Está en la página 1de 11

ASUHAN KEPERAWATANCEDERA KEPALA

A. DEFINISI

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada
tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan,
sertarotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Doenges, 1989).

Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibatinjury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisanotak
dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darahserta otaknya mengalami cidera
baik yang trauma tumpul maupun traumatembus.

B. KLASIFIKASI

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1.Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma TumpulTrauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).

b.Trauma TembusTrauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-bendatajam/runcing

2. Berdasarkan Beratnya CideraCedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada


penilaianGlasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Cedera kepala ringan

GCS 13 - 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atauamnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebraldan hematoma b.Cedera kepala sedang

GCS 9 - 12

Saturasi oksigen > 90 %

Tekanan darah systole > 100 mmHg


Lama kejadian < 8 jam

Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30menit tetapi < 24 jam

Dapat mengalami fraktur tengkorak c.Cedera kepala berat

GCS 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam

Meliputi hematoma serebral, kontusio serebralPada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan
misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema
berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya makareaksi membuka mata diberi nilai “X”,
sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi
nilai “T”.

3. Berdasarkan Morfologia

a. Cedera kulit kepala

Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapatmenjadi pintu masuk infeksi
intrakranial.

b. Fraktur Tengkorak Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada
perbedaan struktur didaerah basis cranii dankalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih
tipisdibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipisdibandingkan daerah kalvaria,
durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila
terjadifraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan

bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis

yang paling sering n i, nviidan nviii (Kasan, 2000). Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii
meliputi :

1) Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,misal cegah batuk, mengejan, makanan yang
tidak menyebabkansembelit.

2) Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (consul
ahli tht) pada bloodyotorrhea/otoliquorrhea.

3) Pada penderita dengan tanda-tanda bloodyotorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi


terlentang dankepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).

c. Cedera Otak

1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)


Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringankarena terkenanya benda tumpul berat ke
kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengantiba-tiba dan cepat
berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing.

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi
biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograddan
antegrad).Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak terjadi
jika coma berlangsung tidak lebihdari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih beratdan
mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

2) Contusio Cerebri (Memar Otak)

Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-
sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi
adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasikejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertaidengan gegar
otak encephalon dengan timbulnya tanda-tandakoma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan
tanda-tandagangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yangmulai dengan bradikardia,
kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk
yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

3) Perdarahan Intrakranial

a) Epiduralis Haematom

Epiduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya
arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain,
seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.

b) Subduralis Haematom

Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antaradurameter dan corteks, dimana pembuluh
darah kecil vena pecahatau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karenatekanan jaringan
otak ke arteri meninggia sehingga darah cepattertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan
corteks.Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginyatekanan dalam jaringan otak (TIK =
Tekanan Intra Kranial).

c) Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam
duramater. Bentuk palingsering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan
dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.

d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dansubkorteks yang mengakibatkan pecahnya
vena yang besar atauarteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.Selaput otak
menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralishaematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologia

a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan. Pada cedera primer dapatterjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensisistemik, hipoksia, hiperkapnea,
edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

C.ETIOLOGI

1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena
adanya trauma yang dibedakanmenjadi 2 faktor yaitu :

a. Trauma primer Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dandeselerasi)

b. Trauma sekunder Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial,
hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

2. Trauma akibat persalinan

3.Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.

4.Jatuh

5.Cedera akibat kekerasan.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebingungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat

8. Terdapat hematoma

9. Kecemasan

10. Sukar untuk dibangunkan

11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar darihidung (rhinorrohea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosadapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkangangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akanmenimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruhkebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memenuhikebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia ataukerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolismeanaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal
cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr jaringan otak yang merupakan 15 % dari
cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Menurut Long
(1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulitkepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan
pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa
seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,cgoresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala
kena benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan
cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi
yang cepat dari tulangtengkorak. Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat
berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak
(TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba,
cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekl, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial(TIK). Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan
kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala
berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak
sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk
yaitu:cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karenacedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya. Sedangkan
patofisiologi menurut Markum (1999), trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya
bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar
kerusakanyang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga
banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek
sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut
juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan
terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.

Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karenaisi otak terdorong ke arah
yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari
dan steroidadrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mualdan muntah
dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanyainfark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2.MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3.Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,
perdarahan dan trauma.

4. EEG (Elektroencepalograf)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen


tulang.

6. BAER

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.


7. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.

8. CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat
peningkatan tekanan cairan serebrospinal.

9. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.

10. Kadar Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatantekanan intrkranial11.Screen


ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunankesadaran.

G. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepalaadalah sebagai


berikut:1.Observasi 24 jam2.Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.Makanan
atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanyacairan infus dextrosa 5 %, amnifusin,
aminofel (18 jam pertama dariterjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Terapi obat-obatan.

a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edemaserebral, dosis sesuai dengan berat


ringanya trauma.

b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangivasodilatasi.

c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol
10 %.

d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.

e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderitamengalami penurunan kesadaran dan
cenderung terjadi retensi natriumdan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dandextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendahmakanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.

H. KOMPLIKASI

1. Hemorrhagie

2. Infeksi

3. Edema serebral dan herniasi

I. ASUHAN KEPERAWATAN1.PENGKAJIAN

a. Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku,
status perkawinan, pekerjaan,TB/BB, alamat

b.Identitas Penanggung jawab

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor darihidung dan telinga dan kejangRiwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutamayang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji
dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi
prognosa klien.

d. Pengkajian persistem

1) Keadaan umum

2) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen,sopor, koma

3) TTV

4) Sistem Pernapasan

Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,nafas bunyi ronchi.5).Sistem
Kardiovaskuler Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyutnadi bradikardi
kemudian takikardi.6).Sistem PerkemihanInkotenensia, distensi kandung kemih

7) Sistem Gastrointestinal

Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera.


8) Sistem Muskuloskeletal

Kelemahan otot, deformasi

9) Sistem Persarafan

Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,kehilangan pendengaran, perubahan


penglihatan,gangguan pengecapan.

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan statusmental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan,kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.

a. Nervus cranial

N. I : penurunan daya penciuman

N. II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan

N. III, N. IV, N. VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola
mta tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

N. V : gangguan mengunyah

N. VII, N. XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah

N. VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

N. IX , N. X , N. XI : jarang ditemukan

TABEL

a .Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan

b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan dimedula oblongata

c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia

d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.

e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.

f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.

g. Resti injury b.d kejang.

h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak

i. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas

j. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nded. Philadelpia : F.A. Davis
Company.

Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St.
Louis : Cv. Mosby Company. Asikin, Z. 1991.
Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas.
Jakarta.

Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada UniversityPressSaanin, S dalam
Neurosurgeon.mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku
Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta : EGC.

Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta : CV Sagung Seto.

Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.

Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala. Surabaya : Airlangga
Universitas Press.

Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.

Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany

También podría gustarte