Está en la página 1de 14

Isu Etik, Agama, Sosial Budaya, dan Hukum Pada

Permintaan Pemeriksaan Laboratorium Oleh Dokter

Disusun oleh :
Kelompok Tutorial B4

Suci Aminatul A. 1710211041


Estu Adil 1710211044
Quenhita R. 1710211058
Zaenab Ashraf 1710211060
Balqis Okta P. 1710211074
Reza Aryanti 1710211117
Salsabila Nanda 1710211145
Dinar Mutia 1710211157
Azzahra Brenda Tam 1710211159

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah BHP yang berjudul “Isu Etik,
Agama, Sosial Budaya, dan Hukum Pada Permintaan Pemeriksaan Laboratorium
Oleh Dokter”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Prijo, selaku dosen
mata kuliah BHP yang banyak memberi masukan demi terwujudnya laporan ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami sebagai
panitia yang dipercaya mengkoordinasi mata kuliah BHP.
Makalah ini berisi pembahasan mengenai isu etika dan norma-norma yang
ada dalam agama, masyarakat, dan juga tercancum dalam hukum negara kita saat
pemeriksaan laboratorium sebagai seorang dokter kepada pasiennya. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah dan kegiatan seminar BHP. Selain itu
tujuan penulisan makalah adalah untuk memberikan informasi mengenai
bagaimana cara kita berperilaku sebagai seorang dokter dalam melakukan
pemeriksaan laboratorium. Kami berharap makalah ini dapat memenuhi tujuan
penulisannya.

Kami mohon maaf apabila di dalam penulisan makalah terdapat berbagai


kesalahan. Kami sadar masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menjadi lebih
baik lagi di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Kamis, 8 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4
1.3 TUJUAN......................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 VENTILATOR............................................................................................6
2.2 GAGAL NAPAS.........................................................................................8
2.3 ASPEK BIOETIKA TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN
KRITIS.........................................................................................................9
2.4 ASPEK MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN.............10
BAB III PEMBAHASAN
3.1 ISU BIOETIKA.........................................................................................11
3.2 ISU MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN...................13

BAB IV PENUTUP...............................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................16
Lampiran................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laboratorium merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan. Fasilitas
pelayanan kesehatan berkaitan dengan laboratorium kesehatan lainnya antara lain
laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat. Laboratorium klinik
merupakan laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pemeriksaan laboratoium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan ini
bisa penyebab atau akibat).
Ahli teknologi laboratorium medik (ATLM) adalah suatu profesi yang
bekerja pada area pemeriksaan labratorium dan barkaitan dengan bidang patologi
klinik yang dan meneliti wujud penyakit, serta dalam penatalaksanaannya pasien,
dengan cara mengelola laboratorium dan menggunakan hasil pemeriksaan
laboratoriumterhadap bahan yang diperoleh dari manusia.
ATML dalam menjalankan pelayanan profesinya kepada masyarakat, akan
berkaitan dengan etika kedokteran dan hukum kesehatan, sejak dari proses
perencanaan sampai dengan membantu pengembangan laboratorium yang
dikelolanya, dan sejak melakukan proses pemeriksaan sampai dengan memberikan
hasil sebagai data penunjang diagnosis bagi tenaga medis yang akan menyampaikan
proffesional expertise kepada pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa indikasi penggunaan ventilator?
2. Apakah dokter boleh menghentikan penggunaan ventilator pada pasien?
3. Bagaimana pertimbangan medis pemasangan dan pelepasan ventilator pada
pasien gagal napas?

4
4. Bagaimana pertimbangan bioetika pemasangan dan pelepasan ventilator
pada pasien gagal napas?
5. Bagaimana pertimbangan medikolegal dan Kode Etik Kedokteran tentang
penggunaan ventilator pada pasien gagal napas?

1.3 Tujuan

Setelah pembuatan makalah ini mahasiswa diharapkan mampu :

 Memenuhi salah satu penugasan mata kuliah program BHP


 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang kaidah isu etik, agama, sosial
budaya, dan hukum pada permintaan pemeriksaan laboratorium oleh dokter
 Mengetahui unsur-unsur penting yang terkandung dalam setiap kaidah isu etik
terhadap permintaan pemeriksaan laboratorum oleh dokter
 Mempelajari dan mengetahui dasar-dasar hukum dalam permintaan
pemeriksaan laboratorium

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Bioetika
Bioetika menurut Samuel Gorovitz pada tahun 1995, bioetika atau etika
biologi didefinisikan sebagai penyelidikan kritis tentang dimensidemensi moral
dari pengambilan keputusan dalm konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Bioetika juga diartikan sebagai studi
tentang isu-isu etika dan membuat keputusan yang dihubungkan dengan kegunaan
kehidupan makhluk hidup dan obat-obatan termasuk didalamnya meliputi etika
kedokteran dan lingkungan. Dengan demikian bioetika terkait dengan kegiatan
yang mencari jawaban dan menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral.
Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari kemjuan pesat
ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh penerapan
teknologi yang terkait dengannya (Taher,2003).
2.2 Prinsip Bioetika Umum
Pembelajaran etika tidak mengajarkan keputusan apa yang harus diambil,
namun mengajarkan bagaimana cara mengambil keputusan tersebut. Pada
praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip lain. Tetapi pada
beberapa kasus, karena kondisi yang berbeda satu prinsip menjadi lebih penting
dan sah untuk digunakkan dengan mengorbankan prinsip yang lain.
 Otonomi (Autonomy) adalah suatu bentuk kebebeasan bertindak dimana
seorang dokter mengambil keputusan dengan rencana yang ditentukan sendiri.
Dalam prinsip ini diharapkan dokter dapat mnghormati martabat manusia.
 Berbuat baik (benefience) adalah segi positif dari prinsip tidak merugikan.
Kewajiban berbuat baik menuntut bahwa seorang dokter harus membantu
orang lain dalam memajukan kepentingan mereka.
 Tidak merugikan (non maleficence) adalah suatu acar teknis untuk
menyampaikan bahwa seorang dokter berkewajiban tidak mencelakakan
orang lain.
 Keadilan (justice) adalah prinsip keadilan mempunayi makna proposional,
sesuai denga fungsi dan kebutuhannya

6
2.3 Isu Etik, Budaya, dan Hukum

Isu etik mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam


berperilaku (profesi), dengan menggunakan dialog antar beberapa kaidah moral,
dengan hasil yang tidak selalu seragam. Contoh cara berpikir etik dalam meminta
persetujuan tindakan medik yang penting adalah keputusan pasien dibuat setelah
memahami semua informasi yang diperlukan dalam membuat keputusan tersebut.

Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan keterlibatan


hubungan antar manusua, dengan aturan yang tertentu dan baku. Para ahli hukum
menganggap standar prosedur dan standar pelayanan media sebagai domain hukum.
Semenatra profesi mengganggap bahwa pemenuhan standar profesi adalah baguan
dari sikap etis dan profesi. Perbandandingan etika dengan hukum adalah etika
hukum berlaku untuk lingkungan profesi berlaku untuk umum disusun atas
kesepakatan angota, disusun oleh pemerintah.

Budaya memacu kepada sistem pembelajaran sebuat tradisi, kepercayaan,


atau keyakinan, nilai, norma, dan shared meanings yang merauni rasa tertentu dari
identitas keanggotan suatu kelompok, community identity, dan communication
identity d tengah mayoritas anggita kelompok dalam suatu sistem.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Isu Bioetika


Berdasarkan isu tentang “dilepaskannya ventilator serta alat medis
penunjang hidup pasien dibantah pihak keluarga”. Keputusan tersebut tidak hanya
diputuskan berdasarkan aspek medis saja namun berkaitan juga dengan aspek
bioetika dan medikolegal. Withholding and withdrawing life support berpegang
teguh kepada kaidah dasar moral (moral principles), yaitu beneficence, non-
maleficence, autonomy dan justice.

Kaidah Dasar Bioetika 1 Berdasarkan Beneficence


Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan keburukannya : apabila tindakan medis dianggap sebagai tindakan yang sia-
sia maka dapat dihentikan, tetapi apabila dianggap masih memberikan manfaat
maka oleh alasan apapun tidak etis bila dihentikan. Beneficence berarti setiap
tindakan medis harus ditujukan untuk kebaikan pasien, jika tujuan pelepasan
ventilator adalah untuk kenyamanan pasien dengan catatan bahwa tidak ada
manfaat lagi dalam pemasangan ventilator, maka hal tersebut dapat dimaklumi.

Kaidah Dasar Bioetika 2 Berdasarkan Non-Maleficence


Non-maleficence berarti setiap tindakan medis harus tidak boleh
memperburuk keadaan pasien: withholding and withdrawing life support bertujuan
secara konsensus umum untuk mengikuti perjalanan penyakit alaminya, bukan
mengambil keputusan mempercepat kematian dan mengakhiri kehidupan. Tetapi,
jika ventilator dihentikan maka akan muncul gejala sedasi berat dan kematian akan
segera terjadi, maka tindakan tersebut bertentangan dengan kaidah bioetika non-
maleficence.

Kaidah Dasar Bioetika 3 Berdasarkan Autonomy


Setiap tindakan medis haruslah memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga terdekat. Dokter harus menghormati keputusan pasien. Pada kondisi ini

8
pasien maupun keluarganya harus mempunyai otonomi untuk menerima informasi
yang relevan tentang penyakitnya, serta memutuskan terapi yang akan dijalani.
Dokter harus menentukan apakah pasien, keluarga atau kerabat faham tentang
kondisi kesehatan terakhir dari pasien. Jika pasien atau keluarga kemudian
memutuskan untuk menunda atau menghentikan pemakaian ventilator, maka dokter
harus mengikuti kemauan pasien.

Dillema Bioetika dan Prima Facie


Keputusan untuk menghentikan suatu peralatan atau tindakan
memperpanjang hidup yang telah diterapkan pada seseorang pasien memang tetap
merupakan masalah, terutama jika peralatan atau tindakan tersebut belum pernah
dilakukan pada pasien. Ditinjau dari aspek etika, hal tersebut sesungguhnya dapat
dilihat dari dua sisi, dimana di satu sisi perbuatan tersebut ialah tindakan amoral
karena menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, namun di sisi lain dapat dianggap
sebagai perbuatan mulia karena bermaksud untuk tidak memperpanjang
penderitaan yang dialami oleh pasien. Tetapi, kaidah autonomy lebih kuat dari
kedua pertimbangan bioetik lain karena dokter wajib menghormati keputusan
pasien dan tidak boleh memaksakan terapi yang dilakukan. The American Medical
Association membuat sebuah pedoman umum diantaranya:
1. Apakah seorang dokter secara legal dapat meminta dilakukannya semua
terapi mempertahankan kehidupan sebesar mungkin?
Tidak, karena pasien berhak menolak tindakan medik termasuk terapi
mempertahankan kehidupan seperti ventilasi mekanik, atau hidrasi dan
nutrisi buatan.
2. Apakah withholding and withdrawing life support sama dengan
euthanasia?
Tidak, karena withholding and withdrawing life support bertujuan secara
konsensus umum untuk mengikuti perjalanan penyakit alaminya tidak
mengambil keputusan mempercepat kematian dan mengakhiri kehidupan.
Sementara euthanasia aktif mengambil keputusan mempercepat kematian
dan mengakhiri kehidupan.
3. Apakah dokter “membunuh” pasien jika melepas ventilator?

9
Tidak, jika tujuan pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien
(atau karena pemasangan ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan
kematian.

3.2 Isu Medikolegal dan Kode Etik Kedokteran


Peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang penentuan tindakan
withdrawal atau withholding terhadap support terapi yaitu pada pasien yang berada
dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat penyakit yang dideritanya
(terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile) dapat dilakukan
penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup. Berdasarkan Permenkes RI
nomor 290 tahun 2008 bab 4 pasal 16 tentang persetujuan tindakan kedokteran pada
situasi khusus yaitu tindakan penundaan atau penghentian bantuan hidup pada
seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Berdasarkan
Permenkes RI nomor 290 tahun 2008 bab 5 pasal 18 tentang penolakan tindakan
kedokteran yaitu dapat dilakukan oleh pasien dan atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
Kebijakan mengenai kriteria keadaan pasien ditetapkan oleh Direktur atau
Kepala Rumah Sakit. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan
hidup tindakan kedokteran terhadap pasien dilakukan oleh tim dokter yang
menangani pasien. Rencana tindakan penghentian atau penundaan terapi bantuan
hidup harus diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau
yang mewakili pasien. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda
hanya tindakan yang bersifat terapeutik dan atau perawatan yang bersifat luar biasa
(extra-ordinary) yaitu Rawat di Intensive Care Unit, Resusitasi Jantung Paru,
Intubasi trakeal, Ventilasi mekanis, serta Tindakan lain yang ditetapkan dalam
standar pelayanan kedokteran. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan
atau ditunda meliputi oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid. Dalam hal
perburukan kondisi pasien terburuk yaitu berakhir dengan kematian, maka semua
terapi bantuan hidup harus segera dihentikan. Jika pasien atau keluarga pasien
meminta penghentian atau menolak bantuan hidup, dalam hal ini ventilator, maka
dokter harus menghargai keputusan pasien.

10
Dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal
7d, yang berbunyi: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” Serta, dijelaskan juga pada Pasal
5, “tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, seorang dokter harus tetap
mengupayakan peringanan atas penderitaan pasien, namun tidak diperbolehkan
untuk mengakhiri nyawa sang pasien. Semua tindakan yang diambil dokter dalam
keadaan non emergensi atau pasien sadar perlu persetujuan pasien. Sedangkan,
dalam hal pasien meminta penghentian bantuan hidup, dokter tidak mempercepat
atau membunuh pasien, melainkan menghargai keputusan pasien dan
mengembalikan keadaan alami perjalanan penyakit pasien.

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penggunaan ventilator pada pasien gagal napas wajib dilakukan karena
sesuai dengan KDB beneficence dan non-maleficence. Akan tetapi, terdapat
dilemma etik jika pasien atau keluarga pasien, berdasarkan KDB autonomy
meminta penundaan atau penghentian penggunaan ventilator sebagai alat
penunjang hidup. Dalam kaidah non-maleficence, hal tersebut tidak boleh
dilakukan karena akan memperburuk keadaan pasien serta merupakan suatu
tindakan yang amoral. Dalam kaidah beneficence, hal tersebut bertentangan dengan
prinsip mengusahakan kehidupan baik minimal pasien, tetapi dapat dimaklumi jika
bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien. Sedangkan, berdasarkan kaidah
autonomy, dokter harus menghargai apapun keputusan pasien. The American
Medical Association membuat sebuah pedoman umum yang salah satu diantaranya:
Apakah dokter “membunuh” pasien jika melepas ventilator? Tidak, jika tujuan
pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien (atau karena pemasangan
ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan kematian. Pada dasarnya, pelepasan
ventilator hanya mengembalikan perjalanan penyakit secara alami, bukan
mempercepat apalagi mengusahakan kematian pasien. Dijelaskan dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal 7d, yang berbunyi: “Setiap dokter
harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”
Tetapi, dijelaskan juga pada Pasal 5, “tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan
dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penundaan atau penghentian
alat bantu hidup, dalam hal ini ventilator, dapat dilakukan jika berdasarkan
permintaan dan persetujuan pasien atau keluarga pasien. Dokter tidak boleh
memutuskan penghentian kecuali telah memenuhi kriteria penyapihan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar. Aspek Klinis Dan Tatalaksana Gagal Napas Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syah Kuala 13.3 (2013): 173-178.

Deliana, Anna, et al. Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di


Instalasi Perawatan Intensif. Jurnal Respirologi Indonesia 33.4 (2013): 264-70.

Kusuma, Ida, et al. Penyapihan Ventilasi Mekanik.

Lyrawati, Diana, dan Ni Luh Made Agustini Leonita. Sistem Pernapasan:


Assessment, Patofisiologi, dan Terapi Gangguan Pernapasan. Buku Ajar PSF-
FKUB Universitas Brawijaya, 2012.

Suryadi, Taufik. Aspek Bioetika-Medikolegal Penundaan dan Penghentian Terapi


Bantuan Hidup pada Perawatan Kritis. Jurnal Kedokteran Syah Kuala 17.1 (2017):
60-64.

Wijayanti, Vaiana, dan A. Muthalib Nawawi. Ventilasi Mekanik.

13
LAMPIRAN

Keluarga Bantah Soal Pelepasan Alat Medis dari Tubuh


Mukmin Faisyal

PROKAL.CO, JAKARTA - Setelah beredar hoax wafatnya Wakil Gubernur


Kaltim Mukmin Faisyal, kini beredar lagi kabar soal akan dilepasnya alat medis
yang menunjang hidupnya.

Akan dilepaskannya ventilator serta alat medis penunjang hidup tersebut dibantah
pihak keluarga. Musmin Nartadinata, anak Mukmin, saat ditemui wartawan
Prokal.co (Kaltim Post Group) yang melaporkan langsung dari ICU RSPAD Gatot
Soebroto, mengatakan, semua alat medis masih terpasang. Ayahnya pun masih
memberikan respons. "Kami juga enggak mau mendahului Yang Maha Kuasa,"
ujarnya ditemui di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

Hingga kini Mukmin masih dinyatakan koma oleh dokter. Politikus Partai Golkar
ini dirawat di ICU Paviliun Teratai RSPAD Gatot Soebroto sejak awal September.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Nata itu mengatakan, kondisi ayahnya sempat
turun pada Senin (18/9) pukul 03.00 Wib. Namun mulai pagi sudah berangsur
membaik. Ia pertama kali mendengar hoax tentang wafatnya sang ayah pada pagi
hari.

Sejak saat itu pula ponselnya terus ditelepon untuk mengonfirmasi kondisi
Mukmin. "Akhirnya saya tulis di media sosial untuk membantah hoax yang
beredar," tuturnya. Dalam kesempatan itu, ia meminta doa yang terbaik untuk
ayahnya.

Dari pantauan media ini, beberapa kerabat turut hadir di RSPAD Gatot Soebroto.

14

También podría gustarte