Está en la página 1de 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Badan Sertifikasi
Profesi (BNSP) (2006) telah menetapkan bahwa kemampuan komunikasi
terapeutik merupakan suatu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh
perawat dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan dan manajemen
keperawatan. Oleh karena itu, penggunaan komunikasi terapeutik merupakan
unsur yang penting dalam layanan asuhan keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku “caring” atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta
citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama
manusia.
Bagi pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit,
komunikasi antara pasien dan perawat merupakan hal yang seharusnya
dilaksanakan. Karena dengan cara keduanya melakukan komunikasi, maka
pasien pun dapat mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya. Sehingga
kecemasan akan penyakitnya tidak merajalela menghantui perasaan pasien
yang kemungkinan besar membuat pasien menjadi tidak menerima keadaan
dan stress.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja pendahuluan dari komunikasi kesehatan ?
2. Sebutkan ruang lingkup komunikasi kesehatan ?
3. Bagaimana model-model komunikasi di dalam komunikasi kesehatan ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui pendahuluan dari komunikasi kesehatan.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup komunikasi kesehatan.
3. Untuk mengetahui model-model komunikasi di dalam komunikasi
kesehatan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan

Komunikasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Komunikasi dibuat


untuk menyebarluaskan pesan kepada publik, mempengaruhi khalayak dan
menggambarkan kebudayaan pada masyarakat. Hal ini membuat media
menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Untuk
memenuhi kebutuhan berinteraksi yang bersifat antarpribadi, dipenuhi melalui
kegiatan komunikasi interpersonal atau antarpribadi. Sedangkan kebutuhan
untuk berkomunikasi secara publik dengan orang banyak, dipenuhi melalui
aktivitas komunikasi massa.
Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan oleh
komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan
untuk mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai
kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik,
mental (rohani) dan sosial.
Dalam tingkat komunikasi, komunikasi kesehatan merujuk pada bidang-
bidang seperti program-program kesehatan nasional dan dunia,
promosi kesehatan, dan rencana kesehatan publik.
Dalam konteks kelompok kecil, komunikasi kesehatan merujuk pada bidang-
bidang seperti rapat-rapat membahas perencanaan pengobatan, laporan staf,
dan interaksi tim medis.
Dalam konteks interpersonal, komunikasi kesehatan termasuk dalam
komunikasi manusia yang secara langsung mempengaruhi profesional-
profesional dan profesional dengan klien. Komunikalevasi kesehatan
dipandang sebagai bagian dari bidang-bidang ilmu yang relevan, fokusnya
lebih spesifik dalam hal pelayanan kesehatan.
Dengan demikian komunikasi menjadi unsur penting dalam berlangsungnya
kehidupan suatu masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas
komunikasi sekaligus merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat. Sebab
tidak mungkin manusia hidup di suatu lingkungan tanpa berkomunikasi satu
sama lain.

2.1.1 Tujuan Komunikasi Kesehatan


Pada umumnya program-program yang berkaitan dengann komunikasi
kesehatan yang dirancang dalam bentuk paket acara atau paket modul
dapat berfungsi untuk :
1) Relay information, meneruskan informasi kesehatan dari suatu sumber
kepada pihak lain secara berangkai (hunting).
2) Enable informed decision making memberikan informasi akurat utk
memungkinkan pengambilan keputusan.
3) Promote peer information exchange and emotional support,
mendukung pertukaran pertama dan mendukung secara emosional
pertukaran informasi kesehatan.
4) Promote healthy behavior, informasi utk memperkenalkan perilaku
hidup sehat.
5) Promote self care, memperkenalkan pemeliharaan kesehatan diri
sendiri.
6) Manage demand for health services, memenuhi permintaan layanan
kesehatan.

2.1.2 Manfaat Mempelajari Komunikasi Kesehatan


Manfaat mempelajari ilmu komunikasi kesehatan menurut Alo
Liliwari. 2007 adalah:
1) Memahami interaksi antara kesehatan dengan perilaku individu.
2) Meningkatkan kesadaran kita tentang issue kesehatan, masalah atau
solusi.
3) Menghadapi disparitas pemeliharaan kesehatan antaretnik atau
antarras.
4) Memperkuat infrastuktur kesehatan masyarakat dimasa yang akan
datang.
5) Sebagai tindak-lanjut dari kesadaran tersebut, kita dapat melakukan
strategi intervensi pada tingkat komunitas.
6) Menampilkan ilustrasi keterampilan, menggambarkan berbagai jemis
keterampilan untuk mememlihara kesehatan, pencegahan, advokasi
atau sistem layanan kesehatan kepada masyarakat.
7) Memperbarui peran para professional di bidang kesehatan
masyarakat.

2.2 Ruang Lingkup Komunikasi Kesehatan


Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit,
promosi kesehatan, serta kebijakan kesehatan.
1. Pencegahan Penyakit ( Preventif )
Dalam garis besarnya usaha-usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 4
golongan, yaitu :
a) Usaha pencegahan (usaha preventif)
b) Usaha pengobatan (usaha kuratif)
c) Usaha promotif
d) Usaha rehabilitative
Dari keempat jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat
tempat yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil
yang lebih baik, serta memrlukan biaya yang lebih murah dibandingkan
dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi. Dapat kita mengerti bahwa
mencegah agar kaki tidak patah akan memberikan hasil yang lebih baik serta
memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan mengobati kaki
yang sudah patah ataupun merehabilitasi kaki patah dengan kaki buatan.
Leavell dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in
his Community”, membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5 tingkatan
yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Usaha-
usaha pencegahan itu adalah :
a. Masa sebelum sakit
1. Mempertinggi Nilai Kesehatan (Health Promotion)
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan
pada umumnya. Beberapa usaha diantaranya :
a) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnya.
b) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti : penyediaan air
rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah,
kotoran dan air limbah dan sebagainya.
c) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
d) Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian
yang baik
2. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (spesific
protection)
Usaha ini merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Beberapa usaha diantaranya adalah :
a) Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu
b) Isolasi penderita mpenyakit menular
c) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum
maupun di tempat kerja
b. Pada masa sakit
1. Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingakt awal, serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and
prompt treatment)
Tujuan utama dari usaha ini adalah :
a) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepatnya dari seytiap jenis
penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan
segera
b) Pencegahan menular kepada orang lain, bila penyakitnya menular
c) Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penyakit

Beberapa usaha diantaranya :


a) Mencari penderita di dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan
misalnya pemeriksaan darah, rontgen, paru-paru dsb, serta
memberikan pengobatan.
b) Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita
penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila
penyakitnya timbul dapat diberikan segera pengobatan dan
tindakan-tindakan yang lain misalnya isolasi, desinfeksi, dsb.
c) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat
mengenal gejala penyakit pada tingkat awal dan segera mencari
pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau
tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya
jenis obat serta keahlian tenaga kesehatnnya, melainkan juga
tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan. Pengobatan yang
terlambat akan menyebabkan usaha penyembuhan menjadi lebih
sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi misalnya
pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat. Kemungkinan
kecacatan terjadi lebih besar penderitaan si sakit menjadi lebih
lama, biaya untuk pengobatan dan perawatan menjadi lebih besar.

2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan


kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit (disibility
limitation).
Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha poin c, yaitu dengan
pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh
kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan, maka dicegah
agar kecacatan tersebut tidak bertamabah berat (dibatasi), fungsi dari
alat tubuh yang menjadi cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin.
1) Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita
ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimalnya sesuai dengan kemampuannya. Rehabilitasi ini
terdiri atas :
a. Rehabilitasi fisik yaitu agar bekas penderita memperoleh
perbaikan fisik semaksimalnya. Misalnya, seorang yang karena
kecelakaan, patah kakinya, perlu mendapatkan rehabilitasi dari
kaki yang patah yaitu denganmempergunakan kaki buatan yang
fungsinya sama dengan kaki yang sesungguhnya.
b. Rehabilitasi mental yaitu agar bekas penderita dapat
menyusuaikan diri dalam hubungan perorangan dan social
secara memuaskan .seringkali bersamaan dengan terjadinya
cacat badania muncul pula kelainan-kelaianan atau gangguan
mental.untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan
bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c. Rehabilitasi social vokasional yaitu agar bekas penderita
menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat dengan
kapasitas kerja yang semaksimalnya sesuai dengan kemampuan
dan ketidak mampuannya.
d. Rehabilitasi aesthetis merupakan usaha rehabilitasi aesthetis
perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan,
walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri
tidak dapat dikembalikan misalnya: misalnya penggunaan mata
palsu. Usaha pengembalian bekas penderita ini kedalam
masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap
anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami
keandaan mereka (fisik mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuian dirinya dalam
masyarakat dalam keadan yang sekarang ini. Sikap yang
diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah
pancasila yang berdasarkan unsure kemanusian dan keadailan
social. Mereka yang direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari
setiap warga masyarakat, bukan hanya berdasarkan belas kasian
semata-mata, melainkan juga berdasarkan hak asasinya sebagai
manusia.

2. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu health
promotion. Sesungguhnya, penerjemahan kata health promotion atau
tepatnya promotion of health kedalam bahasa Indonesia pertama kali
dilakukan ketika para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia
menerjemahkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prepention) dari
H.R.Leavell dan E. G. Clark dalam buku preventive medicine for the
doctor in his community. Menurut leavell dan clark (1965), dari sudut
pandang kesehatan masyarakat, terdapat 5 tingkat pencegahan terhadap
penyakit, yaitu :
1) Promotion of healt,
2) Specific protection,
3) Early diagnosis and prompt treatment,
4) Limitation of disability, dan
5) Rehablitation
Tingkat pencegahan yang pertama, yaitu promotion of healt oleh
para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia di terjemahkan menjadi
peningkatan kesehatan,bukan promosi kesehatan.Mengapa demikian?
Tidak lain karena makna yang terkandung dlam istilah promotion of
health disini adalah meningkatkan kesehatan seseorang,yaitu melalui
asupan gizi seimbang,olahraga teratur,dan lain sebagainya agar orang
tersebut tetap sehat,tidak terserang penyakit.
Namun demikian,bukan berarti bahwa peningkatan kesehatan tidak
ada hubungannya dengan promosi kesehatan. Leavell dan Clark dalam
penjelasannya tentang promotion of health menyatakan bahwa selain
melalui peningktan gizi dll,peningkatan kesehatan juga dapat di lakukan
dengan memberikan pendidikan kesehatan (health education)kepada
individu dan masyarakat.
Organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk
definisi mengenai promosi kesehatan : “ Health promotion is the process
of enabling people to increase control over, and improve, their health. To
reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an
individual or group must be able to identify and realize aspirations, to
satisfy needs, and to change or cope with the environment “. (Ottawa
Charter,1986).
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan diatas bahwa Promosi
Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk
mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial,
maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya,
kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). Dalam konferensi ini
,health promotion di maknai sebagai perluasan dari healt education atau
pendidikan kesehatan.

3. Kebijakan Kesehatan
Ilmu kebijakan adalah ilmu yang mengembangkan kajian tentang
hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi kewenangan dan
tanggung jawab antar berbagai level pemerintah, hubungan antara
penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya, ideologi kebijakan makna
reformasikesehatan. Ilmu manajemen digunakan dalam ilmu kebijakan
yaitu dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan, teori dan
konsep manajemen tidak dapat diabaikan.
a) Kebijakan (Policy)
Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab
dalam bidang kebijakan tertentu.
b) Kebijakan Publik (Public Policy)
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau Negara
c) Kebijakan Kesehatan (Health Policy)
Segala sesuatu untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu di sektor
kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat;
dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan layanan kesehatan (Walt, 1994).

Kerangka konsep dalam kebijakan kesehatan ada 3 kerangka konsep


kesehatan yaitu :
1) Konteks
2) Isi konten,terdiri dari aktor/Pelaku:
a) Individu
b) Pelaku
c) Organisasi
3) Proses
4) Individu
a) Pelaku
b) Organisasi

Keuntungan Analisis Kebijakan adalah kaya penjelasan mengenai apa dan


bagaimana hasil (outcome) kebijakan akan dicapai, dan piranti untuk membuat
model kebijakan di masa depan dan mengimplementasikan dengan lebih efektif.
Contoh Penggunaan Analisis Kebijakan:
Kasus : Tarif untuk meningkatkan efisiensi di pelayanan kesehatan
Konteks : kondisi ekonomi, ideologi, dan budaya

Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan


1. SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya
Sistem Kesehatan Nasional.
2. TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
3. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000
tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010.
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan

2.3 Model-Model Komunikasi di Dalam Komunikasi Kesehatan


2.3.1 Model Stimulus-Respons
Model Stimulus-Respons (S-R) adalah komunikasi paling dasar.
Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang
beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan
Stimulus-Respons. Dalam konsep yang fokusnya pada lingkungan,
pada dasarnya setiap kejadian selalu terdapat stimulus dan respons
(Mubarak, 2011, p. 64).
Dalam konsep yang fokusnya pada lingkungan, pada dasarnya
setiap kejadian yang kita allami selalu terdapat stimulus dan respon.
Kejadian yang ada menuntut kita untuk menerjemahkan kedalam
proses pikir kita berupa proses belajar dengan menggunakan
komunikasi intrapersonal, dimana dalam jiwa manusia terdiri atas
kumpulan bermacam-macam tanggapan yang terbentuk karena adanya
stimulus dan respon.
Model stimulus-respon yang melibatkan stressors dan strains,
ditambah dengan sebuah bentuk hubungan yang penting karena
hubungan antara seseorang dan lingkungannya mendorong seseorang
untuk bereaksi dan bertindak untuk memenuhi tuntutan yang harus
dipenuhi. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian secara
berkesinambungan yang disebut transactions, antara sesorang dan
lingkungannya, dimana keduanya saling memengaruhi satu sama lain.
Dalam keperawatan kebutuhan dasar manusia sebagai penopang
hidup merupakan stimulus bagi seseorang yang menjadikan seeseorang
tergerak untuk bereaksi dan bertindak atas stimulus yang dirasakan dan
dikehendaki sehingga timbul reaksi untuk mencapai tujuan. Hal ini
terjadi karena dalam model stimulus respon ada tujuan yang ingin
dicapai, baik tujuan negative maupun tujuan positif. Bila stimulus yang
datang baik, maka akan direspon baik, sebaliknya bila stimulus yang
datang negative maka akan direspon negative. Dalam memicu stimulus
dibutuhkan kesadaran yang tinggi model ini menunjukkan komunikasi
sebagai proses aksi reaksi yang sangat sederhana.
Dengan demikian model stimulus respon mengabaikan komunikasi
proses khususnya yang berkenaan dengan factor manusia. Secara
implisit ada amsumsi ada model stimulus respon ini yang menyatakan
perilaku (respon) manusia dapat diramalkan. Ringkasannya,
komunikasi dianggap statis; manusia dianggap berperilaku kekuatan
dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau
kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada sistem
pengendalian suhu udara dari pada perilaku manusia (Mubarak, 2011,
p.64-65).
2.3.2 Model Shannon-Weaver
Dalam model ini, komunikasi dipandang sebagai suatu “sistem”,
ldimana “sumber” informasi (source) memilih informasi yang
dirumuskan (encode) menjadi pesan (message) dan selanjutnya pesan
ini dikirim dengan “isyarat” (signal) melalui “saluran” (channel)
kepada “penerima” (receiver). Kemudian penerima menerjemahkan
pesan tersebut dan mengirimkannya ke tempat tujuan (destination)
(Notoadmojo, 2005, p. 148).
Pola komunikasi yang diterapkan adalah komunikasi satu arah
yang berlangsung tanpa ada timbal balik secara langsung. Apabila
adanya hambatan (noise) dalam berkomunikasi, dapat mengganggu
keefektifan dari proses komunikasi.
a) Tingkat kedengaran manusia
b) Gangguan persepsi
c) Mispersepsi psikososial
d) Hardware/software
e) Lingkungan, dll

2.3.3 Model Lasswell


Model ini umumnya digunakan dalam komunikasi massa di mana
komunikator sangat powerful mampu mempengaruhi komunikan dan
menganggap pesan yang disampaikan mampu membawa efek dalam
diri komunikan.
Lasswell (1948) mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu:
pertama, pengawasan lingkungan yang mengingatkan anggota-anggota
masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan; kedua,
korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespons
lingkungan; dan ketiga, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke
generasi lainnya. terdapat tiga kelompok spesialis yang bertanggung
jawab melaksanakan fungsi-fungsi ini. Dalam penyebaran pola hidup
sehat, decision maker merupakan pengendali lingkungan, sedangkan
tokoh masyarakat dan juga LSM bertindak serta membantu
mengorelasikan atau mengumpulkan respons orang-orang terhadap
informasi baru. Anggota keluarga dan tenaga kesehatan di lapangan
mengalihkan warisan sosial (Mubarak, 2011, p. 68).
Unsur-unsur dalam komunikasi ini menggunakan lima pertanyaan,
yaitu:
a) Who (komunikator)
b) Say what (pesan yang disampaikan)
c) In which channel (saluran komunikasi)
d) To whom (penerima pesan)
e) With what effect (efek komunikasi yang disampaikan)

2.3.4 Model SMCR (Model Berlo)


Model ini menampilkan yang variabel dalam komunikasi yakni
source (sumber), message (pesan), channel (media), dan receiver
(penerima). Model SMCR melihat proses komunikasi berdasarkan
keterampilan, sikap, pengetahuan dan latar belakang budaya yang
berbeda dari sumber informasi (source). Sementara itu, pesan
(message) yang disampaikan biasanya mengandung elemen-elemen
tertentu, seperti struktur, isi dan kode-kode yang unik. Pesan tersebut
ditransfer melalui saluran yang melibatkan pendengaran, penglihatan,
sentuhan, bau dan rasa. Kemudian penerima (receiver)
menginterpretasikan pesan tersebut juga didasarkan pada keterampilan,
sikap, pengetahuan dan latar belakang sosio budaya yang berbeda,
sehingga seringkali terjadi salah interpretasi dalam proses komunikasi
(Notoadmojo, 2005, p. 149).
Salah satu kekuatan dari model ini adalah bahwa komunikasi
dilihat sebagai suatu proses yang dinamis, bukan sekadar peristiwa
yang statis. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah tidak adanya
mekanisme “umpan balik” (feed-back) dalam proses tersebut. Apabila
model ini diaplikasikan dalam komunikasi kesehatan, maka model ini
tidak mampu menjelaskan betapa banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi antar-petugas kesehatan dengan
klien yang memiliki latar belakang keterampilan dan sosio budaya
berbeda. Mekanisme “umpan balik” diperlukan agar proses
komunikasi menjadi lebih dinamis dan dapat menghindari mis-
interpretasi kedua belah pihak. Namun demikian, model ini sangat
bermanfaat untuk komunikasi antar-petugas kesehatan. Di bawah ini
adalah gambar yang mengilustrasikan tentang model SMCR
(Notoadmojo, 2005, p. 149)

SOURCE MESSAGE CHANNEL RECEIVER


Keterampilan Keterampilan
Elemen Penglihatan
berkomunikasi berkomunikasi
Sikap Struktur Pendengaran Sikap
Pengetahuan Isi Sentuhan Pengetahuan
Sistem sosial Treatments Senyuman Sistem sosial
Budaya Kode Merasakan Budaya
2.3.5 Speech Communication Model
Model ini pertama kali dikembangkan oleh Miller (1972) yang
melihat bahwa proses komunikasi terdiri dari tiga variabel, yakni
pembicara (speaker), pendengar (receiver), dan umpan balik (feed-
back). Dalam hal ini, pembicara menyampaikan “pesan” (informasi)
berdasarkan sikap tertentu, sedangkan pendengar menginterpretasikan
pesan tersebut berdasarkan sikap yang berbeda. Kemudian pendengar
memberikan umpan balik (baik positif maupun negatif) kepada
pembicara. Demikian seterusnya sehingga terjadi proses komunikasi
yang hidup dan dinamis (Notoadmojo, 2005, p. 150).
Model ini tampak sangat sederhana (over simplified) untuk
menjelaskan proses komunikasi yang kompleks dan rumit dalam
realitas, namun sangat mudah dipahami untuk menjelaskan proses
komunikasi antar-manusia. Hal-hal inilah yang merupakan kekuatan
dan kelemahan dari Speech Communication Model (Notoadmojo,
2005, p. 150).

También podría gustarte