Está en la página 1de 3

Pendahuluan

Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau


ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan
dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang
yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan Negara.
Sejalan dengan ini menurut Daryono Kewarganegaraan adalah isi pokok yang mencakup
hak dan kewajiban warga Negara.Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam
satuan politik tertentu (secara khusus : Negara ) yang dengannya membawa hak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut
warga Negara.
Dari beberapa pemahaman yang didapat diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
kewarganegaraan merupakan sebuah tanda (identitas) yang menunjukan adanya suatu ikatan
berupa hubungan hukum antara seorang warga negara (individu) dengan negara.Hubungan
hukum tersebut kemudian menimbulkan akibat hukum yang berupa munculnya hak dan
kewajiban konstitusional warga negara.
Adapun yang dimaksud dengan hak konstitusional menurut (constitutional right) menurut
Prof. Jimly Asshiddiqie adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD 1945 (konstitusi).
Siapapun dia jika diakui secara sah sebagai warga negara secara yuridis memiliki hak
konstitusional (constututional right) yang dijamin dalam konstitusi sebuah negara.Sebagai contoh
hak-hak konstitusional adalah Misalnya, (i) hak yang tercantum dalam Pasal 28D ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan, “Setiap Warga Negara berhak atas kesempatan yang sama dalam
pemerintahan”; (ii) Pasal 27 ayat (2) menyatakan, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (iii) Pasal 28E ayat (3) UUD 1945
menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”, dsb hak-hak yang diatur dalam konstitusi.
Jika kita berbicara mengenai hak kurang lengkap rasanya jika belum disertai dengan
berbicara mengenai kewajiban.Oleh karena itu selain daripada mendapat hak konstitusional
seorang warga negara juga mempunyai kewajiban konstitusional.Adapun yang dimaksud oleh
kewajiban konstitusional adalah kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap warga
negara yang diatur dalam UUD 1945 (konstitusi).Sebagai contoh misalnya (i) Pasal 27 ayat (1)
UUD 1945 yang menyatakan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.(ii) Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kewajiban setiap orang
untuk menghormati hak asasi manusia lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.(iii) kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23A UUD 1945 dsb kewajiban yang diatur dalam
konstitusi.
Pada dasarnya arti penting kewarganegaraan terletak pada hak dan kewajiban
konstitusionalnnya yang kemudian menjadi dasar bagi sebuah negara untuk memberikan
perlindungan dan hak-hak nya kepada warga negaranya dan menjadi dasar juga bagi warga
negara untuk melakukan sesuatu (kewajiban) negaranya.inilah kemudian yang menjadi pembeda
antara seorang yang memiliki kewarganegaraan dan yang tidak memiliki kewarganegaraan ,
dimana seseorang yang tidak memilkik kewarganegaraan tidak akan pernah mendapat jaminan
perlindungan dan hak dari negara manapun dan juga tidak memiliki kewajiban tertentu terhadap
negara manapun.
Adapun yang kemudian menjadi persoalan adalah ketika ada seseorang yang memiliki
lebih 2 kewarganegaraan (bipartride).Dwikewarganegaraan (bipartride) adalah suatu kondisi
dimana seseorang memiliki 2 kewarganegaraan karena alasan-alasan tertentu, misalkan, karena
merupakan anak hasil perkawinan campuran, atau karena lahir di negara asing sehingga
mendapat kewarganegaraan.Dwikewaerganegaraan ini disebabkan karena sejumlah negara
memiliki persyaratan kewarganegaraan yang berbeda dan tidak eksklusif.Ssebagai contoh
misalnya seorang anak lahir dari pasangan yang merupakan warga negara dari negara A yang
menganut asas ius sanguinis (kewarganegaraan berdasarkan keturunan) anaknya kemudian lahir
di negara B yang berasaskan ius soli (kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran),maka
secara otomatis si anak bisa berkewarganegaraan ganda.
Terkait dengan persoalan kewarganegaraan ganda ini terdapat suatu kasus menarik terkait
dengan persoalan kewarganegaran ganda ini.Kasus ini bermula. Menjelang peringatan hari
Kemerdekaan RI, rakyat Indonesia dihebohkan oleh dua kasus terkait kewarganegaraan. Kasus
ini menjadi sorotan lantaran menimpa orang penting yakni Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Arcandra Tahar, dan satu lagi menimpa seorang anggota Paskibraka nasional Gloria
Natapradja Hamel.

Heboh soal kewarganegaraan Arcandra terjadi sejak Sabtu 14 Agustus 2016. Tiba-tiba
beredar kabar yang menyebutkan Menteri yang dilantik Presiden Jokowi 27 Juli 2016, untuk
menggantikan Menteri ESDM sebelumnya Sudirman Said, berkewarganegaraan ganda.
Disebutkan, Arcandra yang sebelumnya menjabat presiden pada perusahaan bidang energi dan
perminyakan Petroneering Hoston di Texas, sudah menjadi warga negara Amerika Serikat
melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 setelah oathof allegiance atau sumpah setia kepada
negara Amerika Serikat. Namun, dia masih memegang paspor Indonesia.[4]
Dari kasus ini terlihat dari pernyataan Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum
Indonesia Kementerian Luar Negeri, seolah-olah menyatakan bahwa kedua orang penting
tersebut boleh memiliki kewarganegaraan ganda .Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan
apakah hal ini diperbolehkan dalam undang-undang kewarganegaraan Indonesia.
Hal ini kemudian membuat penulis tertarik untuk membahas kasus ini dalam sebuah
analisis singkat yang mencoba memaparkan tentang bolehkah sesorang memiliki
kewarganegaran ganda dalam perspektif UU no. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan ? dan
Bagaimana pandangan penulis maupun masyarakat jika di tinjau dari segi psikologis tentang
kasus tersebut.

Kesimpulan
Pada dasarnya aturan tentang kewarganegaran di indonesia yang diatur dalam UU no. 12
tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide).Kewarganegaraan ganda hanya
diperbolehkan secara terbatas untuk anak-anak sampai pada usia 18 tahun dimana setelah itu si
anak wajib memilih kewarganegaraannya.
Dalam kasus di atas dapat disimpulkan bahwa jika mengacu pada UU maka apa yang
dilakukan pemerintah sangatlah tepat, namun jika ditinjau dari segi psikologis maka Pemerintah
perlu meninjau kembali tentang isi dari UU kewarganegaraan mengingat apa yang dilakukan bak
itu Gloria maupun Arcandra semata-mata untuk bangsa Indonesia.

También podría gustarte