Está en la página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMMINENS

Disusun Oleh :

TRIAS YUNIARTI
1811040006

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018-2019
A. DEFINISI

Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada


umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi
terakhir (HPMT). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi
premature adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang.

Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus


yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan
interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau
lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2
sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut
Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai
37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram.

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005


menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22-37 minggu.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :


1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,
KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan
bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi
serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan
imun/resus
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

C. PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan
atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan
persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada
ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga
terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjadilah
maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada
ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya
informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk
merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.
D. PATHWAYS
E. TANDA DAN GEJALA
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos
dari kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan
terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.
F. KOMPLIKASI
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens
yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat
menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan
lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur
memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama
yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik,
hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

G. PENATALAKSANAAN
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis
per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan
dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari
golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO,
faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas
dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas
biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba
dan kelainan uterus
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK),
penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit
selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau
infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat,
Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat
aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi
berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai
2500 gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru
janin, atau infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia,
psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler,
tirah baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng
dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan
dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia,
psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler,
tirah baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng
dirasakan atau aktual pada diri dan janin.\
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan
dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
A. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian
dengan agen b. pain control, nyeri secara
injuri (fisik, c. comfort level komprehensif
biologis, kimia, Setelah dilakukan termasuk lokasi,
psikologis), tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
kontraksi otot selama …. Pasien tidak frekuensi, kualitas
dan efek obat- mengalami nyeri, dengan dan faktor
obatan. kriteria hasil: presipitasi
a. Mampu mengontrol b. Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik c. Bantu pasien dan
nonfarmakologi untuk keluarga untuk
mengurangi nyeri, mencari dan
mencari bantuan) menemukan
b. Melaporkan bahwa dukungan
nyeri berkurang d. Kontrol lingkungan
dengan menggunakan yang dapat
manajemen nyeri mempengaruhi nyeri
c. Mampu mengenali seperti suhu
nyeri (skala, ruangan,
intensitas, frekuensi pencahayaan dan
dan tanda nyeri) kebisingan
d. Menyatakan rasa e. Kurangi faktor
nyaman setelah nyeri presipitasi nyeri
berkurang f. Kaji tipe dan sumber
e. Tanda vital dalam nyeri untuk
rentang normal menentukan
f. Tidak mengalami intervensi
gangguan tidur g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

2. Intoleransi aktivitas
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan a. Self Care : ADLs a. Observasi adanya
dengan b. Toleransi aktivitas pembatasan klien
hipersensitivitas c. Konservasi eneergi dalam melakukan
otot/seluler, tirah Setelah dilakukan aktivitas
baring, kelemahan tindakan keperawatan b. Kaji adanya faktor
selama …. Pasien yang menyebabkan
bertoleransi terhadap kelelahan
aktivitas dengan c. Monitor nutrisi
Kriteria Hasil : dan sumber energi
a. Berpartisipasi dalam yang adekuat
aktivitas fisik tanpa d. Monitor pasien
disertai peningkatan akan adanya
tekanan darah, nadi kelelahan fisik dan
dan RR emosi secara
b. Mampu melakukan berlebihan
aktivitas sehari hari e. Monitor respon
(ADLs) secara kardivaskuler
mandiri terhadap aktivitas
c. Keseimbangan (takikardi,
aktivitas dan disritmia, sesak
istirahat nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik)
f. Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
g. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
progran terapi
yang tepat.
h. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
i. Monitor respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual

3. Ansietas
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Ansietas, ketakutan NOC : NIC:
berhubungan a. Anxiety control Coping
dengan krisis b. Fear control Enhancement
situasional, Setelah dilakukan a. Jelaskan pada
ancaman yng tindakan keperawatan pasien tentang
dirasakan atau selama......takut klien proses penyakit
aktual pada diri dan teratasi dengan kriteria b. Jelaskan semua tes
janin. hasil : dan pengobatan
a. Memiliki informasi pada pasien dan
untuk mengurangi keluarga
takut c. Sediakan
b. Menggunakan reninforcement
tehnik relaksasi positif ketika
c. Mempertahankan pasien melakukan
hubungan sosial dan perilaku untuk
fungsi peran mengurangi takut
d. Mengontrol respon d. Sediakan
takut perawatan yang
berkesinambungan
e. Kurangi stimulasi
lingkungan yang
dapat
menyebabkan
misinterprestasi
f. Dorong
mengungkapkan
secara verbal
perasaan, persepsi
dan rasa takutnya
g. Perkenalkan
dengan orang yang
mengalami
penyakit yang
sama
h. Dorong klien
untuk
mempraktekan
tehnik relaksasi

4. Kurang pengetahuan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kurang NOC: NIC :
pengetahuan a. Kowlwdge : disease a. Kaji tingkat
mengenai process pengetahuan
persalinan preterm, b. Kowledge : health pasien dan
kebutuhan tindakan Behavior keluarga
dan prognosis Setelah dilakukan b. Jelaskan
berhubungan tindakan keperawatan patofisiologi dari
dengan kurangnya selama …. pasien penyakit dan
keinginan untuk menunjukkan bagaimana hal ini
mencari informasi, pengetahuan tentang berhubungan
tidak mengetahui proses penyakit dengan dengan anatomi
sumber-sumber kriteria hasil: dan fisiologi,
informasi. a. Pasien dan keluarga dengan cara yang
menyatakan tepat.
pemahaman tentang c. Gambarkan tanda
penyakit, kondisi, dan gejala yang
prognosis dan biasa muncul pada
program pengobatan penyakit, dengan
b. Pasien dan keluarga cara yang tepat
mampu d. Gambarkan proses
melaksanakan penyakit, dengan
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara e. Identifikasi
benar kemungkinan
c. Pasien dan keluarga penyebab, dengan
mampu menjelaskan cara yang tepat
kembali apa yang f. Sediakan informasi
dijelaskan pada pasien
perawat/tim tentang kondisi,
kesehatan lainnya dengan cara yang
tepat
g. Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
h. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
i. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan, dengan
cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan
Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification,
Philadelphia, USA
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan
(Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info
Media
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka,
Sarwono Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi
Kesembilan. Jakarta : EGC.

También podría gustarte