Está en la página 1de 14

DIABETES INSIPIDUS

Disusun Oleh :

1. ANNISA NURDIANI (P27220015181)


2. DHEA LUTHFIA C (P27220015189)
3. FAHRIZA NESTI A (P27220015195)
4. SALSABILA FATIN P. A (P27220015221)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Insipidus merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan


produksi sekresi dan fungsi dari ADH sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh
dalam mengkonvensi air. Simtoma dari penyakit ini adalah poliuria dan polidipsia.
Jenis Diabetes Insipidus yang peling sering ditemui adalah Diabetes Insipidus
Sentral yang disebabkan oleh defisiensi Argina pada hormon AVP. Jenis kedua
adalah Diabetes Insipidus Nefrogenesis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal
terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP.
Diabetes insipidus diakibatkan oleh masalah ginjal yang tidak merespon
hormon ADH dan masalah produksi hormon ADH pada hipofisis posterior sehingga
mengakibatkan volume urine yang keluar sangat banyak dan urine berwarna jernih.

DIIT DALAM KEADAAN KHUSUS


Ada beberapa keadaan khusus yang mempengaruhi susunan perencanaan
makanan bagi diabetisi, antara lain komplikasi pada ginjal, kadar lemak darah
meningkat (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia), tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan kadar asam urat darah meningkat (hiperurisemia).
Pada penyakit ginjal, yang menjadi perhatian khusus ialah jumlah protein
yang dikonsumsi setiap harinya. Umumnya digunakan rumus 0,8 gram protein per
kilogram berat badan. Sebagai contoh, pasien yang beratnya 50 kg memerlukan
protein 50x0,8 gram = 40 gram setiap harinya. Jumlah yang lebih dari itu akan
memperberat kerja ginjal. Dalam keadaan khusus, rumus ini harus dimodifikasi.
Dokterlah yang menetapkan kapan seorang pasien perlu diit protein dan berapa
jumlah yang dianjurkan setiap harinya.
Bila ternyata kadar kolesterol dan/atau trigliserida dalam darah meninggi,
maka perlu diit endah lemak. Bila terdapat tekanan darah tinggi, dianjurkan
mengurangi garam. Bila kadar asam urat meninggi, dianjurkan menghindari jeroan
dan beberapa jenis sayuran tertentu.
MENGAPA PASIEN SERING GAGAL BERDIIT?
Kegagalan dalam berdiit pada umumnya karena pasien kurang berdisiplin
dalam memilih makanannya. Pada umumnya, semua orang cenderung untuk makan
makanan yang enak. Makanan enak itu umumnya mengandung gula dan/atau lemak.
Oleh sebab itu walaupun dilarang, seringkali pasien curi-curi memakan makanan
yang dilarang tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Diabetes insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan
oleh defisiensi vasopresin (juga dikenal dengan hormon ADH) yang bersikulasi
atau oleh resistensi ginjal terhadap hormon ini ( William dan Wilkins, 2011).
Diabetes insipidus merupakan penyakit yang jarang terjadi, kurang lebih 3 per
100.000 orang. Pasien tampil dengan poliuri yang nyata dan polidipsi dengan
osmolalitas serum yang tinggi (lebih dari 295) dan tidak sesuai dengan
osmolalitas air kemih yang rendah.
Diabetes insipidus disebabkan adanya insufisiensi atau tidak adanya
hormone anti diuretic (ADH/AVP) atau tidak pekanya tubulus ginjal terhadap
rangsangan AVP. Biasanya pasien tidak sanggup untuk mempertahankan air bila
mebdapatkan tanbahan cairan.
Kekurangan AVP (Aginin Vasopressin) atau efek AVP dihubungkan dengan
ketidak adekuatan mengkonsentrasikan urin akan meningkatkan pengeluran urin
(Poliuria) dan biasanya akan disertai rasa haus (polidipsi) sebagai kompensasi
bila mekanisme haus mengalami gangguan maka akan terjadi kenaika osmolalitas
dengan kenaikan natrium plasma (hipernatremia). Sehingga kekurangan AVP
atau disebut diabetes insipidus akan mempunyai sindroma klinik seperti kenaikan
pengeluaran urin, yang hipotonik dan hal ini berbeda dengan diabetes mellitus
yang bersifat hipertonik.

2. Klasifikasi Diabetes Insipidus


Diabetes insipidus memiliki dua jenis yaitu :
 Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya
berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan
penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus
supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis
ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian
sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal
spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus
minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air
sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap
perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
 Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini
dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik
ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter,
sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan
ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi
dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien
hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.

3. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua, antara


lain:
Diabetes insipidus sentral

Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular,


dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/
vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH.Kelainan
hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut
Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area
hipotalamus – pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh
obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin,
alkohol, lithium carbonat.

Diabetes insipidus nefrogenik


Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal
terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada
diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon
antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu :
1. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis,
obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
2. Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.
3.Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,
propoksifen.
4. Penyakit sickle cell
5. Gangguan diet

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:
a. Poliuria : haluaran urine harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urine
yang sangat encer ; berat jenis urine 1,001 aampai 1,005 atau 50 - 200
mOsmol/kg berat badan, biasanya mempunyai awitan mendadak, tetapi
mungkin secara tersamar pada orang dewasa. Jumlah cairan yangdiminum
maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 - 10 liter
sehari.
b. Polidipsia : rasa sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari,
terutama sangat membutuhkan air yang dingin .
c. Dehidrasi : Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati,
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental.
Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
d. Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di
malam hari (nokturia). Tentu akan sangat merepotkan jika setiap tidur malam
harus bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil. Akibatnya
kualitas tidur menjadi berkurang, dan kondisi kesehatan pun turun/kelelahan -
karena kurang tidur.
e. Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang
tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai
syok.
f. Gejala lain:
-Penurunan berat badan
-Bola mata cekung
-Hipotensi
-Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
-Anoreksia

5. Penatalaksanaan
Menurut Buku Saku keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth,
penatalaksanaan dari Diabetes Insipidus adalah sebagai berikut:
Sasaran dari terapi adalah untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat,
untuk menggantikan vasopresin, dan untuk mencari serta memperbaiki patologi
intrakarnial yang mendasarinya.

1. Penggantian vasopresin

 Desmopressin (DDAVP) , diberikan melalui intranasal , dua kali pemberian per hari
untuk mengontrol gejala.
 Pemberian ADH intramuskular ( vasopresin tannat dalam minyak ) setiap 24 jam
sampai 96 jam untuk mengurangi volume urine; rotasikan tempat suntikan untuk
mencegah lipodistrofi.
 Lypressin (DIAPID) diserap melalui mukosa nasal kedalam darah; durasinya
mungkin akan singkat pada pasien dengan penyakit yang parah .

2. Konservasi cairan

 Clofibrat, suatu preparat hipolipidemik, mempunyai efek antidiuretik pada pasien


yang mempunyai sebagian vasopresin hipotalamik residual.
 Klorpropamid (Diabinese) dan diuretik tiasid digunakan dalam bentuk ringan untuk
memperkuat kerja vasopresin ; dapat menyebabkan reaksi hipoglikemia.

3. Asal nefrogenik

 Diuretik tiasid, penipisan kadar garam ringan, dan inhibitor prostaglandin ( misal :
ibuprofen, endometasin ) .
G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :

Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan
menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau
bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS
dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.

Fluid deprivation menurut Martin Golberg.

 Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung


kencingnya kemudian ditimbanh berat badannya, diperiksa volum dan berat jenis
atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma untuk diukur
osmolalitasnya.
 Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
 Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila
dieresis kurang dari 300 ml/jam.
 Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau
kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol
yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
 Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 % tergantung
mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan dengan :

Uji nikotin

 Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang


dalam waktu 15-20 menit.
 Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel urine
sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum
diberikan nikotin.

Uji Vasopresin :

 Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.


 Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau 1 jam
kemudian.
Komplikasi Diabetes Insipidus

Ketidakseimbangan Elektrolit

Elektrolit adalah mineral seperti kalsium, sodium, khlor, potasium, magnesium, dan
bikarbonat. Kandungan mineral ini berfungsi menjaga keseimbangan air di dalam tubuh dan
berperan dalam fungsi-fungsi sel. Gejala yang mungkin akan terjadi akibat kondisi ini
adalah:

 Kelelahan atau kehabisan energi.


 Sakit kepala.
 Sakit pada bagian otot.
 Mudah marah.
 Mual dan kehilangan selera makan.

Dehidrasi

Dehidrasi adalah dampak yang paling umum ketika tubuh tidak bisa mempertahankan cukup
cairan di dalam tubuh akibat diabetes insipidus. Gejala yang muncul akibat dehidrasi antara
lain:

 Mulut dan bibir kering.


 Pusing atau sakit kepala.
 Tekanan darah rendah (hipotensi).
 Demam.
 Kebingungan dan mudah marah.
 Denyut jantung cepat.
 Penurunan berat badan.

Untuk kondisi dehidrasi ringan, bisa ditangani dengan oralit. Sedangkan untuk kondisi yang
parah, Anda mungkin perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan cairan melalui infus.
6. Patofisiologi
Tanpa kerja vasopresin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urin yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga
1,005 dalam jumlah yang sangat besar setiap harinya. Urin tersebut tidak
mengandung zat-zat yang biasanya terkandung didalamnya seperti glukosa dan
albumin. Karena rasa haus yang luar biasa pasien cenderung minum 4 hingga 40
liter perhari dengan gejala khas ingin minum air dingin (Brunner dan Suddart,
2002).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan, karena
kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus-menerus terjadi sekalipun tidak
dilakukan penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi asupan cairan akan
membuat pasien tersiksa oleh keinginan minum yang luar biasa disamping akan
menimbulkan hipernatremia dan dehidrasi berat (Brunner dan Suddart, 2002).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan,tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
· Tekanan darah
· Pulse rate
· Respiratory rate
· Suhu
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala, pembedahan
kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat
keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya, Kaji upaya klien untuk
mengatasi penyakitnya.
2) Pola nutrisi metabolic
nafsu makan klien menurun. Penurunan berat badan 20% dari berat badan
ideal.
3) Pola eliminasi
kaji frekuensi eliminasi urine klien, kaji karakteristik urine klien, klien
mengalami poliuria (sering kencing), klien mengeluh sering kencing pada
malam hari (nokturia).
4) Pola aktivitas dan latihan
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan, kaji keterbatasan aktivitas
sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak), kaji penurunan kekuatan
otot
5) Pola tidur dan istirahat
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing
terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat
klien.
6) Pola kognitif/perceptual
kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu
dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7) Pola persepsi diri/konsep diri
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit,
Kaji dampak sakit terhadap klien, Kaji keinginan klien untuk berubah (mis :
melakukan diet sehat dan latihan).
8) Pola peran/hubungan
kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya, kaji
keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9) Pola seksualitas/reproduksi
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.Kaji perubahan perhatian terhadap
aktivitas seksualitas.
10) Pola koping/toleransi stress
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress system
pendukung dalam mengatasi stress
11) Pola nilai/kepercayaan
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada
kesempatan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan cairan berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH
2) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang
ditandai dengan keram dan lemas
3) Kerusakan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multiple (gangguan
reabsorbsi air di tubulus ginjal)
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan demam dan hal yang menyebabkan
terjaga (poliuri)
3. Intervensi
1) Kekurangan cairan berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
Tujuan: kebutuhan cairan pada pasien dapat terpenuhi.
Mandiri :
a. Kaji riwayat pasien sehubungan dengan pengeluaran urin yang banyak
b. Pantau TTV, catat adanya tekanan darah ortostatik
c. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa
e. Pantau masukan, dan pengeluaran, catat berat jenis urin
f. Ukur BB setiap hari
g. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual,muntah, lemas
kolaborasi :
a. Berikan terapi cairan dengan mengganti vasopressin atau dengan
penyuntikan intramuskuler ADH
b. pertahankan cairan dengan klofibrat
c. tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan
selama 8-12 jam atau sampai terjadi penurunan BB
d. osmolalitas urin
e. osmolalitas serum
f. kadar Na serum
g. infuse larutan hipertonis
observasi :
a. observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat
b. observasi tanda-tanda syok
c. observasi adanya distensi vaskuler
edukasi :
a. pasien yang diduga menderita DI memerlukan dorongan dan dukungan
pada saat menjalani pemeriksaan untuk meneliti kemungkinan lesi cranial
b. pasien dan anggota keluarganya harus dijelaskan tentang perawatan tindak
lanjut dan berbagai tindakan darurat
c. pasien disarankan menyimpan obat serta informasi akuratpenggunaan
vasopressin dilakukan secara hati-hati jika terdapat penyakit arteri koroner

2) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang


ditandai dengan keram dan lemas
mandiri:
a. Evaluasi laporan kelelahan Perhatikan kemampuan tidur/istirahat
b. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
c. Rencanakan periode istirahat adekuatTingkatkan partisipasi sesuai toleransi
pasien
kolaborasi:
a. Awasi kadar elektrolit termasuk natrium, kaliumAwasi ketidakmampuan
meningkatkan berat jenis dan osmolalitas urin
observasi:
a. Observasi tanda-tanda kelelahan, lemas
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi,lemasObservasi batasan cairan ketika
keinginan minum yang luar biasaPantau kondisi pasien sesering mungkin
selama tes pemeriksaanPantau takikardi, penurunan berat yang ekstrim,
hipotensi
edukasi:
a. Anjurkan pasien untuk mengistirahatkan bagian yang keramPasien dan
anggota keluarganya harus dijelaskan tentang perawatan tindak lanjutdan
berbagai tindakan darurat

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses


penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
Tujuan : Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
Intervensi :
a. Jelaskan konsep dasar proses penyakit.
b. Jelaskan mengenai obat-obatan.
c. Tekankan pentingnya mempertahankan masukan dan keluaran cairan yang
seimbang.
d. Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur.
e. Jelaskan perlunya untuk menghindari obat yang dijual bebas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes Insipidus merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh
dalam mengkonvensi air. Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari diabetes
insipidus, yaitu : fraktur tengkorak atau trauma kepala yang merusak struktur
neurohipofiseal, Penyakit granulomatosa, Hipofisektomi atau pembedahan saraf
lainnya, Indiopatik, Infeksi atau perdarahan pada otak, lesi neoplastik atau metastatik
intrakranial, lesi vaskular. Pada umumnya manifestasi klinik diabetes insipidus
sentral (CDI) maupun NDI adalah berupa poliuri dan polidipsi. Dibandingkan NDI,
poliuri pada CDI bisa lebih dari 15 liter/hari. Secra aumum NDI mempunyai gejala
klinis sering haus akan air dingin, nokturia, osmolaris serum mendekati 300
mOsm/Kg dan berat jenis urin <1.500 dengan osmolaritas air kemih <200. Tanpa
kerja vasopresin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi pengeluaran urin yang
sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga 1,005 dalam jumlah yang
sangat besar setiap harinya.
Pengkajian meliputi keadaan umum, tanda-tanda vital, riwayat penyakit
sebelumnya. Pengkajian gordon meliputi : Pola persepsi kesehatan-penatalaksanaan
kesehatan, Pola persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, pola nutrisi
metabolic, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur, pola
kognitif/perceptual, pola persepsi diri/konsep diri, pola peran/hubungan, pola
seksualitas/reproduksi, pola koping/toleransi stress, pola nilai/kepercayaan.
Diagnosa Keperawatan meliputi : Kekurangan cairan berhubungan dengan
ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat
ADH, Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang
ditandai dengan keram dan lemas, Kerusakan eliminasi urin berhubungan dengan
penyebab multiple (gangguan reabsorbsi air di tubulus ginjal), Gangguan pola tidur
berhubungan dengan demam dan hal yang menyebabkan terjaga (poliuri).
Intervensi meliputi : Kekurangan cairan berhubungan dengan ketidakmampuan
tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang ditandai dengan
keram dan lemas. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Brenda dan Suzanne.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner and

Suddarth. Vol 2 E/8.

EGC. Jakarta.

Setiati, Siti, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Interna Publishing :

Jakarta

Sibuea, W.H. 1997. Perencanaan Makan Penderita Diabetes dengan Sistem Unit.

Infomedika : Jakarta

William dan Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT

Indeks.

También podría gustarte