Está en la página 1de 13

Definisi

Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan


jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan hiperglikemia,
yaitu suatu keadaan dimana peningkatan gula darah yang diatas batas normal.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2004, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Epidemiologi
Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO)
memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas
umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun akan
meningkat menjadi 300 juta. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di
Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 ribu kasus baru. Diabetes
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab
kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik. Jumlah tertinggi penderita
diabetes mellitus terdapat dikawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Jawa
Tengah prevalensi penderita DM tipe 1 pada tahun 2007 sebasar 0,09%, sedangkan
kasus DM tipe 2 mengalami peningkatan sebesar 0,74 % pada tahun 2005; 0,83%
pada tahun 2006 dan 0,96% pada tahun 2007.

Etiologi
Penyebab diabetes mellitus secara pasti sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama
dan faktor herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Sering terjadi di bawah usia 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Tingginya insiden
infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus,
sehingga pengaruh lingkungan mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare &
Suzanne, 2002). Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau–pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Hal ini juga terjadi akibat
respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Antibodi dan antigen tidak memainkan peran untuk terjadinya NIDDM.
Faktor herediter berperan sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu
faktor determinan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien NIDDM mengalami
kegemukan. Keadaan overweight menyebabkan tubuh membutuhkan banyak insulin
untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup
menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor risiko yang besar dapat terjadi pada
pasien dengan riwayat keluarga menderita DM. Pencegahan utama NIDDM adalah
dengan mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program
penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat
dicegah maka sebaiknya diditeksi sejak dini, tanda-tanda atau gejala awal yang
ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan
kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat
keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

Faktor Risiko
Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh
pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya
HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45
tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000
gram.

Patofisiologi
1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat
selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005).
Gejala-gejala
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan.

Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya
diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan
kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang
lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak
diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut,
seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi
punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga
DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35
mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang
positif uji penyaring (Gustaviani, 2006). Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu bukan DM Belum pasti DM DM
dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM Golongan klinik
Kadar glukosa Plasma vena <110 110-199 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasma vena <110 110-125 ≥126
darah puasa (mg/dl) Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg%
(5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah
keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif
lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar
glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya
produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis
secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam
sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)
Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering
kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis.

Komplikasi Kronik

a. Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009). Kewaspadaan untuk kemungkinan
terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang
mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti
mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun
riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).

b. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati


Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis,
berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan
keadaan gagal ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi
(Waspadji, 2006).
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati
diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat
diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006).
c. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner, 2002).
d. Ulkus/gangren .
Pencegahan DM
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke
arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh
karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan
diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang
tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder
reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu.
Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi
DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja
pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes

b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi


kegagalan organ

c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan
pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral imformasi
yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang
menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya
termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006).
Penyuluhan Diabetes Melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder
dan tersier (Hiwani Mkes FK USU).
Menurut Yuli (2010) penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.

c. Penyulit DM.

d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis.

e. Hipoglikemia.

f. Masalah khusus yang dihadapi.

g. Perawatan kaki pada diabetes.

h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.

i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.


Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Makanan dengan komposisi
sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol
disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak
jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari,
diutamakan serat larut (Yuli, 2010).

Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral
(OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis,
stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada
kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus (Yuli, 2010).
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan
pasien DM tersebut adalah sebagai berikut:

Penyuluhan
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya
tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru
dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih
diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat Untuk penentuan status
gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI = IMT =
BB(kg)/TB (m)².
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Berat badan kurang < 18,5

b. BB normal 18,5 – 22.9

c. BB lebih ≥23,0

d. Dengan resiko 23 – 24,9

e. Obes I 25 – 29,9

f. Obes II ≥ 30

Kebutuhan Zat Gizi DM

Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan
protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10%
sampai 20 % energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di
Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10-15% energi (Drh
Hiswani Mkes).
Lemak
Rekomendasi pemberian lemak (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.

b. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari.

c. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans.


e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.

f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
per hari.
Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total
kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika dikombinasi dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty
acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori
(Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk
membantu melancarkan kerja tubuh. Apabila kita makan makanan yang bervariasi
setiap harinya maka tidak perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan
mempertahankan tekanan darah yang normal. Oleh karena itu, perlu membatasi
konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan vetsin. Anjuran makan garam
dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang
yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari
berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per
hari dengan mengutamakan serat larut (Drh Hiswani Mkes).
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak
lebih dari 3000 mg (Drh Hiswani Mkes).
e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.

f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
per hari.
Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total
kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika dikombinasi dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty
acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori
(Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk
membantu melancarkan kerja tubuh. Apabila kita makan makanan yang bervariasi
setiap harinya maka tidak perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan
mempertahankan tekanan darah yang normal. Oleh karena itu, perlu membatasi
konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan vetsin. Anjuran makan garam
dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang
yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari
berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per
hari dengan mengutamakan serat larut (Drh Hiswani Mkes).
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak
lebih dari 3000 mg (Drh Hiswani Mkes).
Kandungan kalori DM
Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan penyakit
yang dideritanya. Jika penderita juga tergolong penderita obesitas, maka selain
pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap kandungan
kalori dalam dietnya. Di RS Cipto Mangunkusumo digunakan delapan diet baku
dengan berbagai tingkatan kandungan kalori (Juni, 2006) yaitu:
1. Diet I : 1100 kalori

2. Diet II : 1300 kalori

3. Diet III : 1500 kalori

4. Diet IV : 1700 kalori

5. Diet V : 1900 kalori

6. Diet VI : 2100 kalori

7. Diet VII : 2300 kalori

8. Diet VIII : 2500 kalori


Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong penderita
obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada penderita dengan berat badan normal,
Diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes dengan
komplikasi, atau penderita diabetes yang sedang hamil.

También podría gustarte