Está en la página 1de 20

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. KONSEP TEORITIS

1. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu
beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
2. Anatomi fisiologi ginjal
Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian
umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm
dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dari 150 g pada orang
dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli,
tubulus kontortus proksimalis dan distalis dan duktus kolektivus, serta di lapisan
dalam, medula yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung
(ansa) Henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.

Puncak piramid medulla menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang


merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus
papilaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin ke
dalam kaliks minor. Karena ada 18-24 lubang muara duktus Belini pada ujung
papil maka daerah tersebut terlihat sebagai lapisan beras dan disebut juga dengan
area kribosa.
Antara dua piramid tersebut, terdapat jaringan korteks tempat masuknya
cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor
membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal dan kemudian
bermuara ke dalam ureter. Ureter kanan dan kiri bermuara di kandung kemih yang
juga disebut buli-buli atau vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari kandung kemih
melalui urethra.
Sirkulasi Ginjal
Setiap ginjal menerima kira-kira 25% isi sekuncup janung. Bila
diperbandingkan dengan berat organ ginjal hal ini merupakan suplai darah
terbesar didalam tubuh manusia. Suplai darah pada setiap ginjal biasanya berasal
dari arteri renalis utama yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya
tidak lazim dijumpai. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas
antara korteks dan medula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang
membentuk arteri arkuata, dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel
otot yagn terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis
dan bagian distal tubulus (mukula densa) yang berdekatan dengan glomerulus,
membentuk aparatus jukstaglomeruler yang mengendalikan sekresi renin.
Arteriole aferen membagi menjadi anyaman kapiler glomerulus, yang kemudian
bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole eferen glomerulus dekat medula
(glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari pada arteriole di korteks sebelah
luar dan memberikan pasokan darah (vasa rakta) ke tubulus dan medula.
Struktur Nefron
Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron ( glomerolus dan
tubulus yang berhubungan dengannya). Pada manusia, pembentukkan nefron
selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hyperplasia dan hipertrofi struktur yang sudah
ada disertai maturasi fungsional. Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun
pertama setelah lahir. Oleh karena itu bila pada masa ini terjadi gangguan
misalnya infeksi saluran kemih atau refluks, maka hal ini dapat mengganggu
pertumbuhan ginjal.
Tiap nefron terdiri atas glomerolus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, ansa henle dan tubulus distal. Glomerolus bersama kapsula Bowman
juga disebut badan Malpigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerolus
tetapi peranan tubulus dalam pembentukkan urin tidak kalah pentingnya dalam
pengaturan meliau internal. Fungsi ginjal normal terdiri atas 3 komponen yang
saling berhubungan yaitu :
 . Ultrafiltrasi glomerolus
 Reabsorbsi tubulus terhadap solute dan air
 Sekresi tubulus terhadap zat-zat organic dan non-organik
Populasi glomerolus ada 2 macam :
 Glomerolus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks
 Glomerolus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medulla. Glomerolus semacam ini berada diperbatasan
korteks dan medulla dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat
penting untuk reabsorpsi air dan solute.
Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volumer dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi dan sekresi tubulus.
Fungsi Utama Ginjal
Fungsi Ekskresi

1. Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 m osmol dengan


mengubah-ubah ekresi air.

2. Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 dengna mengeluarkan kelebihan


H+ dan membentuk kembali HCO3.

3. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,


terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Fungsi Non-ekskresi (Endokrin)

1. 1. Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah.


2. 2. Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3. 3. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4. 4. Degenerasi insulin
5. 5. Menghasilkan prostaglandin

3. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
(Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik
 Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara
C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
 Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
 Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.

 Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)


Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada
tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

5. Pathway
6. Manifestasi klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin
juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD
dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem
dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.
8. Penatalaksanaan
a. Dialisis (cuci darah)
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal
9. Komplikasi
Komplikasi Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita
CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD
menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah
a. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang
abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan
nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemi

B. Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
a. .Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun,
namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri
yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien Gejalanya
adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang
sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari
larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini
meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b) Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak
lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
c) Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan
antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK,
pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan
darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d) Aktifitas dan latian. Gejalanya adalah pasien mengatakan
lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong
diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e) Pola istirahat dan tidur. Gejalanya adalah pasien terliat
mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah
pasien terliat sering menguap. f.Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak
dapat berkomunikasi dengan jelas.
f) .Pola persepsi dan koknitif. Gejalanya penurunan sensori dan
rangsang. Tandanya adalah penurunan kesadaran seperti
ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan
jelas.
g) Pola hubungan dengan orang lain. Gejalanya pasien sering
menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h) Pola reproduksi Gejalanya penurunan keharmonisan pasien,
dan adanya penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya
terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
penurunan kualitas hubungan.
i) Pola persepsi diri. Gejalanya konsep diri pasien tidak
terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh dari
keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan
percaya diri.
j) Pola mekanisme koping. Gejalanya emosi pasien labil.
Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat,
mudah terpancing emosi.
k) Pola kepercayaan. Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien
mengatakan merasa bersalah meninggalkan perintah agama.
Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama
seperti biasanya.
d. Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos
mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan
terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c) Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat
badan karena kelebian cairan.
d) Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran
hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat
pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada. Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-
debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak
simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g) Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik,
turgor jelek, perut buncit.
h) Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi
dini, impotensi, terdapat ulkus.
i) Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi
edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1
detik.
j) Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
3. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang


tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
5. Pathways
infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antibodi kasar jaringan
suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun

GGK

sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun

sindrom uremia urokrom total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit gangguan nutrisi darah turun

perpospatemia gang. tek. kapiler naik oksihemoglobin turun


keseimbangan perubahan warna
pruritis gangguan intoleransi
asam - basa kulit vol. interstisial naik suplai O2 kasar turun
perfusi jaringan aktivitas
gang. prod. asam naik
edema payah jantung kiri bendungan atrium kiri
integritas kulit
as. lambung naik (kelebihan volume cairan) naik
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik COP turun
tek. vena pulmonalis

resiko gangguan infeksi perdarahan beban jantung naik aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
nutrisi turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri
- melena RAA turun metab. anaerob syncope edema paru
mual,
(kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat
anemia kesadaran)
naik naik gang. pertukaran gas

kelebihan vol. cairan - fatigue intoleransi aktivitas


- nyeri sendi

También podría gustarte