Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
KOMITE KEPERAWATAN
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2012
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
NOMOR : / / /2012
TENTANG
NURSING STAFF BY LAWS
(PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN)
1
PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
Jl. Gedong Tataan KM 13 Telp. 0721-271170 – Fax. 271171
BANDAR LAMPUNG 35001
TENTANG
NURSING STAFF BY LAWS
(PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN)
2
Sakit.
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1) Staf perawat fungsional adalah perawat, bidan, perawat bidan, perawat spesialis
yang bekerja purna waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan dan pendidikan
rumah sakit.
2) Unit pelayanan keperawatan antara lain adalah rawat jalan, rawat inap, rawat
gawat darurat, intensif general chek-up.
3) Pelayanan keperawatan spesialistik adalah pelayanan keperawatan spesialistik
keperawatan medical-bedah, maternitas, dan anak dengan basic pendidikan
magister keperawatan.
4) Unit kerja keperawatan adalah tempat staf keperawatan menjalankan profesinya,
unit kerja dapat berbentuk ruang rawat dan instalasi.
5) Komite keperawatan adalah wadah professional keperawatan yang
keanggotaannya berasal dari koordinator kelompok staf perawatdan atau yang
mewakili.
6) Sub komite adalah kelompok kerja di bawah komite keperawatan yang dibentuk
untuk mengatasi masalah khusus, anggota sub komite terdiri dari staf perawat dan
staf bidan.
7) Tenaga administrasi adalah orang atau sekumpulan orang yang bertugas
melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas
staf keperawatan, komite keperawatan, dan sub komite keperawatan.
8) Program pendidikan keperawatan adalah Pendidikan Spesialis, Ners, diploma III
dan IV keperawatan, dan diploma III dan IV kebidanan.
3
BAB II
NAMA, TUJUAN, DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Secara administrasi KSPF berada dibawah Direktur RSJD Provinsi lampung namun
sebagai fungsional sebagai profesi, anggota KSPF bertanggung jawab kepada komite
keperawatan melalui koordinator kelompok staf perawat.
BAB III
PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA SPF
Pasal 5
Persyaratan penerimaan calon anggota SPF
4
Pasal 6
Prosedur penerimaan calon anggota
Pasal 7
Syarat-syarat penerimaan
Pasal 8
Penerimaan kembali anggota SPF
Apabila seorang anggota SPF dengan alas an tertentu pindah/cuti diluar tanggungan
Negara hingga tidak bias menjalankan tugas sebagai anggota SPF dan yang
bersangkutan akan kembali menjadi anggota SPF, maka yang bersangkutan
diharuskan mendaftar ulang sesuai peraturan yang berlaku.
Pasal 9
Tenaga Perawat sebagai anggota SPF di RSJD Provinsi lampung dapat diberhentikan
keanggotaannya oleh Direktur bila ;
1) Meninggal dunia.
2) Memasuki masa pensiun.
3) Pindah tugas.
4) Hilangnya hak sebagai PNS/Non PNS akibat ketentuan hukum yang telah
berkekuatan tetap
5
BAB IV
Kategori Staf Perawat
Pasal 10
Pasal 11
6
f. Melakukan perbaikan standar prosedur operasional, SAK, SEK, standar
bimbingan/pendidikan dan dokumen yang terkait sesuai dengan
perkembangan keilmuan.
Pasal 12
KEWAJIBAN STAF PERAWAT FUNGSIONAL
Pasal 13
Hak-hak anggota Staf perawat Fungsional
7
5) Memperoleh hak pemeriksaan kesehatan secara Cuma-Cuma minimal sekali
dalam satu tahun.
6) Jika sakit yang bersangkutan beserta istri/suami dan anak (sesuai dengan peraturan
Askes) berhak mendapatkan perawatan rawat inap setingkat lebih tinggi dari
haknya sesuai peraturan yang berlaku di RSJD Provinsi lampung, dan untuk
pembelian obatyang tidak terdapat pada daftar obat Askes mendapatkan potongan
harga netto.
BAB V
KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGES)
Pasal 14
1) Kewenangan klinis adalah kewenangan yang dimiliki oleh anggota SPF sesuai
dengan profesi dan keahliannya terdiri dari kewenangan temporer, kewenangan
emergensi, dan kewenangan professional.
2) Kewenangan temporer adalah kewenangan yang diberikan /ditetapkan oleh
Direktur kepada anggota SPF dalam jangka waktu tertentu disebabkan oleh
kebutuhan atau situasi/kondisi.
3) Kewnangan emergensi, kewenangan yang dimiliki oleh anggota SPF untuk
mengatasi suatu keadaan darurat pada pasien, kecuali bila ia menganggap ada
anggoata SPF lain mempunyai kemampuan yang lebih di lingkungan RSJD
Provinsi lampung.
4) Kewenangan professional, kewenagan yang dimiliki oleh anggota SPF sesuai
dengan kemampuan standar profesi.
Pasal 15
Hak-hak Klinis
1) Hak klinis adalah kewenangan dari anggoata SPF untuk melakukan pelayanan
keperawatan sesuai denga profesi dan keahliannya. Tanpa hak klinis maka
seseorang tenaga keperawatan tidak dapat menjadi anggota SPF dan bekerja di
RSJD Provinsi lampung.
2) Hak klinis diberikan oleh Direktur Rumah sakit atas rekomendasi Komite
Keperawatan, sesuai dengan prosedur penerimaan anggota.
3) Hak klinis diberikan kepada seorang anggota SPF untuk jangka waktu 5 tahun.
Pemberian hak klinik ulang dapat diberikan setelah yang bersangkutan mendapat
resertifikasi dari organisasi profesi.
8
Pasal 16
Pembatasan Hak Klinis
Pasal 17
Pencabutan Pembatasan Hak Klinis
Pencabutan pembatsan hak klinis dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit atas usul
Komite Keperawatan bila SPF tersebut telah melaksanakan sesuai waktu yang telah
ditentukan pada saat sanksi pembatasan.
Pasal 18
Pencabutan Hak Klinis
9
BAB VI
PENGORGANISASIAN STAF PERAWAT
Pasal 19
Struktur Organisasi
Pasal 20
Koordinator Staf Perawat Fungsional (KSPF)
1) Pemilihan calon Koordinator SPF dilakukan dalam rapt pleno SPF denga prosedur
yang telah ditetapkan oleh Komite Keperawatan.
2) Koordinator SPF ditetapkan oleh Direktur RS dari calon terpilih yang diajukan.
3) Dalam menentukan coordinator SPF tersebut, bila dianggap perlu Direktur dapat
meminta pendapat kepada Komite Keperawatan.
4) Bila anggota SPF kurang dari 3 orang, maka penentuan kooordinator SPF
dilakukan setelah mendapat saran /masukan dari komite keperawatan.
5) Koordinator terpilih menjadi anggota komite keperawatan.
6) Tugas Koordinator SPF adalah mengkoordinasikan semua kegiatan anggota serta
menyusun uraian tugas, wewenang dan tata kelola anggota SPF dalam SPF yang
dipimpin.
7) Masa bakti Koordinator SPF selama 5 tahun kemudian dilakukan pemilihan ulang.
8) Koordinator SPF mempunyai wewenang mengatur anggota SPF yang mempunyai
jabatan rangkap di structural dan membebastugaskan dari kegiatan rutin SPF serta
akan diterima kembali setelah yang bersangkutan selesai dengan tugas jabatan
strukturalnya.
10
Pasal 21
Sekretaris
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
11
BAB VII
Komite Keperawatan
Nama Dan Struktur Organisasi
Pasal 27
Pasal 28
Tugas
12
Pasal 29
Fungsi
Pasal 30
Wewenang
Pasal 31
Tanggung Jawab
Pasal 32
Kewajiban
13
3) Membuat standarisasi format pengkajian, pemantauan, dan pelaporan indicator
mutu pelayanan keperawatan.
4) Melakukan pemantauan mutu klinik, etika profesi keperawatan dan pelaksanaan
pengembangan profesi perawat.
Pasal 33
Sub Komite
1) Sub komite adalah kelompok kerja khusus yang bertugas membantu tugas klinis
bidang keperawatan.
2) Sub Komite dibentuk sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
3) Sub Komite kepengurusannya ditetapkan oleh surat keputusan Direktur.
4) Keanggotaan Sub Komite terdiri dari anggota tetap staf perawat fungsional.
5) Susunan kepengurusan Sub Komite terdiri dari ;
a. Ketua merangkap anggota.
b. Sekretaris merangkap anggota.
c. Anggota.
6) Tata kerja Sub Komite meliputi ;
a. Sub Komite membuat kebijakan, program prosedur operasional.
b. Sub Komite membuat laporan berkala dan laporan tahunan kepada komite
keperawatan.
c. Biaya operasional dibebankan oleh anggaran Rumah Sakit.
7) Sub Komite di RSJD Provinsi Lampung terdiri dari ;
a. Sub Komite Kredensial.
b. Sub Komite Peningkatan Mutu Keperawatan.
c. Sub Komite Disiplin dan Etik Profesi.
8) Jumlah Sub Komite dapat ditambah atau dikurang sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 34
Rapat
14
BAB VIII
KERAHASIAN DAN INFORMASI KEPERAWATAN
Pasal 35
Kerahasian Pasien
Pasal 36
Informasi Keperawatan
!) Hak-hak pasien yang dimaksud adalah hak-hak pasien sebagaimana yang terdapat
didalam Peraturan Menteri Kesehatan.
2) Informasi keperawatan yang harus diungkap dengan jujur dan benar adalah
mengenai ;
a. Keadaan Kesehatan pasien.
b. Rencana keperawatan dan alternatifnya.
c. Manfaat dan masing-masing alternative tindakan.
d. Prognosis.
e. Kemungkinan Komplikasi.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 37
15
BAB X
KETENTUAN PERUBAHAN
Pasal 38
BAB XI
PENUTUP
Pasal 39
16
17