Está en la página 1de 8

TUGAS FARMAKOLOGI ANTI ANXIETAS

Disusun Oleh :

Pelangi Rizqeeta

G1A116087

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
ANTI ANXIETAS

A. Gangguan Cemas

Setelah depresi mayor, gangguan cemas (anxiety disorder) merupakan penerapan


tersering antidepresan. Sejumlah SSRI dan SNRI telah disetujui untuk semua gangguan
cemas mayor, tcrmasuk PTSD, OCD, gangguan cemas sosial. GAD, dan gangguan panik
Gangguan panik ditandai oleh serangan bendang rasa cemas yang bebat yang sering terjadi
tanpa pemicu. Pasien mungkin mulai merasakan takut alum datangnya scrangan, atau mereka
menghindari situasi-situasi di mana mereka mungkin mengalami serangan. Sebaliknya, GAD
ditandai oleh rasa cemas kronik mengambang dan kekhawatiran tak-jelas yang cenderung
berlangsung lama. Meskipun antidepresan lama dan obat-obat golongan sedatif-hjpnotik
kadang masih digunakan untuk mengobati gangguan cemas, SSRI dan SNRI umumnya telah
menggantikan obat-obat tersebut.1
Golongan benzodiazepin jauh Iebih cepat meredakan gejala cemas generalisata dan
serangan panik daripada semua antidepresan. Namun, antidepresan tampaknya paling tidak
sama efektifnya dan mungkin lebih efektif daripada benzodiazepin dalam terapi jangka-
panjang gangguan-gangguan cemas ini. Selain itu, antidepresan tidak memiliki risiko
ketergantungan dan toleransi yang mungkin terjadi pada pemberian benzodiazepin.
OCD diketahui berespons terhadap antidepresan serotonergik. Kelainan ini ditandai oleh
pikiran berulang pemicu kecemasan (obsesi) atau perilaku berulang yang ditujukan untuk
mengurangi rasa cemas (kompulsi). Klomipramin dan beberapa SSRI telah disetujui unruk
mengobati 0CD, dan mereka efektif moderat. Terapi perilaku biasanya dikombinasikan
dengan antideprm untuk manfaat tambahan. Gangguan cemas sosial adalah suatu penyakit
yang jarang didiagnosis, tetapi sering dijumpai, yajtu pasien mcngalami rasa cemas hebat
dalam interaksi sosial. Rasa cemas ini mungldn membatasi kemampuan mereka untuk
berfungsi adekuat dalam pekerjaan atau hubungan antarpribadi. 1
Beberapa SSRI dan venlafaksin telah disetujui _ untuk mengobati cemas sosial. Pada
sebagian penelitian, efikasi SSRI dalam mengobati gangguan cemas sosial lebih besar
daripada eflkasi mereka dalam mengobati MDD. PTSD timbul ketika suatu kejadian
traumatik atau mengancam nyawa menyébabkan munculnya pikjran atau Blayalan yang
mengganggu dan memicu kecemasan, kewaspadaan berlebihan, mimpi buruk, dan
menghindari situasi yang mengingatkan pasien akan trauma tersebut. Obat penenang
mengurangi aktivitas, meredakan kegembiraan, dan menenangkan si penerima, sedangkan
obat hipnotis menghasilkan rasa kantuk dan memfasilitasi timbulnya dan mempertahankan
kondisi tidur yang menyerupai tidur alami dalam karakteristik elektroensefalografiknya dan
dari mana si penerima dapat dengan mudah dibangkitkan.2
SSRI dianggap sebagai terapi lini pertama untuk PTSD dan dapat mengurangi sejumlah
gejala termasuk pikiran yang mencemaskan dan kewaspadaan berlebihan. Biasanya
diperlukan tempi lain, termasuk intervensi psikoterapeutik. selain antidepresan.1

B. Farmakokinetik

1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)


Prototipe SSRI, fluoksetin, berbeda dari SSRI lain pada beberapa aspek penting.
Fluoksetin dimetabolisasi menjadi suatu produk aktif, norfluoksetin, yang mungkin memiliki
konsentrasi plasma lebih besar daripada fluoksetin. Waktu-paruh eliminasinorfluoksetin
adalah sekitar tiga kali lebih lama daripada fluoksetin dan berperan menyebabkannya menjadi
SSRI dengan waktu-paruh terlama. Karena itu, fluoksetin perlu dihentikan 4 minggu atau
lebih sebelum MAOI dapat diberikan untuk memperkecil risiko sindrom serotonin.
Fluoksetin dan paroksetin adalah inhibitor kuat isoenzim CYP2D6, dan hal ini berpotensi
berperan dalam interaksi obat (lihat Interaksi Obat). Sebaliknya, fluvoksamin merupakan
suatu inhibitor CYP3A4, sementara sitalopram, esitalopram, dan sertralin memiliki interaksi
CYP yang ringan saja.

2. Serotonin-Norepihephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)


Selective serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (inhibitor selekttfpenyerapan
ulang serotonin-norepinefrin)--Venlafaksin dimetabolisasi secara ekstensif di hati .melaluj
isoenzim CYP2D6 menjadi O-desmetilvenlafaksin (desvenlafaksin). Keduanya memiliki
waktu-paruh serupa Sekitar ll jam. Meskipun waktu-paruh relatif singkat, kedua obat tersedia
dalam bentuk yang memungkinkan dosis sekali sehari. Dibandingkan dengan semua
antidepresan lain, venlafaksin dan desvenlafaksin paling sedikit terikat ke protein (27-30%).
Tidak seperti kebanyakan antidepresan, desvenlafaksin mengalami konjugasi dan tidak
menjalani metabolisme oksidatif yang ekstensif. Paling sedikit 45% desfenlavaksin
diekskresikan tanpa diubah di urin dibandingkan dengan 4-896 venlafaksin. Duloksetin
mudah diserap dan memiliki waktu-paruh sekitar 12 jam, tetapi diberikan dalam dosis sekali
sehari. Obat ini terikat erat ke protein 97 96) dan mengalami metabolisme oksidatif ekstensif
melalui CYP2D6 dan CYP1A2. Gangguan hati secara bermakna mengubah kadar duloksetin
tidak seperti desvenlafaksin.
3. Benzodiazepin
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepin dalam
bentuk nonionik memiliki koefisien distribusi lemak air yang tinggi, namun sifat lipofiliknya
dapat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas.
berbagai senyawa benzodiazepin. Semua benzodiazepin diabsorpsi secara sempuma, kecuali
klorazepat. klorazepat baru diabsorpsi sempuma setelah didekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetil diazepam (nordazepam). Beberapa benzodiazepin misalnya
prazepam dan flurazepam, hanya bentuk metabolit aktifnya yang mencapai aliran sistemik.
Golongan benzodiazepin menurut lama kerjanya dapat dibagi dalam 4 golongan : (1)
senyawa yang bekerja sangat cepat, (2) senyawa yang bekerja cepat, kurang dari 6 jam,
termasuk golongan ini yaitu triazolam dan nonbenzodiazepin: zolpidem, zolpiklon, (3)
senyawa yang bekerja sedang antara 6-24 jam, termasuk golongan ini yaitu estazolam dan
tamazepam, dan (4) senyawa yang bekerja dengan lebih lama dari 24 jam, termasuk golongan
ini yaitu flurazepam, diazepam, dan quazepam. Benzodiazepin dan metabofit aktifnya terikat
pada protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya, berkisar
dari 70% (alprazolam) sampai 99%.3

C. Farmakodinamik

1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors


Pengangkut serotonin (SERT) adalah suatu glikoprotein dengan 12 regio transmembran
terbenam di membran ujung akson dan badan sel neuron serotonergik. Ketika serotonin
ekstrasel berikatan dengan reseptor di pengangkut, terjadi perubahan konformasi di
pengangkut dan serotonin, Na+, dan Cl- dipindahkan ke dalam sel Pengikatan K+ lntrasel
kemudian menyebabkan kembalinya pengangkut ke konformasi aslinya dan pelepasan
serotonin di dalam sel. SSRI secara alosteris menghambat pengangkut dengan mengikat
reseptor di tempat di luar tempat pengikatan aktif Untuk serotonin. Pada dosis terapeutik,
sekitar 80% aktivitas pengangkut terhambat. Terdapat polimortisme fungsional untuk SERT
yang menentukan aktivitas pengangkut.
SSRI memiliki efek paling ringan pada neurotransmiter lain. Tidak seperti TCA dan
SNRI, tidak banyak bukti bahwa SSRIs memiliki efek menonjol pada adrenoseptor β atau
pengangkut porepinefrin, NET. Pengikatan ke pengangkut serotonin menyebabkan inhibisi
tonik sistem dopamin, meskipun efek ini memperlihatkan vériabilitas antarindividu yang
substansial. SSRI tidak berikatan secara agresif dengan reseptor histamin, muskarinik, atau
yang lain.

2. Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor


SNRI berikatan balk dengan pengangkut serotonin maupun pengangkut norepinefrin.
NET secara struktur sangat mirip dengan pengangkut 5-HT. Seperti pengangkut serotonin,
NET adalah suatu kompleks 12 ranah transmembran yang secara alosteris mengikat
norepinefrin. NET juga memiliki afmitas ringan terhadap dopamin. Venlafaksin merupakan
inhibitor lemah NET, sementara desvenlafaksin, duloksetin, dan milnasipran merupakan
inhibitor yang lebih serimbang terhadap SERT dan NET. Bagaimanapun, alinitas sebagian
besar SNRI cenderung lebih besar untuk SERT daripada untuk NET. SNRI berbeda dari TCA
yaitu bahwa mereka tidak memiliki efek antihistamjn, menghambat adrenergic α dan
antikolinergik poten seperti yang dimiliki oleh TCA. Karenanya, SNRIs cenderung lebih
disukai daripada TCA dalam mengobati MDD dan sindrom nyeri karena tolerabilitasnya
yang lebih baik.

3. Benzodiazepin
Hampir semua efek benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan
efek utama : sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi
otot, dan antikonvulsi. Hanya dua efek saja ynag merupakan kerja golongan ini pada jaringan
perifer: vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis-terapi benzodiazepin tertentu secara IV,
dan blokade neuromuskular yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi. Berbagai efek
yang menyerupai benzodiazepin yang diamati secara in-vivo maupun in-vitro telah
digolongkan sebagai: Efek agonis penuh yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek
benzodiazepin misalnya diazepam; Efek agonis parsial, yaitu efek senyawa yang
menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat dibandingkan diazepam; Efek inverse
agonists, yaitu senyawa yang menghasilkan efek kebalikan dari efek diazepam pada saat
tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepin (benzodiazepin-like agonists), dan efek
invers-agonis parsial (partial inverse agonists). Sebagian besar efek agonis dan inversagonis
dapat dilawan atau dicegah oleh antagonis benzodiazepin flu-mazenil, melalui persaingan
ikatannya dengan reseptor benzodiazepin. Zat ini mewakili berbagai golongan senyawa yang
bekerja memblok secara spesifik efek agonis dan inversagonis benzodiazepin.3

D. Dosis
Dosis optimal suatu antidepresan bergantung pada indikasi dan pasien. Untuk SSRI,
SNRI, dan sejumlah obat yang lebih baru, dosis awal pengobatan depresi biasanya adalah
dosis terapeutik. Pasien yang kurang atau tidak memperlihatkan respons setelah paling
sedikit 4 minggu pengobatan mungkin dapat memperoleh manfaat dari dosis yang lebih
tinggi meskipun sulit untuk membuktikan adanya keuntungan yang jelas dari peningkatan
dosis SSRI, SNRI, dan antidepresan baru lainnya. Dosis umumn'ya dititrasi hingga ke
dosis maksimal yang dianjurkan atau ke dosis tertinggi yang masih ditoleransi jika pasien
tidak berespons terhadap dosis yang lebih rendah. Sebagian pasien mungkin sudah
tegbantu pada dosis yang ,lebih frendah daripada dosis terapeutik minimal yang
dianjurkan. TCA dan MAOI biasanya memerlukan titrasi beberapa minggu untuk
mencapai dosis terapeutik Dosis TCA dapat dipandu dari hasil pemantauan kadar TCA
dalam serum. Beberapa gangguan cemas mungkin memerlukan antidepresan dengan dosis
yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis yang digunakan pada depresi mayor.
Sebagai contoh, pasien yang diterapi untuk OCD sering memerlukan dosis maksimal atau
agak lebih tinggi daripada dosis maksimal untuk MDD untuk memperoleh manfaat
optimal. Demikian juga, dosis minimal paroksetin agar efektif untuk mengobati gangguan
panik lebih tinggi daripada dosis minimal yang dibutuhkan untuk mengatasi depresi
secara efektif.
Dalam pengobatan gangguan nyeri, dosis rendah TCA sering sudah memadai. Sebagai
contoh, 25-50 mg/hari imipramin mungldn sudah bermanfaat dalam pengobatan nyeri
yang bcrkaitan dengan neuropati, meskipun ini adalah dosis subterapeutik dalam
pengobatan MDD. Sebaliknya, untuk gangguan nyeri SNRI biasanya diresepkan pada
dosis yang sama dengan yang digunakan untuk tcrapi depresi. 1

E. Khusus pada Anak


Karena perbedaan dalam farmakokinetika bayi dan anak, reduksi proporsional
sederhana terhadap dosis dewasa mungkin kurang adekuat untuk menentukan dosis
pediatrik yang aman dan efektif. Informasi dosis pediatrik yang paling andal biasanya
adalah yang disediakan oleh produsen dalam sisipan kemasan. Namun, informasi ini tidak
tersedia untuk sebagian besar produk meskipun telah diterbitkan studi-studi dalam
literatur kedokteran, yang mencerminkan keengganan produsen untuk melabel produk
mereka untuk anak. 1

F. Khusus Geriatri
Obat antipsikotik tradisional (fenotiazin dan haIoperidol) telah digunakan secara luas
(dan mungkin disalahgunakan) dalam penatalaksanaan berbagai penyakit kejiwaan pada
pasien lanjut usia. Tidak diragukan lagi bahwa mereka berguna dalam penanganan
skizofrenia di usia lanjut dan juga dalam pengobatan beberapa gejala yang berkaitan
dengan delirium, demensia, agitasi, mengamuk, dan sindrom paranoid yang terjadi pada
sebagian pasien geriatrik. Namun, obat-obat ini belum sepenuhnya memuaskan pada
berbagai penyakit geriatrik ini dan dosis jangan ditingkatkan berdasarkan anggapan
bahwa penyakit dapat scpenuhnya dikontrol. Tidak ada bukti bahwa obat obat ini berguna
dalam demensia Alzheimer dan secara teoretis efek antimuskarinik fenotiazin dapat
diperkirakan memperparah gangguan daya ingat dan intelektual.

Banyak perbaikan yang dijumpai pada pasien dengan agitasi dan agresif mungkin
sebenarnya mencerminkan efek sedatif obat. Jika diinginkan suatu antipsikotik sedatif.
dapatdigunakan auatu fcnotiazln misalnya tioridazin. jika sedasi ingin dihindari.
halopcridol atau antipsikotik atipikal akan lebih sesuai. Namun,
haloperidol memperlihatkan peningkatan toksisitas ekstrapiramidal dan perlu dihindari
pada pasien yang sudah mengidap penyakit ekstrapiramidal. Golongan fenotiazin.
khususnya obat lama seperti klorpromazin. sering mcnyebabkan hipotensi ortostatik
karena efek blokade adrenoseptor a mereka. Efek ini bahkan cenderung lebih nyata pada
pasien lanjut usia. Dosis abat obat ini seyogianya dimulai dcngan sebagian dosis yang
diberikan pada pasien dewasa muda.Litium sering digunakan dalam pengobatan mania
pada lanjut usia. Karena obat ini dibersihkan oleh ginjal, dosisnya hams disesuaikan dan
kadar dalam darah dipantau. Pemakaian bersamaan dengan diuretik tiazid akan
mengurangi bersihan litium dan perlu disertai oleh penurunan dosis lebih lanjut dan
pengukuran kadar litium darah yang lebih sering. 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Trevor AJ, Katzung BG, Masters SB. Basic & Clinical Pharmacology Edisi 12. Basic
& Clinical Pharmacology. 2013.

2. Goodman, Gilman. Goodman and Gilman’s Manual of Pharmacology and


therapeutics. Gut. 2008.

3. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas


Indonesia. 2007

También podría gustarte