Está en la página 1de 14

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA

SYARIAH

Disusun Oleh :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-ya
sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama dapat
selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
besar kita Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang tegung pada sunnah-Nya.
Agama Islam adalah agama yang relevan yang telah dibuktikan dalam beberapa
kajian ilmiah dari berbagai sudut pandang dan aspek kehidupan.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi untuk menambah wawasan
khususnya mengenai syariah agama islam berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari
berbagai karangan buku maupun media internet.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya untuk pembaca dan tidak
lupa pula kami memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
baik dalam kosa kata maupun isi dari makalah ini. Kami sadar makalah ini jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran kami harapkan demi kebaikan kami kedepannya.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
4. MANFAAT
BAB II
ISI
A. Pengertian Syariah
Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada
hamba-hamba-Nya, seperti puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan. Kata syariat
berasal dari kata syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu atau
berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk
mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan
bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada
hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad
SAW dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah
hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah serta
dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Syariat Islam dalam
istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan,
ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk
meraih keselamatan di dunia dan akhirat.

Demikian juga istilah “hukum Islam” sering diidentikkan dengan kata norma Islam
dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah
kata “al-syari’ah”. Namun, ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang
berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqh”.

Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan
dengan kata “al-syari’ah” secara umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.
1. Syari'ah dalam arti luas

Dalam arti luas al-syari’ah berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin maupun tingkah laku konkrit yang
individual dan kolektif. Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi
seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih,
usul fikih, dan seterusnya.

2. Syari'ah Dalam Arti Sempit

Dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku
individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi
hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.

B. Sifat Syariah

Menurut Tahir Azhar ada tiga sifat syariah yang menunjukkan keutamaannya yaitu:
1. Bidimensional, maksudnya mengandung segi keutuhan (Illahiyah) dan segi kemanusiaan
(insaniyah)
2. Adil, maksudnya berusaha merealisasikan dambaan setiap manusia untuk di perlakukan
secara adil dalam kehidupan
3. Individualistik dan sosialistik maksudnya punya validitas dalam menjamin terlindungnya
hak-hak individual maupun masyarakat.

C. Ruang Lingkup Pembelajaran Syariah

Ruang lingkup syari’ah yang sesungguhnya yaitu mencakup keseluruhan ajaran Islam,
baik yang berkaitan dengan akidah, ibadah, akhlaq dan termasuk diantaranya adalah
muamalah yang mengatur tentang peraturan atau system kehidupan manusia.

Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :


1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT
(ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
 Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat,
umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
 Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan
lain-lain.
c. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya
dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang,
pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan,
pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah,
titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
d. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain
dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya
: perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak,
pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang wafat, meminang,
khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
e. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,
kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan,
kesaksian dan lain-lain.
f. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),
diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan),
ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab
sosial), zi’amah (kepemimpinan)pemerintahandanlain-lain.
g. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani),
birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
h. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,
pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan
lain-lain.

D. Tujuan Syariah
Tujuan dari syari’ah adalah untuk kebaikan dan kemanusiaan kehidupan kita. Secara
umum ada 5 hal tujuan dari syari’ah:
1. Hifdzuddiin (menjaga agama)
2. Hifdzul’aql (menjaga akal)
3. Hifdzul maal (menjaga harta)
4. Hifdzul nasl (menjaga keturunan),
5. Hifdzul nafs (menjaga diri)

Semua larangan dan perintah dalam agama tujuannya pada dasarnya adalah dalam rangka
menjaga kelima hal tersebut. Sebagai contoh, dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW.
melarang kita melakukan 7 dosa besar, antara lain:
1.Syirik(menyekutukan Allah), dosa sihir/dukun. Umat islam dilarang belajar sihir karena
sumber sihir adalah setan, tidak ada ilmu sihir putih, semuanya hitam.
2.Larangan membunuh manusia. Bagi Allah pembunuhan manusia tanpa alasan jauh lebih
dahsyat disbanding kehilangan bumi dan seisinya.
3. Memakan riba, dengan dalih apapun.
4. Memakan harta anak yatim.
5. Lari dari medan perang.
6. Menuduh wanita muslimah yang baik-baik dengan tuduhan berzinah.

Dalam makna syari’ah secara universal, tujuan lebih terarah yaitu untuk segala
sesuatunya lebih baik.

Pesan ulama dari Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Imam Syatibi adalah Allah
menurunkan syari’ah adalah untuk kemaslahatan(kesejahteraan).

Pesan Al-Qur’an dalam QS.Al-Fajr ayat 15-20 adalah Allah menyuruh kita untuk
berbagi harta, agar orang-orang yang membutuhkan juga merasakan nikmatnya harta kita,
sehingga kita terhindardari cinta dunia. Maka dari situ jelas menerangkan bahwa syari’ah
memiliki tujuan berbagi kesejahteraan.

Prof.Iwan Triyuwono dalam tataran filosofi akuntansi syari’ah. Kita, manusia,


merupakan khalifatullah fil ard yang memiliki amanah untuk mengelola bumi dan berbagi
kesejahteraankepada seluruh stakeholder, tidak hanya stakeholder yang terlibat langsung
dalam menghasilkan laba perusahaan(direct stakeholder), tapi juga indirect stakeholder
seperti alam, masyarakat yang membutuhkan perlu kita sedekahi. Tidak akan miskin orang
yang bersedekah, malah kekayaannya bertambah.

E. Sumber Syariah
Ada 5 (lima) sumber syariah Islam yaitu Al-Qur'an, hadits Nabi, ijma', qiyas (analogi)
dan ijtihad.
1. AL-QURAN
Al-Quran merupakan sumber pertama dan utama dari syariah. Quran menjelaskan
dasar-dasar syariah seperti aqidah, ibadah, dan muamalah baik secara rinci (tafshil) maupun
global (ijmal). Quran menurut ulama syariah bersifat pasti ketetapannya.

Akan tetap dalam soal dalil Quran dalam kaitannya dengan hukum maka ia
adakalanya bersifat pasti (qath'i) adakalanya bersifat dzanni (tidak pasti). Dalil Quran bersifat
pasti dalam situasi di mana kata atau teks dalam ayat Quran hanya mengandung satu makna
dan pemahaman. Dalil Quran bersifat dzanni apabila teks dalam Quran mengandung lebih
dari satu makna.
Contoh dalil Al-Qur’an tentang kemuliaan Al-Qur’an sebagai sumber syariah :

QS. Fushshilat: 41-42)

‫نزي ٌل ِم ْن َح ِكيم ح َِميد‬ ِ َ‫ ََل َيأْتِي ِه ا ْلب‬. ‫يز‬


ِ َ‫اط ُل ِمن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َو ََل ِم ْن َخ ْل ِف ِه ت‬ ٌ َ ‫الذك ِْر لَ َّما جَاء ُه ْم َوإِنَّهُ لَ ِكت‬
ٌ ‫اب ع َِز‬ ِ ‫إِنَّ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا ِب‬
“Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya
(Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (QS. Fushshilat: 41-42)

Sungguh ayat-ayat Alquran ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah
ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab
ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan,
sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di
dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan terhadapnya,
sebagai bukti akan kebenaran firman Allah:

QS. Al-Hijr: 9

َ‫الذك َْر َوإِنَّا لَهُ لَحَافِ ُظون‬


ِ ‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar benar
memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9).

Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran
yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang
paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia.

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati
yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara
mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan
perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa
yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan
masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di
dunia dan akhirat. Allah berfirman:

‫ق ِتالَ َو ِت ِه أ ُ ْولَـ ِئكَ يُؤْ ِمنُونَ ِب ِه‬ َ َ‫ا َّل ِذينَ آت َ ْينَا ُه ُم ا ْل ِكت‬
َّ ‫اب َيتْلُونَهُ َح‬
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan
bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya”. (QS. Al-Baqarah: 121)
2. AL-HADITS (AS-SUNNAH)
Hadits adalah sumber kedua dalam syariah Islam. Ulama hadits (muhaddits) telah
mengumpulkan hadits-hadits Nabi yang tersusun dalam sejumlah kitab hadis seperti Sahih
Bukhari, Sahih Muslim dan kitab hadits yang lain seperti Muwatta' Malik, Sunan Abu
Dawud, Sunan Tirmidzi, dan lain-lain.

Dari segi sanad (perawi hadits), hadits terbagi menjadi tiga bagian menurut madzhab
Hanafi yaitu hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Sedangkan menurut jumhur (mayoritas)
ulama, hadits terbagi menjadi dua yaitu mutawatir dan ahad.

3. IJMA’
Ijma’ adalah sumber ketiga dari syariah Islam. Ijmak adalah kesepakatan mayoritas
ulama mujtahid atas suatu masalah hukum berdasarkan pada dalil Quran dan hadits yang
berkenaan denga suatu hukum.

Ijma' menurut bahasa Arab bererti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu hal,
seperti perkataan seseorang yang berarti "kaum itu telah sepakat (sependapat) tentang yang
demikian itu."

Menurut istilah ijma', ialah kesepakatan mujtahid ummat Islam tentang hukum syara'
dari peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Sebagai contoh ialah
setelah Rasulullah SAW meninggal dunia diperlukan pengangkatan seorang pengganti beliau
yang dinamakan khalifah. Maka kaum muslimin yang ada pada waktu itu sepakat untuk
mengangkat seorang khalifah dan atas kesepakatan bersama pula diangkatlah Abu Bakar RA
sebagai khalifah pertama. Sekalipun pada permulaannya ada yang kurang menyetujui
pengangkatan Abu Bakar RA itu, namun kemudian semua kaum muslimin menyetujuinya.
Kesepakatan yang seperti ini dapat dikatakan ijma'.

A. Contoh-contoh Ijma’

1. Haramnya pernikahan antara wanita muslimah dengan lki laki non muslim
2. Ijma bahwa shalat fardhu itu hukumnya fardhu ‘ain
3. Boleh mengusap bag atas sepatu ( saat wudhu ) ketika dalam perjalanan
4. Wajib memilih khalifah ( pemimpin ) dengan tenggang waktu 3 hari sebelum masa
kepemimpinan sebelumnya habis
5. Sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriyah, tidak secara batiniyah
6. Batu mulia tidak wajib di zakati
7. Haram hukumnya memakai wig dan menyambung rambut
8. Penerapan adzan ke 3 pada sholat jum’at
9. Larangan bagi orang yang menyewa satu barang kemudian menyewakan barang
tersebut kepda orang lain dengan kadar yang lebih tinggi
10. Saudara saudara seibu sebapak terhalang untuk menerima warisan oleh bapak
11. Perbandingan antara kerbau dan sapi adalah sama dalam perhitungan zakatnya.
12. Keharaman atas gashab yang disepakati oleh para mujtahid
13. Orang yang sakit menjelang aja dan mewakafkan sebagian hartanya
14. Memotong kuku pada hari jum’at sunnah
15. Zakat profesi
16. Boleh mewarnai rambut selain warna hitam
17. Nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syari’at
18. Mencabut bulu ketiak itu sunnah
19. Penyembelihan binatang menyebut nama Allah, halal dimakan. Dan jika tidak
menyebut nama Allah haram memakannya.
20. Dilarang mencukur jenggot
21. Pembagian hasil bumi Irak dan tanah tanah taklukan lainnya yang merupakan
Ghanimah pada masa khalifah Umar bin Khattab
22. Apabila ahli waris hanya anak dan kakek, kakek dapat menggantikan kedudukan ayah
dalam penerimaan warisan
23. Penguasa wakaf harus berakal, bisa dipercaya dan dapat menggunakan harta dengan
benar
24. Meminta dikuburan Nabi sebagai wasilah
25. Penetapa sifat sifat Allah
26. Larangan berkumpul dan membuat masakan dirumah orang yang meninggal karena
termasuk meratapi kepergian almarhum
27. Para mujahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang disyari’atkan
28. Shalat tarawih secara berjama’ah
29. Jumhur ulama sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriyahsaja, tidak
secara batiniyah
30. Masyarakat yang berada di daerah Darul Harbi, harus berhijrah ke Darul Islam

5. QIYAS (ANALOGI)

Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti
menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk
tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti
mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan
sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.

 Dasar hukum qiyas

Kedudukan Qiyas dalam islam yaitu sebagai hukum yang sifatnya darurat, bila
memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Qiyas
juga bisa dikatakan sebagai Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di
dalam (Al-Qur'an) atau (Hadis) dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

5. IJTIHAD
Ijtihad adalah sumber kelima syariah Islam. Ijtihad adalah usaha yang dilakukan
seorang ulama atau beberapa ulama untuk menghasilkan hukum atas suatu masalah tertentu
yang tidak pernah disebut atau dibahas dalam Quran, hadits, ijmak. Seperti masalah-masalah
baru. Ulama mensyaratkan sejumlah syarat pada mereka yang berhak menjadi mujtahid
karena tidak semua orang memiliki kompetensi dan kapabilitas untuk melakukan ijtihad.

F. Ajaran Syariah

1. Ibadah
Pengertian Ibadah

Ibadah berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak, atau pelayan. Jadi ibadah
berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan diri. Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah dapat juga diartikan
sebagai peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung (ritual) antara manusia
dengan Allah Swt. Selain itu juga terdapat berbagai definisi ibadah lainnya, yaitu:

· Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui tutunan
atau contoh dari para Rasul-Nya.

· Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Swt, yaitu rasa tunduk dan patuh yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

2. Pengertian Muamalah

Secara etiomologi, Muamalah dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan istilah yang digunakan untuk
mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah mengikuti pola
(‫ ) ُمفَا َعلَة‬yang bermakna bergaul (‫)التَّعَا ُمل‬, sedangkan secara terminologi, muamalah adalah
istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah. masalah mu’amalah (hubungan
kita dengan sesame manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan
minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada
prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:

“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan
dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa muamalah adalah ibadah yang pelaksanaannya tidak
seluruhnya dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW namun hanya berupa prinsip-prinsip
dasar dan pengembangannya diserahkan pada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat
Islam sendiri. Contoh dari muamalah misalnya, aturan-aturan keperdataan seperti hal-hal
yang menyangkut perdagangan, ekonomi, perbankan, pernikahan, hutang piutang, atau pun
juga aturan-aturan dalam bidang pidana dan tata negara.

2.10. Pembagian Mu’amalah

Ada beberapa pembagian muamalah, diantaranya:

1. Muamalah Madiyah : muamalah yang mengkaji obyeknya ; benda yang halal, haram dan
syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memadaratkan dan benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta segi-segi yang lainnya.

2. Muamalah adabiyah : muamalah yang mengkaji subyeknya; ditinjau dari segi tukar
menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia yang unsur penegaknya adalah
hak-hak dan kewajiban-kewajiban misalnya keridhaan kedua belah pihak, ijab qabul, dusta,
menipu dll.

2.11. Prinsip Muamalah

Ada beberapa prinsip Muamalah, diantaranya:

1. Bolehnya segala bentuk usaha.

2. Haramnya segala kezaliman dengan memakan harta secara bathil, seperti : riba, ghasab,
korupsi, monopoli, penimbunan , dll.

3. Jujur dan saling menasehati.

4. Asas manfaat yang diakui syara’ dalam setiap akad.

5. Tidak ada penipuan & manipulasi, MAGHRIB ( Maysir, Ghoror, dan Riba ).

6. Tidak melalaikan dan meninggalkan kewajiban atau bertentangan dengan manhaj Allah.

7. Asas akuntabilitas

G. Mengamalkan Perilaku Syariah Dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh perilaku sesuai syariah dalam berpakaian

Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi


syarat tertentu, yakni:

1. Menutup aurat;
2. Tidak terbuat dari emas atau sutera
3. Tidak menyerupai pakaian wanita
4. Tidak menyerupai orang-orang kafir.

Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, berdasarkan riwayat ‘Aisyah: Dari ‘Amr
bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya, beliau menuturkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda: “Jika ada di antara kalian yang menikahkan pembantu, baik seorang budak
ataupun pegawainya, hendaklah ia tidak melihat bagian tubuh antara pusat dan di atas
lututnya.” [HR. Abu Dawud, no. 418 dan 3587].

Rasulullah Saw bersabda:

Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut. [HR. ad-Daruquthni dan al-Baihaqi,
lihat Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid].

Dari Muhammad bin Jahsyi, ia berkata: Rasulullah Saw melewati Ma’mar, sedang kedua
pahanya dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi bersabda:
“Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu aurat.”
[HR. Ahmad dan Bukhari, lihat Ahkamush Sholat, Ali Raghib].

Jahad al-Aslami (salah seorang ashabus shuffah) berkata: pernah Rasulullah Saw duduk di
dekat kami sedang pahaku terbuka, lalu beliau bersabda:

“Tidakkah engkau tahu bahwa paha itu aurat?” [HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Malik,
lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni].

Juga Rasulullah Saw pernah berkata kepada Ali ra: “Janganlah engkau menampakkan
pahamu dan janganlah engkau melihat paha orang yang masih hidup atau yang sudah mati.”
[HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-
Shabuni].

Larangan Memakai Emas Dan Sutera Bagi Laki-Laki

Larangan ini berdasarkan hadits:

Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami
dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami
menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah
dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam.
Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman
dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan
pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” [HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-
Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, CD Al-Bayan 1212].

Larangan Menyerupai Wanita

Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk berpakaian menyerupai wanita


dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku termasuk berpakaian seperti laki-laki.

Larangan Menyerupai Orang Kafir

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun
muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun
pandangan hidup.

Bagi seorang laki-laki pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam
rumah, di luar rumah, di hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.

Pakaian Bagi Seorang Muslimah

Adapun pakaian yang dikenakan oleh seorang muslimah haruslah memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:

1. Menutup aurat;
2. Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan
memenuhi kriteria irkha’);
3. Tidak tembus pandang;
4. Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya;
5. Tidak tabarruj;
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
7. Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.

Sumberhttps://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/berpakaian-sesuai-syariat-islam/
Contoh perilaku sesuai syariah dalam berdagang

Rasulullah SAW adalah seorang pebisnis dan pedagang yang handal. Visi beliau
dalam berdagang hanya satu, yaitu:

“Bahwa transaksi bisnis sama sekali tidak ditujukan untuk memupuk kekayaan pribadi,
namun justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnis dengan etika yg tinggi.
Adapun hasil yang didapat harus didistribusikan ke sebanyak mungkin umat.”

Prinsip yang beliau pegang cukup 3 hal saja, yaitu:

1. Jujur
2. Saling menguntungkan kedua pihak
3. Hanya menjual produk yang bermutu tinggi

Tiga prinsip di atas menjiwai cara bisnis beliau. Berikut adalah teladan beliau sebagai
seorang pedagang/penjual:

1. Tidak boleh berbohong dan menipu pembeli mengenai barang yang dijual
2. Carilah keuntungan yang wajar. Jika pembeli bertanya, sebutkan harga modalnya
3. Kepada para pelanggan yang tidak mampu membayar kontan (tunai), berikanlah
waktu untuk melunasinya. Bila dia betul-betul tidak mampu membayar setelah masa
tenggat pengunduran itu, padahal dia telah berusaha, maka ikhlaskanlah
4. Hindari sumpah yang berlebihan, apalagi sumpah palsu untuk mengelabui konsumen
5. Lakukan transaksi jika telah ada kata sepakat antara penjual dan pembeli
6. Lakukan penimbangan dan penakaran dengan benar dan setepat mungkin
7. Camkan pada pembeli bahwa yang membayar di muka bahwa ia tidak boleh
menjualnya sebelum barang tersebut benar-benar menjadi miliknya (terbayar lunas
terlebih dahulu)
8. Jangan melakukan transaksi monopoli dalam perdagangan, berikan kesempatan yang
lain untuk berdagang juga.

Sumber http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-berdagang-rasulullah-saw/

También podría gustarte