Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Disusun oleh :
Kelompok Tutorial B4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah BHP yang berjudul “Isu Etik,
Agama, Sosial Budaya, dan Hukum Pada Permintaan Pemeriksaan Laboratorium
Oleh Dokter”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Prijo, selaku dosen
mata kuliah BHP yang banyak memberi masukan demi terwujudnya laporan ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami sebagai
panitia yang dipercaya mengkoordinasi mata kuliah BHP.
Makalah ini berisi pembahasan mengenai isu etika dan norma-norma yang
ada dalam agama, masyarakat, dan juga tercancum dalam hukum negara kita saat
pemeriksaan laboratorium sebagai seorang dokter kepada pasiennya. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah dan kegiatan seminar BHP. Selain itu
tujuan penulisan makalah adalah untuk memberikan informasi mengenai
bagaimana cara kita berperilaku sebagai seorang dokter dalam melakukan
pemeriksaan laboratorium. Kami berharap makalah ini dapat memenuhi tujuan
penulisannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4
1.3 TUJUAN......................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 VENTILATOR............................................................................................6
2.2 GAGAL NAPAS.........................................................................................8
2.3 ASPEK BIOETIKA TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN
KRITIS.........................................................................................................9
2.4 ASPEK MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN.............10
BAB III PEMBAHASAN
3.1 ISU BIOETIKA.........................................................................................11
3.2 ISU MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN...................13
BAB IV PENUTUP...............................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................16
Lampiran................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
4. Bagaimana pertimbangan bioetika pemasangan dan pelepasan ventilator
pada pasien gagal napas?
5. Bagaimana pertimbangan medikolegal dan Kode Etik Kedokteran tentang
penggunaan ventilator pada pasien gagal napas?
1.3 Tujuan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bioetika
Bioetika menurut Samuel Gorovitz pada tahun 1995, bioetika atau etika
biologi didefinisikan sebagai penyelidikan kritis tentang dimensidemensi moral
dari pengambilan keputusan dalm konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Bioetika juga diartikan sebagai studi
tentang isu-isu etika dan membuat keputusan yang dihubungkan dengan kegunaan
kehidupan makhluk hidup dan obat-obatan termasuk didalamnya meliputi etika
kedokteran dan lingkungan. Dengan demikian bioetika terkait dengan kegiatan
yang mencari jawaban dan menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral.
Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari kemjuan pesat
ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh penerapan
teknologi yang terkait dengannya (Taher,2003).
2.2 Prinsip Bioetika Umum
Pembelajaran etika tidak mengajarkan keputusan apa yang harus diambil,
namun mengajarkan bagaimana cara mengambil keputusan tersebut. Pada
praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip lain. Tetapi pada
beberapa kasus, karena kondisi yang berbeda satu prinsip menjadi lebih penting
dan sah untuk digunakkan dengan mengorbankan prinsip yang lain.
Otonomi (Autonomy) adalah suatu bentuk kebebeasan bertindak dimana
seorang dokter mengambil keputusan dengan rencana yang ditentukan sendiri.
Dalam prinsip ini diharapkan dokter dapat mnghormati martabat manusia.
Berbuat baik (benefience) adalah segi positif dari prinsip tidak merugikan.
Kewajiban berbuat baik menuntut bahwa seorang dokter harus membantu
orang lain dalam memajukan kepentingan mereka.
Tidak merugikan (non maleficence) adalah suatu acar teknis untuk
menyampaikan bahwa seorang dokter berkewajiban tidak mencelakakan
orang lain.
Keadilan (justice) adalah prinsip keadilan mempunayi makna proposional,
sesuai denga fungsi dan kebutuhannya
6
2.3 Isu Etik, Budaya, dan Hukum
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
pasien maupun keluarganya harus mempunyai otonomi untuk menerima informasi
yang relevan tentang penyakitnya, serta memutuskan terapi yang akan dijalani.
Dokter harus menentukan apakah pasien, keluarga atau kerabat faham tentang
kondisi kesehatan terakhir dari pasien. Jika pasien atau keluarga kemudian
memutuskan untuk menunda atau menghentikan pemakaian ventilator, maka dokter
harus mengikuti kemauan pasien.
9
Tidak, jika tujuan pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien
(atau karena pemasangan ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan
kematian.
10
Dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal
7d, yang berbunyi: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” Serta, dijelaskan juga pada Pasal
5, “tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, seorang dokter harus tetap
mengupayakan peringanan atas penderitaan pasien, namun tidak diperbolehkan
untuk mengakhiri nyawa sang pasien. Semua tindakan yang diambil dokter dalam
keadaan non emergensi atau pasien sadar perlu persetujuan pasien. Sedangkan,
dalam hal pasien meminta penghentian bantuan hidup, dokter tidak mempercepat
atau membunuh pasien, melainkan menghargai keputusan pasien dan
mengembalikan keadaan alami perjalanan penyakit pasien.
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penggunaan ventilator pada pasien gagal napas wajib dilakukan karena
sesuai dengan KDB beneficence dan non-maleficence. Akan tetapi, terdapat
dilemma etik jika pasien atau keluarga pasien, berdasarkan KDB autonomy
meminta penundaan atau penghentian penggunaan ventilator sebagai alat
penunjang hidup. Dalam kaidah non-maleficence, hal tersebut tidak boleh
dilakukan karena akan memperburuk keadaan pasien serta merupakan suatu
tindakan yang amoral. Dalam kaidah beneficence, hal tersebut bertentangan dengan
prinsip mengusahakan kehidupan baik minimal pasien, tetapi dapat dimaklumi jika
bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien. Sedangkan, berdasarkan kaidah
autonomy, dokter harus menghargai apapun keputusan pasien. The American
Medical Association membuat sebuah pedoman umum yang salah satu diantaranya:
Apakah dokter “membunuh” pasien jika melepas ventilator? Tidak, jika tujuan
pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien (atau karena pemasangan
ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan kematian. Pada dasarnya, pelepasan
ventilator hanya mengembalikan perjalanan penyakit secara alami, bukan
mempercepat apalagi mengusahakan kematian pasien. Dijelaskan dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal 7d, yang berbunyi: “Setiap dokter
harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”
Tetapi, dijelaskan juga pada Pasal 5, “tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan
dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penundaan atau penghentian
alat bantu hidup, dalam hal ini ventilator, dapat dilakukan jika berdasarkan
permintaan dan persetujuan pasien atau keluarga pasien. Dokter tidak boleh
memutuskan penghentian kecuali telah memenuhi kriteria penyapihan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar. Aspek Klinis Dan Tatalaksana Gagal Napas Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syah Kuala 13.3 (2013): 173-178.
13
LAMPIRAN
Akan dilepaskannya ventilator serta alat medis penunjang hidup tersebut dibantah
pihak keluarga. Musmin Nartadinata, anak Mukmin, saat ditemui wartawan
Prokal.co (Kaltim Post Group) yang melaporkan langsung dari ICU RSPAD Gatot
Soebroto, mengatakan, semua alat medis masih terpasang. Ayahnya pun masih
memberikan respons. "Kami juga enggak mau mendahului Yang Maha Kuasa,"
ujarnya ditemui di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Hingga kini Mukmin masih dinyatakan koma oleh dokter. Politikus Partai Golkar
ini dirawat di ICU Paviliun Teratai RSPAD Gatot Soebroto sejak awal September.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Nata itu mengatakan, kondisi ayahnya sempat
turun pada Senin (18/9) pukul 03.00 Wib. Namun mulai pagi sudah berangsur
membaik. Ia pertama kali mendengar hoax tentang wafatnya sang ayah pada pagi
hari.
Sejak saat itu pula ponselnya terus ditelepon untuk mengonfirmasi kondisi
Mukmin. "Akhirnya saya tulis di media sosial untuk membantah hoax yang
beredar," tuturnya. Dalam kesempatan itu, ia meminta doa yang terbaik untuk
ayahnya.
Dari pantauan media ini, beberapa kerabat turut hadir di RSPAD Gatot Soebroto.
14