Está en la página 1de 21

ARTIKEL DEFISIENSI MINAT KIMIA LINGKUNGAN

Mikroplastik di Litosfer

Ahmad Kamal (18/433813/PPA/05628)


Oksita Asri W (18/433846/PPA/05661)
Suciati (18/433848/PPA/05663)

A. Mikroplastik Sebagai Pencemar


Plastik merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan
oleh manusia. Aplikasinya sangat luas, baik dalam kegiatan sehari-hari
maupun dalam hal komersial. Produksi plastik meningkat secara signifikan
sejak tahun 1950an. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah terus bertambah,
dari angka 204 Mton di tahun 2002 menjadi 299 Mton di tahun 2013.
Manusia sangat menikmati penggunaan plastik dalam berbagai aplikasi tanpa
menyadari dampak jangka panjang yang ditimbulkannya. Sampah plastik
yang dihasilkan oleh manusia pada akhirnya akan kembali dibuang ke
lingkungan. Semakin banyak plastik yang digunakan manusia, semakin
banyak pula sampah yang dibuang ke lingkungan.

Pada umumnya, proses dekomposisi plastik berlangsung sangat


lambat. Diperlukan waktu hingga ratusan tahun agar plastik terdegradasi
menjadi mikroplastik dan nanoplastik melalui berbagai proses fisik, kimiawi,
maupun biologis. Peningkatan jumlah produksi plastik dan manajemen yang
buruk dalam mengendalikan penyebaran limbah plastik (termasuk
mikroplastik) telah menjadi permasalahan serius dalam permasalahan
lingkungan. Selain itu, suatu partikel dapat dikatakan mikroplastik jika
partikel tersebut berbahan plastik dan hanya dapat diamati melalui
mikroskop, mengingat ukurannya yang sangat kecil (GESAMP, 2015).

Mikroplastik merupakan partikel plastik yang diameternya berukuran


kurang dari 5 mm. Batas bawah ukuran partikel yang termasuk dalam
kelompok mikroplastik belum didefinisikan secara pasti namun kebanyakan
penelitian mengambil objek partikel dengan ukuran minimal 300 μm3.
Mikroplastik terbagi lagi menjadi kategori ukuran, yaitu besar (1-5 mm) dan
kecil (<1 mm). Mikroplastik hadir dalam bermacam-macam kelompok yang
sangat bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, warna, komposisi, massa jenis,
dan sifat-sifat lainnya.

B. Sumber Mikroplastik
Sumber mikroplastik terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder.
Mikroplastik primer merupakan butiran plastik murni yang mencapai wilayah
laut akibat kelalaian dalam penanganan. Sementara itu, mikroplastik sekunder
merupakan mikroplastik yang dihasilkan akibat fragmentasi plastik yang
lebih besar. Sumber primer mencakup kandungan plastik dalam produk-
produk pembersih dan kecantikan, pelet untuk pakan hewan, bubuk resin, dan
umpan produksi plastik. Mikroplastik yang masuk ke wilayah perairan
melalui saluran limbah rumah tangga, umumnya mencakup polietilen,
polipropilen, dan polistiren. Sumber sekunder meliputi serat atau potongan
hasil pemutusan rantai dari plastik yang lebih besar yang mungkin terjadi
sebelum mikroplastik memasuki lingkungan. Potongan ini dapat berasal dari
jala ikan, bahan baku industri, alat rumah tangga, kantong plastik yang
memang dirancang untuk terdegradasi di lingkungan, serat sintetis dari
pencucian pakaian, atau akibat pelapukan produk plastik.

Suatu mikroplastik akan menjadi primer ketika ia langsung dibentuk


dan diproduksi untuk beberapa tujuan dan kepentingan tertentu dengan
mengolah bahan polimer yang masih mentah dan belum diolah sama sekali.
Jika suatu mikroplastik terbentuk dari penguraian benda berbahan plastik
yang lebih besar, maka mikroplastik tersebut tergolong mikroplastik
sekunder. Mikroplastik primer biasanya diproduksi menjadi manik-manik
kecil yang digunakan pada produk kosmetik dan produk perawatan tubuh,
kapsul, dan serat yang digunakan pada industri tekstil.
C. Jenis-Jenis Mikroplastik
Mikroplastik dapat dibedakan berdasarkan bentuknya dan teksturnya,
antara lain mikroplastik jenis palet, busa, pecahan, serpihan, film, serat, dan
spon. Mikroplastik juga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna, dan
tipenya. Mikroplastik sendiri berasal dari polimer beserta zat turunannya
seperti polystyrene. Selain polimer, zat ini ternyata juga berasal dari kantong
plastik yang biasa kita gunakan, yang secara perlahan-lahan hancur tapi tidak
terurai. Menurut M. Reza Cordova, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi
(P2O) LIPI, dari 76 juta plastik yang manusia gunakan, hanya dua persen
yang didaur ulang. Sementara 32 persen sisanya masuk ke ekosistem. Meski
belum diketahui secara pasti dampaknya bagi manusia, riset yang dilakukan
Reza menemukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Dalam riset tersebut
ditemukan, hewan yang mengkonsumsi mikroplastik mengalami tumor pada
bagian saluran pencernaan. Hal ini menjadi indikasi bahwa plastik berdampak
buruk pada biota. Selain itu, imbuh Reza, mikroplastik juga dapat membawa
zat polusi ke dalam tubuh. "Mikroplastik atau plastik secara umum bisa
menjadi tempat menempel bahan polusi lain. Akibatnya, bahan pencemar bisa
masuk ke tubuh," jelasnya.

D. Dampak Mikroplastik

Kontaminasi mikroplastik telah ditemukan di air keran di negara-negara


di seluruh dunia, puluhan sampel air keran dari lebih dari 1 negara dianalisis
oleh para ilmuwan. Secara keseluruhan, 83% sampel terkontaminasi dengan
serat plastik. AS memiliki tingkat kontaminasi tertinggi, pada 94%, dengan
serat plastik yang ditemukan di air keran sampel di situs termasuk gedung
Kongres, markas Badan Perlindungan Lingkungan AS, dan Trump Tower di
New York.

Dampak Mikroplastik bagi biota berpotensi menyebabkan kerugian


tambahan, dapat merusak saluran pencernaan, dapat merusak saluran
pencernaan, dapat merusak saluran pencernaan, menurunkan kadar hormon
steroid, menurunkan kadar hormon steroid dan dapat menyebabkan paparan
aditif plastik lebih besar sifat toksik (Wright et al., 2013).
Polusi mikroplastik pada perairan memberikan dampak negatif. Pada
organisme di lautan, efek secara fisik dari mikroplastik dapat dilihat saat
mikroplastik berada pada konsentrasi tinggi. Terkonsumsinya mikroplastik
oleh organisme yang berada di lautan mengakibatkan berkurangnya asupan
nutrisi yang seharusnya didapat dari makanan. Hal tersebut mengakibatkan
rendahnya cadangan energi yang dimiliki organisme (Duis & Coors, 2016).
mikroplastik yang terkonsumsi tidak dapat dicerna oleh organisme, hal
tersebut mengkaibatkan organisme tersebut tidak dapat makan lagi padahal
organisme tersebut mengalami mal nutrisi. Selain itu pengkonsumsian
mikroplastik misalnya pada ikan di laut dapat mengakibatkan gangguan
pernafaasan karena menyumbat insang mereka.

Mikroplastik juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai


makanan. Seperti yang kita tahu manusia kerap mengkonsumsi makanan laut
seperti ikan dan udang, dari situlah mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh
manusia. Mikroplastik banyak mengandung senyawa berbahaya seperti
PCBs, logam, dan PBDEs, di mana senyawa-senyawa tersebut dampat
berbahaya jika terakumulasi di tubuh manusia (Grossman, 2016).
Mikroplastik juga dapat mempengaruhi ekosistem karena beberapa
mikroplastik mengandung komponn antimikroba. Komponen tersebut bersifat
racun bagi organisme seperti bakteri atau fungi yang memiliki peran penting
di ekosistem (Wagner & Lambert, 2018)

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distribusi Mikroplastik


Penyebaran mikroplastik dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya konsentrasi gradien, konsentrasi vertikal, kecepatan angin, arah
angin, presipitasi, dan suhu. Adanya dorongan eksternal inilah yang
menyebabkan pergerakan mikroplastik. Pendekatan kuantitatif dan
pemodelan menunjukkan peran dorongan fisik yang mempengaruhi
transportasi dan pemencaran partikel dalam rentang skala spasial. Sebuah
pengamatan menunjukkan dorongan berskala besar seperti angin
mendorong arus permukaan dan sirkulasi geostropik mendorong pola
pemencaran partikel. Sementara itu, dalam skala yang lebih kecil,
percobaan dan bukti lapangan menunjukkan angin menyebabkan
turbulensi yang berpengaruh pada posisi vertikal dari partikel
neustonik partikel, sedangkan model- model menunjukkan aliran turbulen,
dari gelombang atau ombak dapat mengakibatkan resuspensi dari
partikel bentik. Dorongan fisika bahkan memainkan peran di posisi
partikel dalam sedimen laut. Sebuah evaluasi dari posisi tiga dimensi
partikel di sedimen laut Santo Bay, Brazil, membuktikan bahwa
deposisi partikel mungkin berkaitan dengan energi oseanografi yang
tinggi seperti badai laut. Dorongan eksternal yang menyebabkan
pemencaran berinteraksi dengan sifat-sifat partikel itu sendiri seperti
densitas, bentuk, dan ukuran, serta properti lingkungan lainnya seperti
densitas air laut, topografi dasar laut, dan tekanan.
Densitas partikel seringkali muncul sebagai faktor yang
mempengaruhi transportasi dan pemencaran dalam studi kelautan Plastik
yang umum digunakan berada pada rentang densitas 0,85 hingga 1,41
g/mL, misalnya polipropilen dan polietilen (LDPE, HDPE) memiliki
densitas <1 g/mL, sementara polistiren, nilon 6, polivinil klorida (PVC),
dan polietilen terefitalat (PET) memiliki densitas > 1 g/mL. Karena
rentang ini mencakup material mulai dari densitas yang lebih rendah
hingga lebih tinggi dari air, mikroplastik dapat didistribusikan
melalui kolom air. Oleh karena itu, densitas partikel dapat menentukan
apakah partikel tersebut akan melalui rute pelagik atau bentik. Plastik
berdensitas rendah umumnya akan menempati permukaan dan
lingkungan neustonik, sedangkan yang berdensitas tingi ditemukan di
kedalaman bentik.
F. Teknik Analisis Mikroplastik

Prosedur kerja :

Jurnal : Impacts of Microplastics on the Soil Biophysical Environment

1. Analisis Kualitatif

Pasir o Pengayakan
lempung Disimpan pada suhu 21±1 C
630µm

Microwave
Tanah
selama 3
eksperimen
menit

ditambah
700 gram tanah
Microplastik

Tanpa Tanah uji


micorplastik mikroplastik (A)

Tanah
terkontrol (B)
70 gram campuran Diletakkan dalam Dikubur setengahnya pada
pot 2
A dan B
posisi yang acak pada area 4m
polypropylene

Diambil, lalu
Semua organisme
disimpan dalam Dibiarkan selama 5 minggu
yang ada di o
permukaan tanah suhu 4 C selama 4
dihilangkan hari

Analisis aktivitas mikroba,


tampilan fisik,
kepadatan,serta struktur
tanah

Analisis hasil ini melalui beberapa uji yaitu :

1. Hasil Eksperimen Kepadatan Tanah


Poliamida dan poliethylen menunjukkan penurunan yang tidak signifikan pada

densitas tanah karena tidak terikat tanah secara kuat.


2. Hasil Eksperimen Kapasitas Muat Air

Saat konsentrasi mikroplastik dinaikkan maka akan menyebabkan penyebaran

mikoplastik yang luas dikarenakan densitas tanah yang kecil sehingga memudahkan

mobilitas mikroplastik untuk tersebar luas. Peningkatan kapasitas muat air menyebabkan

kelembaban tanah dan evaporatransporation (proses penguapan air).

3. Hasil Eksperimen Kestabilan Agregat Air


Agregat adalah gumpalan yang stabil terbentuk saat adanya air. Terlihat

polyester pada grafik memiliki anomali yang menurun artinya berpengaruh

pada polyester. Semakin konsentrasi mikroplastik ditingkatkan maka

kestabilan agregat airnya menurun. Polyester menyebabkan parameter

beberapa biofisik tanah yaitu densitas tanah, kapasitas muat air dan struktur

tanah (agregat).

4. Hasil Eksperimen Aktivitas Mikroba


Semakin naiknya konsentrasi mikroplastik maka aktivitas mikroba juga naik

tetapi dalam penelitian ini belum terlihat pengaruh fungsi mikroplastik pada

tanah.
2. Analisis Kuantitatif Mikroplastik Polyethylene Terephtalate dalam
Tanah melalui Spektrometri Termogravimetry-Mass

Prosedur :

Penilaian Kualitas Debu PET

Botol air daur


ulang

o o
- Pemanasan 40 C – 310 C
o o
- Pendinginan 310 C – (-21 C)
o o
- Pemanasan -21 C – 310 C
-
- Ditampilkan dalam Instrumen TA dibawah 50mL
1 -1
aliran N dan grafik termal ± 10 K min
2

- Analisis DSC sebanyak 3x

Debu
PET

Pasir lempung A

Ditimbang
dalam TGA
dan
dicampur
Kalibrasi I Kalibrasi 2

Tanah (+PET) + 0,408 − 0,515 Tanah kosong


42.982 – 50.792 mg 44.182−46.828 mg
tanah mg sistein
tanah

Ditambahkan 0,284-2,015 Ditambahkan


mg botol daur ulang PET tujuh
konsentrasi
yang digiling/dihancurkan
0,23−4,59%
utk 5 konsentrasi berat PET
mikroplastik yang berbeda (0,107−2.238
0,56−4,18% berat PET mg)

Sampel
Spike

Semua sampel

-1 o
• Diprirolisis 5K min dari 40 – 1000 C dibawah
-1
aliran gas argon 20 mL min dalam TGA dengan
chamber QMS 403 C Aëolos electron ionization
quadrupole mass spectrometer
• Atur detector mode online untuk mendeteksi
m/z

A
Percobaan Kontrol Kapiler Transfer

Sample Sampel PET


spiked (konsentrasi Hasil
rendah) Dihitung
-1
dengan
Pembersihan dan pemanasan 10 K menit dari SNR)
o
40-1000 C dalam sintesis aliran udara 50 mL
-1
min dengan pirolisis kalsium oksalat hidrat
(&tanpa kalsium oksalat hidrat)

𝑜
µ𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 , 300−600 𝐶
SNR = 𝑜
B 𝜎𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ , 40−1000 𝐶
Hasil Analisis

Gambar 1. Kurva TGA dan DTG kurva dan relatif m / z = 105 blanko tanah, debu
PET murni (1.7274 mg), dan campuran 3,71 wt% (1,7364 mg) mikro plastik PET di
dalam tanah.

Pada kurva TGA menunjukkan hilangnya massa sekitar 0,27 ± 0,03% berat antara
40 dan 150 ° C biasanya dianggap berasal dari kelembaban sisa tanah. Di atas 208
° C, degradasi SOM menyebabkan hilangnya massa sekitar 1,53 ± 0,13% berat
(dihitung hingga 380 ° C). PET murni terdegradasi antara 380 dan 650 ° C seperti
yang ditunjukkan oleh kehilangan massa yang cukup besar dan disertai dengan
puncak untuk m / z = 105. Puncak seperti itu tidak ada di tanah kosong tanpa PET.
Sedangkan untuk PET murni, sampel tanah dibubuhi dengan mikroplastik PET
kehilangan kelembaban sisa antara 40 dan 150 ° C. SOM terdegradasi di atas 208
° C. Kehilangan massa antara 382 dan 650 ° C dikaitkan dengan degradasi PET.
Gambar 2. Kurva TGA − MS (kehilangan massa, bersama dengan relatif m / z = 105
dan 154) tanah dengan tiga konsentrasi yang berbeda dari Mikroplastik PET baik
tanpa (kiri) atau dengan (kanan) sistein sebagai standar internal.

Sistein ditambahkan karena IS dengan cepat terdegradasi antara 205 dan 250 ° C.
Terlepas dari IS, m / z = 105 dan 154 fragmen berevolusi dari pirolisis 1−5% berat
PET di tanah (Gambar 2) sesuai dengan kehilangan massa PET pada kurva TGA.
Meskipun sinyal-sinyal ini telah dilaporkan sebagai sinyal paling intensif yang
terjadi selama degradasi termal PET, mereka tidak dapat dianggap sangat spesifik
PET di tanah. Sampai batas tertentu, m / z = 105 dan 154 juga diproduksi selama
pirolisis SOM dan polimer lainnya mengandung, mis., pemlastis phthalate.
Namun, terkait MS sinyal ke kisaran suhu spesifik degradasi PET, yaitu, 300−650
° C, memungkinkan kami untuk mengurangi deteksi false positive produk
degradasi PET dan untuk menghubungkannya dengan konten PET nominal di
tanah. Gangguan dapat terjadi ketika menganalisis tanah lain yang mengandung
campuran kompleks berbagai polimer. Terlepas dari produk degradasi PET dan
SOM, kehilangan massa yang tajam pada 205−250 ° C berhubungan dengan
degradasi sistein yang ditambahkan sebagai IS (m / z = 33). Intensitas sinyal
sistein linier dalam kisaran konsentrasi yang diantisipasi 0,25-1,78 % berat di
tanah.

Gambar 3. Kurva kalibrasi PET (m / z = 105 dan 154) dalam tanah dinormalkan ke
massa sampel ketika tidak ada standar internal (IS) ditambahkan (kiri) atau
dinormalisasi ke m / z = 33 dari pirolisis sistein sebagai standar internal (kanan).

Kurva menunjukkan bahwa dengan internal standar menghasilkan regresi yang

cukup baik jika dibandingkan tanpa internal standar.

G. Penanggulangan Limbah Sampah Plastik

Penumpukan limbah plastik tentu tidak dapat dibiarkan. Penanggulangan

limbah plastik dengan cara mengubahnya di tanah tentu bukan merupakan solusi

yang baik mengingat sifatnya yang sulit terurai di alam, apalagi dengan cara

membakarnya dimana saat proses pembakaran dihasilkan senyawa kimia yang

berbahaya bagi manusia. Sejatinya, penanggulangan sampah plastik yang paling

efektif adalah memperbaiki perilaku. Perilaku hemat, sederhana, dan cinta


lingkungan. Orang yang sederhana akan menerapkan prinsip reuse, misalkan

memanfaatkan kembali botol dan plastik bekas. Orang yang hemat akan

menerapkan prinsip reduce, misalnya mengurangi pemakaian barang-barang dari

plastik. Sedangkan orang yang cinta lingkungan akan menerapkan

prinsip recycle yaitu membuang sampah plastik pada tempat sampah anorganik.

Inilah penanggulangan sampah plastik yang paling efektif. Semuanya akan

berjalan apabila 3 prinsip ini disertai sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Selain dalam tingkat perilaku, 3 prinsip diatas juga telah diterapkan dalam

penanggulangan secara makro. Di beberapa negara maju memakai kantong plastik

sendiri saat berbelanja diapresiasi dengan sebuah diskon belanja. Selain itu

pabrik-pabrik pengolah sampah dengan mesin pencacah dan pendaur ulang

sampah juga banyak didirikan. Para pahlawan pendaur ulang sampah yaitu

"pengumpul sampah" (pemulung) jangan dilupakan jasanya. Berkat para

pemulungnlah prinsip recycle bekerja lebih maksimal.

Terdapat beberapa cara penanggulangan limbah plastik meliputi mengurangi

penggunaan kantong plastik dengan menggantinya dengan alat/kain untuk

membungkus barang atau dikenal dengan furoshiki, pengolahan limbah plastik

menggunakan metode fabrikasi dan penggunaan plastik biodegradable yang lebih

mudah terurai di alam.

1. Penggunaan Furoshiki untuk mengurangi limbah kantong plastik


Istilah Furoshiki (Jepang) yang sebenarnya di Indonesia juga telah

mengenal dengan sebutan “pundutan” (Banjar) atau “buntelan” (Jawa).


Furoshiki merupakan teknik membungkus dan membawa barang dengan

menggunakan sehelai kain persegi. Ukurannya bervariasi tergantung pada

ukuran barang yang akan dibungkus atau dibawa. Teknik membungkus

bervariasi sehingga semakin menambah nilai estetika buntelan tersebut.

Barang yang bisa dibawa atau dibungkus seperti buku, kotak, botol dan

sebagainya.

2. Pengolahan Limbah Plastik Menggunakan Metode Fabrikasi


Penanggulangan limbah plastik dengan cara melakukan daur ulang

merupakan salah satu solusi yang baik, dimana limbah plastik yang diolah

selain meminimalkan penumpukan di alam juga produk yang dihasilkan

memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara proses daur ulang limbah plastik

yaitu dengan metode fabrikasi.

Langkah-langkah pengolahan limbah plastik dilakukan dengan

menggunakan metode fabrikasi diantaranya (1) pemotongan yang

merupakan tahapan pembuatan sampah kemasan plastik menjadi potongan-

potongan kecil. Proses ini bertujuan untuk menyamarkan label produk,

gambar, serta tulisan yang terdapat pada kemasan plastik sehingga produk

yang dihasilkan tidak terlihat sebagai produk daur ulang dari sampah

kemasan plastik, (2) pemanasan dan pelunakan, dilakukan pada potongan-

potongan sampah kemasan plastik menjadi bentuk lembaran sehingga

memudahkan pengaplikasian material tersebut di proses-proses selanjutnya,

(3) pembentukan dan pencetakan, dimana proses pembentukan dilakukan

dengan cara melunakan material sampah plastik menggunakan heat transfer

kemudian dicetak. Pencetakan material sampah kemasan plastik dilakukan


seperti proses pembentukan keramik menggunakan cetakan master yang

terbuat dari material tahan panas seperti gypsum, silicon rubber,kayu, batu

dan sebagainya, (4) pengerjaan menggunakan mesin adalah proses

pembentukan material daur ulang dilakukan menggunakan alat pertukangan

baik yang sederhana maupun yang canggih untuk mencapai suatu kondisi

material yang diinginkan, dan (5) penghalusan atau proses finishing

merupakan proses terakhir yang dilakukan setelah melalui proses-proses

sebelumnya. Pada proses finishing dilakukan pelapisan clear spray agar

material hasil daur ulang terlihat rapi dan mengkilap.

Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah plastik dengan

menggunakan metode fabrikasi dapat diaplikasikan pada berbagai kerajinan

kreatif yang mempunyai nilai seni dan nilai ekonomi yang tinggi.

Bagan Tahapan pada Metode Fabrikasi

3. Penggunaan plastik biodegradable


Penggunaan plastik biodegradable merupakan salah satu cara yang

juga ampuh untuk menanggulangi limbah plastik, dimana sifat dari plastik
biodegradable yang ramah lingkungan menjadikannya pilihan yang tepat

sebagai solusi untuk ketergantungan kita terhadap penggunaan kantong

plastik.

Pentingnya tanggung jawab konsumen dari industri terhadap

lingkungan harus terus ditingkatkan. Bagi sektor industri yang memproduksi

bahan plastik biodegradable, ini adalah kunci keuntungan sebab biopolimer

dapat mengurangi bahan organik setelah pembuangan. Meskipun plastik

sintetis adalah pilihan yang lebih layak secara ekonomis dibandingkan

plastik biodegradable, akan tetapi peningkatan ketersediaan plastik

biodegradable akan memungkinkan banyak konsumen untuk memilihnya

karena ramah lingkungan. Proses bahan biopolimer dalam

pengembangannya paling menjanjikan karena bahan tersebut menggunakan

sumber daya terbarukan. Plastik biodegradable yang mengandung pati atau

serat selulosa tampaknya yang paling mungkin akan mengalami

pertumbuhan yang positif dalam penggunaannya, namun infrastruktur yang

diperlukan untuk memperluas pasar komersil masih diperlukan waktu yang

panjang dan biaya yang mahal.


Daftar Pustaka

Ballent, A., Purser, A., de Jesus Mendes, P., Pando,S., Thomsen, L., 2012.
Physical transport propertiesof marine microplastic pollution.
Biogeosci.Discuss. 9, 18755-18798.
Browne, M.A., Crump, P., Niven, S.J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T.,
Thompson, R., 2011. Accumulation of microplastic on shorelines
worldwide: sources and sinks. Environ. Sci. Technol. 45 (21), 9175-
9179.
David, J., Steinmetz, Z., Kucerik, J and Schaumann, G. E., 2018, Quantitative
Analysis of Poly(ethylene terephthalate) Microplastics in Soil via
Thermogravimetry-Mass Spectrometry, Anal. Chem, 90, 8793-8799.
Duis, K., & Coors, A. (2016). Microplastics in the aquatic and terrestrial
environment: Sources (with a specific focus on personal care
products), fate and effects. Environmental Sciences Europe, 28(1).
doi:10.1186/s12302-015-0069-y.
Galgani, F. 2015. The Mediterranean Sea: From litter to microplastics. Micro
2015: Book of abstracts.
Hidalgo-Ruz, V., Gutow, L., Thompson, R.C.,Thiel, M., 2012. Microplastics
in the marineenvironment: a review of the methods used
foridentification and quantification. Environ. Sci.Technol. 46 (6),
3060-3075
GESAMP (joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine
Environmental Protection). 2015. Sources, Fate and effects of
Microplastics in The Marine Environment : A Globe Assesment
(Kershaw,P.J.,ed.).(IMO/FAO/UNESCOIOC/UNIDO/WMO/IAEA/U
N/UNEP/UNDP Joint Group of Experts on The Scientific Aspects of
Marine Environmental Protection). Rep. Stud. GESAMP No. 90, 96p.
Gregory, M.R., 1996. Plastic ‘scrubbers’ in hand cleansers: a further (and
minor) source for marine pollution identified. Mar. Pollut. Bull. 32,
867-871.
Grossman, E. (2016). How Microplastics from Fleece Could End Up on Your
Plate. Diakses dari https://civileats.com/2015/01/15/how-
microplastics-from-fleece-could-end-up-on-your-plate/.
Karapanagioti, H. K. Hazardous. 2015. Chemicals and Microplastics in
Coastal and Marine Environments. Micro 2015: Book of abstracts.
Machado, A. A. de Souza., Lau, C. W., Till, J., Kloas W., Lehmann, A.,
Becker, R and Rillig, M. C., 2018, Impacts of Microplastics on the
Soil Biophysical Environment, Environ. Sci. Technol, 52, 9656-9665.
Mor_et-Ferguson, S., Law, K.L., Proskurowski, G.,Murphy, E.K., Peacock,
E.E., Reddy, C.M., 2010.The size, mass, and composition of plastic
debris inthe western North Atlantic Ocean. Mar. Pollut. Bull.60 (10),
1873-1878.
Nasution, Reni, S., 2015, Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik,
Journal of Islamic Science and Technology, Vol 1 (1).
Oliver Bajt, Karolina Szewc, Petra Horvat, Polona Pengal, Mateja Grego1.
2015. Microplastics in sediments and fish of the Gulf of Trieste. Micro
2015: Book of abstracts.
Tanković, M.S. Perusco, V.S., J. Godrijan, D., M. Pfannkuchen. 2015.
Marine plastic debris in the northeastern Adriatic. Micro 2015: Book
of abstracts.
Turra, A., Manzano, A.B., Dias, R.J.S., Mahiques,M.M., Barbosa, L.,
Balthazar-Silva, D., Moreira,F.T., 2014. Three-dimensional.
Storck, F.R. et al. 2015. Microplastics in Fresh Water Resources. Global
Water Research Coalition.
Wagner, M., & Lambert, S. (Eds.). (2017). Freshwater Microplastics:
Emerging Environmental Contaminants? (Vol. 58). Springer.

También podría gustarte