospyros celebica, Agathis celebica, Garcinia
celebica, Metrosideros vera dan Sarcotheca celebica.
3. Jumlah pohon pada kelas diameter 20 cm up lebih banyak di zona ULM
dibandingkan dengan zona LLM, namun luas bidang dasar (LBDS) dan
volume pohon berdiameter 20 cm up lebih banyak pada zona LLM. Dengan
demikian pada LLM jumlah pohon sedikit tetapi pohonnya lebih besar
dibandingkan pada zona ULM.
4. Status kesuburan tanah ultrabasa di lokasi penelitian tergolong tidak subur
karena mengandung Fe, Al dan Ni yang tinggi. Tingkat kesuburan tanah di
petak penelitian LLM lebih tinggi dibandingkan dengan petak penelitian
ULM. Nilai pH di petak LLM lebih tinggi dibandingkan di petak ULM,
sedangkan kandungan Fe, Ni dan Al lebih tinggi di petak ULM.
6.2 SARAN
1. Jenis-jenis dominan seperti jenis Heritiera trifoliata perlu untuk
dikembangkan dan dikonservasi, termasuk jenis-jenis lokal seperti
Metrosideros vera, Kjellbergiodendron celebica, Hopea celebica, Diospyros
celebica, Agathis celebica dan lain-lain yang nantinya bisa dijadikan sebagai
jenis prioritas dalam kegiatan rehabilitasi.
2. Mengingat kesuburan tanah ultrabasa yang rendah serta sifatnya yang sangat
rawan terhadap gangguan (erosi) terutama di petak ULM yang mempunyai
kandungan logam yang tinggi, maka perlu suatu kehati-hatian dalam
mengelolahnya terutama dalam kegiatan penambangan terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

Ambodo A. 2007. Pedoman Teknis Rehabilitasi Lahan. PT. International Nickel


Indonesia (INCO). Tidak Dipublikasikan.

Budiyansyah B. 2007. Komposisi dan Struktur tegakan Areal Bekas Tebangan


dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII)
di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tangah. [Skiripsi].
Fakultas Kahutanan. Institut Pertanian Bogor. IPB.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1994. Undang-undang No. 5 Tahun 1994


Tentang Pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Dephut.

Ewusie. 1990. Ekologi Hutan Tropika. UGM Press. Yogyakarta.

Haryanto. 1995. Konservasi Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropika. Bahan


Pelatihan, Teknik dan Monitoring Biodiversity di Hutan Hujan Tropika
Indonesia. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademikan Pressindo.

Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Hakim N, Nyapka, Lubis AM, Ghani S, Nugroho. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu. Cepu.

Istomo. 1994. Hubungan Antara Komposisi, Struktur dan Penyebaran Ramin


(Gonystylus bancanus Miq. Kurz) Dengan Sifat-sifat Tanah gambut (studi
Kasus di Areal HPH PT. Perhutani III Kalimantan Selatan). [Tesis].
Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbilkan.

Ludwiq, J. A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer on Methods


and Camputing, John Wiley & Sons, New York.

Mahali. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal PT.


Finnatara Intiga. Propinsi Kalimantan Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Magurran AE. 1998. Ekologikal Diversity and Meansurement. London: Crom


Helm Limited.

Nevada FT. 2008. Komposisi dan Struktur Tegakan Areal Bekas Tebangan
dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus
di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur, Kalimantan Barat). [Skripsi]. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nenih. 2008. Komposisi dan Struktur Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan
dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII)
(Studi Kasus di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur, Kalimantan Barat).
[Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rajakaruna N et al. 2008. serpentine Geoecology of Eastern North Americv: A


Review.
http://www.coacommunity.net/downlovds/serpentine08/serpentinegeoecol
ogy.pdf. [24/07/2008]

Rhicards PW. 1964. The Tropical Rain Forest and Ecology Study. Cambridge
University Press. Cambridge.

Soerianegara I. 1996. Ekologi, Ekologisme, dan Pengolahan Sumber Daya Hutan.


Bogor: Jurusan Menejemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.

Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor:


Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.

Sutisna. 1981. Komposisi Flora Hutan Bekas Tebangan di Kelompok Hutan


Stayan Pulau Laut Kalimantan Selatan. Bogor. Deskripsi Lembaga
Penelitian Hutan. Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sumingan T. 1976. Pemanfaatan Metode Pendugaan Hasil Potensi Hutan Dalam


Rangka Kelestarian Pemungutan Hasil Hutan. Buletin PERSAKI XIII (I):
3-9.

Sudarisman. 2002. Permudaan Alam dan Tegakan Tinggal Di Hutan Rawa


Gambut Bekas Tebangan (Study Kasus di BKPH Duri, Kabupaten
Bengkalis Riau). [Tesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan.

Purwowidodo. 2004. Mengenal Tanah Hutan: Metode Kaji Tanah. Bogor.


Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan. Institiut Pertanian
Bogor.

[PT. Global Naturindo]. 2006. Delineasi, Pemetaan dan Pembuatan Data Base
Biofisik di Areal PT. Global Naturindo. Kalimantan

Whitten JA, Mustafa M, Henderson A. 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta:


Fakultas Biologi. Universitas Gajah Mada. Press.

Zulhadi. 1996. Hubungan Antara Luas Petak Contoh dengan Tingkat


Keanekaragaman Tumbuhan di Hutan HDR (Studi Kasus di HPH PT
Daisy Timber, Kalimantan Timur) [Skirpsi]. Bogor: Jurusan Menejemen
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi nama jenis pada tingkat pohon dan permudaanya yang
ditemukan pada lokasi pengamatan.

No. Nama Daerah Nama ilmiah Famili


1. (daun kering) Platea excelsa Blume. Icacinaceae
2. Assing-assing Ixonanthes petiolaris Blume. Linaceae
3. Ba'a Sloetia elongata Koord. Moraceae
4. Bakata Canarium asperum Benth. Burseraceae
5. Balula Stemonurus scorpioides Becc. Icacinaceae
6. Belulang Merah Aporosa symplocosifolia Merr. Euphorbiaceae
7. Bintangur Calophyllum celebicum P.F. Stevens. Clusiaceae
8. Bitau Calophyllum celebicum P.F. Stevens. Cluciaceae
9. Buangin Casuarina equisetifolia J.R.Forster & G.Forster Casuarinaceae
10. Cina-cina Chionanthus sp. Oleaceae
11. Cina-cina Urophyllum trifurcum Rubiaceae
12. Damadere Hopea celebica Dipterocarpaceae
13. Damar Agathis celebica Araucariaceae
14. Funu Microcos paniculata L. Tiliaceae
15. Holefulu Canarium hirsutum Willd. Burseraceae
16. Holisi Syzygium sp. Myrtaceae
17. Holisi Syzygium lineatum (DC.) Merr & Perry Myrtaceae
18. Hulumea Dacryodes rostrata Burseraceae
19. Hulumea Haplolobus floribundus Burseraceae
20. Jambu Ardisia sp. Myrsinaceae
21. Jambu-jambu Astronia spectabilis Blume. Melastomaceae
22. Jambu-jambu Calophyllum sp. Clusiaceae
23. Jambu-jambu Chionanthus cordulatus Oleaceae
24. Jambu-jambu Kjellbergiodendron celebicum (Koord.) Merrill. Myrtaceae
25. Jambu-jambu Memecylon paniculatum Jack. Melastomataceae
26. Jambu-jambu Syzygium acutangulum Niedenzu. Myrtaceae
27. Jambu-jambu Syzygium attenuatum (Miq.) Merrill & Perry. Myrtaceae
28. Jambu-jambu Syzygium fastigiatum Myrtaceae
29. Jambu-jambu Syzygium pycnanthum Merryll & Perry. Myrtaceae
30. Jambu-jambu Syzygium sexangulatum (Miq.) Amshoff. Myrtaceae
31. Jambu-jambu Syzygium zeylanicum (L.)DC. Myrtaceae
32. Kadinge Cinnamomum subavenium Lauraceae
33. Kaluku-luku Gironniera subaequalis Planch. Ulmaceae
34. Kaluku-luku Metrosideros vera Lindl. Myrtaceae
35. Karawang Deplanchea glabra Bignoniaceae
36. Kayu Bance Castanopsis acuminatissima (Blume) A. DC Fagaceae
37. Kayu Putih Heritiera javanica (BL.) Kostern. Sterculiaceae
38. Kayu Swalo Polyosma integrifolia BL. Saxifragaceae
39. Keu cina Platea excelsa Blume. Podocarpaceae
40. Keu korobite Pternandra caerulescens Jack. Melastomataceae
41. Keu oeyo Antidesma montanum Euphorbiaceae
42. Keu oeyo Baccaurea pubera Muell. Arg. Europhobiaceae
43. Keu oeyo Chydenanthus excelsus Lecythidaceae
44. Keu oeyo Cleistanthus myrianthus Euphorbiaceae
45. Keu oeyo Elaeocarpus macropus Warb. ex Knuth Elaeocarpaceae
46. Keu oeyo Horsfieldia glabra (Bl.)Warb. Myristicaceae
47. Keu oeyo Knema laurina (Poir.) Warb. Myristicaceae
48. Keu oeyo Ryparosa caesia Blume. Flacourtiaceae
49. Kohi-kohi Endiandra rubescens Blume ex Miq. Lauraceae
50. Kolaka Heritiera trifoliolata (F.Muell.) Kosterm. Sterculiaceae
51. Koliansa Elaeocarpus macropus Warb. ex Knuth. Elaeocarpaceae
52. Kompanga Tabernaemontana pandacaqui Poir. Apocynaceae
53. Kongilu Sarcotheca celebica Veldkamp. Oxalidaceae
54. Koni Garcinia celebica L. Clusiaceae
55. Kopi-Kopi Agrostistachys longifolia (Wight) Benth. Euphorbiaceae
56. Kume Chrysophyllum lanceolatum Sapotaceae
57. Kume Palaquium ridleyi King & Gamble. Sapotaceae
58. Kume Planchonella obovata Pierre. Sapotaceae
59. Kume Planchonella firma Dubard. Sapotaceae
60. Kumea pasok Chrysophyllum roxburghii Sapotaceae
61. Kumea pasok Madhuca burckiana H.J.Lam Sapotaceae
Manilkara fasciculata (Warb.) H.J.Lam & Maas
62. Kumea pasok
Geest. Sapotaceae
63. Lase-Lase Heritiera trifoliolata (F. Muell.) Kosterm. Sterculiaceae
64. Leasa Castanopsis buruana Miq. Fagaceae
65. Limali Gonocaryum pyriforme Icacinaceae
66. Lobani Timonius celebicus Koord. Rubiaceae
67. Longori mohalo Canarium maluense Lauterb. Burseraceae
68. Manata nata Agrostistachys longifolia (Wight) Benth. Euphorbiaceae
69. Mandula Garcinia riedeliana Pierre. Cluciaceae
70. Morohulu Nageia wallichiana Podocarpaceae
71. Morotombo Baccaurea sp. Euphorbiaceae
72. Nato bale Palaquium sp. Sapotaceae
73. Nato batu Palaquium ridleyi King & Gamble. Sapotaceae
74. Nato cella Palaquium bataanense Merr. Sapotaceae
75. Nato Pune Palaquium maliliensis V. Royen. Sapotaceae
76.. Nipi-nipi Elaeocarpus sp. Elaeocarpaceae
77. Nipi-nipi Horsfieldia glabra (Bl.) Warb. Myristicaceae
78. Nipi-nipi Prunus arborea (Blume) Kalkman. Rosaceae
79. Paleng Onchosperma horridum Arecaceae
80. Palli Lithocarpus celebica Rehder. Fagaceae
81. Palli Quercus sp. Fagaceae
82. Pangindehu Parartocarpus venenosus Moraceae
83. Pao-pao Mangifera pedicellata Kosterm. Anacardiaceae
84. Ponto Baccaurea pubera Muell.Arg. Euphorbiaceae
85. Ponto Beilsmiedia gigantocarpa Kosterm. Lauraceae
86. Ponto Dehaasia caesia Lauraceae
87. Ponto Diospyros celebica Ebenaceae
88. Ponto Litsea artocarpifolia Gamble. Lauraceae
89. Ponto Litsea mappacea Boerl. Lauraceae
90. Ponto Litsea noronhae Blume. Lauraceae
91. Ponto Litsea densiflora BL. Lauraceae
92. Ponto Litsea umbellata (Lour.) Merr. Lauraceae
93. Ponto Polyosma integrifolia BL. Saxifragaceae
94. Ponto putih Tetractomia obovata Merrill. Rubiaceae
95. Ponto (momea) Lindera polyantha Lauraceae
96. Ponto bakan Gironniera subaequalis Planch. Ulmaceae
97. Ponto bakan Palaquium obtusifolium Burck. Sapotaceae
98. Ponto bakan Planchonella firma Dubard. Sapotaceae
99. Ponto batu Litsea firma Hook.f. Lauraceae
100. Ponto karematu Alseodaphne karematu Kostern. Lauraceae
101. Ponto karematu Dehaasia celebica Lauraceae
102. Ponto pute Gironniera subaequalis Planch. Ulmaceae
103. Ponto pute Meliosma simplicifolia Sabiaceae
104. Ponto putih Gironniera celtidifolia Ulmaceae
105. Poringan Baccaurea sp. Euphorbiaceae
106. Sampa-sampalo Lithocarpus celebica Rehder. Sapindaceae
107. Sandro Elaeocarpus sp. Elaeocarpaceae
108. Sangi Dillenia eximia Miq. Dilleniaceae
109. Selato Astronia spectabilis Blume. Melastomataceae
110. Selato Cyrtandra sp. Gesneriaceae
111. Selato Lithocarpus celebica Rehder. Rubiaceae
112. Selato Timonius sp. Rubiaceae
113. Simbana Ilex cymosa Aquifoliaceae
114. Sisio Cratoxylum formosum Hypericaceae
115. Sisio Mesua postulata (Ridl.)P.S.Ashton. Clusiaceae
116. Swalo Knema stellata Merr. Myristicaceae
117. Tapi-tapi Santiria laevigata Blume. Burseraceae
118. Toori Acioa heteropetala (Scort ex King) Kosterm. Rosaceae
119. Toori Drypetes minahassae Pax ex K.Hoffm. Euphorbiaceae
120. Toori Tricalysia singularis Rubiaceae
Lampiran 2 Rekapitulasi nama jenis pada tumbuhan non-pohon yang ditemukan
pada lokasi pengamatan.

No. Nama Lokal Nama Jenia Famili


1. Anggrek Microsorium scolopendria Polypodiaceae
2. Bambu Dinochloa scandens Kuntze. Poaceae
3. Bene Ziziphus horsfieldii Blume. Rhamnaceae
4. Bulu rondo Dinochloa scandens Poaceae
5. Enai Sphaerostephanos unitus (L.) Holttum. Thelypteridaceae
6. Fuangkampu Zingiber sp. Zingiberaceae
7. Kalosi-losi Pinanga sp Arecaceae
8. Kamo Rubus moluccanus Rosaceae
9. Kokapi Drynaria sparcisora Polypodiaceae
10. Luwede Stenochlaena palustris Pteridaceae
11. Maliabara Phanera semibifida Fabaceae
12. Oeo Randia sp. Rubiaceae
13. Oeo 1 Derris sp. Fabaceae
14. Oeo korobite Phanera finlaysoniana Benth. Fabaceae
15. Oeyo bene Ziziphus sp. Rhamnaceae
16. Oeyo korobite Phanera finlaysoniana Benth. Fabaceae
17. Ofisi Syzygium sp. Myrtaceae
18. Oora Dinochloa scandens Kuntze. Poaceae
19. Oyo Keu Myxopyrum nervosum Blume. Oleaceae
20. Paku Dryopteris cf. sparsa (D.Don) Kuntze. Aspleniaceae
21. Paku Coniogramme fraxinea (Don) Diels. Adiantaceae
22. Paku Christella dentata Thelypteridaceae
23. Paku Pronephrium glandulosum (Blume) Holttum. Thelypteridaceae
24. Paku Pleocnema sp. Tectariaceae
25. Paku Diplazium sp. Athyriaceae
26. Paku-paku Humata repens Davaliaceae
27. Paku-paku Pronephrium glandulosum (Blume) Holttum. Thelypteridaceae
28. Paku-paku Christella dentata Thelypteridaceae
29. Pana Alpinia sp. Zingiberaceae
30. Pana lutu Globba sp. Zingiberaceae
31. Pandan Pandanus odoratissimus Pandanaceae
32. Rane-rane Selaginella plana Selaginellaceae
33. Rotan Calamus sp. Arecaceae
34. Rotan Korthalsia sp. Arecaceae
35. Rotan Daemonorops sp. Arecaceae
36. Rotan Korthalsia sp. Arecaceae
37. Tangkaing-kai Ziziphus sp. Rhamnaceae
38. Tole-tole Freycinetia scandens Gaudich. Pandanaceae
39. Toori Trichomanes maximum Blume. Hymenophyllaceae
40. Toori Dissocharta gracillis Blume. Melastomataceae
41. Toori Smilax leucophylla Blume. Smilaccaceae
42. Uwe pai Calamus caesius Blume. Arecaceae
(Lanjutan lampiran)
Lampiran 3 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-1

Tingkat Nama Jenis/ Jumlah Jumlah LBDS D


No. Famili K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) DR (%) INP(%)
Pertumbuhan Nama Lokal Individu Petak (m2) (m2/ha)
1 Sphaerostephanos unitus Thelypteridaceae 7 5 1166.67 3.35 0.33 11.90 15.25
2 Zingiber sp. Zingiberaceae 1 1 166.67 0.48 0.07 2.38 2.86
3 undidentified 1 1 166.67 0.48 0.07 2.38 2.86
4 Drynaria sparcisora Polypodiaceae 34 10 5666.67 16.27 0.67 23.81 40.08
5 Lingkone 5 1 833.33 2.39 0.07 2.38 4.77
6 Masara 1 1 166.67 0.48 0.07 2.38 2.86
7 Alpinia sp. Zingiberaceae 74 4 12333.33 35.41 0.27 9.52 44.93
Semak 8 Globba sp. Zingiberaceae 2 1 333.33 0.96 0.07 2.38 3.34
9 Para 1 1 166.67 0.48 0.07 2.38 2.86
10 Pronephrium glandulosum Thelypteridaceae 34 9 5666.67 16.27 0.60 21.43 37.70
11 Selaginella plana Selaginellaceae 8 1 1333.33 3.83 0.07 2.38 6.21
12 Sphaerostephanos unitus Thelypteridaceae 1 1 166.67 0.48 0.07 2.38 2.86
13 Freycinetia scandens Pandanaceae 5 1 833.33 2.39 0.07 2.38 4.77
14 Trichomanes maximum Hymenophyllacea 35 5 5833.33 16.75 0.33 11.90 28.65
e
Total 209 34833.33 100.00 2.80 100.00 200.00

Liana 1 Ziziphus horsfieldii Rhamnaceae 20 3 526.32 8.30 0.20 4.62 12.91


2 Daemonorops sp1. Arecaceae 1 1 26.32 0.41 0.07 1.54 1.95
3 Dinochloa scandens Poaceae 40 9 1052.63 16.60 0.60 13.85 30.44
4 Zingiber sp. Zingiberaceae 2 2 52.63 0.83 0.13 3.08 3.91
5 Rubus moluccanus Rosaceae 4 1 105.26 1.66 0.07 1.54 3.20
6 Korthalsia sp. Arecaceae 18 7 473.68 7.47 0.47 10.77 18.24
7 Dissocharta gracillis Melastomataceae 1 1 26.32 0.41 0.07 1.54 1.95
8 Daemonorops sp2. Arecaceae 1 1 26.32 0.41 0.07 1.54 1.95
9 Stenochlaena palustris Pteridaceae 1 1 26.32 0.41 0.07 1.54 1.95
10 Ziziphus sp. Rhamnaceae 6 2 157.89 2.49 0.13 3.08 5.57
11 Derris sp. Fabaceae 3 2 78.95 1.24 0.13 3.08 4.32

59
(Lanjutan) Lampiran 3
12 Oeo mohalo 1 1 26.32 0.41 0.07 1.54 1.95
13 Syzygium sp. Myrtaceae 3 2 78.95 1.24 0.13 3.08 4.32
14 Freycinetia scandens Pandanaceae 47 10 1236.84 19.50 0.67 15.38 34.89
15 Phanera finlaysoniana Fabaceae 30 9 789.47 12.45 0.60 13.85 26.29
16 Randia sp. Rubiaceae 3 2 78.95 1.24 0.13 3.08 4.32
17 Stenochlaena palustris Pteridaceae 15 3 394.74 6.22 0.20 4.62 10.84
18 Calamus caesius Blume Arecaceae 25 4 657.89 10.37 0.27 6.15 16.53
19 Ziziphus Rhamnaceae 20 4 526.32 8.30 0.27 6.15 14.45
Total 241 6342.11 100.00 4.33 100.00 200.00

1 Caesalpinia sp. Fabaceae 2 2 3.33 9.09 0.13 10.53 19.62


2 Entada phaseoloides Fabaceae 4 3 6.67 18.18 0.20 15.79 33.97
3 Fibraurea chloroleuca Menispermaceae 2 2 3.33 9.09 0.13 10.53 19.62
4 Paederia sp. Rubiaceae 1 1 1.67 4.55 0.07 5.26 9.81
Liana berkayu 5 Phytocrene hirsuta Blume Icacinaceae 1 1 1.67 4.55 0.07 5.26 9.81
6 Spatholobus ferrugineus Fabaceae 3 3 5.00 13.64 0.20 15.79 29.43
7 Uncaria glabrata Rubiaceae 4 3 6.67 18.18 0.20 15.79 33.97
8 Ziziphus oenophylla Rhamnaceae 1 1 1.67 4.55 0.07 5.26 9.81
9 Ziziphus horsfieldii Rhamnaceae 3 2 5.00 13.64 0.13 10.53 24.16
10 Ziziphus oenophylla Rhamnaceae 1 1 1.67 4.55 0.07 5.26 9.81
Total 22 36.67 100.00 1.27 100.00 200.00

Semai 1 Agrostistachys longifolia Europhobiaceae 11 3 1833.33 2.85 0.20 5.77 8.62


2 Ardisia sp. Myrsinaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
3 Chionanthus sp. Oleaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
4 Cyrtandra sp. Gesneriaceae 8 1 1333.33 2.07 0.07 1.92 4.00
5 Dillenia eximia Dilleniaceae 2 1 333.33 0.52 0.07 1.92 2.44
6 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
7 Gironniera celtidifolia Ulmaceae 77 2 12833.33 19.95 0.13 3.85 23.79
8 Gironniera subaequalis Ulmaceae 122 11 20333.33 31.61 0.73 21.15 52.76
9 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 127 8 21166.67 32.90 0.53 15.38 48.29

60
(Lanjutan) Lampiran 3
10 Kjellbergiodendron Myrtaceae 2 1 333.33 0.52 0.07 1.92 2.44
celebicum
11 Lasianthus stercorarius Rubiaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
12 Lepisanthes amoena Sapindaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
13 Baccaurea sp. Euphorbiaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
14 Nageia wallichiana Podocarpaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
15 Planchonella moluccana Sapotaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
16 Pternandra caerulascens Melastomataceae 5 1 833.33 1.30 0.07 1.92 3.22
17 Santiria laevigata Burseraceae 2 2 333.33 0.52 0.13 3.85 4.36
18 Syzygium sp. Myrtaceae 6 2 1000.00 1.55 0.13 3.85 5.40
19 Syzygium acutangulum Myrtaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
20 Syzygium attenuatum Myrtaceae 2 2 333.33 0.52 0.13 3.85 4.36
21 Tetractomia obovata Rutaceae 6 4 1000.00 1.55 0.27 7.69 9.25
22 Timonius sp. Rubiaceae 2 2 333.33 0.52 0.13 3.85 4.36
23 Guioa sp. Sapindaceae 1 1 166.67 0.26 0.07 1.92 2.18
24 Ziziphus oenophylla Rhamnaceae 4 2 666.67 1.04 0.13 3.85 4.88
Total 386 64333.33 100.00 3.47 100.00 200.00
Pancang 1 Agrostistachys longifolia Europhobiaceae 27 3 710.53 17.20 0.20 5.00 22.20
2 Alseodaphne sp. Lauraceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
3 Astronia spectabilis Melastomataceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
4 Baccaurea pubera Europhobiaceae 6 1 157.89 3.82 0.07 1.67 5.49
5 Calophyllum sp. Clusiaceae 3 1 78.95 1.91 0.07 1.67 3.58
6 Calophyllum neo-ebudicum Clusiaceae 2 2 52.63 1.27 0.13 3.33 4.61
7 Chydenanthus excelsus Lecythidaceae 7 2 184.21 4.46 0.13 3.33 7.79
8 Dehaasia celebica Lauraceae 8 4 210.53 5.10 0.27 6.67 11.76
9 Dillenia eximia Dilleniaceae 3 2 78.95 1.91 0.13 3.33 5.24
10 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 10 5 263.16 6.37 0.33 8.33 14.70
11 Microcos paniculata Tiliaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
12 Gironniera celtidifolia Ulmaceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
13 Gironniera subaequalis Ulmaceae 16 6 421.05 10.19 0.40 10.00 20.19
14 Heritiera trifoliolata Sterculiacceae 30 8 789.47 19.11 0.53 13.33 32.44
15 Ilex cymosa Aquifoliaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30

61
(Lanjutan) Lampiran 3
16 Knema sp. Myristicaceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
17 Knema latericia Myristicaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
18 Lindera polyantha Lauraceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
19 Litsea artocarpifolia Lauraceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
20 Litsea resinosa Lauraceae 3 1 78.95 1.91 0.07 1.67 3.58
21 Meliosma simplicifolia Sabiaceae 6 2 157.89 3.82 0.13 3.33 7.15
22 Microcos paniculata Tiliaceae 2 2 52.63 1.27 0.13 3.33 4.61
23 Planchonella moluccana Sapotaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
24 Podocarpus neriifolius Podocarpaceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
25 Polyosma ilicifolia Saxifragaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
26 Sloetia elongata Koord. Moraceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
27 Syzygium sp. Myrtaceae 8 2 210.53 5.10 0.13 3.33 8.43
28 Syzygium lineatum Myrtaceae 2 1 52.63 1.27 0.07 1.67 2.94
29 Drypetes. minahassae Euphorbiaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
30 Tricalysia singularis Rubiaceae 1 1 26.32 0.64 0.07 1.67 2.30
31 Urophyllum trifurcum Rubiaceae 4 3 105.26 2.55 0.20 5.00 7.55
Total 157 4131.58 100.00 4.00 100.00 200.00
Tiang 1 Antidesma montanum Euphorbiaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.01 0.09 2.68 9.25
2 Astronia spectabilis Melastomaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.02 0.12 3.63 10.21
3 Baccaurea pubera Euphorbiaceae 2 2 13.33 6.25 0.13 6.90 0.04 0.26 7.69 20.83
4 Diospyros venenosa Ebenaceae 2 2 13.33 6.25 0.13 6.90 0.03 0.20 5.81 18.95
5 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 2 2 13.33 6.25 0.13 6.90 0.04 0.25 7.48 20.63
6 Cleistanthus myrianthus Euphorbiaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.02 0.15 4.41 10.98
7 Gionniera subaequalis Ulmaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.02 0.13 3.85 10.42
8 Haplolobus floribundus Burseraceae 2 2 13.33 6.25 0.13 6.90 0.03 0.19 5.56 18.71
9 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 4 3 26.67 12.50 0.20 10.34 0.05 0.35 10.29 33.13
10 Horsfieldia glabra Myristicaceae 2 2 13.33 6.25 0.13 6.90 0.04 0.29 8.58 21.73
11 Knema laurina Myristicaceae 3 2 20.00 9.38 0.13 6.90 0.04 0.27 7.91 24.18
12 Manilkara fasciculata Sapotaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.01 0.07 1.92 8.50
13 Lithocarphus celebica Fagaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.01 0.05 1.58 8.15
14 Onchosperma horridum Arecaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.02 0.12 3.69 10.27

62
(Lanjutan) Lampiran 3
15 Planchonela sp. Sapotaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.03 0.18 5.47 12.04
16 Polyosma ilicifolia saxifragaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.02 0.17 4.93 11.50
17 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 2 1 13.33 6.25 0.07 3.45 0.03 0.17 5.13 14.83
18 Syzygium acutangulum Myrtaceae 3 3 20.00 9.38 0.20 10.34 0.04 0.26 7.63 27.35
19 Tetractomia obovata Rutaceae 1 1 6.67 3.13 0.07 3.45 0.01 0.06 1.76 8.34
Total 32 213.33 100.00 1.93 100.00 0.51 3.38 100.00 300.00
Pohon 1 Acioa heteropetala Rosaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.07 0.11 0.67 2.98
2 Antidesma montanum Euphorbiaceae 3 2 5.00 2.94 0.13 2.67 0.15 0.25 1.49 7.10
3 Arthrophyllum javanicum Araliaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.04 0.07 0.40 2.71
4 Baccaurea pubera Euphorbiaceae 7 5 11.67 6.86 0.33 6.67 0.54 0.91 0.52 14.05
5 Canarium maluense Burseraceae 2 2 3.33 1.96 0.13 2.67 0.57 0.96 2.52 7.15
6 Castanopsis sp. Fagaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.06 0.11 5.77 8.08
7 Castanopsis buruana Fagaceae 4 4 6.67 3.92 0.27 5.33 0.24 0.39 0.64 9.89
8 Dacryodes rostrata Burseraceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.04 0.06 2.36 4.68
9 Dehaasia caesia Lauraceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.10 0.17 0.39 2.70
10 Dillenia eximia Dilleniaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.12 0.20 1.04 3.36
11 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 2 2 3.33 1.96 0.13 2.67 0.09 0.15 1.18 5.81
12 Gironniera subaequalis Ulmaceae 2 2 3.33 1.96 0.13 2.67 0.13 0.22 0.88 5.51
13 Haplolobus floribundus Burseraceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.06 0.10 1.31 3.63
14 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 24 10 40.00 23.53 0.67 13.33 1.79 2.98 0.58 37.45
15 Horsfieldia glabra Myristicaceae 2 1 3.33 1.96 0.07 1.33 0.11 0.18 17.94 21.24
16 Kjellbergiodendron Myrtaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.03 0.05 1.08 3.40
celebicum
17 Knema latericia Myristicaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.04 0.07 0.32 2.64
18 Knema laurina Myriticaceae 5 4 8.33 4.90 0.27 5.33 0.41 0.69 0.40 10.63
19 Lithocarpus celebica Fagaceae 6 6 10.00 5.88 0.40 8.00 0.83 1.38 1.61 15.50
20 Litsea artocarpifolia Lauraceae 4 3 6.67 3.92 0.20 4.00 0.25 0.42 8.31 16.23
21 Litsea firma Lauraceae 3 2 5.00 2.94 0.13 2.67 0.38 0.63 2.56 8.17
22 Litsea noronhae Lauraceae 2 1 3.33 1.96 0.07 1.33 0.28 0.47 3.81 7.10
23 Litsea resinosa Lauraceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.08 0.14 2.82 5.13
24 Litsea umbellata Lauraceae 4 3 6.67 3.92 0.20 4.00 1.55 2.58 0.84 8.76
25 Madhuca sp. Sapotaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.09 0.15 15.54 17.85

63
(Lanjutan) Lampiran 3
26 Onchosperma horridum Arecaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.04 0.07 0.93 3.25
27 Palaquium ridleyi Sapotaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.16 0.27 4.16 6.47
28 Planchonella obovata Sapotaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.09 0.16 0.44 2.75
29 Platea excelsa Icacinaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.67 1.12 1.17 3.49
30 Prunus arborea Rosaceae 2 2 1.67 0.98 0.07 1.33 0.14 0.24 0.94 3.25
31 Santiria laevigata Burseraceae 2 2 3.33 1.96 0.13 2.67 0.16 0.27 0.60 5.23
32 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 3 2 5.00 2.94 0.13 2.67 0.18 0.30 1.62 7.23
33 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.25 0.42 4.95 7.26
34 Syzygium acutangulum Myrtaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.03 0.05 1.83 4.15
35 Syzygium attenuatum Myrtaceae 3 1 5.00 2.94 0.07 1.33 0.46 0.77 0.33 4.60
36 Syzygium lineatum Myrtaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.08 0.13 4.67 6.98
37 Syzygium sexangulatum Myrtaceae 4 3 6.67 3.92 0.20 4.00 0.26 0.43 0.76 8.68
38 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 1 1 1.67 0.98 0.07 1.33 0.06 0.10 2.62 4.93
Total 103 170.00 100.00 5.00 100.00 10.65 17.75 100.00 300.00

(Lanjutan lampiran)
Lampiran 4 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak LLM-2.

Tingkat Nama Jenis/ Jumlah Jumlah K KR FR LBDS D DR


No. Famili F INP(%)
Pertumbuhan Nama Lokal Individu Petak (Ind/ha) (%) (%) (m2) (m2/ha) (%)
Semak 1 Fresinitia sp. 1 1 178.57 1.18 0.07 4.35 5.52
2 H-1 3 3 535.71 3.53 0.21 13.04 16.57
3 H-101 4 1 714.29 4.71 0.07 4.35 9.05
4 H-2 14 4 2500.00 16.47 0.29 17.39 33.86
5 H-3 4 1 714.29 4.71 0.07 4.35 9.05
6 H-4 26 4 4642.86 30.59 0.29 17.39 47.98
7 H-5 4 2 714.29 4.71 0.14 8.70 13.40
8 H-6 5 2 892.86 5.88 0.14 8.70 14.58
9 Kokapi 2 2 357.14 2.35 0.14 8.70 11.05
10 Psycotria feridiplora 1 1 178.57 1.18 0.07 4.35 5.52

64
(Lanjutan) Lampiran 4
11 Scindapsus sp. 1 1 178.57 1.18 0.07 4.35 5.52
12 Undet 1 20 1 3571.43 23.53 0.07 4.35 27.88
Total 85 15178.57 100.00 1.64 100.00 200.00
1 Calamus sp. Arecaceae 17 4 121.43 5.92 0.29 5.63 11.56
Liana
2 Daemonorops sp. 62 8 442.86 21.60 0.57 11.27 32.87
3 Dinocloa scandens Poaceae 96 11 685.71 33.45 0.79 15.49 48.94
4 Entada phaseoloides Fabaceae 3 2 21.43 1.05 0.14 2.82 3.86
5 Fibraurea sp. 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
6 Freycinetia sp. Pandanaceae 13 6 92.86 4.53 0.43 8.45 12.98
7 Gnetum cuspidatum Gnetaceae 4 2 28.57 1.39 0.14 2.82 4.21
8 Komba-2 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
9 L-14 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
10 L-19 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
11 L-29 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
12 L-31 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76

13 L-38 Conaraceae 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11


14 L-4 3 2 21.43 1.05 0.14 2.82 3.86
15 L-5 Orchidaceae 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
16 L-6 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
17 L-7 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
18 Ligodium 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
19 Mexopinan Nerposum 3 2 21.43 1.05 0.14 2.82 3.86
20 Micropilum sp. 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
21 Milletia sp. 2 2 14.29 0.70 0.14 2.82 3.51
22 Myxoryrum nervosum Oleaceae 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
23 Nepenthes gracilis Nephentaceae 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
24 Oe Kombe 4 3 28.57 1.39 0.21 4.23 5.62
25 Oeo Kewu 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
26 Oeyo mohalo 36 1 257.14 12.54 0.07 1.41 13.95

65
(Lanjutan) Lampiran 4
27 Pandanus sp. Pandanaceae 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
28 Piper sp. 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
29 Psychotria sp. Rubiaceae 9 4 64.29 3.14 0.29 5.63 8.77
30 Psychotria viridiflora Rubiaceae 2 2 14.29 0.70 0.14 2.82 3.51
31 Salacia macrophylla Celastraceae 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
32 Selaginella sp. 3 1 21.43 1.05 0.07 1.41 2.45
33 Semibifida sp. 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
34 Sphaerostephanos unitus Thelypteridaceae 1 1 7.14 0.35 0.07 1.41 1.76
35 U3 2 1 14.29 0.70 0.07 1.41 2.11
Total 287 2050.00 100.00 5.07 100.00 200.00
1 Dinocloa scandens Poaceae 35 7 250.00 79.55 0.50 46.67 126.21
2 Fibraurea chloroleuca Menispermaceae 1 1 7.14 2.27 0.07 6.67 8.94
Liana
berkayu 3 Myxopyrum nervosum Oleaceae 6 5 42.86 13.64 0.36 33.33 46.97
4 Uncaria glabrata Rubiaceae 1 1 7.14 2.27 0.07 6.67 8.94
5 Ziziphus horsfieldii Rhamnaceae 1 1 7.14 2.27 0.07 6.67 8.94
Total 44 314.29 100.00 1.07 100.00 200.00
Semai 1 Bellsimieda gigantica 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
2 Calophyllum neo-ebudicum Clusiaceae 8 3 1428.57 2.20 0.21 3.30 5.50
3 Calophyllum subaerosum Clusiaceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
4 Canarium hirsutum Burseraceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
5 Canarium maluense Burseraceae 4 2 714.29 1.10 0.14 2.20 3.30
6 Canarium oleosum Lauraceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
7 Endiandra rubescens Lauraceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
8 Garcinia celebica Clusiaceae 25 3 4464.29 6.89 0.21 3.30 10.18
9 Garcinia riedeliana Clusiaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
10 Gironniera subaequalis Ulmaceae 5 4 892.86 1.38 0.29 4.40 5.77
11 Gonocaryum pyriforme Icacinaceae 4 2 714.29 1.10 0.14 2.20 3.30
12 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 165 11 29464.29 45.45 0.79 12.09 57.54
13 Horsfieldia glabra Myristicaceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
Kjellbergiodendron
14 celebicum Myrtaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37

66
(Lanjutan) Lampiran 4
15 Knema cinerea Myristicaceae 2 2 357.14 0.55 0.14 2.20 2.75
16 Knema laurina Myristicaceae 2 2 357.14 0.55 0.14 2.20 2.75
17 Litsea mappacea Lauraceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
18 Mangifera sulaferiama Anacardiaceae 9 1 1607.14 2.48 0.07 1.10 3.58
19 Manilkara fasciculata Sapotaceae 4 2 714.29 1.10 0.14 2.20 3.30
20 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 32 8 5714.29 8.82 0.57 8.79 17.61
21 Planchonella molucana 4 1 714.29 1.10 0.07 1.10 2.20
22 Podocarpus sp. Podocarpaceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
23 S-10 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
24 S-101 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
25 S-11 Lauraceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
26 S-15 Rubiaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
27 S-25 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
28 S-33 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
29 S-42 Apocynaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
30 S-43 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
31 S-44 Annonaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
32 S-6 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
33 S-8 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
34 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 5 3 892.86 1.38 0.21 3.30 4.67
35 Sloetia elongata Moraceae 5 3 892.86 1.38 0.21 3.30 4.67
36 Stemonurus scapioder Icacinaceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
37 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 9 3 1607.14 2.48 0.21 3.30 5.78
38 Syzigium sexngulatum Myrtaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
39 Syzygium sp. Myrtaceae 3 2 535.71 0.83 0.14 2.20 3.02
40 Syzygium acutangulum Myrtaceae 40 9 7142.86 11.02 0.64 9.89 20.91
41 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 2 1 357.14 0.55 0.07 1.10 1.65
Tabernaemontana
42 pandacaqui Apocynaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
43 Timonius stipularis Rubiaceae 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
44 Undet 1 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37

67
(Lanjutan) Lampiran 4
45 Undet 2 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
46 Undet 3 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
47 Undet 4 1 1 178.57 0.28 0.07 1.10 1.37
Total 363 64821.43 100.00 6.50 100.00 200.00

Pancang 1 Acroderia pedunlata 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74


2 Alseodaphne sp. Lauraceae 3 2 85.71 1.91 0.14 2.20 4.11
3 Aporosa sp. 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
4 Baccaurea pubera Euphorbiaceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
5 Calophyllum neo-ebudicum Clusiaceae 6 4 171.43 3.82 0.29 4.40 8.22
6 Canarium cf hirsutum Burseraceae 2 1 57.14 1.27 0.07 1.10 2.37
7 Canarium hirsutum Burseraceae 3 1 85.71 1.91 0.07 1.10 3.01
8 Canarium maluense Burseraceae 6 2 171.43 3.82 0.14 2.20 6.02
9 Canarium oleosum Burseraceae 5 2 142.86 3.18 0.14 2.20 5.38
10 Chrysophilum sp. 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
11 Cratoxylum formosum Hypericaceae 3 1 85.71 1.91 0.07 1.10 3.01
12 Dehaasia caesia Lauraceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
13 Drypetes sp. 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
14 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 5 3 142.86 3.18 0.21 3.30 6.48
15 Endiandra rubescens Lauraceae 2 1 57.14 1.27 0.07 1.10 2.37
16 Garcinia celebica Clusiaceae 2 2 57.14 1.27 0.14 2.20 3.47
17 Garcinia riedeliana Clusiaceae 3 1 85.71 1.91 0.07 1.10 3.01
18 Gironniera subaequalis Ulmaceae 2 2 57.14 1.27 0.14 2.20 3.47
19 Gnetum sp. Gnetaceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
20 Gonocaryum pyriforme Icacinaceae 2 2 57.14 1.27 0.14 2.20 3.47
21 Guioa Diplopetal 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
22 Haplolobus sp. 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
23 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 18 8 514.29 11.46 0.57 8.79 20.26
24 Horsfieldia glabra Myristicaceae 4 1 114.29 2.55 0.07 1.10 3.65
25 Ilex cimosa 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74

68
(Lanjutan) Lampiran 4
26 Knema cinerea Myristicaceae 3 3 85.71 1.91 0.21 3.30 5.21
27 Litsea mappacea Lauraceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
28 Mangifera sulaferiama Anacardiaceae 4 2 114.29 2.55 0.14 2.20 4.75
29 Manilkara fasciculata Sapotaceae 7 4 200.00 4.46 0.29 4.40 8.85
30 Memecylon valifolium Melastomataceae 2 1 57.14 1.27 0.07 1.10 2.37
31 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 3 2 85.71 1.91 0.14 2.20 4.11
32 Pc-103 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
33 Pc-15 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
34 Pc-16 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
35 Pc-36 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
36 Pc-38 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
37 Pc-53 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
38 Pc-54 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
39 Pternandra caerulescens Melastomataceae 11 4 314.29 7.01 0.29 4.40 11.40
40 Ryparosa caesia Flacourtiaceae 3 1 85.71 1.91 0.07 1.10 3.01
41 S11 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
42 S-6 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
43 Sarcoteca cellebica Oxalidaceae 2 1 57.14 1.27 0.07 1.10 2.37
44 Sloetia elongata Moraceae 12 6 342.86 7.64 0.43 6.59 14.24
45 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 3 2 85.71 1.91 0.14 2.20 4.11
46 Syzygium sp. Myrtaceae 4 3 114.29 2.55 0.21 3.30 5.84
47 Syzygium fastigiatum Myrtaceae 15 7 428.57 9.55 0.50 7.69 17.25
48 Syzygium lineatum Myrtaceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
49 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 1 1 28.57 0.64 0.07 1.10 1.74
Total 157 4485.71 100.00 6.50 100.00 200.00
Tiang 1 Alseodaphne karematu Lauraceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.01 0.10 1.86 6.93
2 Canarium maluense Burseraceae 3 2 21.43 6.38 0.14 5.88 0.06 0.43 7.95 20.21
3 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 4 2 28.57 8.51 0.14 5.88 0.10 0.70 12.94 27.33
4 Garcinia sp. Clusiaceae 2 2 14.29 4.26 0.14 5.88 0.04 0.27 4.97 15.11
5 Garcinia celebica Clusiaceae 2 1 14.29 4.26 0.07 2.94 0.03 0.25 4.56 11.75

69
(Lanjutan) Lampiran 4
6 Garcinia riedeliana Clusiaceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.02 0.15 2.74 7.81
7 Gironniera subaequalis Ulmaceae 4 2 28.57 8.51 0.14 5.88 0.05 0.37 6.87 21.26
8 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 7 5 50.00 14.89 0.36 14.71 0.08 0.55 10.12 39.72
9 Kayu gula-gula / T2 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.02 0.15 2.85 7.92
Kjellbergiodendron
10 celebicum Myrtaceae 2 1 14.29 4.26 0.07 2.94 0.02 0.15 2.81 10.01
11 Knema laurina Myristicaceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.02 0.16 2.98 8.05
12 Litsea mappacea Lauraceae 2 2 14.29 4.26 0.14 5.88 0.02 0.14 2.58 12.72
13 Litsea noronhae Lauraceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.01 0.08 1.51 6.58
14 Mesua postulata Clusiaceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.02 0.12 2.18 7.25
15 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 1 1 7.14 2.13 0.07 2.94 0.02 0.17 3.19 8.26
16 Sloetia elongata Moraceae 8 6 57.14 17.02 0.43 17.65 0.13 0.93 17.22 51.89
17 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 3 2 21.43 6.38 0.14 5.88 0.05 0.34 6.23 18.50
18 Syzygium acutangulum Myrtaceae 3 2 21.43 6.38 0.14 5.88 0.05 0.35 6.43 18.69
Total 47 335.71 100.00 2.43 100.00 0.76 5.39 100.00 300.00
Pohon 1 Agathis celebica Araucariaceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.25 0.45 2.79 6.22
2 Alseodaphne karematu Lauraceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.14 0.25 1.53 4.96
3 Calophyllum neo-ebudicum Clusiaceae 4 4 7.14 2.90 0.29 3.96 0.49 0.87 5.37 12.23
4 Canarium hirsutum Burseraceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.10 0.18 1.08 4.51
5 Canarium maluense Burseraceae 3 2 5.36 2.17 0.14 1.98 0.11 0.19 1.19 5.34
Chrysophyllum
6 lanceolatum Sapotaceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.19 0.35 2.14 5.57
7 Chrysophyllum roxburghii Sapotaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.22 0.39 2.39 4.11
8 Deplanchea bancana Bignoniaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.72 1.28 7.86 9.58
9 Deplanchea glabra Bignoniaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.08 0.47 2.19
10 Dichapetalum timoriense Dichapetaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.07 0.46 2.17
11 Garcinia sp. Clusiaceae 3 3 5.36 2.17 0.21 2.97 0.14 0.26 1.58 6.72
12 Garcinia celebica Clusiaceae 3 3 5.36 2.17 0.21 2.97 0.18 0.32 2.00 7.14
13 Garcinia riedeliana Clusiaceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.17 0.31 1.91 5.34
14 Gironniera subaequalis Ulmaceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.21 0.37 2.27 5.70
15 Gonystilus macrophyllus Gonystylaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.06 0.11 0.69 2.41

70
(Lanjutan) Lampiran 4
16 Heritiera trifoliolata Sterculiaceae 36 14 64.29 26.09 1.00 13.86 3.80 6.78 41.65 81.60
Kjellbergiodendron
17 celebicum Myrtaceae 10 7 17.86 7.25 0.50 6.93 1.63 2.92 17.93 32.11
18 Knema cinerea Myristicaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.07 0.13 0.79 2.50
19 Knema laurina Myristicaceae 2 2 3.57 1.45 0.14 1.98 0.11 0.20 1.25 4.68
20 Lepiniopsis ternatensis Apocynaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.25 0.44 2.71 4.42
21 Linuang puteo 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.08 0.47 2.18
22 Litsea artocarpifolia Lauraceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.07 0.13 0.82 2.53
23 Litsea mappacea Lauraceae 6 6 10.71 4.35 0.43 5.94 0.57 1.01 6.20 16.49
24 Macadamia hildebrandii Proteaceae 3 3 5.36 2.17 0.21 2.97 0.19 0.35 2.14 7.28
25 Madhuca burckiana Sapotaceae 4 3 7.14 2.90 0.21 2.97 0.47 0.85 5.21 11.07
26 Manilkara fasciculata Sapotaceae 16 10 28.57 11.59 0.71 9.90 3.61 6.44 39.60 61.10
27 Mesua postulata Clusiaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.07 0.46 2.17
28 Metrosideros vera Myrtaceae 2 1 3.57 1.45 0.07 0.99 0.44 0.79 4.84 7.28
29 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.06 0.39 2.11
30 Parartocarpus venenosus Moraceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.15 0.28 1.70 3.42
31 Prunus arborea Rosaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.10 0.18 1.14 2.85
32 Pternandra caerulescens Melastomataceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.04 0.07 0.40 2.12
33 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 2 1 3.57 1.45 0.07 0.99 0.16 0.29 1.79 4.23
34 Sloetia elongata Moraceae 5 4 8.93 3.62 0.29 3.96 0.43 0.77 4.72 12.30
35 Stemonurus celebicus Icacinaceae 3 3 5.36 2.17 0.21 2.97 0.13 0.23 1.40 6.55
36 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 5 4 8.93 3.62 0.29 3.96 0.42 0.75 4.63 12.21
37 Syzygium acutangulum Myrtaceae 3 3 5.36 2.17 0.21 2.97 0.28 0.49 3.04 8.18
38 Syzygium lineatum Myrtaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.11 0.20 1.22 2.93
39 Voacanga grandifolia Apocynaceae 1 1 1.79 0.72 0.07 0.99 0.03 0.06 0.34 2.06
Total 138 246.43 100.00 7.21 100.00 16.27 29.06 178.57 378.57

71
(Lanjutan lampiran)
Lampiran 5 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-1

Tingkat Nama Jenis/ Jumlah Jumlah K KR FR LBDS D DR


No. Famili F INP(%)
Pertumbuhan Nama Lokal Individu Petak (Ind/ha) (%) (%) (m2) (m2/ha) (%)
1 Gleichenia linearis Gleicheniaceae 6 750 60 4 0.19 57.14 117.14
Semak 2 Neprolepis sp. Densteadiaceae 2 250 20 2 0.10 28.57 48.57
3 Schizaea dichotoma Schizaeaceae 2 250 20 1 0.05 14.29 34.29
Total 10 1250 100 0.33 100.00 200

1 Calamus caesius Arecaceae 177 3339.62 47.07 21 1.00 30.00 77.07


2 Dinochloa scandens Poaceae 97 1830.19 25.80 19 0.90 27.14 52.94
3 Willughbeia sp Apocynaceae 27 509.43 7.18 10 0.48 14.29 21.47
4 Calamus sp Arecaceae 43 811.32 11.44 5 0.24 7.14 18.58
Liana
5 Pandanus fiscetes Pandanaceae 29 547.17 7.71 6 0.29 8.57 16.28
6 Rhaphidophora sp Araceae 1 18.87 0.27 7 0.33 10.00 10.27
7 Kalosi-losi 1 18.87 0.27 1 0.05 1.43 1.69
8 Costus speciosus 1 18.87 0.27 1 0.05 1.43 1.69
Total 376 7094.34 100.00 3.33 100.00 200

1 Gnetum sp Gnetaceae 23 27.38 25.84 7 0.33 20.00 45.84


2 Pternandra sp Melastomataceae 17 20.24 19.10 8 0.38 22.86 41.96
3 Derris elegans Fabaceae 15 17.86 16.85 4 0.19 11.43 28.28
4 Alyxia celebica Apocynaceae 12 14.29 13.48 4 0.19 11.43 24.91
Liana 5 Tetracera indica Dilleniaceae 7 8.33 7.87 3 0.14 8.57 16.44
berkayu 6 Willughbeia sp Apocynaceae 5 5.95 5.62 2 0.10 5.71 11.33
7 Derris sp Fabaceae 4 4.76 4.49 2 0.10 5.71 10.21
8 Unidentified Melastomataceae 2 2.38 2.25 2 0.10 5.71 7.96
9 Dioscorea sp Dioscoreaceae 1 1.19 1.12 2 0.10 5.71 6.84
10 Salacia macrophylla Celastraceae 3 3.57 3.37 1 0.05 2.86 6.23
Total 89 105.95 100.00 1.67 100.00 200
(Lanjutan) Lampiran 5

72
1 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 567 70875 57.51 21 1.00 18.42 75.93
2 Gironniera celtidifolia Ulmaceae 191 23875 19.37 15 0.71 13.16 32.53
3 Metrosideros vera Myrtaceae 1 125 0.10 17 0.81 14.91 15.01
4 Syzygium attenuatum Myrtaceae 1 125 0.10 12 0.57 10.53 10.63
5 Agathis celebica Araucariaceae 74 9250 7.51 2 0.10 1.75 9.26
6 Calophyllum sp Guttiferae 13 1625 1.32 9 0.43 7.89 9.21
7 Unidentified 62 7750 6.29 1 0.05 0.88 7.17
Paratocarpus
8 venenosus Moraceae 1 125 0.10 7 0.33 6.14 6.24
Xanthophyllum
9 vitellinum Polygalaceae 7 875 0.71 6 0.29 5.26 5.97
10 Syzygium sp3 Myrtaceae 1 125 0.10 6 0.29 5.26 5.36
11 Syzygium sp Myrtaceae 30 3750 3.04 1 0.05 0.88 3.92
Palaquium
12 obtusifolium Sapotaceae 12 1500 1.22 1 0.05 0.88 2.09
Semai 13 Ficus sp Moraceae 2 250 0.20 2 0.10 1.75 1.96
14 Prunus arborea Rosaceae 1 125 0.10 2 0.10 1.75 1.86
15 Syzygium sp2 Myrtaceae 5 625 0.51 1 0.05 0.88 1.38
16 Polyosma sp Saxifragaceae 4 500 0.41 1 0.05 0.88 1.28
17 Horsfieldia sp Myristicaceae 3 375 0.30 1 0.05 0.88 1.18
18 Cinnamomum sp Lauraceae 2 250 0.20 1 0.05 0.88 1.08
19 Urophyllum sp. Rubiaceae 2 250 0.20 1 0.05 0.88 1.08
20 Aglaia sp Meliaceae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
Gymnacranthera
21 cf.eugeniifolia Myristicaceae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
22 Lithocarpus sp Fagaceae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
23 Litsea sp Lauraceae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
24 Myristica fatua Myristicaeae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
25 Garcinia sp. Guttiferae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
26 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 1 125 0.10 1 0.05 0.88 0.98
Total 986 123250 100 5.43 100.00 200
(Lanjutan) Lampiran 5
Pancang 1 manata nata 265 5000.00 59.28 19 0.90 13.29 72.57

73
2 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 35 660.38 7.83 14 0.67 9.79 17.62
3 Syzygium sp1 Myrtaceae 18 339.62 4.03 11 0.52 7.69 11.72
4 Syzygium sp2 Myrtaceae 13 245.28 2.91 12 0.57 8.39 11.30
5 Memecylon edule Melastomataceae 21 396.23 4.70 9 0.43 6.29 10.99
6 Castanopsis sp Fagaceae 16 301.89 3.58 10 0.48 6.99 10.57
Xanthophyllum
7 vitellinum Polygalaceae 10 188.68 2.24 9 0.43 6.29 8.53
8 Agathis celebica Araucariaceae 8 150.94 1.79 6 0.29 4.20 5.99
9 Calophyllum sp Guttiferae 5 94.34 1.12 5 0.24 3.50 4.62
Baccaurea
10 macrocarpa Euphorbiaceae 4 75.47 0.89 4 0.19 2.80 3.69
11 Unidentified 4 75.47 0.89 4 0.19 2.80 3.69
12 Pouteria malaccensis Sapotaceae 4 75.47 0.89 4 0.19 2.80 3.69
13 Santiria sp. Burseraceae 3 56.60 0.67 3 0.14 2.10 2.77
14 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 3 56.60 0.67 3 0.14 2.10 2.77
Palaquium
15 obtusifolium Sapotaceae 5 94.34 1.12 2 0.10 1.40 2.52
16 Garcinia sp. Guttiferae 3 56.60 0.67 2 0.10 1.40 2.07
17 Prunus arborea Rosaceae 2 37.74 0.45 2 0.10 1.40 1.85
Paratocarpus
18 venenosus Moraceae 4 75.47 0.89 1 0.05 0.70 1.59
19 Myristica fatua Myristicaeae 2 37.74 0.45 1 0.05 0.70 1.15
20 Unidentified 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
21 Unidentified 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
22 Ardisia javanica Myrsinaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
23 Canarium sp Burseraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
24 Cinnamomum sp Lauraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
25 Cryptocarya sp. Lauraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
26 Knema cinerea Myristicaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
27 Drypetes Euphorbiaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
(Lanjutan) Lampiran 5
28 Elaeocarpus mastersii Elaeocarpaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
29 Endiandra rubescens Lauraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92

74
30 Ficus sp Moraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
31 Unidentified 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
32 Litsea Lauraceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
33 Metrosideros vera Myrtaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
34 Microcos paniculata 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
35 Unidentified 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
36 Garcinia sp. Guttiferae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
37 Platea excelsa Icacinaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
38 Polyosma sp Saxifragaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
39 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
40 Syzygium attenuatum Myrtaceae 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
41 Timonius stipularis 1 18.87 0.22 1 0.05 0.70 0.92
Total 447 8433.96 100.00 6.81 100.00 200
Tiang 1 Syzygium sp1 Myrtaceae 7 33.33 10.45 5 0.24 8.33 0.12 0.55 10.19 28.97
2 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 5 23.81 7.46 5 0.24 8.33 0.11 0.54 9.97 25.77
3 Pouteria malaccensis Sapotaceae 6 28.57 8.96 5 0.24 8.33 0.09 0.44 8.15 25.44
4 Endiandra rubescens Lauraceae 6 28.57 8.96 5 0.24 8.33 0.08 0.37 6.89 24.18
Palaquium
5 obtusifolium Sapotaceae 5 23.81 7.46 5 0.24 8.33 0.07 0.36 6.55 22.34
6 Castanopsis sp Fagaceae 4 19.05 5.97 4 0.19 6.67 0.08 0.38 6.95 19.58
7 Palaquium ridleyi Sapotaceae 4 19.05 5.97 3 0.14 5.00 0.09 0.42 7.71 18.68
8 Elaeocarpus mastersii Elaeocarpaceae 4 19.05 5.97 4 0.19 6.67 0.06 0.30 5.62 18.26
9 Syzygium sp2 Myrtaceae 3 14.29 4.48 3 0.14 5.00 0.07 0.34 6.19 15.66
10 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 2 9.52 2.99 2 0.10 3.33 0.03 0.14 2.56 8.88
11 Syzygium attenuatum Myrtaceae 2 9.52 2.99 2 0.10 3.33 0.03 0.13 2.44 8.76
12 Knema cinerea Myristicaceae 2 9.52 2.99 2 0.10 3.33 0.03 0.13 2.42 8.74
13 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 2 9.52 2.99 2 0.10 3.33 0.02 0.11 1.94 8.26
14 Horsfieldia sp Myristicaceae 2 9.52 2.99 2 0.10 3.33 0.02 0.10 1.89 8.21
(Lanjutan) Lampiran 5
15 Garcinia sp Guttiferae 2 9.52 2.99 1 0.05 1.67 0.03 0.16 3.04 7.69
16 Syzygium sp3 Myrtaceae 2 9.52 2.99 1 0.05 1.67 0.03 0.16 2.92 7.58
17 Calophyllum sp Guttiferae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.03 0.14 2.60 5.76

75
18 Litsea firma Lauraceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.02 0.12 2.19 5.35
19 Manilkara fasciculata Sapotaceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.02 0.11 1.99 5.14
20 Alseodpaphne sp. Lauraceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.02 0.10 1.93 5.09
21 Litsea firma Lauraceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.02 0.07 1.35 4.51
22 Platea excelsa Icacinaceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.01 0.07 1.29 4.45
23 Metrosideros vera Myrtaceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.01 0.07 1.23 4.39
24 Lophopetalum sp Celastraceae 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.01 0.05 1.01 4.17
25 Manata-nata 1 4.76 1.49 1 0.05 1.67 0.01 0.05 0.98 4.14
TOTAL 67 319.05 100.00 2.857143 100 5.42543411 100 300
Pohon 1 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 94 111.90 37.01 20 0.95 13.99 9.74 11.59 39.23 90.22
2 Palaquium ridleyi Sapotaceae 24 28.57 9.45 12 0.57 8.39 1.77 2.11 7.14 24.99
3 Syzygium sp Myrtaceae 19 22.62 7.48 12 0.57 8.39 2.04 2.43 8.21 24.08
4 Elaeocarpus mastersii Elaeocarpaceae 11 13.10 4.33 9 0.43 6.29 1.11 1.32 4.47 15.10
5 Lophopetalum sp Celastraceae 6 7.14 2.36 6 0.29 4.20 1.24 1.47 4.98 11.54
6 Syzygium sp2 Myrtaceae 10 11.90 3.94 6 0.29 4.20 0.63 0.75 2.54 10.68
7 Metrosideros vera Myrtaceae 7 8.33 2.76 7 0.33 4.90 0.70 0.83 2.81 10.46
8 Unidentified 8 9.52 3.15 7 0.33 4.90 0.59 0.70 2.38 10.42
9 Castanopsis sp Fagaceae 7 8.33 2.76 7 0.33 4.90 0.55 0.65 2.21 9.86
10 Pouteria malaccensis Sapotaceae 8 9.52 3.15 6 0.29 4.20 0.61 0.73 2.46 9.80
Paratocarpus
11 venenosus Moraceae 5 5.95 1.97 4 0.19 2.80 1.22 1.45 4.92 9.69
12 Litsea firma Lauraceae 7 8.33 2.76 3 0.14 2.10 0.67 0.80 2.69 7.55
13 Calophyllum sp Guttiferae 4 4.76 1.57 3 0.14 2.10 0.65 0.77 2.60 6.27
14 Prunus arborea Rosaceae 4 4.76 1.57 4 0.19 2.80 0.29 0.34 1.16 5.53
15 Manilkara fasciculata Sapotaceae 4 4.76 1.57 3 0.14 2.10 0.35 0.41 1.40 5.07
Palaquium
16 obtusifolium Sapotaceae 4 4.76 1.57 3 0.14 2.10 0.21 0.25 0.85 4.52
(Lanjutan) Lampiran 5
17 Prunus arborea Rosaceae 3 3.57 1.18 3 0.14 2.10 0.22 0.27 0.90 4.18
18 Lithocarpus sp Fagaceae 3 3.57 1.18 3 0.14 2.10 0.22 0.26 0.88 4.16
Xanthophyllum
19 vitellinum Polygalaceae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.47 0.56 1.89 4.08
20 Litsea sp Lauraceae 3 3.57 1.18 3 0.14 2.10 0.18 0.21 0.71 3.99

76
21 Santiria sp Burseraceae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.34 0.41 1.38 3.57
22 Sarcotheca celebica Oxalidaceae 3 3.57 1.18 2 0.10 1.40 0.21 0.25 0.85 3.43
23 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.11 0.13 0.43 2.62
24 Cratoxylon formosum Guttiferae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.10 0.11 0.39 2.57
Elaeocarpus
25 macropus Elaeocarpaceae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.09 0.10 0.35 2.53
26 Nauclea officinalis Rubiaceae 2 2.38 0.79 2 0.10 1.40 0.08 0.09 0.31 2.50
Weinmannia
27 simplicifolia Cuniaceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.09 0.11 0.36 1.45
28 Podocarpus rumphii Podocarpaceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.08 0.09 0.31 1.41
Kjellbergiodendron
29 celebicum Myrtaceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.07 0.08 0.28 1.38
30 Garcinia sp. Guttiferae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.06 0.07 0.24 1.34
Casuarina
31 equisetifolia Casuarinaceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.05 0.06 0.19 1.28
32 Unidentified 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.04 0.05 0.17 1.26
33 Syzygium attenuatum Myrtaceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.04 0.05 0.15 1.25
34 Endiandra rubescens Lauraceae 1 1.19 0.39 1 0.05 0.70 0.04 0.04 0.15 1.24
TOTAL 254 302.38 100.00 6.81 100.00 24.83 29.55 100.00 300.00

(Lanjutan lampiran)
Lampiran 6 Rekapitulasi nilai K, KR, F, FR, D, DR dan INP pada berbagai tingkat pertumbuhan di petak ULM-2.

Tingkat Nama Jenis/ Jumlah Jumlah K KR FR LBDS D DR


No. Famili F INP(%)
Pertumbuhan Nama Lokal Individu Petak (Ind/ha) (%) (%) (m2) (m2/ha) (%)
Semak 1 Gleichenia linearis Gleicheniaceae 25 2500 2 58.14 0.08 25 83.14

77
2 Neprolepis sp. Densteadiaceae 14 1400 3 32.56 0.12 37.5 70.06
3 Taenitis blechnoides Adiantaceae 2 200 2 4.65 0.08 25 29.65
Helminthostachys
4 zeylanica Schizaeaceae 2 200 1 4.65 0.04 12.5 17.15
Total 43 4300 100 0.32 100 200
1 Calamus sp Arecaceae 154 2464 19 36.58 0.76 25.33 61.91
2 Dinochloa scandens Poaceae 98 1568 22 23.28 0.88 29.33 52.61
3 Calamus sp2 Arecaceae 92 1472 17 21.85 0.68 22.67 44.52
4 Freycinetia sp Pandanaceae 53 848 8 12.59 0.32 10.67 23.26
Liana
5 Willughbeia sp Apocynaceae 16 256 6 3.80 0.24 8.00 11.80
6 Alyxia sp Apocynaceae 5 80 1 1.19 0.04 1.33 2.52
7 Calamus caesius Arecaceae 2 32 1 0.48 0.04 1.33 1.81
8 Congea cf. tomentosa Verbenaceae 1 16 1 0.24 0.04 1.33 1.57
Total 421 6736 75 100 3 100 200
1 Gnetum sp Gnetaceae 23 23 8 21.90 0.32 17.78 39.68
2 Alyxia celebica Apocynaceae 14 14 6 13.33 0.24 13.33 26.67
3 Derris elegans Fabaceae 14 14 6 13.33 0.24 13.33 26.67
4 Pternandra Melastomataceae 11 11 6 10.48 0.24 13.33 23.81
5 Tetracera indica Dilleniaceae 11 11 5 10.48 0.2 11.11 21.59
6 Derris Fabaceae 8 8 3 7.62 0.12 6.67 14.29
Liana berkayu 7 Willughbeia Apocynaceae 8 8 3 7.62 0.12 6.67 14.29
8 Sterculia macrophylla Sterculiaceae 7 7 3 6.67 0.12 6.67 13.33
9 Dioscorea sp Dioscoreaceae 3 3 2 2.86 0.08 4.44 7.30
10 Salacia macrophylla Celastraceae 3 3 1 2.86 0.04 2.22 5.08
(Lanjutan) Lampiran 6
Melastoma
11 malabathricum Melastomataceae 2 2 1 1.90 0.04 2.22 4.13
12 Unidentified Menispermaceae 1 1 1 0.95 0.04 2.22 3.17
Total 105 105 100 1.8 100 200
Semai 1 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 307 30700 22 57.49 0.88 17.74 75.23
2 Dillenia sp Dilleniaceae 97 9700 17 18.16 0.68 13.71 31.87
3 Litsea sp Lauraceae 14 1400 12 2.62 0.48 9.68 12.30

78
4 Syzygium sp1 Myrtaceae 12 1200 9 2.25 0.36 7.26 9.51
5 Lithocarpus sp Fagaceae 12 1200 5 2.25 0.2 4.03 6.28
6 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 5 500 5 0.94 0.2 4.03 4.97
7 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 6 600 4 1.12 0.16 3.23 4.35
8 Calophyllum sp Clusiaceae 8 800 3 1.50 0.12 2.42 3.92
9 Macaranga sp Euphorbiaceae 5 500 3 0.94 0.12 2.42 3.36
10 Castanopsis sp Fagaceae 3 300 3 0.56 0.12 2.42 2.98
11 Agrostistachys longifolia Euphorbiaceae 6 600 2 1.12 0.08 1.61 2.74
12 Horsfieldia sp Myristicaceae 4 400 2 0.75 0.08 1.61 2.36
13 Planchonella sp Sapotaceae 4 400 2 0.75 0.08 1.61 2.36
14 Elaeocarpus sp Elaeocarpaceae 2 200 2 0.37 0.08 1.61 1.99
15 Garcinia sp Clusiaceae 2 200 2 0.37 0.08 1.61 1.99
16 Gironniera celtidifolia Ulmaceae 2 200 2 0.37 0.08 1.61 1.99
17 Agrostistachys longifolia Euphorbiaceae 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
18 Acmena acuminatissima Myrtaceae 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
19 Cratoxylum celebicum Hypericaceae 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
20 Salacia sp Celastraceae 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
21 Symplocos sp Symplocaceae 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
22 Unidentified 3 300 1 0.56 0.04 0.81 1.37
Castanopsis
23 acuminatissima Fagaceae 2 200 1 0.37 0.04 0.81 1.18
24 Syzygium sp2 Myrtaceae 2 200 1 0.37 0.04 0.81 1.18
25 Mangifera sp Anacardiaceae 2 200 1 0.37 0.04 0.81 1.18
(Lanjutan) Lampiran 6
26 Unidentified 2 200 1 0.37 0.04 0.81 1.18
27 Ganua boerlagiana Sapotaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
28 Syzygium claviflorum Myrtaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
29 Polyosma sp2 Saxifragaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
30 Neonauclea celebica Rubiaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
Willughbeia
31 angustifolia Apocynaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
32 Alyxia sp Apocynaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99

79
33 Ardisia sp Myrsinaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
34 Chionanthus sp Oleaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
35 Drypetes sp Euphorbiaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
36 Kopsia sp Apocynaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
37 Lasianthus sp Rubiaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
38 Litsea javanica Lauraceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
39 Memecylon sp Melastomataceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
40 Palaquium sp Sapotaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
41 Pavetta sp Rubiaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
42 Polyosma sp1 Saxifragaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
43 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
44 Unidentified 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
45 Unidentified 1 100 1 0.19 0.04 0.81 0.99
TOTAL 534 53400 0 100 4.96 100.00 200.00
Pancang 1 Dillenia sp1 Dilleniaceae 183 2928 16 41.88 0.64 10.53 52.40
2 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 49 784 14 11.21 0.56 9.21 20.42
3 Castanopsis sp Fagaceae 26 416 11 5.95 0.44 7.24 13.19
4 Lithocarpus sp Fagaceae 23 368 9 5.26 0.36 5.92 11.18
5 Syzygium sp1 Myrtaceae 12 192 9 2.75 0.36 5.92 8.67
6 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 13 208 5 2.97 0.2 3.29 6.26
7 Calophyllum sp1 Clusiaceae 8 128 6 1.83 0.24 3.95 5.78
8 Mangifera sp Anacardiaceae 8 128 6 1.83 0.24 3.95 5.78
(Lanjutan) Lampiran 6
9 Litsea sp1 Lauraceae 7 112 5 1.60 0.2 3.29 4.89
10 Syzygium sp4 Myrtaceae 6 96 5 1.37 0.2 3.29 4.66
11 Agrostistachys Euphorbiaceae 14 224 1 3.20 0.04 0.66 3.86
12 Ternstroemia sp Theaceae 5 80 4 1.14 0.16 2.63 3.78
13 Dillenia sp2 Dilleniaceae 10 160 1 2.29 0.04 0.66 2.95
14 Elaeocarpus sp Elaeocarpaceae 3 48 3 0.69 0.12 1.97 2.66
15 Heliciopsis sp Proteaceae 4 64 2 0.92 0.08 1.32 2.23
16 Baccaurea macrocarpa Euphorbiaceae 3 48 2 0.69 0.08 1.32 2.00
17 Diospyros sp Ebenaceae 3 48 2 0.69 0.08 1.32 2.00

80
18 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 3 48 2 0.69 0.08 1.32 2.00
19 Myristica fatua Myristicaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
20 Nauclea sp Rubiaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
21 Calophyllum sp2 Clusiaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
22 Polyosma sp1 Saxifragaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
23 Syzygium sp5 Myrtaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
24 Timonius stipularis Rubiaceae 2 32 2 0.46 0.08 1.32 1.77
25 Memecylon sp Melastomataceae 4 64 1 0.92 0.04 0.66 1.57
26 Unidentified 3 48 1 0.69 0.04 0.66 1.34
27 Unidentified 2 32 1 0.46 0.04 0.66 1.12
28 Garcinia celebica Clusiaceae 2 32 1 0.46 0.04 0.66 1.12
29 Litsea sp2 Lauraceae 2 32 1 0.46 0.04 0.66 1.12
30 Unidentified 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
31 Litsea sp3 Lauraceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
32 Ganua boerlagiana Sapotaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
33 Polyosma sp2 Saxifragaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
34 Pouteria obovoidea Sapotaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
35 Syzygium claviflorum Myrtaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
36 Baccaurea pubicula Euphorbiaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
37 Litsea sp4 Lauraceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
38 Knema cinerea Myristicaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
(Lanjutan) Lampiran 6
39 Syzygium sp2 Myrtaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
40 Syzygium sp3 Myrtaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
41 Actinodaphne multiflora Lauraceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
42 Unidentified 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
43 Garcinia sp Guttiferae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
44 Unidentified Sapotaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
45 Aporosa cf. nervosa Euphorbiaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
46 Canarium asperum Burseraceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
47 Dehaasia sp Lauraceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
48 Gironniera celtidifolia Ulmaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89

81
49 Horsfieldia sp Myristicaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
50 Lepisanthes amoena Sapindaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
51 Nephelium cuspidatum Sapindaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
52 Palaquium maliliense Sapindaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
53 Polyosma ilicifolia Saxifragaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
54 Praravinia loconensis Rubiaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
55 Prunus arborea Rosaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
56 Rapanea sp Myrsinaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
57 Stemonurus scorpioides Icacinaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
58 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
59 Tetractomia sp Rutaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
60 Weinmannia devogelii Cunoniaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
Xanthophyllum
61 vitellinum Polygalaceae 1 16 1 0.23 0.04 0.66 0.89
TOTAL 437 6992 0 100 6.08 100 200
Tiang 1 Syzygium sp1 Myrtaceae 21 84 12 22.83 0.48 16.00 0.28 1.14 18.46 57.29
2 Lithocarpus sp Fagaceae 7 28 6 7.61 0.24 8.00 0.12 0.50 8.06 23.67
3 Prunus arborea Rosaceae 7 28 6 7.61 0.24 8.00 0.12 0.46 7.55 23.16
4 Castanopsis sp Fagaceae 6 24 6 6.52 0.24 8.00 0.12 0.49 7.99 22.51
5 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 6 24 5 6.52 0.2 6.67 0.10 0.42 6.78 19.96
(Lanjutan) Lampiran 6
6 Litsea sp Lauraceae 5 20 4 5.43 0.16 5.33 0.09 0.35 5.64 16.41
7 Calophyllum sp Clusiaceae 4 16 2 4.35 0.08 2.67 0.08 0.33 5.32 12.33
8 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.06 0.25 4.08 11.34
9 Knema cinerea Myristicaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.06 0.23 3.80 11.06
Kjellbergiodendron
10 celebicum Myrtaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.06 0.22 3.65 10.91
11 Palaquium ridleyi Sapindaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.05 0.20 3.28 10.54
12 Antidesma sp Euphorbiaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.04 0.17 2.78 10.04
13 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 3 12 3 3.26 0.12 4.00 0.04 0.17 2.75 10.01
14 Santiria sp Burseraceae 2 8 2 2.17 0.08 2.67 0.04 0.14 2.35 7.19
15 Prunus arborea Rosaceae 2 8 2 2.17 0.08 2.67 0.03 0.10 1.66 6.51

82
16 Palaquium obtusifolium Sapindaceae 2 8 1 2.17 0.04 1.33 0.04 0.17 2.72 6.23
17 Memecylon edule Melastomataceae 2 8 1 2.17 0.04 1.33 0.02 0.09 1.43 4.93
18 Ternstroemia sp Theaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.03 0.11 1.77 4.19
19 Unidentified Sapotaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.02 0.10 1.62 4.04
20 Baccaurea pubicula Euphorbiaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.02 0.09 1.40 3.82
21 Planchonella firma Sapotaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.02 0.07 1.15 3.57
22 Horsfieldia sp Myristicaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.02 0.06 1.05 3.47
23 Unidentified 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.02 0.06 1.03 3.45
24 Endiandra sp Lauraceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.01 0.06 0.96 3.38
25 Syzygium sp2 Myrtaceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.01 0.06 0.96 3.38
26 Ficus sp Moraceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.01 0.06 0.93 3.35
27 Actinodaphne sp Lauraceae 1 4 1 1.09 0.04 1.33 0.01 0.05 0.84 3.26
TOTAL 368 100 3 100 1.54 6.16 100.00 300.00
Pohon 1 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 94 94 18 33.69 0.72 11.18 8.52 8.52 34.65 79.52
2 Syzygium sp1 Myrtaceae 23 23 15 8.24 0.60 9.32 2.16 2.16 8.81 26.37
3 Palaquium ridleyi Sapindaceae 17 17 13 6.09 0.52 8.07 1.40 1.40 5.71 19.88
4 Castanopsis sp Fagaceae 16 16 12 5.73 0.48 7.45 1.34 1.34 5.44 18.63
5 Ficus sp Moraceae 12 12 9 4.30 0.36 5.59 0.92 0.92 3.74 13.63
Kjellbergiodendron
6 celebicum Myrtaceae 8 8 6 2.87 0.24 3.73 0.98 0.98 3.99 10.58
(Lanjutan) Lampiran 6
7 Calophyllum sp4 Clusiaceae 6 6 6 2.15 0.24 3.73 0.69 0.69 2.81 8.69
8 Prunus arborea Rosaceae 8 8 5 2.87 0.20 3.11 0.52 0.52 2.10 8.07
9 Endiandra sp Lauraceae 6 6 4 2.15 0.16 2.48 0.72 0.72 2.91 7.55
10 Litsea sp Lauraceae 7 7 4 2.51 0.16 2.48 0.58 0.58 2.35 7.34
11 Planchonella firma Sapotaceae 8 8 4 2.87 0.16 2.48 0.48 0.48 1.97 7.32
12 Lithocarpus sp Fagaceae 10 10 5 3.58 0.20 3.11 0.00 0.00 0.00 6.69
13 Paratocarpus venenosus Moraceae 4 4 4 1.43 0.16 2.48 0.33 0.33 1.34 5.26
14 Calophyllum sp1 Clusiaceae 4 4 3 1.43 0.12 1.86 0.48 0.48 1.96 5.26
15 Ternstroemia sp1 Theaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 1.00 1.00 4.07 5.05
Xanthophyllum
16 vitellinum Polygalaceae 3 3 3 1.08 0.12 1.86 0.36 0.36 1.46 4.40

83
17 Elaeocarpus macropus Elaeocarpaceae 3 3 3 1.08 0.12 1.86 0.31 0.31 1.26 4.20
18 Santiria sp Burseraceae 3 3 2 1.08 0.08 1.24 0.46 0.46 1.85 4.17
Gymnacranthera
19 paniculata Myristicaceae 3 3 3 1.08 0.12 1.86 0.18 0.18 0.75 3.69
20 Garcinia sp1 Clusiaceae 3 3 3 1.08 0.12 1.86 0.18 0.18 0.73 3.67
21 Unidentified Sapotaceae 3 3 2 1.08 0.08 1.24 0.24 0.24 0.98 3.30
22 Dehaasia sp Lauraceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.23 0.23 0.94 2.90
23 Casuarina equisetifolia Casuarinaceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.20 0.20 0.83 2.79
24 Knema cinerea Myristicaceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.16 0.16 0.64 2.60
25 Planchonella sp Sapotaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.39 0.39 1.60 2.58
26 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.14 0.14 0.56 2.52
27 Horsfieldia sp Myristicaceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.12 0.12 0.49 2.45
28 Syzygium zeylanicum Myrtaceae 2 2 2 0.72 0.08 1.24 0.08 0.08 0.31 2.27
29 Ternstroemia sp2 Theaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.25 0.25 1.03 2.01
30 Taxotrophis sp Moraceae 2 2 1 0.72 0.04 0.62 0.10 0.10 0.41 1.75
31 Ternstroemia sp3 Theaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.12 0.12 0.51 1.49
32 Heritiera trifoliata Sterculiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.10 0.10 0.39 1.37
33 Platea excelsa Icacinaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.09 0.09 0.35 1.33
Weinmannia
34 simplicifolia Cuniaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.08 0.08 0.32 1.30
(Lanjutan) Lampiran 6
35 Palaquium sp1 Sapindaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.07 0.07 0.29 1.27
36 Gironniera subaequalis Ulmaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.06 0.06 0.26 1.24
37 Palaquium sp2 Sapindaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.06 0.06 0.25 1.23
38 Nauclea officinalis Rubiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.04 0.04 0.17 1.15
39 Syzygium sp2 Myrtaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.04 0.04 0.16 1.14
40 Planchonella moluccana Sapotaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.04 0.04 0.16 1.14
41 Metrosideros vera Myrtaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.04 0.04 0.15 1.13
42 Calophyllum sp2 Clusiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.14 1.12
43 Baccaurea pubicula Euphorbiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.14 1.12
44 Calophyllum sp3 Clusiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.14 1.11
45 Antidesma sp Euphorbiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.13 1.11

84
46 Calophyllum sp5 Clusiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.12 1.10
47 Garcinia sp2 Clusiaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.12 1.10
48 Elaeocarpus sp Elaeocarpaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.12 1.10
Kjellbergiodendron
49 celebicum Myrtaceae 1 1 1 0.36 0.04 0.62 0.03 0.03 0.12 1.10
TOTAL 277 279 0 100.00 6.44 100.00 24.51 24.51 100.00 300.00

85
86

Lampiran 7 Penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Sifat Tanah Rendah Sedang Tinggi
BO% <0.346 3.46-5.19 >5.19
C% 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00
N% 0.10-0.20 0.21-0.51 0.51-0.75
C/n 5.00-10.00 11.0-15.0 16-25.0
P2O2 Hcl (mg/1000 g) 10.0-20.0 21-40 41-60
K2O Hcl (mg/1000 g) 10.0-20.0 21-40 41-60
KTK (C mol (+)/kg) 5.0-16 17-24.0 24-40
KB% 20-35 36-50 51-70
pH sangat masam masam agak masam netral agak alkalis alkalis
<4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5
87

Lampiran 8 Foto-foto kondisi umum lokasi penelitian

(A) (B)

(C)
(D)

(E)
Keterangan : (A). Keadaan struktur tegakan dalam lokasi penelitian, (B). Keadaan
umum pada lokasi pengamatan untuk tingkat liana, (C). Keadaan
umum pada lokasi pengamatan tingkat semak, (D). Salah satu jenis
lian berkayu, (E) Keadaan umum lokasi penelitian.
(Lanjutan) Lampiran 7 Foto-foto Penelitian.
88

(F) (G)

(H) (I)

Keterangan : (F), (G), (H), (I). Penampakan dari pohon Heritiera trifoliata.
89

Lampiran 9 Peta lokasi penelitian.

Petak contoh penelitian

Sumbar : PT. Hatfield Indonesia (2008).

También podría gustarte