Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh Kelompok :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul Asuhan
Keperawatan Gangguan Persarafan yaitu Cedera Otak.
Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Achlish Abdillah, S.ST, M.Kes. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Rekan-rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelasaian makalah ini.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan,
bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga bisa memberikan inspirasi kepada pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I. PENDAHULUAN
Cedera otak masih merupakan problem yang banyak dihadapi oleh ahli bedah saraf,
dan di Indonesia masih menjadi penyebab utama dari kecacatan, kematian dan biaya tinggi.
Perkembangan pengetahuan mengenai patofisiologi dan tatalaksana cedera otak, sangat pesat
pada dekade terakhir ini. Salah satu konsep sentral yang didasarkan pada penelitian
laboratorium, klinis dan biomolekuler serta genetika, bahwa kerusakan neurologis tidak
hanya terjadi pada saat terjadinya impak cedera, melainkan berkembang pada jam-jam dan
hari-hari berikutnya. Kerusakan sistim syaraf dipengaruhi juga oleh kerentanan pasien
terhadap cedera. Perkembangan patofisiologi ini memacu berkembang metode penanganan
yang komprehensif, metode neurorestorasi dan rehabilitasi, dalam rangka meningkatkan
outcome dari pasien cedera otak.
Setengah angka kematian pada cedera otak traumatik terjadi pada 2 jam pertama
setelah trauma. Beberapa data juga menunjukkan bahwa kerusakan neurologis tidak terjadi
saat trauma (cedera primer), tetapi terjadi dalam beberapa menit, jam, dan hari. Hal ini
menunjukkan bahwa akibat sekunder dari cedera menyebabkan peningkatan angka mortalitas
dan kecacatan. Oleh karena itu, penanganan awal yang tepat merupakan hal yang sangat
penting pada cedera otak traumatik untuk mencegah cedera sekunder, sehingga dapat
menurunkan angka mortalitas dan kecacatan.
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama tentang penanganan,
pencegahan cedera otak terutama cedera otak berat merujuk pada petugas kesehatan untuk
secepat mungkin melakukan penanganan yang cepat, tepat dan benar. Dari uraian diatas maka
penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional pada pasien dengan
cedera otak.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.1 DEFINISI
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik tumpul maupun tajam. Cedera otak serius dapat
terjadi, dengan / tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera kepala yang
menimbulkan kontusio, laserasi dan pendarahan otak (Batticaca, F. B. ,2008).
Cedera otak traumatik merupakan cedera yang terjadi karena adanya tekanan
mekanik eksternal yang mengenai kranium dan komponen intrakranial, sehingga
menimbulkan kerusakan sementara atau permanen pada otak, gangguan fungsional, atau
gangguan psikososial (Basmatika I.A, 2013).
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Bouma, 2003 dalam M. Clevo, 2012).
2
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (M. Clevo, 2012).
2.1.2 ETIOLOGI
2.1.3 KLASIFIKASI
3
2. Ringan : lama amnesia kurang dari 1 jam
3. Sedang : lama amnesia 1 hingga 24 jam
4. Berat : lama amnesia 1-7 hari
5. Sangat berat : lama amnesia lebih dari 7 hari
6. Amat sangat berat : lama amnesia lebih dari 4 minggu
4
2.1.5 PATOFISIOLOGIS
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang di hasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolime otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25%dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi serebral [ CITATION MCl12 \l 1057 ].
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat. Akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik [ CITATION
MCl12 \l 1057 ].
5
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh pesyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar [ CITATION MCl12 \l 1057 ].
Cedera kepala menurut patofisiologi di bagi menjadi 2 cedera kepala primer dan
sekunder [ CITATION MCl12 \l 1057 ].
PATHWAY
Kecelakaan lalu lintas , Jatuh , Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja atau
industri, Cidera lahir dan Luka tembak
CEDERA OTAK
Edema serebri,
dan ↑ tekanan
Kerusakan sel otak meningkat intrakranial
Oedema paru
Difusi O2
terhambat Gangguan Pola Napas
2.1.6 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan pasien pada periode akut cedera kepala adalah adekuatnya
bersihan jalan napas, dimana pada umumnya 30-60 menit post cedera kepala pasien
mengalami muntah sehingga perlu disiapkan suction atau inkubasi. Keadaan pernafasan
harus diperhatikan, karena 60% pasien cedera kepala mengalami hipoksia (Barker,
2002 dalam Dosen Keperawatan medikal bedah Indonesia, 2016).
a. Monitorespirasi
Bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi, berikan oksigen jika perlu.
b. Atasi syok bila ada
Syok merupakan keadaan kedaruratan dimana tekanan darah pasien menjadi
menurun sehingga perfusi jaringan akan terganggu.
c. Kontrol tanda vital
Hipotensi pada cedera kepala akut sangat tidak menguntungkan karena akan
memperberat keadaan iskemia (Steven Deen, 2006 dalam Dosen Keperawatan
medikal bedah Indonesia, 2016).
d. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pada awal terjadi cedera kepala terdapat kekacauan elektroliy yang
mengakibatkan adanya edema serebri.
2. Operasi
7
3. Pengobatan
a. Jalan nafas
Memaksimalkan oksigenasi dan vertilasi. Daerah tulang servikal harus
dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffnek collar, hand block, dan ikat
pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal
b. Pernafasan
Pernafasan dinilai dengan menghitung laju pernafasan, memperhatikan
kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
dan auskultasi bunyi nafas dikedua aksila
c. Sirkulasi
Resusitasi cairan intra vena yaitu cairan isotonik, seperti linger laktat atau
normal salin (20ml/kg BB) jika pasien syok, tranfusi darah 10-15ml/kg BB harus
dipertimbangkan.
d. Devisit neurologis
Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil. Tingkat kesadaran dapat diklarifikasi menggunakan GCS. Anak dengan
kelainan neurologis yang berat seperti anak dengan nilai GCS <8, harus diintubasi.
Hiperventilasi menurunkan pCo, dengan sasaran 35-40mmHg, sehingga terjadi
vosokontriksi pembuluh darah di otak, yang menurunkan aliran darah ke otak dan
menurunkan tekanan intrakranial. Penggunaaan monitol dapat menurunkan tekanan
intrakranial.
Kontrol pernafasan atau lingkungan, Semua pakaian harus dilepas sehingga
semua luka dapat terlihat. Anak-anak sering adtang dengan keadan hipotermia
8
ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas. Pasien dapat di hangatkan
dengan alat pemancar panas, selimut hangant ,maupun pemberian cairan intravena
(yang telah di hangatkan sampai 39°c)
2. Survei sekunder
Observasi ketat penting pada jam jam pertama sejak kejadian cidera.bila telah di
pastikan penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan nafas,, pemanasan dan
sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penangganan luka yang di alami
akibat cedera disertai observasi tanda vital dan defisit neurologis. Selainitu,
pemakaina penyangga leher di indikasikan jika :
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu di pertimbangkan sebelum penderita
di ijinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat langsung
dibawah kembali ke rumah sakit.
2.1.7 KOMPLIKASI
1. Edema pulmonal
2. Kejang
9
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Menurut Soemarmo (1999) dalam Rosjidi, S. N. (2007), yaitu :
1. Tekanan intrakranial meninggi
2. Infeksi
3. Lesi pada tingkat sel
4. Epilepsi
5. Perubahan aliran darah dan metabolisme otak
6. Kelainan respirasi akut
2.2.1 PENGKAJIAN
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggung
jawab, status, golongan darah, pekerjaan orang tua dan penghasilan.
10
Tingkat kesadaran, konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah
simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
1. Trauma : Kepala, Tulang belakang, spinal cord, Trauma lahir, trauma saraf.
2. Kelainan Kongenital Deformitas / kecacatan
3. Stroke
4. Encephalitis dan menginitis
5. Gangguan Kardiovaskuler :Hipertensi, Aneurisma, Disritmia, Pembedaan
Jantung, Tromboemboli.
11
5. Pola Neurosensori
Gejalanya yaitu kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkrope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan.
Tandanya yaitu perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi / tingkah laku, memori).
Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam mennetukan posisi tubuh.
6. Pola nyeri / ketidaknyamanan
Gejalanya yaitu sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Tandanya yaitu wajah menyeringai, respons menarik pada rangsang hyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahan, merintih.
7. Pola pernapasan
Tandanya yaitu perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi pasitif
( kemungkinan karena aspirasi).
8. Pola keamanan
Gejalanya yaitu trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Tandanya yaitu fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kuli laserasi,
perubahan warna, seperti raccoon eye, tanda batle di sekitar telinga
(merupakan tanda adanya trauma), kekuatan secara umum mengalami
paralysis, demam, ganguan regulasi suhu tubuh.
9. Pola interaksi social
Tandanya yaitu afasia motorik / sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartia, anomia.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Kerusakan aliran darah otak sekunder
edema serebri dan hematom.
Data pendukung : Penurunan kesadaran, Perubahan tanda vital, Perubahan
pola napas, Bradikardia, Nyeri kepala, Mual dan muntah, Kelemahan motorik,
12
Refleks patologis, Hasil pemeriksaan Ct Scan adanya edema serebri, hematom
dan Pandangan kabur.
2. Tidak efektifnya pola napas b/d kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme
ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Data pendukung : Pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernapas,
Frekwensi pernapasan lebih dari 20x / menit, adanya cuping hidung.
3. Resiko injuri b/d kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi
motorik, kejang.
Data pendukung : Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang, kesadaran
menurun, Gangguan fungsi motorik, kejang.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Kerusakan aliran darah otak sekunder
edema serebri dan hematom.
13
1. Kaji frekwensi napas, kedalaman, Pernapasan yang tidak teratur,
irama setiap 1-2 jam. seperti apnea, pernapasan cepat
atau lambat kemungkian adanya
gaun pada pusat pernapasan pada
otak.
2. Kaji refleks kornea dan refleks gag Mengetahui fungsi N.II dan III.
3. Evaluasi keadaan motorik dan Menurunnya refleks kornea dan
sensori pasien. refleks gag indikasi kerusakan pada
batang otak.
4. Monitor TTV setiap 1 jam. Gangguan motorik dan sensori
dapat terjadi akibat edema otak.
5. Pertahankan kepala tempat tidur Adanya perubahan TTV seperti
30-45 derajat dengan posisi leher respirasi menunjukkan kerusakan
tidak menekuk. pada batang otak.
6. Monitor kejang dan berikan obat Memfasilitasi drainase vena dari
anti kejang. otak.
7. Berikan obat sesuai program dan Kejang dapat terjadi akibat iritasi
monitor efek samping serebral dan keadaan kejang
memerlukan banyak oksigen.
Mencegah komplikasi lebih dini.
3. Resiko injuri b/d kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik,
kejang.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Kerusakan aliran darah otak sekunder
edema serebri dan hematom
Kriteria Hasil :
14
a. Tingkat kesadaran kompos mentis : orientasi orang tempat dan memori
baik.
b. Tekanan perfusi serebral . 60 mmHg, tekanan intrakranial , 15 mmHg.
c. Fungsi sensori utuh/normal.
Kriteria Hasil :
Kriteria hasil :
4. Resiko injuri b/d kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik,
kejang.
Kriteria hasil :
Kriteria Hasil :
15
6. Kurangnya perawatan diri b/d kerusakan kognitif, sensorik, kerusakan memori,
paralisis, menurunnya neuromuskuler.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mampu melakukan perawatan diri seperti : mandi, sikat gigi, cuci
rambut, berpakaian, ke toilet.
b. Kognitif baik, sensorik normal, tidak terjadi paralisis fan kekuatan otot
normal
3.1. KESIMPULAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik tumpul maupun tajam. Cedera otak serius dapat terjadi,
dengan / tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera kepala yang menimbulkan
kontusio, laserasi dan pendarahan otak (Batticaca, F. B. ,2008)
3.2. SARAN
Dari pembahasan diatas Asuhan Keperawatan Cedera Otak maka saran yang dapat kami
berikan adalah tetap berhati-hati dalam melakukan aktivitas, jaga pola makan dan gaya hidup,
karena penyakit persarafan fatal apabila kita tidak mencegahnya sejak dini. Jika telah terkena
penyakit cedera otak maka segera konsultasi ke klinik atau tenaga medis.
16
DAFTAR PUSTAKA
George Dewanto, W. J. (2009). Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Rosjidi, S. N. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala. Yogyakarta: ISBN.
17