Está en la página 1de 40

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI EBP PADA ANAK DENGAN DEMAM

BERDARAH (DBD)

Penugasan mata kuliah keperawatan anak I

Disusun Oleh :

Juni Purnamasari 220120180069

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Proses Keperawatan Dan Aplikasi Evidence Based Practice (EBP) Pada Anak Dengan
Demam Berdarah”. Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca dalam meningkatkan pengetahuan tentang demam berdarah dan penerapannya
dalam asuhan keperawatan pada anak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Bandung, Maret 2019


Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................................... 3
1.4.1 Aplikasi Keperawatan............................................................................................ 3
1.4.2 Ilmu Keperawatan.................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
DBD.......................................................................................................................................... 4
2.1.1 Defenisi ......................................................................................................................... 4
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi................................................................................................................ 4
2.1.4 Manifestasi klinis........................................................................................................ 6
2.1.5 Fase Demam ................................................................................................................. 6
2.1.6 Derajat DBD ...................................................................................................... 8
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................................. 8
2.1.8 Penatalaksanaan...............................................................................................................11
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan............................................................................................... 18
2.2.1 Pengkajian..................................................................................................................... 18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................................... 18
2.2.3 Perencanaan.................................................................................................................. 19
2.2.4 Implementasi................................................................................................................ 19

BAB III TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian................................................................................................................................ 24
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................................... 27
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................................................... 28
3.4 Telaah Evidence Based Pranctice (EBP)............................................................................. 30
3.5 Aspek Legal Etik..................................................................................................................... 32
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................................... 34
4.2 Penutup................................................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (Infodatin, 2016).
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok
umur,khususnya anak-anak. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di
Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai negara.
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya
kasus DBD.
Menurut Kemenkes (2016) Indonesia adalah daerah endemis DBD dan mengalami
epidemik sekali dalam 4-5 tahun. Faktor lingkungan dengan banyaknya genangan air bersih
yang menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar
daerah, menyebabkan sering terjadinya demam berdarah dengue. Indonesia termasuk dalam
salah satu Negara yang endemik demam berdarah dengue karena jumlah penderitanya yang
terus menerus bertambah dan penyebarannya semakin luas (Chandra, 2017).
Demam berdarah merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) di Indonesia (Kemenkes,2016).Saat ini Indonesia sedang mengalami endemik
demam berdarah di penghujung akhir tahun 2018 hingga saat ini di awal tahun 2019,jumlah
kasus KLB demam berdarah di indonesia 16.683 dan diantaranya anak usia balita hingga usia
sekolah sebanyak 10.600 kasus dan kasus meninggal pada anak 133 anak.Jawa Barat
menduduki kasus DBD tertinggi kedua sebanyak 2.008 kasus dengan kasus kematian 11
orang termasuk anak-anak.
Penyebaran DBD yang tinggi karena berpengaruhnya faktor cuaca dan iklim serta
musim pancaroba yang cenderung menambah jumlah habitat vector DBD, sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya) (Ananda,
2015).Partisipasi masyarakat pun sangat penting terkait dengan pencegahan DBD yaitu
dengan melakukan 3M menguras bak mandi,menutup genangan air dan mengubur barang-
barang bekas.

1.2 Rumusan Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD
ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (Infodatin,
2016). Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur,khususnya anak-anak. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah apa saja yang akan dibahas
dalam makalah ini :
a. Bagaimana proses pengkajian pada anak dengan demam berdarah?
b. Apa saja diagnosa keperawatan pada anak dengan demam berdarah?
c. Bagaimana perencanaan (intervensi) bagi anak dengan demam berdarah?
d. Bagaimana evaluasi pada anak dengan demam berdarah?
e. Bagaiamana Aplikasi Evidence Based Practice (EBP), pada anak dengan demam
berdarah?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang proses keperawatan dan aplikasi EBP pada anak
dengan gangguan sistem hematologi : demam berdarah

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Memberikan gambaran hasil pengkajian yang muncul pada anak dengan
gangguan sistem hematologi : demam berdarah
b. Memberikan gambaran tentang masalah-masalah keperawatan yang muncul
pada anak dengan gangguan sistem hematologi : demam berdarah
c. Memberikan gambaran intervensi pada anak dengan gangguan sistem
hematologi : demam berdarah
d. Memberikan gambaran evaluasi bagi anak dengan gangguan sistem hematologi:
demam berdarah
e. Memberikan gambaran bagaiamana proses Aplikasi Evidence Based Practice
(EBP), dapat diterapkan dalam proses keperawatan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pendidikan,
dalam proses pembelajaran mahasiswa keperawatan khususnya keperawatan anak,
sehingga mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan memperhatikan prinsip
legal etik berdasarkan EBP.
1.4.2 Aplikatif

Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perawat anak


dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
hematologi khususnya demam berdarah mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar DBD

2.1.1 Definisi Demam Berdarah


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
terutama Aedes aegypti (Infodatin, 2016).

2.1.2 Penyebab Demam Berdarah

Demam berdarah disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh


nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus tersebut akan masuk ke
aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Biasanya, jenis nyamuk ini
menggigit di pagi hari sampai sore menjelang petang.
Penularan virus Dengue terjadi bila seseorang yang terinfeksi digigit oleh
nyamuk perantara. Virus dari orang yang terinfeksi akan dibawa oleh nyamuk,
dan menginfeksi orang lain yang digigit nyamuk tersebut.
Virus Dengue hanya menular melalui nyamuk, dan tidak dari orang ke orang.

2.1.3 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan


viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Murwani, 2011).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme
hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan
jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2006).
Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot
pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit,
hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali). Kemudian virus bereaksi
dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi
dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi
dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%)
menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Noersalam, 2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan
jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani, 2011).
Pathway

Virus dengue terdapat pada


nyamuk aedes aeygypty

Nyamuk aedes aeygypty


Menggigit manusia

Viremia

Mekanisme tubuh Komplemen Antigen dan Renjatan


(proses imunologi)
Melawan virus antibodi meningkat
Ke pembuluh darah dan
Peningkatan asam Pembesaran histamin ke otak melalui aliran
Lambung darah
Peningkatan permbialitas
Mual dan muntah dinding pembuluh darah Virus berkembang
Di pembuluh darah
Kebocoran plasma
gg.Pemenuhan
nutrisi kurang
Hipetermi
dari kebutuhan

Resiko kekurangan
volume cairan

Plasma banyak menguap


Perdarahan ekstra seluler pada jaringan interstitial
Hemoglobin turun tubuh
Resti syok

Nutrisi dan oksigen ke jantung Edema

Lemas Penekanan syaraf


Intoleran aktifitas

GG rasa nyaman
2.1.4 Tanda dan Gejala

a) Tiba-tiba anak mengalami demam tinggi mencapai 40 derajat Celcius atau lebih.
Demam bisa berlangsung selama 1-7 hari dan kemudian mulai menurun.
b) Ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
c) Nyeri pada otot, sendi, dan tulang. Nyeri ini biasanya mulai terasa setelah demam
muncul.
d) Nyeri pada belakang mata
e) Pusing
f) Kelelahan. Bisa terjadi sampai setelah anak sembuh dari DBD.
g) Kehilangan nafsu makan
h) Mimisan atau perdarahan ringan pada gusi
i) Kulit anak mudah memar
Setelah demam, gejala juga bisa menjadi lebih buruk, seperti:
a) Perdarahan yang lebih berat
b) Masalah pada pencernaan, seperti mual, muntah, atau nyeri di perut
c) Masalah pernapasan, seperti kesulitan bernapas

2.1.5 Fase Demam Berdarah

a) Fase demam

Gejala yang paling khas saat terkena demam berdarah adalah demam tinggi. Karena
itulah fase awal demam berdarah disebut dengan fase demam. Pada fase ini, penderita
akan mengalami demam secara tiba-tiba hingga mencapai 40 derajat celcius selama 2
sampai 7 hari. Munculnya demam tinggi pada kasus demam berdarah sering kali
disertai dengan muka kemerahan, kulit memerah, nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, dan
sakit kepala. Namun, bila demam berlangsung selama lebih dari 10 hari, maka
kemungkinan demam tersebut bukanlah gejala demam berdarah.

Pada beberapa kasus lainnya ditemukan gejala berupa nyeri dan infeksi tenggorokan,
sakit di sekitar bola mata, anoreksia, mual dan muntah. Gejala-gejala inilah yang
menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit yang mengarahkan
dokter pada diagnosis demam berdarah. Gejala-gejala demam berdarah yang dirasakan
membuat penderita menjadi sulit untuk menjalani aktivitas sehari-hari, misalnya
menjadi tidak mampu untuk pergi ke sekolah, melakukan pekerjaan kantor, dan
kegiatan rutin lainnya.

Untuk mencegah hal negatif lainnya, penderita demam berdarah dianjurkan untuk
memperbanyak minum air putih untuk membantu menurunkan suhu tubuh dan
mencegah terjadinya dehidrasi. Pasien juga harus terus dipantau karena hal ini rentan
untuk memasuki fase kritis.

b) Fase kritis

Setelah melewati fase demam, pasien demam berdarah akan mengalami fase kritis.
Fase ini biasanya menjadi ‘pengecoh’ karena penderita merasa sembuh dan dapat
melakukan aktivitas kembali. Pasalnya, fase kritis ini ditandai dengan penurunan suhu
tubuh hingga 37 derajat celcius ke suhu normal. Bila fase ini terabaikan dan tidak
segera mendapatkan pengobatan, trombosit pasien akan terus menurun secara drastis
dan dapat mengakibatkan perdarahan yang sering tidak disadari. Oleh sebab itu,
pasien harus cepat ditangani oleh tim medis karena fase kritis ini berlangsung tidak
lebih dari 24-38 jam.

Selama masa transisi dari fase demam ke fase kritis, pasien memasuki risiko tertinggi
untuk mengalami kebocoran pembuluh darah. Indikasi dini kebocoran pembuluh darah
tersebut dapat dilihat saat penderita demam berdarah mengalami muntah secara terus
menerus, mimisan, pembesaran organ hati, atau nyeri perut yang tak tertahankan.

c) Fase penyembuhan

Bila pasien demam berdarah berhasil melewati fase kritisnya, penderita demam
berdarah akan kembali merasakan demam. Namun, hal ini tidak perlu terlalu
dikhawatirkan. Pasalnya, kondisi ini merupakan fase penyembuhan dimana trombosit
akan perlahan naik dan normal kembali. Penderita akan mengalami pengembalian
cairan tubuh secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.Penderita akan mengalami
pengembalian cairan tubuh secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.Mulai
memasuki fase penyembuhan, kesehatan pasien demam berdarah akan berangsur-
angsur membaik yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan, penurunan gejala
nyeri perut, dan fungsi diuretik yang membaik. Jumlah sel darah putih pasien akan
kembali normal yang kemudian diikuti dengan pemulihan jumlah trombosit.Untuk
menurunkan kemungkinan komplikasi atau kematian pada penderita demam berdarah
adalah dengan memberikan asupan yang dapat menaikkan jumlah trombosit pada saat
memasuki fase kritis.

2.1.6 Klasifikasi Derajat

Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006):

a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.

b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit atau perdarahan
lain.

c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali
dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg)/ hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak
gelisah.

d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai hepatomegali


dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak
terukur).

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Torniquet

Tes torniquet atau dikenal dengan tes rumple leed adalah metode untuk menentukan
kecenderungan perdarahan pada pasien.Tes ini menilai kerapuhan dinding kapiler dan
digunakan untuk mengidentifikasi trombositopenia.Pengujian ini didefinisikan oleh
WHO sebagai salah satu syarat yang diperlukan untuk diagnosis DBD.Ketika manset
tekanan darah dipacu ke titik antara tekanan darah sistolik dan diastolik selama lima
menit,maka tes ini akan dinilai.Tes positif jika ada 10 atau lebih petechiae per inci
peer per segi.
b. Pemeriksaan Trombosit

Trombosit merupakan sel darah yang berfungsi dalam hemostasis.Sel ini tidak
memiliki nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam sumsum tulang.Pada pasien
DBD terjadi tombositopenia akibat munculnya antibodi terhadap trombosit karena
kompleks antigen-antibodi yang terbentuk.Pada Dbd umumnya terdapat trobositopenia
pada hari ke 3-8 (< 100.000/ µL) dengan nilai normal 150.000-400.000/µL.

c.Pemeriksaan Hematokrit

Hematokrit merupakan kadar sel darah merah dalam darah.Nilai hematokrit akan
meningkat (hemokonsentrasi) karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah, misalnya pada kasus DBD. Sebaliknya nilai hematokrit akan
menurun (hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau peningkatan kadar plasma
darah, seperti pada anemia.Pada kasus DBD peningkatan hematokrit >20% nilai
awal,yang umumnya terjadi dimulai hari ke 3 demam akibat kebocoran plasma.Nilai
normal hematokrit pada pria 40-48%,wanita 37-43% dan anak-anak 33-38%.
d.Pemeriksaan IgM dan IgG
Mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue,Ada dua antibodi yang dideteksi
yaitu IgM dan IgG, dua jenis antibodi ini muncul sebagai respon tubuh terhadap
masuknya virus ke dalam tubuh penderita. IgM biasanya muncul sekitar hari ke 3-5 awal
infeksi, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. IgM
mencapai puncak pada hari ke 5, kemudian turun perlahan dalam kadar yang rendah
sampai seumur hidup, hal ini terjadi pada semua kasus infeksi primer. Sedangkan IgG
pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14. Pada infeksi sekunder IgM hilang
sedangkan IgG masih dalam titer yang rendah.
Infeksi virus dengue untuk yang kedua kalinya akan memacu timbulnya IgG yang akan
naik dengan cepat, sedangkan IgM akan timbul kemudian.Pada infeksi sekunder, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-2.Oleh karena itu, diagnosis infeksi primer hanya dapat
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari ke-5, sedangkan diagnosis
infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG
yang cepat.
2.1.8 Penatalaksanaan

1) demam Berdarah Dengue tanpa syok

a.Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.

b. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.

c.Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

d.Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat.Kebutuhan cairan


parenteral

- Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

- Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

- Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

e. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam

f.Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan
waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.

g.Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).

2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

a.Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal.

b.Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.


c.Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

d.Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi darah/komponen.

e.Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4
jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan
laboratorium.

f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.

2.1.9 Komplikasi

Demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome sebagai dua komplikasi
demam dengue yang mematikan, meskipun dua kondisi tersebut tergolong langka dan
lebih berisiko terjadi pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak mampu
melawan infeksi demam dengue atau pada orang yang sebelumnya pernah terkena
demam dengue dari tipe virus berbeda.

Sebelum DBD muncul, biasanya penderita demam dengue akan mengalami penurunan
suhu tubuh terlebih dahulu. Namun pada tahap ini, kerusakan dan kebocoran pembuluh
darah mulai terjadi dan trombosit menurun. Ketika gejala DBD makin parah, maka
penderita akan:

a.Merasakan nyeri perut tidak tertahankan.

b.Mengalami pendarahan pada lapisan kulit yang mengakibatkan kulit tampak seperti
memar.

c.Mengalami pendarahan pada gusi.

d.Mengeluarkan darah dari mulut dan hidung.


e.Muntah-muntah dengan disertai darah.

f.Mengalami pembengkakan dan kerusakan pada organ hati.

g.Mengalami gangguan pada paru-paru dan jantung.

h.Mengalami kegagalan pada sistem peredaran darah.

Apabila DBD terlambat ditangani, maka bisa berkembang menjadi dengue shock
syndrome yang mana tekanan darah menurun secara drastis dan pendarahan menjadi makin
berat.

2.1.10 Faktor Risiko

a.Densitas larva

Rumah yang memiliki bak mandi biasanya jarang dikuras dan selalu ada jentik nyamuk akan
tetapi rumah yang tidak memiliki bak mandi,jarang ditemukan jentik nyamuk karena
biasanya memakai baskom untuk menampung air yang selalu sering dikuras (Maria,2017).
Penelitian Sari, Martini dan Ginanjar (2016) menyimpulkan bahwa kepadatan larva yang
tinggi dan dinilai dari Container Index (CI). Keberadaan kontainer di lingkungan rumah
sangat berperan dalam kepadatan jentik Aedes, karena semakin banyak kontainer akan
semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes.
Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus
DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat
meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD.

b.Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan luas rumah dimana
berdasarkan standar kesehatan adalah 10 m2 per penghuni, semakin luas lantai rumah maka
semakin tinggi pula kelayakan hunian sebuah rumah. Risiko yang tinggal di hunian padat
untuk terkena Demam Berdarah Dengue 4,28 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
tinggal di hunian yang tidak padat (Maya,2017). Kepadatan penduduk yang tinggi dan jarak
rumah yang sangat berdekatan membuat penyebaran penyakit DBD lebih intensif di wilayah
perkotaan dari pada wilayah pedesaan karena jarak rumah yang berdekatan memudahkan
nyamuk menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada di sekitarnya
(Lestari,2015).
c.Ventilasi Rumah

Pemakaian kawat kasa pada ventilasi rumah adalah salah satu upaya untuk mencegah
penyakit DBD. Pemakaian kawat kasa pada setiap lubang ventilasi yang ada dalam rumah
bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan menggigit manusia. Risiko
responden di dalam rumah dengan ventilasi yang tidak berkasa untuk terkena DBD 9,04 kali
lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki ventilasi udara yang berkasa
(Maya,2017).

d.Kelembaban

Kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan
penghuni suatu rumah. Kondisi kelembaban udarah dalam ruangan dipengaruhi oleh musim,
kondisi udara luar, kondisi ruangan yang kebanyakan tertutup. Risiko responden yang
tinggal di rumah yang lembab untuk terkena Demam Berdarah Dengue 3,36 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah yang tidak lembab. kelembaban
berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Suatu daerah akan menjadi potensial
untuk penularan DBD apabila didukung oleh faktor lingkungan misalnya kelembaban
(Boesri dan Boewono, 2016).

e.Suhu

Keberhasilan perkembangan nyamuk aedes aegypti ditentukan oleh tempat perindukan yang
dibatasi oleh temperatur tiap tahunnya dan perubahan musimnya (Oktaviani, 2015). Salah
satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes
aegypti adalah suhu udara. Nyamuk aedes aegypti sangat rentan terhadap suhu udara. Dalam
waktu tiga hari telur nyamuk telah mengalami embriosasi lengkap dengan temperatue udara
25-30ºC (Yudhastuti dan Vidiyani, 2017). Namun telur akan mencoba menetas 7 hari pada
air dengan suhu 16ºC. Telur nyamuk ini akan berkembang pada air dengan suhu udara 20-
30ºC.

2.1.11 Pencegahan

a. Bersihkan bak mandi seminggu sekali

Air merupakan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti . Nyamuk betina bertelur
pada dinding bak yang terisi air, larva nyamuk kemudian akan mendapat makanan dari
mikroorganisme yang hidup di sekitarnya. Selama masa ini, larva nyamuk akan melepaskan
kulit pelindung mereka dan berkembang biak hingga mencapai tahap terakhir. Ketika larva
nyamuk sudah cukup kuat, selanjutnya larva akan berubah menjadi pupa. Pada tahap pupa,
tidak dibutuhkan makanan. Pupa hanya akan mengalami perubahan bentuk hingga akhirnya
menjadi nyamuk biasa yang siap terbang.Keseluruhan siklus ini berlangsung 8 – 10 hari
dalam suhu ruang. Membersihkan bak mandi Anda setidaknya satu minggu sekali dapat
memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.

b. Perhatikan perabotan rumah tangga yang menampung air

Baskom berisi air, vas bunga, ember, dan wadah lain yang dapat menampung air berpotensi
menjadi tempat nyamuk bersarang. Rajin-rajinlah membersihkan tempat-tempat tersebut
setidaknya dua kali seminggu untuk mengurangi risiko munculnya nyamuk pembawa
demam berdarah.

c. Jangan menumpuk atau menggantung baju terlalu lama

Perhatikanlah gantungan baju di balik pintu. Baju kotor yang menumpuk dapat menjadi
tempat favorit untuk dihinggapi nyamuk. Memang tumpukan baju kotor bukan tempat
nyamuk berkembang biak, tetapi merupakan tempat favorit nyamuk hinggap. Hal ini
dikarenakan nyamuk menyukai aroma tubuh manusia. Jika memang harus menyimpan
kembali baju yang telah dipakai, letakkan baju pada tempat yang bersih dan tertutup

d. Gunakan lotion anti nyamuk atau kelambu

Ketika hendak bepergian, jangan lupa gunakan lotion anti nyamuk terutama pada bagian
tubuh yang tidak tertutup oleh pakaian. Namun tidak hanya saat bepergian tetap harus
melindungi diri dari gigitan nyamuk ketika sedang tidur karena nyamuk demam berdarah
aktif pada malam hari hingga menjelang subuh. Selain menggunakan lotion anti nyamuk,
menggunakan kelambu saat tidur juga dapat membantu menghindari gigitan nyamuk dan
mencegah demam berdarah.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Contoh Kasus
An W berusia 10 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan demam, nyeri pada
punggung dan tulang hilang timbul, kepala pusing.Orang tua mengatakan sudah diberi
kompres dan obat demam di warung tetapi tidak kunjung turun demamnya.Ibu
mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap di puskesmas.Didapatkan
TD 100/60,mmHg,RR 25x/menit,HR 98x/menit,suhu 380 -390C sudah terjadi hampir 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Uji torniket positif, petekie (+), mual (+), muntah (+),
BAB terakhir encer. Nilai lab: Ht 40,3%, Hb 13g/dL, LED 36 mm/jam, Trombosit
130.000,Leukosit 5700/µL,BB 30 kg,TB 137 cm, Pasien saat ini merasa lemas dan tidak
mampu melakukan aktivitas fisik.

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Identitas Anak

Nama : An.W
Usia : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki

2) Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Tn.YO


Hubungan dengan klien : Ayah kandung
Alamat :Taman kopo indah,Bandung

3) Riwayat Kesehatan

 Alasan masuk RS

Orang tua mengatakan sudah 2 hari anaknya mengalami demam,nyeri pada


punggung yang hilang timbul dan disertai pusing.
 Riwayat kesehatan saat ini

Orang tua mengatakan anaknya masih demam, disertai nyeri punggung yang hilang
timbul dan juga pusing disertai BAB encer.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Orang tua mengatakan saat anak mengalami demam sempat di kompres dan diberikan
obat demam yang dibeli di warung tetapi tidak kunjung sembuh.

 Riwayat imunisasi

Orang tua mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi, BCG, DPT, HB,
Polio, dan campak.
4) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Antropometri

BB : 30 kg, TB : 137 cm
b) Keadaan Umum

Kesadaran composmentis, tampak lemah, pucat


TTV: Suhu 390C,TD 100/60, Nadi 98x/menit, Respirasi 25 X/menit
c) Pemeriksaan Head to Toe

 Kulit : turgor elastis, teraba panas, tampak petekiae


 Kepala :bentuk kepala simetris, mata tidak ada edema palpebra, konjungtiva tidak
pucat, scelera tidak ikterik.
 Hidung : tidak ada sekret
 Mulut : mukosa membran lembab, tidak ada iritasi mukosa
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
 Dada : dada simetris,bunyi napas vesikular
 Abdomen: bising usus +, tidak ada distensi, tidak ada nyeri tekan
 Ekstremitas : kekuatan otot baik
d) Pemeriksaan Diagnostik
Hematokrit: 45,3% (normal: 33-38%)
Trombosit: 130.000 (normal: 150.000-400.000)
HB: 13g/dl. (normal 13-16g/dl)
LED: 36 mm/jam
Leukosit : 5700/uL (normal: 5000-10.000/uL)
Hasil torniket (+)

5) Analisa Data
No Tanggal Data Etiologi Masalah
1 27 Maret 2019 DS: Pasien merasa Gigitan nyamuk aedes Kekurangan
lemas dan tidak mampu aegypti volume
melakukan aktifitas fisik cairan

DO:Hasil pemeriksaan la
yang menunjukkan: Masuknya virus dengue
-Ht: 45,3% dalam tubuh
-Hb: 13 g/dl
-LED :5700/µL
-Trombosit : 130.000 Kontak dengan antibodi

Virus berekasi dengan


antibodi

Terbentuknya kompleks
virus antibodi

Aktivasi C3 & C5

Pelepasan C3a & C5a


Peningkatan permaibilitas
dinding pembuluh darah

Perembesan plasma keluar


menuju ekstravaskuler

Kekurangan volume cairan

2 27 Maret 2019 DS:Pasien mengeluh Virus masuk sirkulasi Hipertemi


demam
DO:
-Suhu tubuh 38,5oC Menempel di sel fagosit
(normal: 36,5– 37,5oC) mononuklear

-Kulit pasien terasa


panas saat disentuh
Masuk & menginfeksi sel
fagosit

Virus bereplikasi di dalam


sel fagosit

Aktivasi sel T helper, T


sitotoksis & sistem
komplemen

Merangsang mikrofag
melepaskan IL-1, TNF-α
& IFN-γ (pirogen
endogen)

Aktivasi IL-1 di
Hipotalamus

Endothelium hipotalamus
meningkatkan produksi
prostaglandin &
neurotransmiter

Prostaglandin berikatan
dengan neuron prepiotik
di hipotalamus

Peningkatan thermostatic
set poin

Peningkatan suhu >


37,5oC

Hipertemi

3 27 Maret 2019 DS :Pasien Virus masuk dan bereaksi Nausea


mengatakan lemas dan dengan antibodi
merasa mual muntah
DO :Pasien terlihat
mual dan ingin muntah Gangguan endotel

Agregasi trombosit
Mengaktivasi sistem
Koagulasi

Pengeluaran ADP
(Adenosin Di Phosphat)

Trombosit melekat satu


sama lain

Trombosit dihancurkan
oleh RES

Kerja hati dan limfa


berlebihan untuk
menghancurkan trombosit
yang rusak

Hepatomegali
Splenomegali

Mendesak lambung

Peningkatan HCl

Mual,Muntah

Nausea
4 27 Maret 2019 DS:Pasien mengatakan Peningkatan permeabilitas Nyeri
nyeri pada punggung dan kapiler dinding pembuluh
tulang hilang timbul darah
DO: -
Kebocoran plasma

Peningkatan hematokrit

Viskositas darah
meningkat

Suplai O2 menurun

Penumpukan asam laktat


di sel otot

Nyeri otot dan punggung

Nyeri

6) Diagnosa keperawatan
1.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme
regulasi ditandai dengan peningkatan hematokrit.
2.Hipertermi berhubungan dengan penyakit DHF ditandai dengan kulit panas
ketika disentuh
3.Nausea berhubungan dengan adanya iritasi gastrointestinal ditandai dengan mual
4.Nyeri akut berhubungan dengan agen biological ditandai dengan pasien
menyatakan nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul
7) Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume Setelah diberikan NIC Label: Fluid Management
cairan berhubungan tindakan keperawatan Fluid Management 1.Untuk mengetahui jumlah
dengan penurunan selama 2x 24 jam di 1.Memonitor status hydrasi urine yang dapat dihasilkan
mekanisme regulasi harapkan cairan tubuh pasien seperti keadaan oleh pasien dan terpenuhinya
ditandai dengan pasien terpenuhi dan membrane mukosa keseimbangan cairan (intake
peningkatan rentang normal 2.Memonitor tekanan darah cairan =output cairan)
hematokrit Dengan kriteria hasil : pasien 2.Mukosa yang kering
NOC Label: 3.Memonitor hasil lab terutama mukosa bibir dapat
Fluid Balance terutama adanya penurunan menjadi indikasi pasien
1.Tekanan darah dari hematokrit pasien dari kekurangan cairan.
pasien dalam rentan 45,3% dapat turun ke batas 3.Memastikan tekanan darah
normal yaitu 120/80 normal yaitu 33-38% pasien tidak terlalu rendah
mmHg. 4.Memberikan terapi cairan dibawah normal.
2.Turgor kulit intravena pada pasien sesuai 4.Hematocrit pasien
pasien normal. kebutuhan dehidrasi akan mengalami
3.Hematocrit pasien 5.Memberikan cairan peningkatan,maka perlu
dalam keadaan melalui oral sesuai mengetahui jumlah
normal yaitu 33-38%. kebutuhan hematocrit.
Hydration 6.Memberikan makanan 5.Pasien yang kekurangan
1.Intake cairan pasien atau minuman yang cairan harus mendapatkan
terpenuhi mengandung banyak air cairan baik oral maupun
(intakecairan=output seperti buah, juice dan intravena.
cairan) minuman berasa. 6.Menambah cairan tubuh
7. Memonitor pasien pasien
2.Pasien mampu yang mendapatkan 7.Makanan atau minuman
menghasilkan urine. terapi elektrolit. yang mengandung banyak
3.Bagian membrane air
mukosa tubuh tidak 8.Membantu dalam
kering (seperti mulut) penambahan cairan pada
tubuh pasien
4.Pasien tidak merasa
kehausan
2 Hipertermi Setelah diberikan NIC: Fever Treatment
berhubungan dengan tindakan keperawatan Fever Treatment 1.Agar mengetahui perubahan
penyakit DHF selama 2x24 jam di 1.Memonitor temperatur suhu yang dialami pasien dan
ditandai dengan kulit harapkan suhu tubuh pasien paling sedikit setiap jika tidak ada perubahan atau
panas ketika pasien menuju normal 2jam kearah yang lebih buruk dapat
disentuh Dengan kriteria hasil : 2.Monitor frekuensi diberikan medikasi yang
NOC: pernafasan, nadi dan sesuai
Thermoregulation tekanan darah pasien 2.Untuk mengetahui
1.Terjadi penurunan agar tetap dalam perubahan yang terjadi pada
pada suhu pasien rentang normal pernafasan, nadi dan
yaitu disentuh tidak 3.Monitor intake dan tekanan darah pasien dan
terasa panas output pasien sesuai dengan dapat diberikan medikasi
2.Warna kulit kebutuhan yang sesuai
pasien kembali ke 4.Berikan cairan melalui IV 3.Agar terjadi keseimbangan
warna aslinya dengan jumlah sesuai antara intake dan output
3.Pasien tidak anjuran serta menghindari dehidrasi
mengalami dehidrasi 5.Berikan obat anti yang mungkin terjadi pada
selama hipertermi piretik dengan dosis pasien
Vital signs sesuai anjuran dokter 4.Mempertahankan kebutuhan
1.Suhu tubuh stabil 6.Berikan kompres cairan pasien sehingga
dan menuju rentang hangat pada lipat paha dan mencegah terjadinya dehidrasi
normal yaitu 36,50C- aksila pasien
37,50C. 7.Monitor komplikasi 5.Untuk menurunkan panas
2. Frekuensi pernafasan terkait demam pasien dari 38,5oC
(16-20x/menit),tekanan (kejang,penurunan 6.Dengan kompres
darah (120/80mmHg) kesadaran, status ketidak hangat pembuluh darah
dan nadi (60- abnormalan melebar sehingga pori-pori
100x/menit) pasien elektrolit,ketidakseimbangan kulit terbukan dan membuat
dalam rentang normal asam basa) panas yang terperangkap
8. Fasilitasi konsumsi dalam tubuh bisa menguap
cairan sesuai anjuran keluar, selain itu saat
dan kebutuhan pasien kompres hangat membuat
hipotalamus menangkap
pesan bahwa suhu tubuh
tinggi,sehingga panas tubuh
harus diturunkan
7.Untuk mengetahui
komplikasi yang dapat
terjadi dan menentukkan
tindakan yang harus
dilakukan
8.Konsumsi cairan dapat
mencegah dehidrasi pada
pasien

3. Nausea Setelah diberikan NIC : NIC:


Berhubungan dengan tindakan keperawatan Nausea management Nausea Management
adanya iritasi selama 2x24 jam di 1.Lakukan pengkajian mual 1.Mengidentifikasi secara
gastrointestinal harapkan mual muntah secara lengkap termasuk lengkap frekuensi , tingkat,
ditandai dengan pasien berkurang frekuensi,durasi, tingkat durasi dan faktor penyebab
mual Dengan kriteria hasil : mual,dan faktor penyebab mual
NOC : mual. 2.Memenuhi kebutuhan
Nausea & Vomiting 2.Evaluasi efek mual nutrisi pasien dan mencegah
Control terhadap nafsu makan, mual
1.Pasien dapat aktivitas sehari-hari dan 3.Mengidentifikasi pengaruh
mengetahui dan tidur pasien mual terhadap kualitas hidup
menghindari penyebab 3.Berikan istirahat dan tidur pasien dan tidur pasien.
mual yang adekuat untuk 4.Mengurangi mual dengan
2.Menggunakan obat mengurangi mual aksi sentralnya pada
antiemetik 4.Kolaborasi pemberian obat hipotalamus
Nausea & Vomiting antiemetik:Metoclopramide 5.Untuk menghindari
Severity 0,5mg/berat badan sebanyak terjadinya mual namun nutrisi
1.Frekuensi mual 3xsehari tetap terpenuhi
pasien berkurang 5.Anjurkan makan sedikit
2.Intensitas mual pasien tapi sering dan dalam 6.Untuk menghindari
berkurang keadaan hangat dehidrasi
3.Frekuensi muntah 6.Anjurkan pasien rutin Vomiting Management
pasien berkurang minum air putih sesuai 1.Mengidentifikasi muntah
4.Intensitas muntah anjuran dari warna,konsistensi, darah
pasien berkurang Vomiting Management dan kekuatan muntah
5.Tidak ada 1.Lakukan pengkajian 2.Mengidentifikasi volume
peningkatan sekresi air muntah dari warna, muntah
liur konsistensi, ada tidaknya 3.Untuk mengurangi bau tidak
Nutritional Status : darah, waktu dan kekuatan sedap dimulut, dan
Food & Fluin Intake muntahnya. memudahkan pasien untuk
1.Pemasukan makanan 2.Mengukur volume muntah makan
dan minuman secara pasien 4.Menghilangkan bau tidak
oral kedalam tubuh 3.Mempertahankan sedap yang bisa menyebabkan
terpenuhi sesuai dengan kebersihan mulut pasien muntah berulang
indikasi dengan tetap menggosok 5.Untuk membantu pasien
2.Terpenuhinya gigi selama sakit dan lebih rileks
pemasukan nutrisi berkumur setelah muntah 6.Untuk mengurangi mual
lewat parenteral jika 4.Membersikan setelah muntah pada pasien
tidak dapat lewat oral pasien muntah untuk Nutritonal Monitoring
menghilangkan bau dari 1.Menjaga agar tidak terjadi
muntahan dengan berkumur turgor kulit dan melakukan
5.Ajari menggunakan tehnik mobilitas secara mandiri
non farmakologi seperti 2.Mengurangi mual muntah
relaksasi dan mendengarkan pasien
musik untuk pengalih 3.Memenuhi kebutuhan
perhatian terhadap mual asupan kalori dan makanan
muntah pasien pasien
6.Menganjurkan menghirup 4.Mencegah perubahan selera
wangi aromateraphy untuk makan dan aktivitas pasien
menangani muntah. 5.Memenuhi kebutuhan
Nutritional Monitoring makan sesuai faktor penentu
1.Memantau turgor kulit dan pola makan
mobilitas pasien 6.Menjaga uji lab pasien
2.Memantau mual dan dalam keadaan normal
muntah setiap hari
3.Memantau asupan kalori
dan makanan pasien sesuai
dengan anjuran
4.Mengidentifikasi
perubahan selera makan dan
aktivitas pasien
5.Memantau faktor penentu
pola makanan seperti
makanan yang disuka,
makanan dan yang tidak
disuka namun tidak
bertentangan dengan
penyakitnya (seperti
makanan pedas,makanan
berlemak)
6.Melakukan pemantauan
uji lab seperti hematokrit,
hemoglobin, leukosit,
trombosit dan LED
4 Nyeri akut Setelah diberikan NIC: Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan Pain Management 1.Penanganan nyeri tidak
dengan agen selama 2x24 jam di 1.Lakukan pengkajian dapat disamakan pada
biological ditandai harapkan nyeri yang nyeri secara komprehensif masing-masing individu dan
dengan pasien dirasakan pasien termasuk lokasi, kelompok umur karena
menyatakan nyeri berkurang karakteristik, durasi, penanganan nyeri yang baik
pada punggung dan Dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan memerlukan perhatian khusus
tulang hilang timbul NOC: faktor presipitasi. terhadapfisiologi,anatomi,dan
Pain Control 2.Kaji tipe dan sumber nyeri karakteristik farmakologi.
1.Pasien dapat untuk menentukan 2.Penanganan nyeri akan
menggunakan teknik intervensi yang tepat. lebih tepat sasaran apabila
non farmakologi untuk 3.Observasi reaksi sumber dari nyeri telah
menurunkan rasa nyeri nonverbal dari terindentifikasi dengan jelas.
2.Menggunakan obat ketidaknyamanan. 3.Untuk mengetahui tingkat
non-analgesik sesuai 4.Gunakan teknik ketidaknyamanan yang
anjuran komunikasi terapeutik untuk dirasakan oleh pasien
Pain Level mengetahui pengalaman 4.Komunikasi terapeutik yang
1.Pasien dapat nyeri klien. terstrukur akan memperjelas
menyampaikan nyeri 5.Evaluasi bersama klien hal yang dikaji,dilakukan dan
yang dirasakan. dan tim kesehatan lain dievaluasi.
2.Durasi nyeri tingkat pengontrolan nyeri 5.Untuk mengetahui
yang dirasakan pasien yang dilakukan apakah terjadi penurunan rasa
dapat berkurang. 6.Bantu klien untuk nyeri yang dirasakan pasien
3.Skala nyeri yang memaksimalkan dukungan atau sebaliknya
dirasakan pasien dari sumber-sumber yang 6.Dengan adanya dukungan
berkurang klien miliki seperti dari orang-orang terdekat
4.Pasien dapat keluarga, teman dan orang- diharapkan dapat sedikit
mengekpresikan rasa orang disekitar klien. tidaknya menurunkan rasa
nyerinya 7.Kontrol lingkungan yang nyeri yang dirasakan pasien
dapat mempengaruhi nyeri 7.Lingkungan yang tidak
seperti suhu ruangan, nyaman akan memperparah
pencahayaan,kebisingan,dsb rasa nyeri yang dirasakan.
8.Kurangi faktor presipitasi 8.Agar rasa nyeri pasien dapat
nyeri klien (seperti berkurang
ketakutan yang dirasakan 9.Untuk mengurangi rasa
pasien mengenai nyeri yang dirasakan pasien
penyakitnya) 10. Agar pasien dapat
9.Pilih dan lakukan mengaplikasikan teknik non-
penanganan nyeri baik farmakologi dalam menangani
secara farmakologi nyeri yang dirasakan.
(analgesik) dan non
farmakologi.
10.Ajarkan klien tentang
pengendalian nyeri dengan
cara non farmakologi seperti
teknik relaksasi, distraksi,
dsb.

3.2 Telaah Evidence Based Pranctice (EBP)

Pada kasus dikatakan bahwa jumlah platelet (trombosit) pasien yaitu 130.000sel/mm3,
sedangkan rentang nilai normal platelet pada orang dewasa yaitu 150.000-400.000sel/mm3
(Kusuma & Nurarif, 2014). Sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa pasien
mengalami trombositopenia. Trombositopenia adalah suatu keadaan dimana jumlah trombosit
dalam tubuh menurun atau berkurang dari jumlah normalnya (Henilayati, 2015).

No Peneliti/Tah Judul Hasil Kelebihan Kekurangan


un
1 Subenthiran/ Carica papaya Leaves Penelitian dalam jurnal Hasil penelitian Proses
2013 Juice Significantly tersebut dilakukan pada 145 menunjukkan pembuatan jus
Accelerates the Rate of pasien yang mengalami bahwa setelah dari daun
Increase in Platelet DHF di Rumah Sakit pemberian jus papaya (carica
Count among Patients Tengku Ampuan Rahimah, dari daun papaya) harus
with Dengue Fever and Klang, Selangor, Malaysia papaya (carica benar karena,
Dengue Haemorrhagic dengan rentang umur 18 papaya) terjadi apabila terdapat
Fever sampai 60 tahun. Pasien- peningkatan kesalahan
pasien tersebut nantinya yang signifikan selama proses
dibagi ke dalam dua terhadap jumlah pembuatan
kelompok yaitu kelompok trombosit pada dapat
kontrol dan kelompok pasien yang menyebabkan
intervensi. Untuk kelompok mendapatkan senyawa atau
intervensi, disamping intervensi kandungan
mendapatkan perawatan tersebut yang terdapat
standar manajemen DHF dibandingkan pada daun
diberikan pula intervensi dengan tersebut hilang
pemberian jus segar dari kelompok atau berkurang
daun papaya (carica kontrol. khasiatnya.
papaya), yang dibuat dari 50
gram daun papaya. Nantinya
jus tersebut diberikan
selama 3 hari berturut-turut
dengan frekuensi pemberian
satu kali sehari, yang
diberikan 15 menit setelah
sarapan. Sedangkan untuk
kelompok kontrol hanya
mendapatkan standar
manajemen penanganan
DHF yang standar.Hasil
yang didapatkan dari
penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan
dalam jumlah trombosit
rata-rata 40 jam setelah
pemberian jus dari daun
papaya (carica papaya)
dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang
hanya mendapatkan
manajemen standar
penanganan DHF tanpa
adanya intervensi tambahan.
2 Kasture/2016 AMulti-centric, Double- pada 300 pasien di 5 pusat Intervensi Pada saat proses
blind, Placebo- termasuk pasien anak dengan pemberian
controlled,Randomized, berjumlah 150, untuk pemberian daun intervensi daun
Prospective Study to mengevaluasi khasiat dan papaya pepaya di pasien
Evaluate the Efficacy keamanan ekstrak daun anak agak sulit
(carica papaya)
and Safety of Carica papaya carica sebagai terapi dikarenakan rasa
papaya Leaf Extract, as empiris untuk aman untuk dalam
Empirical Therapy for trombositopenia yang terkait dikonsumsi kandungan daun
Thrombocytopenia dengan demam berdarah. karena daun pepaya yang
associated with Dengue Seluruh subyek yang dibagi yang digunakan dianggap tidak
Fever menjadi kelompok kontrol bebas dari enak,sehingga
dan intervensi tersebut herbisida dan saat intevensi
diikuti perkembangannya pestisida. Hal pun hanya
selama 5 hari. Hasilnya tersebut sedikit yang
setelah perawatan pada dibuktikan diminum oleh
akhir hari ke-5, jumlah rata- dengan tidak pasien anak-
rata trombosit dan nilai adanya pasien anak
WBC menunjukkan yang
peningkatan yang signifikan mengundurkan
pada kelompok intervensi diri dari
dibandingkan dengan penelitian
kelompok kontrol. karena efek
samping yang
ditimbulkan dari
pemberian jus
daun papaya
(carica papaya)
tersebut.
3 Ching/2016 Complementary Bahwa dari hasil studi ekstrak air daun Pada penelitian
Alternative Medicine cross-sectional pasien pepaya terbukti ini tidak
Use Among Patients dengan DHF yang mampu disebutkan
With Dengue Fever in berkunjung ke 3 klinik meningkatkan takaran pada
the Hospital Setting: a berbeda di rumah sakit yang jumlah ekstrak daun
Cross-Sectional Study terletak di Selangor, trombosit dan pepaya
in Malaysia Malaysia, mendapatkan menurunkan
hasil bahwa penggunaan waktu
complementary alternative pembekuan
medicine (CAM) total pada darah pada
pasien dengan DHF adalah trombositopenia.
sebanyak 85,3%dengan Daun pepaya
jenis CAM yang paling mengandung
popular dan banyak alkaloid
digunakan adalah salah termasuk
satunya ekstrak daun papaya karpain,
(22,2%). Dalam penelitian pseudocarpain,
tersebut, ditemukan bahwa dan
sepertiga pasien dengan dehidrokarpain I
DHF menggunakan CAM dan II yang
sebagai salah satu mana dapat
pengobatan dikarenakan beraksi pada
mereka memiliki kesan sumsum tulang
yang baik terhadap CAM sehingga
yaitu mempercayai bahwa mencegah
CAM dapat meredakan penghancuran
gejala penyakitnya dan
meningkatkan
produksi platelet
(trombosit).
Peningkatan dari
jumlah
trombosit ini
memicu
berkurangnya
juga kejadian
pendarahan
sehingga dapat
menghindari
keparahan
demam
berdarah.
3.3 Aspek Legal Etik

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada
dalam praktik perawat. Dalam setiap aspek keperawatan perawat perlu memahami implikasi
hukum terhadap pemikiran dan tindakan kritis yang dilakukan untuk melindungi dirinya
sendiri dan pasien terhadap masalah yang mungkin muncul.

Pada makalah ini penulis mengemukakan prinsip etik Beneficence (Mengusahakan manfaat
sebesar-besarnya dan memperkecil kerugian atau resiko bagi subjek). Berdasarkan hasil
review yang penulis dapatkan bahwa perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada
anak, perlu mengetahui tentang therapi komplementer disamping menggunakan pengobatan
medis,yaitu dengan menggunakan caricca pepaya atau daun pepaya dimana hal tersebut dapat
meningkatkan trombosit pada anak dengan demam berdarah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti (Infodatin, 2016).Penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
demam berdarah secara menyeluruh di mulai dengan pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, implementasi tindakan dan
melakukan evaluasi dengan melibatkan tim kesehatan lain dapat mengurangi angka
kejadian, mencegah komplikasi bahkan mengurangi angka kematian pada anak
dengan demam berdarah.
Berdasarkan hasil literatur Review terkait penanganan pada anak dengan demam
berdarah dimana nilai trombosit yang kurang dibatas normal dengan menggunakan
pengobatan terapi komplementer,dimana daun pepaya bisa mengurangi komplikasi
dan meningkatkan trombosit pada anak dengan demam berdarah.
4.2 Saran
4.2.1 Bidang Pendidikan (teoritis)
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan demam berdarah dan melakukan penelitian yang
berfokus pada penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan demam berdarah.
4.2.2 Bidang Pelayanan (aplikatif)
Diharapkan pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan demam berdarah dapat
mengaplikasikan tindakan-tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan, dengan
tetap memperhatikan prinsip legal etik.
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, A. F., & Hidayatullah, M. T. Pemberantasan Sarang Nyamuk Berkorelasi Positif


dengan Keberadaan Jentik di Kelurahan Bintaro Kota Mataram. Jurnal Sangkareang
Mataram. 2015; Vol. 1(1): 54-58
Boesri,Boewono. 2016. Situasi Nyamuk Aedes aegypti dan Pengendaliannya di Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue di Kota Salatiga. Salatiga: Majalah Litbang
Kesehatan Volume XVIII Nomor 2 Tahun 2016. Halaman 78.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. America: Elsevier
Candra. 2017 .Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology,Pathogenesis, and Its Transmission
Risk Factors. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun
2010 : 110 –119.
Ching, S., Ramachandran, V., Gew, L.T., Lim, S.M., & et al. (2016).. Complementary
Alternative Medicine Use Among Patients With Dengue Fever in the Hospital
Setting: a Cross-Sectional Study in Malaysia. BMC Complementary and Alternative
Medicine,vol. 16(37), p.2-7.
Dhara, R., Rubeena, A., Shweta, N., Bhavisva, P., & Kinjal, B. (2016). About Dengue Fever
And Carica Papaya, A Leaf Extract Of Papaya Is Use To Treat Dengue Fever:-A
Review. Indo American Journal of Pharmaceutical Research, vol. 6(8).
Dinas Kesehatan JABAR. Profil Kesehatan Tahun 2018. Dinas Kesehat Provinsi Jawa Barat.
2018;(Dinas Kesehatan JABAR):205.
Ginanjar. 2016. Demam Berdarah. Yogyakarta: B-fist (PT. Bentang Pustaka)
Henilayati, N.P.N. (2015). Tinjauan Pustaka. Retrieved from :
http://eprints.undip.ac.id/46793/3/Ni_Putu_Nova_Henilayati_22010111120039_Lap.
KTI _BAB_2.pdf diakses pada 30 Mei 2017
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition & Classification, 2015-2017. 10th ed. Oxford : Wiley Blackwell
Kasture, P.N., Nagabushan, K.H. & Umar, A. (2016). A Multi-centric, Double-blind,
Placebo-controlled, Randomized, Prospective Study to Evaluate the Efficacy and
Safety of Carica papaya Leaf Extract,as Empirical Therapy for Thrombocytopenia
associated with Dengue Fever. Journal of The Association of Physicians of India, vol.
64, p.15-20.
Kemenkes RI.(2016).Situasi DBD di Indonesia.Jakarta:Kementrian Kesehatann RI
Kemenkes RI. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kusuma, H. & Nurarif, A.H. (2014). Handbook for Health Student. Yogyakarta : Mediaction
Publishing.
Lestari (2015). Partisipasi Masyarakat Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Untuk
Pencegahan Demam Berdarah. Jurnal Keperawatan, 53. URL.
Http://ejurnal.PoltekkesTjk.Ac.Id/Index.Php/Jkep/Article/View/317/290
Maria,A (2017). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat
Keparahan Pasien Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Grogol.
Mawarni.2011. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di RT 3
RW 4 Desa Kembangbahu Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan.
Maya, P. (2017). Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Masyarakat Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Desa Tarub. The Shine Cahaya Dunia S-1
Keperawatan , 1-8.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. America:
Elsevier
Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Oktaviyani., 2015. Status Kerentanan Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Insektisida
Malathion 5% Di Kota Surabaya. Universitas Malahayati. Lampung
Runadi, D., Ferdiansyah, F., Halimah, E., Wicaksono, A.D. & Ardhya, D. (2016). Potensi
Daun Pepaya (Carica papaya L.) Sebagai Obat Herbal untuk Demam Berdarah.
Farmaka, vol. 14(2), p. 1-17.
Soegijanto, Soegeng, 2006. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Edisi 1.
Jakarta: Selemba Medika
WHO. World Health Statistic Report 2014. Geneva: World Health Organization; 2014.
Yudhastuti, R. & Vidiyani, A., 2017. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan
Perilaku Masyarakat Jentik nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam
Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Volume 1, pp. 172- 182.

También podría gustarte