Está en la página 1de 66

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN TRAUMA THERMAL

AMALIA AZZAHRA : 170210067

ERIKA PUTRI W : 170210089

S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

2018
KATA PENGANTAR

Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah gawat darurat
“Asuhan Keperawatan Gawat darurat Pada Pasien Trauma Thermal”

Selama penyusunan tugas mata kuliah gawat darurat ini penulis banyak mengalami
kesulitan, akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya penulis
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah gawat darurat. Untuk itu penulis mengucapkan
ucapan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Sugiyono, S.Kep, Ns selaku dosen materi mata kuliah keperawatan gawat
darurat.
2. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga laporan ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.
3. Serta pihak-pihak lain yang belum bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas mata kuliah gawat darurat ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu dalam penyusunan tugas akhir stase gawat darurat ini penulis sangat
mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun. Akhir kata, dengan
segala keterbatasan yang penulis miliki, penulis mengharapkan laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca.

Tangerang Selatan, 26 November 2018


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ____________________________________________________________i

Daftar Isi ________________________________________________________________ii

Daftar Gambar __________________________________________________________iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ________________________________________________________1


1.2 Tujuan _______________________________________________________________2
1.3 Manfaat ______________________________________________________________2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen ________________________________4


2.1.1 Definisi Sistem Integumen_____________________________________________4
2.1.2 Lapisan Kulit ______________________________________________________5
2.1.3 Adneksa Kulit ______________________________________________________8
2.1.4 Persarafan Kulit ____________________________________________________12
2.1.5 Warna Kulit _______________________________________________________13
2.2 Definisi Luka Bakar _______________________________________________13
2.3 Klasifikasi Combustio / Luka Bakar ___________________________________14
2.4 Etiologi __________________________________________________________18
2.4.1 Penyebab _________________________________________________________18
2.4.2 Anatomi Fisiologi Combustio / Luka Bakar ______________________________19
2.4.3 Penyembuhan Luka Combustio / Luka Bakar _____________________________21
2.4.4 Komplikasi Combustio / Luka Bakar ___________________________________22
2.5 Patofisiologi _______________________________________________________23
2.6 Luas Luka Bakar ___________________________________________________25
2.7 Pathway __________________________________________________________27
2.8 Penatalaksanaan Medis ______________________________________________28
2.8.1 Pemeriksaan Penunjang Combustio / Luka Bakar _________________________35
2.9 Pengkajian Gadar __________________________________________________36
2.10 Diagnosa Keperawatan ______________________________________________46
2.11 Intervensi Keperawatan ______________________________________________46

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan _______________________________________________________58


3.2 Saran ___________________________________________________________58

DAFTAR PUSTAKA ____________________________________________________59


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kulit __________________________________________________12

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat 1 ___________________________________________14

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat 2 ___________________________________________15

Gambar 2.4 Luka Bakar Derajat 3 ___________________________________________16

Gambar 2.5 Luas Luka Bakar ______________________________________________25


BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 LATAR BELAKANG


Berdasarkan data dari National Burn Information Exchange menyatakan
bahwa sebanyak 75 % semua kasus cidera luka bakar, terjadi didalam lingkungan
rumah. Di Inggris, data diperoleh dari rumah sakit anak, selama satu tahun terdapat
sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6.400 diantaranya masuk ke perawatan
khusus luka bakar. Di Indonesia belum ada laporan tertulis.
Luka bakar adalah cedera termal yang disebabkan oleh agen biologis ,
kimia, listrik dan fisik dengan reaksi lokal dan sistemik, ini adalah bentuk trauma
yang paling parah yang telah menimpa umat manusia sejak jaman dahulu dan
selama bertahun-tahun dan revolusi ilmiah telah meningkatkan hasil dalam
perawatannya. Setiap tahun, layanan darurat di Amerika Serikat mengobati 500.000
pasien dengan luka bakar. Dari jumlah tersebut, 46% disebabkan oleh api dan
menyebabkan sekitar 3.500 kematian / tahun .
Pada tahun 2011, di Meksiko, ada 17 kasus baru penyakit, yang
mempengaruhi 129.779 pasien, jenis kelamin yang paling terpengaruh adalah laki-
laki, dan kelompok usia 24-40 tahun, dengan kejadian yang mengkhawatirkan di
kelas sosial yang rendah. Dampak dari luka bakar didasarkan pada respon kompleks
yang memicu dan biaya yang dihasilkan oleh perawatan mereka karena mereka
memerlukan manajemen multidisiplin, di negara kita diperkirakan bahwa luka bakar
sedang menghasilkan biaya rata-rata antara 30.000 dan 500.000 peso; Di sisi lain,
luka bakar serius dapat mencapai biaya hingga 40 juta peso.
Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta korban luka bakar mencari perhatian di
dunia kedokteran setiap tahun, tetapi hanya 45.000 memerlukan rawat inap
(Demling dalam Gurfinkel et al., 2012).
Luka bakar yang paling parah dan tidak dapat dikelola diluar rumah sakit.
Data statistik 2001-2010 di Amerika tingkat kelangsungan hidup: 96,1%, jenis
kelamin: laki-laki 70%, perempuan 30%, penyebab: 44% kebakaran / api, 33%
melepuh, kontak 9%, 4% listrik, kimia 3%, 7% lainnya, tempat kejadian: 68%
rumah, 10% kerja, jalan 7% / jalan raya, 15% lainnya (American Burn Association
National Burn Repository,2011)
Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat global, terhitung sekitar
180.000 kematian setiap tahunnya. Mayoritas ini terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah, hampir dua pertiga terjadi di wilayah Afrika Afrika dan Asia
Tenggara. Di banyak negara berpenghasilan tinggi, tingkat kematian telah menurun,
dan tingkat kematian anak akibat luka bakar saat ini di atas 7 kali lebih tinggi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Prevalensi luka bakar di Indonesia
sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1 tahun hingga 4 tahun sebesar
1,5%, dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008
(RISKESDAS, 2015).
Setiap luka bakar yang luas dapat diikuti oleh syok. Syok terjadi karena
cairan tubuh sebagian dikirim dari ke daerah terbakar, sehingga volume darah yang
mengalir ke otak dan jantung berkurang. Pada orang dewasa, luka bakar selebar
20% dari luar permukaan tubuh dapat mengakibatkan syok. Pada anak, syok dapat
terjadi akibat luka bakar sebesar 10%. Karena pokok-pokok tindakan pertolongan
pertama ialah mencegah atau mengobati syok, mengurangi rasa sakit, dan mencegah
infeksi (Mohamad, 2015).

1.2 TUJUAN STUDI KASUS


Studi kasus ini dibuat untuk melengkapi tugas dokumentasi mata kuliah gawat
darurat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten tahun ajaran 2018 dan mengetahui
tentang asuhan keperawatan dengan kasus combustio (luka bakar).
1.3 MANFAAT
1.3.1 Mengetahui definisi luka bakar
1.3.2 Mengetahui etiologi terjadinya luka bakar
1.3.3 Mengetahui patofisiologi luka bakar
1.3.4 Mengetahui manifestasi luka bakar
1.3.5 Mengetahui pathway luka bakar
1.3.6 Pasien mengetahui pentalaksanaan medis luka bakar
1.3.7 Pasien mengetahui asuhan keperawatan dari kasus luka bakar
1.3.8 Pasien mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-tahapan
penyembuhan luka bakar derajat 1
1.3.9 Pasien mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-tahapan
penyembuhan luka bakar derajat 2
1.3.10 Pasien mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-tahapan
penyembuhan luka bakar derajat 3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen


2.1.1 Definisi Sistem Integumen
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial
dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga
sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit
berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna
hitam kecokelatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2015).
Terdapat beberapa kemampuan perlindungan kulit yaitu :
2.1.1.1 Kulit adalah relaktif tak tembus air, dalam arti bahwa ia
menghindarkan hilangnya cairan dari jaringan dan juga
menghindarkan masuknya air, sehingga tidak terjadi penarikan
dan kehilangan cairan.
2.1.1.2 Kulit melindungi struktur internal dari tubuh terhadap trauma
dan terhadap invasi oleh mikroorganisme yang membahayakan.
2.1.1.3 Selain itu pula sebagai pelindung diberikan oleh lapisan zat
tanduk, tambahan pula perlindungan diberikan oleh keasaman
dari keringat dan terdapatnya asam lemak pada sebum.
2.1.1.4 Kulit mengandung pigmen melanin yang melindungi terhadap
sinar ultraviolet sinar matahari (Setiabudi, 2007).
2.1.2 Lapisan Kulit
2.1.2.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan paling atas dari kulit
serta tidak mengandung pembuluh darah dan saraf. Oleh karena
itu, jika lapisan kulit ini terkelupas, tidak akan ditemukan
perdarahan dan juga tidak akan terasa sakit. Sel mendapat
makanan melalui proses difusi dari jaringan dibawahnya,
lapisan epidermis terdiri dari :
1. Stratum korneum, (lapisan tanduk) lapisan paling luas terdiri
dari sel gepeng mati, tidak berinti dan protoplasmanya
menjadi keratin (zat tanduk)
2. Stratum lusidum, sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
menjadi protein adalah eliding. Selnya pipih, bedanya dengan
stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang
kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali
dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu
pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat
disebut stratum lusidum.
3. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih
seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapisan
yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma
terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakn
fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-
butir stratum granulosum.
4. Stratum spinosum/stratum akatosum, lapisan ini merupakan
lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri
dari 5-8 lapisan. Sel – selnya disebut spinosum karena jika
kita lihat dibawah mikroskop bahwa sel-selnya terdiri dari sel
yang bentuknya polygonal/banyak sudut dan mempunyai
tanduk ( spina ). Disebut akatosum sebab sel-selnya berduri.
5. Stratum basale/germinativum, disebut stratum basale kerena
sel- selnya terletak dibagian basal/basis, stratum
germinativum menggantikan sel-sel yang diatasnya dan
merupakan sel-sel tanduk. Bentuk silindris (tabung) dengan
inti yang lonjong. Didalamnya terdapat butir-butir yang halus
disebut butir melanin warna. kubus. Lapisan ini trdiri dari 2
jenis sel yaitu sel berbntuk kolumner dengan protoplasma
basofilik, lonjong dan besar. Sel melanin (melanosit). Sel
tersebut disususn seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel
tersebut terdapat suatu membrane disebut membrane basalis,
sel-sel basalis dengan membrane basalis merupakan batas
terbawah dari pada epidermis dan dermis. Batas ini tidak datar
tapi bergelombang, pada waktu koreum menonjol pada
epidermis tonjolan ini disebut papilla kori (papilla kulit)
2.1.2.2 Lapisan Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan
epidemis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah
berbatasan dengan subkutis tapi bata ini tidak jelas hanya kita
ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat lemak. Didalam
lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan
saraf dan juga lapisannya elastis, fibrosanya padat dan terdapat
folikel rambut, dermis terdiri dari dua lapisan
1. Bagian atas, pars papilar (stratum papilar)
Menonjol ke epidermis, terdiri dari serabut saraf, dan
pembuluh darah yang memberi nutrisi pada epidermis yang
diatasnya.
2. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis)
Menonjol kearah subkutan, pars retikular, serabut penunjang
yaitu serabut kolagen, elastis, dan serabut retikulus. Serabut
kolagen tugasnya memberikan kekuatan kepada kulit, dan
serabut elastis tugasnya memberikan kelenturan pada kulit
dan memberi kekuatan pada alat disekitar kelenjar dan folikel
rambut (Setiabudi, 2007).
2.1.2.3 Lapisan Subkutis
Terdiri dari jaringan ikat longgar dan sel lemak fungsi adalah
cadangan nutrisi. Tebal tipisnya lemak tidak sama tergantung
pada lokasi terdapat ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah
bening. Vaskularisasi di kulit di atur oleh 2 fleksus :
1. Fleksus superfisial terletak di bagian atas dermis.
2. Fleksus Profunda terletak di subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpualn sel-sel lemak dan
diantara gelombang ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat
dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya
terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan ini disebut penikulus adipopus, yang tebalnya tidak
sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-
laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Kegunaan dari
penikulus adipopus adalah sebagai shoybreker atau pegas bil
terjadi tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit dan
sebagai tempat penimbun kalori serta tambahan untuk
kecantikan tubuh (Setiabudi, 2007)
2.1.3 Adneksa Kulit
2.1.3.1 Kelenjar kulit
terdapat di lapisan dermis terdiri atas :
1. Kelenjar keringat ( glandula sudorifera )
Kelenjar keringat adalah tube tunggal yang tergulung
dan terletak pada jaringan subkutan dan dengan saluran yang
panjang yang terbuka pada permukaan kulit. Berpilin berada
pada kulit sejati duktusnya membuka dalam pori-pori
epidermis fungsinya mensekresi keringat; air,garam dan
renik. Sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Keringat berisi air dan sedikit
garam, melalui disfusi secara secara sederhana ± 500 cc/hari.
Kelenjar keringat merupakan alat utama untuk
mengendalikan suhu tubuh, berkurang ada waktu iklim
dingin, meningkatkan pada suhu panas (Setiabudi, 2007).
Terdapat dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin
dan apokrin :
a. Kelenjar ekrin, yang kecil-kecil, terletak dangkal di
dermis dengan secret yang encer. Kelenjar ekrin telah
terbentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan baru
berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kelenjar
ini berbentuk spiral dan bermuara langsung dipermukaan
kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak
di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksil. Sekresi
bergantung pada beberapa factor dan dipengaruhi oleh
saraf kolinergik, factor panas, dan stress emosional.
b. Kelenjar apokrin, yang lebih besar, terletak lebih dalam
dan skretnya lebih kental. Kelenjar apokrin dipengaruhi
oleh adrenergic, terdapat di aksila, areola mame, pubis,
labia mayora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin
pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi
pada waku pubertas mulai besardan mengeluarkan secret.
Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan
glukosa, biasanya pH 4 – 6,8.
2. Kelenjar palit ( glandula sebasea )
Kelenjar palit disebut juga kelenjar holohkrin karena
tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari
dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat
disamping akar rambut (folikel rambut). Kelenjar sebasea
berasal dari rambut yang bermuara pada saluran folikel
rambut untuk melumasi rambut dan kulit yang berdekatan.
Kelenjar ini kantongnya dalam kulit berbentuk seperti botol
dan bermuara dalam folikel rambut, paling banyak tedapat
pada kepala dan muka sekitar hidung, mulut dan telinga,
tidak terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
Berfungsi mengsekresi subtansi berminyak disebut
sebum yang melumasi kulit dan rambut serta
mempertahankan halus dan liat sehingga tidak mudah patah
dan juga menangkap debu dan bakteri yang melekat pada
permukaan berminyak. Kelenjar palit mengeluarkan sebum,
yaitu campuran lemak, zat lilin, minyak dan pecahan-pecahan
sel yang berfungsi sebagai emoliens atau pelembut kulit dan
merupakan suatu barrier terhadap evaporasi. Sebum
mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax
ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormone
androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada
pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai
berfungsi aktif (Setiabudi, 2007).
2.1.3.2 Kuku
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum
korneum) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam
kulit jari disebut akar kuku (nail rote), bagian yang terbuka diatas
dasar jar ingan lunak kulit pada jaringan lunak kulit pada ujung
jari tersebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung
adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku
keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm perminggu. Sisi
kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit
tipis yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium
sedang kulit yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium
(Djuanda, 2015).
2.1.3.3 Rambut
Suatu pertumbuhan keluar kulit, rambut terdapat diseluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan dan kaki. Rambut terdiri atas
akar rambut yang terbentuk dalam dermis dan batang rambut
yang menjulur ke luar dari dalam kulit. Rambut tumbuh dalam
sebuah rongga yang dinamakan folikel rambut. Kecepatan
pertumbuhan rambut bervariasi, pertumbuhan rambut janggut
berlangsung paling cepat dan kecepatan pertumbuhan ini diikuti
oleh rambut pada kulit kepala, aksila, paha, serta alis mata
(Brunner & Suddart, 2007).
Rambut dibentuk oleh kertin mati, sel-sel epidermis tertentu
akan berdiferensiasi menjadi rambut. Bagian-bagian rambut ada
beberapa yaitu akar yang merupakan bagian yang tertanam
dalam folikel dan batang merupakan bagian yang beradadi atas
permukaan kulit. Akar dan batang rambut tersusun dari tiga
lapisan yaitu kutikel, yaitu lapisan terluar yang tersusun dari sel-
sel mati yang bersisik. Korteks, merupakan lapisan tengah yang
terkeratinisasi, yang membentuk bagian utam abating rambut.
Bagian ini mengandung jumlah pigmen beragam yang
menentukan warna rambut. Medulla dan aksis sentral, yang
tersusun dari dua sampai tiga lapisan sel. Pertumbuhan medulla
buruk bahkan sering kali tidak terjadi terutama pada rambut
pirang, manusia memiliki dua jenis rambut, yaitu :
a. Rambut lanugo, dengan ciri pendek, tidak berpigmen,
halus, dan akarnya di dalam dermis. Contohnya, rambut
yang ada di pipi, rambut yang ada pada tubuh bayi
(biasanya akan hilang setelah setelah lahir)
b. Rambut terminal, dengan ciri lebih panjang, lebih kasar,
berpigmen, berkumpul di daerah tertentu, dan akarnya di
dalam subkutis. Rambut ini memiliki siklus pertumbuhan
yang lebih cepat, kurang lebih 1 cm per bulan misalnya
rambut kepala (Setiabudi, 2007).
2.1.4 Persarafan Kulit
Kulit dipersarafi oleh saraf sensorif dan simpatis. Serat saraf
sensorifberakhir pada kulit dalam berbentuk yaitu antara lain :
2.1.4.1 Ujung saraf bebas.
2.1.4.2 Fleksus saraf di sekitar folikel rambut.
2.1.4.3 Korpuskel meissnerian, suatu struktur kecil yang tertutup
ditemukan di sekitar ujung saraf pad papila.
2.1.4.4 Korpuskel paccinian, sutu struktur besar tertutup ditemukan di
sebelah dalam dermis. Serat saraf simpatis mensarafi arteriol,
kelenjar keringat, dan pili arektor otot. Ujung-ujug saraf yang
bebas menerima rangsangan sakit atau nyeri terdapat di
epidermis, disini ujung-ujung sarafnya mempunyai bentuk
yang khas yang sudah merupakan suatu organ (Setiabudi,
2007).
2.1.5 Warna Kulit
Warna kulit dipengaruhi oleh pembuluh darah pada kulit, banyak
sedikitnya lemak, dan pigmen kulit disebut melanin. Tetapi secara
penyebab maka perbedaan warna kulit terjadi akibat faktor senagai
berikut :
2.1.5.1 Melanosit, terletak pada stratum basalis yang memproduksi
pigmen yang bertanggung jawab terhadap perwarnaan kulit dari
coklat sampai hitam. Peningkatan produksi melanin
berlangsung jika terpajan sinar maahari. Area tempat terjadinya
pigmentasi yang besar adalah putting susu, areola dan area
labiya mayora. Sedangkan yang sedikit mengandung pigmen
adalah telapak tangan dan taelapak kaki.
2.1.5.2 Darah terdapat dalam pembuluh dermal di baerah lapisan
epidermis yang dapat terlihat dari permukaan dan
menghasilkan perwarnaan merah muda terutama terliahat pada
orang kulit putih. Keberadaan dan jumlah pigmen kuning
(karotin) hanya ditemukan stratum korneum dan dalam sel
lemak dermis dan hipodermis yang menyebabkan beberapa
perbedaan pada perwarnaan kulit (Setiabudi, 2007).

Gambar 2.1 Struktur Kulit


2.2 DEFINISI
Luka bakar termal adalah penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Mereka dapat menyebabkan melemahkan, cedera seumur hidup dan
memiliki dampak psikologis dan ekonomi yang serius. Dengan perawatan yang
tepat, pemulihan fungsional dan emosional yang sukses adalah mungkin.
(kutipan dari Garcia-Espinoza JA, Aguilar-Aragon VB, Ortiz-Villalobos EH,
Garcia-Manzano RA, Antonio BA 2017)
Luka Bakar adalah trauma kompleks yang membutuhkan terapi multidisiplin
dan berkelanjutan. Luka bakar terjadi melalui kontak panas yang intensif ke
tubuh, yang menghancurkan dan / atau merusak manusia kulit (luka bakar
termal). Selain luka bakar termal, ada listrik, kimia, radiasi dan luka bakar
inhalasi. Frostbite juga termasuk dalam kategori ini (European Burns
Association,2015)
Luka bakar adalah cedera akut pada kulit atau jaringan lunak akibat transfer
energi panas atau trauma. Luka bakar juga termasuk cedera kulit atau jaringan
karena paparan sinar matahari, radioaktivitas, listrik, paparan kimia, atau
gesekan (The Pediatric Surgeons of Phoenix, Phoenix, AZ, 2010)

2.3 Klasifikasi Luka Bakar


2.3.1 Berdasarkan penyebab:
2.3.1.1 Luka bakar karena api
2.3.1.2 Luka bakar karena air panas
2.3.1.3 Luka bakar karena bahan kimia
2.3.1.4 Luka bakar karena listrik
2.3.1.5 Luka bakar karena radiasi
2.3.1.6 Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2.3.2 Berdasarkan kedalaman luka bakar:
2.3.2.1 Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di
dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan
parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah
yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang
ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari.
Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan
sembuhtanpa bekas.

Gambar 2.3 Luka bakar derajat I

2.3.2.2 Luka bakar derajat II


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh,
dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di
atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf
teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari
dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam
waktu 10-14 hari.
2. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2.3 Luka bakar derajat II

2.3.2.3 Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan
yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan
lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 2.3 Luka bakar derajat III

2.3.3 Berdasarkan tingkat keseriusan luka


2.3.3.1 Luka bakar ringan/ minor
 Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
 Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
2.3.3.2 Luka bakar sedang (moderate burn)
 Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan
luka bakar derajat III kurang dari 10 %
 Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10
tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
 Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
2.3.3.3 Luka bakar berat (major burn)
 Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun
atau di atas usia 50 tahun
 Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
 Luka bakar listrik tegangan tinggi
 Disertai trauma lainnya
 Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
2.4 Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar

2.4.1 Penyebab
2.4.1.1 Paparan api
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area
tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
2.4.1.2 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar
kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada
kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang
satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus
yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas
dalam pola sirkum ferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
2.4.1.3 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas
akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
2.4.1.4 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
2.4.1.5 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
2.4.1.6 Zat kimia (asam atau basa)
2.4.1.7 Radiasi
2.4.1.8 Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
2.4.2 Anatomi Fisiologi Combustio/ Luka Bakar
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya
bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera
suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum
korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang
melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah
substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3
lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
2.4.2.1 Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel,
inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein
fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan
mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah
kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti
kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar
dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan
lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya
terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan
mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-
selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan
sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2.4.2.2 Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
b. Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun
dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk
kolagen.
c. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
d. Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga
memproduksi kolagen.
e. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
2.4.2.3 Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang.
Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
2.4.2.4 Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar
permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak
tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua
daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar
ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
2.4.3 Penyembuhan Luka Combustio/ Luka Bakar
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan
luka yang dapat dibagi dalam 3 fase:
2.4.3.1 Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4
hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan
proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan
mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2.4.3.2 Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu
ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka
yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan
luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi
terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan
berhenti dan mulailah proses pematangan.
2.4.3.3 Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula
penurunan aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan
sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-
tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
2.4.4 Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
2.4.4.1 Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2.4.4.2 Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume
darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada
luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil
dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
2.4.4.3 Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan
ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
2.4.4.4 Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan
tanda- tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda
ulkus curling.
2.4.4.5 Syok sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada
tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
2.4.4.6 Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau
mioglobin terdektis dalam urine.
2.5 Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari
suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan
burning agent.
Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi kedalam luka bakar
bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan
gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar
56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke
dalam ruanga interstisial.Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang
signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan
terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf
simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan
frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24
hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam
tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar
akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia
terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai
akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan
berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga
terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai
hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang
mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin
memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat
tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus
renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

2.6 Luas Luka Bakar


2.6.1 Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
 Kepala dan leher : 9%
 Lengan masing-masing 9% : 18%
 Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
 Tungkai maisng-masing 18% : 36%
 Genetalia/perineum : 1%
 Total : 100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 2.4 Luas luka bakar


2.6.2 Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa
tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya
luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan
luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan
disesuaikan dengan usia:
 Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
 Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.
2.7 Pathway
2.8 Penatalaksanaan Medis
Penalataksanaan (assessment) dan penanganan awal luka bakar berjalan
simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari Komite
Trauma American College of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan
ditangani A, B, C dan D
 A – (airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (larinx, pharinx)
akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas
yang berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila ditemukan oedem
mukosa mulut dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung
atau mulut dan luka bakar mengenai muka atau leher. Cedera ini harus
segera ditangani karena angka kematiannya sangat tinggi.
 B – (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat
terhambat karena nyeri atau eschar melingkar di dada.
 C – (Circulation) : Status volume pembuluh darah Keluarnya cairan dari
pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila disertai syok
(suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu
lanjutkan resusitasi cairan.
 D – (disability) : Status neurologis pasien.

1. Tata Laksana Penanganan


Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera
mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma
mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan
pembentukan jaringan parut.
 Pertolongan I (Penanganan darurat di tempat kejadian)
1. Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya
pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi
kemudian.
2. Mengurangi berat luka bakar
3. Jauhkan benda panas : api dipadamkan (pakaian penderita
ditanggalkan)
4. Dinginkan tubuh
5. Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan
menjalar ke bagian yang lebih dalam, menyiram dengan air
dingin 20° - 30 °C dan bersih sangat menolong, karena :
 menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya luka
 mengurangi nyeri
 mengurangi oedem
 mengurangi kehilangan protein
 Mengurangi rasa nyeri
6. Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin /
petidin) dan meletakkan bagian yang terbakar pada posisi yang
lebih tinggi.
7. Jalan nafas
8. Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas,
lakukan pembersihan dan pemberian O2.
9. Mencegah shock
10. Pemasangan infus, luka bakar kurang dari 30% : 500 ml
RL/jam; lebih dari 30% : 100 ml RL/jam.
11. Pengiriman penderita ke Rumah Sakit
12. Sesegera mungkin. 1,5,8
 Penanganan di Rumah Sakit
Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi, yaitu :
1. Periksa jalan nafas.
2. Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan
pembersihan, bila perlu tracheostomi atau intubasi.
3. Berikan oksigen 100%.
4. Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk
mengatasi syok.
5. Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis.
6. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama
ada ileus paralitik.
7. Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk
pemantauan sirkulasi darah.
8. Periksa cidera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis
untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka
bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang
diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan
diindikasikan pada LB II atau LB III dengan luas > 25%, atau
bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila
masukan oral dapat menggantikan parenteral.

2. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain
itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang
tepat.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti.
Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
A. Cara Evans
 Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
 Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
B. Cara Baxter (Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL)
Formula Baxter : 4 cc/24jam x BB x %LB
Cara pemberian :
 8 jam pertama 50% (sejak kejadian LB)
 16 jam kedua 50%
Untuk anak-anak : 2 cc x BB x % LB = a cc
 < 1 tahun : BB x 100 cc
 1 – 3 tahun : BB x 75 cc
 3 – 5 tahun : BB x 50 cc
Kebutuhan total = a x b , memakai lar RL : Dextran = 17:3
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral
sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan.
Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-
gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung
10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian
nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus
4. Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar
(Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena
(dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance‟ 5-20 mg/70 kg
setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4
jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10
mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri
kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika
pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau
methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar :
A. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan
debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7
hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari
tindakan ini adalah:
 Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih
cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan
eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama
dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan
menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar,
semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
 Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut
menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS).
Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan
“burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator- mediator inflamasi.
 Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin
banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi
di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah
keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu,
penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi
mikro – organisme patogen yang akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat
tindakan eksisi semakin sulit.Tindakan ini disertai anestesi
baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti
tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan
“split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan
mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
 Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami
penyembuhan lebih dari 3 minggu.
 Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi
besar.
 Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
 Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka
yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar
batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial
dan eksisi fasial. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang
mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai
dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint).
Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu
pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis
(dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan
kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan
dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum
dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000
pada daerah yang dieksisi.
Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin
graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi
optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan
endpoint bedah yang sulit ditentukan.
B. Eksisi fasial
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka
sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka
bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas
atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada
teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik
ini adalah:
 Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan
tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan
 Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko
cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema
pada bagian distal dari eksisi.
C. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan
dari metode ini adalah:
1. Menghentikan evaporate heat loss
2. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai
dengan waktu
3. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan
eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat
berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari
tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang
biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,
bokong dan perut.
Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin
graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-
lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat
direnggangkan dan dibuat lubang - lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1
sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting.
Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan
dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.
Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
“dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah
yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat
perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga
pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,
pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
1) Kulit donor setipis mungkin
2) Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan
yang dilakukan grafting),
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
 Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
 Drainase yang baik
 Gunakan kasa adsorben
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar
2.8.2.1 Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2.8.2.2 Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
2.8.2.3 GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
2.8.2.4 Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi
dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi
bila mulai diuresis.
2.8.2.5 Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
2.8.2.6 Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
2.8.2.7 Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
2.8.2.8 Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
2.8.2.9 BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
2.8.2.10 Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif
terhadap efek atau luasnya cedera.
2.8.2.11 EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
2.8.2.12 Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.

2.9 Pengkajian
A. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt,
tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita
perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2
tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap
jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu
karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama
dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan.
B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang perlu ditanyakan adalah keluhan atau gejala apa
yang menyebabkan klien berobat atau keluhan apa atau gejala saat awal
dilakukan pengkajian pertama kali.
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk
mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka
bakar karna kimia, radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk?
apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat
anda terbangun saat tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah
seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram,
kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya
sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan
0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda
2.9.1 Pengkajian Primer
A. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara
untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan
airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama
intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher
atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan
pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh asap atau inhalasi.
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway / nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi bagi klien yang terkena terauma indikasi
karena beresiko akan terjadinya oedem laring dan menutup jalan
nafas
B. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada
pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest
injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000). Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
o Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
o Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut :
 cyanosis,
 penetrating injury,
 flail chest,
 sucking chest wounds, dan
 penggunaan otot bantu pernafasan yang disebabkan karna
trauma inhalasi.
o Palpasi untuk adanya :
 pergeseran trakea,
 fraktur ruling iga,
 subcutaneous emphysema,
 perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
 pneumotoraks.
o Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
o Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu
o Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
o Penilaian kembali status mental pasien.
o Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
o Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
o Pemberian terapi oksigen
o Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
o Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
C. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
D. Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
o A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
o V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
o P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
o U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
E. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai
derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung
pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
o Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
o Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien
yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

2.9.2 Pengkajian Sekunder


Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.
A. Pemeriksaan fisik
1. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk melihat derajad dari luka bakar baik yang
ditimbulkan oleh termal, radiasi, listrik maupun kimia.
2. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan
skor GCS.
3. Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau
anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus
dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia.
4. Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman,
luka sekitar mukosa hidung akibat trauma inhalasi.
5. Telinga
periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
6. Mulut dan faring
Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban,
dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah
tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri.
7. Vertebra servikalis dan leher.
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya luka, deformitas dan selalu
jaga jalan nafas
8. Toraks
a. Inspeksi
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya karna inhalasi, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi
dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005).
b. Palpasi
Seluruh dinding dada untuk melihat adanya nyeri tekan dan
kedalaman luka.
c. Perkusi
Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
d. Auskultasi
Suara nafas tambahan (apakah ada ronchi, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).
9. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran,
fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri
perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma
dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka,
lecet, memar, ruam, massa, denyutan, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah
kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans
muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan
adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL
(Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography).
10. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada
pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini
kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus
segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
11. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka bukar dengan
kedalaman derajad IV, pada saat pelapasi jangan lupa untuk
memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin
luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan
12. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh).
Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD
118, 2010). Periksa adanya perdarahan, luka bakar dan kedalaman
luka.
13. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan
sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan
pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan
kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi
dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal.

2.10 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal luka/ hipovolemia.
2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan.
3. Kerusakan integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolik
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
pada ekstremitas
2.11 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Resiko tinggi Setelah dilakukan askep 1. Awasi tanda-tanda vital,
kekurangan volume selama 1x24 jam cairan perhatikan pengisian kapiler
cairan berhubungan adekuat dengan Kriteria dan kekuatan nadi perifer.
dengan kehilangan Hasil : Rasional : Memberikan
cairan melalui rute • Mempertahankan urine pedoman untuk penggantian
abnormal luka. output sesuai dengan cairan dan mengkaji respon
usia dan BB, BJ urine kardiovaskuler .
normal, HT normal 2. Awasi haluaran urine dan
• Tekanan darah, nadi, berat jenis, observasi warna
suhu tubuh dalam batas dan hemates sesuai indikasi
normal Rasional : Secara umum
• Tidak ada tanda tanda penggantian cairan harus
dehidrasi, Elastisitas difiltrasi untuk meyakinkan
turgor kulit baik, rata-rata haluaran urine 30-
membran mukosa 50 ml / jam (pada orang
lembab, tidak ada rasa dewasa). Urine bisa tampak
haus yang berlebihan merah sampai hitam pada
kerusakan otot massif
sehubungan dengan adanya
darah dan keluarnya
mioglobin.
3. Perkirakan deranase luka
dan kehilangan yang tak
tampak
Rasional : Peningkatan
permeabilitas kapiler,
perpindahan protein, proses
inflamasi dan kehilangan
melalui evaporasi besar
mempengaruhi volume
sirkulasi dan haluaran urine,
khususnya selama 24-72
jam pertama setelah
terbakar.
4. Timbang berat badan tiap
hari
Rasional : Pergantian cairan
tergantung pada berat badan
pertama dan perubahan
selanjutnya. Peningkatan
berat badan 15-20% pada
72 jam pertama selama
pergantian cairan dapat
diantisipasi untuk
mengembalikan keberat
sebelum terbakar kira-kira
10 hari setelah terbakar.
5. Selidiki perubahan mental
Rasional : Penyimpangan pada
tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan
ketidakadekuatan volume
sirkulasi atau penurunan
perfusi serebral.
6. Observasi distensi
abdomen, hematemesess,
feses hitam, hemates
drainase NG dan feses
secara periodik.
Rasional : Stress (curling)
ulkus terjadi pada setengah
dan semua pasien pada luka
bakar berat (dapat terjadi
pada awal minggu
pertama).
7. Kolaborasi kateter urine
Rasional : Memungkinkan
observasi ketat fungsi ginjal
dan menengah stasis atau
reflek urine, potensi urine
dengan produk sel jaringan
yang rusak dapat
menimbulkan disfungsi dan
infeksi ginjal.
8. Kolaborasi terapi cairan
Rasional : untuk mengatasi
hipovolemi pada klien
9. Awasi pemeriksaan
laboratorium ( Hb/Ht,
elektrolit, plasma, albumin)
Rasional : Mengidentifikasi
kehilangan darah/kerusakan
SDM, dan kebutuhan
penggantian cairan dan
elektrolit.
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Askep 1.Tutup luka sesegera
berhubungan dengan selama 1x24 jam nyeri mungkin, kecuali perawatan
kerusakan kulit atau berkurang dengan Kriteria luka bakar metode
jaringan Hasil : pemejanan pada udara
• Mampu mengontrol terbuka
nyeri (tahu penyebab Rasional : Suhu berubah dan
nyeri, mampu tekanan udara dapat
menggunakan tehnik menyebabkan nyeri hebat pada
nonfarmakologi untuk pemajanan ujung saraf.
mengurangi nyeri, 2. Ubah pasien yang sering
mencari bantuan) dan rentang gerak aktif dan
 Melaporkan bahwa pasif sesuai indikasi
nyeri berkurang dengan Rasional : Gerakan dan latihan
managemen nyeri menurunkan kekuatan sendi
 Mampu mengenali dan kekuatan otot tetapi tipe
nyeri (skala, intensitas, latihan tergantung indikasi dan
frekuensi dan tanda luas cedera.
nyeri) 3.Pertahankan suhu
 Menyatakan rasa lingkungan nyaman,
nyaman setelah nyeri berikan lampu penghangat
berkurang dan penuup tubuh

 Tanda vital dalam Rasional : Pengaturan suhu

rentang normal dapat hilang karena luka bakar


mayor, sumber panas eksternal
perlu untuk mencegah
menggigil.
4.Kaji keluhan nyeri
pertahankan lokasi,
karakteristik dan intensitas
(skala 0-10)
Rasional : Nyeri hampir selalu
ada pada derajat beratnya,
keterlibatan jaringan atau
kerusakan tetapi biasanya
paling berat selama
penggantian balutan dan
debridement.
5. Dorong ekspresi perasaan
tentang nyeri
Rasional : Pernyataan
memungkinkan pengungkapan
emosi dan dapat meningkatkan
mekanisme koping.
6. Dorong penggunaan tehnik
manajemen stress, contoh
relaksasi, nafas dalam,
bimbingan imajinatif dan
visualisasi.
Rasional : Memfokuskan
kembali perhatian,
memperhatikan relaksasi dan
meningkatkan rasa control
yang dapat menurunkan
ketergantungan farmakologi.
7.Kolaborasi pemberian
analgetik
Rasional : Dapat
menghilangkan nyeri
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Kaji atau catat ukuran
kulit b/d mekanik (luka tindakan keperawatan warna kedalaman luka,
bakar) selama perhatikan jaringan
1x24 jam integritas metabolik dan kondisi
jaringan: kulit dan sekitar luka
mukosa normal dengan Rasional : Memberikan
indikator: informasi dasar tentang
o Temperatur jaringan kebutuhan penanaman kulit
dalam rentang yang dan kemungkinan petunjuk
diharapkan tentang sirkulasi pada area
o Elastisitas dalam grafik.
rentang yang 2. Berikan perawatan luka
diharapkan bakar yang tepat dan
tindakan control infeksi
Rasional : Menyiapkan
jaringan tubuh untuk
penanaman dan menurunkan
resiko infeksi.
o Hidrasi dalam rentang
yang diharapkan
o Pigmentasi dalam rentang
yang diharapkan
o Warna dalam rentang
yang diharapkan
o Tektur dalam rentang
yang diharapkan
o Bebas dari lesi
o Kulit utuh
3. Pertahankan balutan di atas
area graft
Rasional : untuk
menghilangkan robekan dari
eptel baru/melindungi jaringan
sembuh
4. Kolaborasi untuk prosedur
bedah
Rasional : mengambil jaringan
nekrosis dan mendorong
proses penyembuhan lapisan
kulit baru
4 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan askep 1. Implementasikan tehnik
infeksi berhubungan selama 1x24 jam tidak isolasi yang tepat sesuai
dengan pertahanan terjadi infeksi dengan indikasi
primer tidak adekuat ; Kriteria Hasil : Rasional : Tergantung tipe atau
kerusakan • Klien bebas dari tanda luasnya luka untuk
perlindungan kulit dan gejala infeksi menurunkan resiko
• Menunjukkan kontaminasi silang atau
kemampuan untuk terpajan pada flora bakteri
mencegah timbulnya multiple.
infeksi 2. Tekankan pentingnya tehnik
• Jumlah leukosit dalam cuci tangan yang baik untuk
batas normal semua individu yang datang
• Menunjukkan perilaku kontak ke pasien
hidup sehat Rasional : Mencegah
kontaminasi silang
3. Cukur rambut disekitar area
yang terbakar meliputi 1
inci dari batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik
untuk pertumbuhan bakteri
4. Periksa area yang tidak
terbakar (lipatan paha,
lipatan leher, membran
mukosa )
Rasional : Infeksi
oportunistik (misal :
Jamur) seringkali terjadi
sehubungan dengan depresi
sistem imun atau proliferasi
flora normal tubuh selama
terapi antibiotik sistematik.
5. Ganti balutan dan bersihkan
area terbakar
Rasional : mempertahankan
area luka dai bakteri
6. Bersihkan jaringan nekrotik
yang lepas (termasuk
pecahnya lepuh) dengan
gunting dan forcep.
Rasional : Meningkatkan
penyembuhan
7. Kolaborasi pemberian agen
topical
Rasional : membantu
mencegah infeksi luka dan
mencegah luka kering
8. Kolaborasi pemberian
antibiotic
Rasional : Mencegah
terjadinya infeksi

5 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan askep 1. Auskultasi bising usus,


kurang dari kebutuhan selama 1x24 jam cairan perhatikan hipoaktif atau
tubuh berhubungan adekuat dengan Kriteria tidak ada bunyi
dengan status Hasil : Rasional : Ileus sering
hipermetabolik o Menunjukkan berhubungan dengan periode
pemasukan nutrisi pasca luka bakar tetapi
adekuat untuk biasanya dalam 36-48 jam
memenuhi kebutuhan dimana makanan oral dapat
metabolik dibuktikan dimulai.
oleh berat badan 2. Pertahankan jumlah kalori
stabil atau massa otot berat, timbang BB / hari,
terukur kaji ulang persen area
 Keseimbangan permukaan tubuh terbuka
nitrogen positif dan atau luka tiap minggu.
regenerasi jaringan. Rasional : Pedoman tepat
untuk pemasukan kalori tepat,
sesuai penyembuhan luka,
persentase area luka bakar
dievaluasi untuk menghitung
bentuk diet yang diberikan dan
penilaian yang tepat dibuat.
3. Awasi massa otot atau
lemak subkutan sesuai
indikasi
Rasional : Mungkin
berguna dalam
memperkirakan perbaikan
tubuh atau kehilangan dan
keefektifan terapi.
4. Berikan makan dan
makanan sedikit dan sering
Rasional : Membantu
mencegah distensi gaster atau
ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.
5. Bersihkan kebersihan oral
sebelum makan
Rasional : mulut/palatum
bersih meningkatkan nafsu
makan yang baik
6. Kolaborasi pemasangan
NGT
Rasional : jika pasien tidak
dapat makan dengan adekuat
6 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan askep 1. Pertahankan posisi tubuh
fisik berhubungan selama 1x24 jam cairan tepat dengan dukungan atau
dengan kerusakan adekuat dengan Kriteria khususnya untuk luka bakar
integritas kulit pada Hasil : diatas sendi.
ekstremitas  Menyatakan dan Rasional : Meningkatkan
menunjukkan posisi fungsional pada
keinginan berpartisipasi ekstermitas dan mencegah
dalam aktivitas kontraktor yang lebih
 Mempertahankan mungkin diatas sendi.
posisi, fungsi 2. Perhatikan sirkulasi,
dibuktikan oleh tidak gerakan, dan sensasi jari
adanya kontraktor, secara sering
mempertahankan atau Rasional : edema dapat
meningkatkan kekuatan mempengaruhi sirkulasi
dan fungsi yang sakit pada ekstremitas
dan atau menunjukkan mempotensialkan nekrosis
tehnik atau perilaku jaringan/terjadinya
yang memampukan kontraktur
aktivitas. 3. Lakukan latihan rentang
gerak secara konsisten,
diawali pasif kemudian
aktif
Rasional : Mencegah secara
progresif, mengencangkan
jaringan parut dan
kontraktor, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot
atau sendi dan menurunkan
kehilangan kalsium dan
tulang.
4. Instruksikan dan Bantu
dalam mobilitas, contoh
tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan
keamanan ambulasi
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa Luka
bakar merupakan bentuk trauma yang paling parah yang telah menimpa umat
manusia sejak jaman dahulu dengan konsekuensi kesehatan yang fatal. Pemahaman
dan pendekatan awal mereka sangat penting untuk meningkatkan peluang
kelangsungan hidup jangka panjang, dalam pendekatan mereka membutuhkan
partisipasi tim multidisiplin.
Perawatan definitif dari luka bakar adalah eksisi tangensial dan pencangkokan
awal, karena mereka adalah satu-satunya tindakan yang menurunkan permintaan
metabolik, infeksi, rumah sakit dan kematian.

3.2 Saran
Diharapkan tenaga kesehatan seperti perawat dapat mengetahui dan memahami
tentang tatalaksana yang tepat bagi klien penderita luka bakar. Sehingga klien dapat
diintervensi secara tepat, cepat dan efisien, tanpa menambah masalah baru yang
timbul seperti infeksi pada luka bakar. Diharapkan juga perawat dapat memberikan
edukasi kepada klien dan keluarga klien tentang masalah yang dapat ditimbulkan
akibat luka bakar, serta tata cara dan teknik pembersihan luka bakar yang tepat,
sehingga klien dapat tetap mendapatkan perawatan yang terbaik ketika sudah
diperbolehkan pulang ke rumah dan keluarga dapat merawat klien dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Egc, Jakarta. Johnson, M.,
et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005- 2006.
Jakarta: Prima Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta:
EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta:
EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th
ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Peck MD (2012) Epidemiologi luka bakar di seluruh Dunia. Bagian II: Luka bakar
yang disengaja pada orang dewasa. Burns 38: 630-637.

También podría gustarte